• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber daya yang tersedia

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 48-61)

4.3.1. Peran Isi Kebijakan dalam Implementasi Kebijakan Pendelegasian Wewenang Bidang Pengembangan Otonomi Daerah dan

4.3.1.6. Sumber daya yang tersedia

Sumber daya yang tersedia sebagai implementasi kebijakan pendelegasian wewenang secara kualitas dan kuantitas harus terpenuhi, jika tidak tersedia, maka program yang diarahkan untuk menuju perubahan yang lebih baik akan terhambat. Sehingga waktu yang dibutuhkan tidak sesuai dengan harapan dari penerima pelayanan. Sumber daya aparatur dan sumber daya lain sebagai pendukung implementasi kebijakan harus tercukupi sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan organisasi sesuai standar yang ada.

Selanjutnya sumber daya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap terlaksanaknya keberhasilan terhadap suatu implementasi, walaupun isi kebijakan sudah disosialisasikan oleh para pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan secara jelas dan konsisten, akan

tetapi apabila organisasi kekurangan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan maka tidak akan berjalan dengan efektif.

Sumber daya yang dapat mendukung pelaksanaan kebijakan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada camat bidang pengembangan otonomi dan kependudukan dapat berwujud, seperti sumber daya manusia atau perangkat kecamatan dan SKPD terkait, dan sumber daya anggaran pendukung implementasi, sumber daya peralatan atau prasarana dan sarana kecamatan, sumber daya informasi dan kewenangan.

Sumber daya manusia yang berupa perangkat kecamatan sangat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi. Implementasi sangat tergantung kepada Camat dan perangkat yang didukung perangkat SKPD terkait, dengan demikian perangkat dalam implementasi kebijakan di samping harus cukup juga harus memiliki keahlian dan kemampuan yang berkompeten dibidangnya untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan (pimpinan) dalam implementasi kebijakan.

Oleh karena itu, perangkat kecamatan dan SKPD terkait harus ada ketepatan dan kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas pekerjaan yang di tanganinya.

Jumlah Personil yang dibutuhkan untuk pelaksanaan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat di Kabupaten Bandung atau dilihat secara keseluruhan pegawai yang melaksankana tugas di Kecamatan hendaknya disesuaikan dengan beban kerja masing-masing kecamatan. Semakin tinggi beban kerja kecamatan semakin banyak jumlah personil yang harus dipikul.

Kedepan hendaknya pelaksanaan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat tidak seragam tetapi juga dibedakan dengan beban kerja serta tipologi kecamatan. Saat ini pendelegasian wewenang masih seragam dan belum disesuaikan dengan beban kerja dan karakteristik kecamatan.

Selain itu kualitas dan kuantitas di kecamatan juga didasarkan pada beban kerja dalam melaksanakan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Personil perlu dibekali kemampuaan dan keterampilan yang memadai dalam melakukan tugas pokok yang berkaitan dengan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan.

Konsekuensinya adalah perlunya penataan personil dimasing-masing kecamatan yang disesuiakan dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam rangka implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, artinya bahwa semakin luas beban kecamatan dalam mengimplementasikan kebijakan penedelegasian wewenang, maka kualitas dan kuantitas personilnya juga perlu semakin ditingkatkan.

Penataan personil dilakukan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan organisasi kecamatan, artinya jumlah personil sesuai dengan beban kerja dan penempatan personil sesuai dengan kompetensinya. Hal ini dimaksudkan agar kecamatan tidak memiliki jumlah personil yang terlampau sedikit dibandingkan dengan beban kerja yang dimilikinya sehingga implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan

otonomi daerah dan kependudukan dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak terhambat bahkan mengalami kegagalan.

Untuk mengukur kebutuhan ideal jumlah personil yang dibutuhkan kecamatan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, diantaranya dengan membandingkan antara jumlah pearsonil yang ada dengan jumlah penduduk yang dilayani. Jumlah Personil Kecamatan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung dibandingkan dengan jumlah penduduk dapat dideskripsikan seperti tabel berikut :

Tabel 4.4

PERBANDINGAN JUMLAH PERSONIL DENGAN JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN

KABUPATEN BANDUNG No Nama Kecamatan Jumlah

Personil Jumlah Penduduk Rasio Keterangan 1 2 3 4 5 6 1. Ciwidey 20 68.165 3.408 Kurang 2. Rancabali 13 46.990 3.615 Kurang 3. Pasirjambu 15 77.417 5.161 Kurang 4. Cimaung 22 72.577 3.299 Kurang 5. Pangalengan 26 135.693 5.219 Kurang 6. Kertasari 19 65.154 3.429 Kurang 7 Pacet 18 100.014 5.556 Kurang 8 Ibun 24 73.945 3.081 Kurang 9 Paseh 29 115.659 3.988 Kurang 10 Cikancung 21 77.102 3.672 Kurang 11 Cicalengka 24 102.106 4.254 Kurang 12 Nagreg 24 46.394 1.933 Kurang 13 Rancaekek 28 148.385 5.299 Kurang 14 Majalaya 28 144.316 5.154 Kurang 15 Solokanjeruk 28 73.138 2.612 Kurang 16 Ciparay 32 141.370 4.418 Kurang 17 Baleendah 26 180.511 6.943 Kurang 18 Arjasari 25 88.560 3.542 Kurang 19 Banjaran 28 103.393 3.693 Kurang 20 Cangkuang 27 58.977 2.184 Kurang 21 Pamengpeuk 29 62.791 2.165 Kurang 22 Katapang 27 89.389 3.311 Kurang 23 Soreang 31 91.832 2.962 Kurang 24 Kutawaringin 13 85.397 6.569 Kurang 25 Margaasih 21 116.426 5.544 Kurang 26 Margahayu 30 103.332 3.444 Kurang 27 Dayeuhkolot 23 103.015 4.479 Kurang 28 Bojongsoang 24 81.993 3.416 Kurang 29 Cileunyi 32 134.631 4.207 Kurang 30 Cilengkrang 22 41.113 1.869 Kurang 31 Cimenyan 19 91.911 4.837 Kurang Sumber : Monografi Masing-masing Kecamatan, 2010

Berdasarkan data di atas dapat dideskripsikan bahwa : rasio kecukupan antara jumlah pegawai dibandingkan dengan jumlah penduduk untuk setiap kecamatan, perbandingan dengan menggunakan asumsi seorang pegawai melayani 1.000 penduduk. Kemudian jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan antara personil Pemerintah Kabupaten, kecamatan dan penduduk terdapat perbedaan yang sangat tidak seimbang. Jumlah pegawai dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung tahun 2010 sebanyak 22.393 orang termasuk pegawai yang di kecamatan, sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Bandung 2.921.696 jiwa, maka setiap PNS melayani sekitar 130 orang. Perbandingan dengan jumlah pegawai di kecamatan lebih besar, yaitu 1 orang pegawai menangani 3.906 penduduk, sedangkan rerata di masing-masing kecamatan 1 orang pegawai menangani 3.976 penduduk.

Selanjutnya distribusi pegawai belum didasarkan pada beban kerja masing-masing kecamatan, kecamatan yang jumlah penduduknya lebih banyak jumlah pegawai lebih sedikit daripada kecamatan yang jumlah penduduknya lebih sedikit dan kecamatan yang penduduknya banyak jumlah pegawainya disamakan dengan kecamatan yang jumlah penduduknya lebih sedikit. Selain itu seluruh kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung jika diperbandingkan dengan rasio 1 orang melayani 1.000 penduduk, maka jumlah pegawai masih sangat kurang.

Penataan personil perlu diterapkan sesuai dengan beban kerja dan kompetensi yang dibutuhkan di kecamatan. Kompetensi pegawai untuk di kecamatan di awali dengan Camat sebagai pemimpin, hal ini sebagaimana diatur

dalam Pasal 126 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi : “Camat diangkat Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Kabupaten / Kota dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, khususnya Bab VI, diatur secara khusus mengenai persyaratan Camat. Pada pasal 24 PP tersebut dikemukakan ketentuan sebagai berikut : “Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan”.

Kemudian pada pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 dikemukakan bahwa pengetahuan teknis pemerintahan meliputi :

a. menguasai bidang ilmu pemerintahan dibuktikan dengan ijasah diploma/sarjana pemerintahan; dan

b. pernah bertugas di desa, kelurahan, atau kecamatan peling singkat 2 (dua) tahun.

Bagi Camat menguasai pengetahuan teknis pemerintahan berarti memiliki latar belakang pendidikan dalam rumpun ilmu-ilmu sosial seperti Ilmu Negara/Ilmu Administrasi Negara, Ilmu Politik, Ilmu Pmerintahan atau Ilmu Hukum serta rumpun ilmu lainnya yang relevan. Bagi yang sudah menjabat atau disiapkan untuk meduduki jabatan Camat tetapi tidak memiliki kompetensi pemerintahan dapat diikutkan dalam suatu bentuk pendidikan dasar teknik pemerintahan atau pendidikan khusus calon Camat (Suscaca).

Model pendidikan ini sedang di kembangkan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri yang diatur menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Calin Camat. Tujuan Pendidikan menurut Pasal 3 Permendagri Nomor 30 Tahun 2009 adalah :

a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk melaksanakan tugas Camat yang dilandasi dengan kepribadian dan etika pegawai negeri sipil;

b. memantapkan sikap dan semangat pengabdian Camat yang berorientasi pada pelayanan dan pemberdayaan masyarakat;

c. membentuk Camat yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; dan

d. membentuk/mempersiapkan Camat yang mampu berperan sebagai mediator, motivator, dan fasilitator pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sedangkan peserta pendidikan calon camat mempunyai beberapa

persyaratan menuurut Pasal 5 Permendagri Nomor 30 Tahun 2009 sebagai

berikut :

a. Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat menjadi Camat tetapi tidak memiliki ijazah Diploma/Sarjana pemerintahan dan belum bertugas di desa, kelurahan dan kecamatan paling singkat 2 (dua) tahun;

b. pernah atau sedang menduduki jabatan struktural eselon IV; dan

c. diusulkan oleh Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur.

Setiap calon Camat harus mengikuti dan lulus diklat yang khusus disiapkan untuk jabatan Camat dan kurikulumnya akan berisi tentang pekerjaan Camat. Diklat teknis semacam ini justru langsung berkaitan dengan substansi pekerjaan dibandingkan dengan model diklat-diklat kepemimpinan yang sedang berjalan.

Selanjutnya dii samping menguasai pengetahuan teknis pemerintahan, Camat juga harus berkompeten yang ditandai dengan terpenuhinya syarat kompetensi jabatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tuntutan kompetensi pejabat struktural diatur dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 46A Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil. Kompetensi Jabatan struktural meliputi kompetensi dasar dan kompentensi bidang. Kompetensi dasar mutlak dimiliki oleh setiap pemegang jabatan meliputi 5 (lima) bidang sebagaimana tersebut dalam lampiran 1b keputusan BKN Nomor 46A Tahun 2003, mencakup : Integritas(Int), Kepemimpinan (Kp), Perencanaan dan Pengorganisasian (PP), Kerjasama(KS) dan Fleksibilitas (F).

Sedangkan kompetensi bidang dipilih dari kompetensi yang tersedia dalam Kamus Kompetensi Jabtan sesuai bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dengan jumlah bervariasi tergantung kebutuhan yang diambil dari 33 (tiga puluh tiga) kompetensi bidang yang tesedia sebagaimana diatur dalam Lampiran 1c Keputusan BKN Nomor 46 A Tahun 2003, meliputi :

Berorientasi pada Pelayanan (BpP), Berorientasi pada Kualitas (BpK), Berpikir Analitis (BA), Berfikir Konseptual (BK), Emapti (E), Inisiatif (Ins), Keahlian Teknikal/Profesional/Manajerial (KTPM), Kesadaran Berorganisasi(KB), Komitmen terhadap Organisasi (KtO), Komunikasi (K), Kreatif dan Inovatif (KI), Mengarahkan/Memberi Perintah (MMP), Manajemen Konflik (MK), Membagun Hubungan Kerja (MHK), Membangun Hubungan Kerja Strategis (MHKS), Membimbing (M), Memimpin Kelompok (MKl), Memimpin Rapat (MR), Mencari Informasi (MI), Mengambil Resiko (MRs), Mengembangkan Orang Lain (MOL), Pembelajaran yang Berkelanjutan (PB), Pendelegasian Wewenang (PW), Pengambilan Keputusan (PK), Pengambilan Kebijakan Strategis (PKS), Pengaturan Kerja (PK), Pengendalian Diri (PD), Perbaikan Terus Menerus (PTM), Percaya Diri (PD), Perhatian terhadap Keteraturan (PtK), Proaktif

(P), Semangat untuk Berprestasi (SB) dan Tanggap akan Pengaruh Budaya (TPB).

Dari berbagai literatur diperoleh gambaran yang beraneka ragam mengenai kompetensi. Campell & Luch (1997 : i) dalam kata pengantar bukunya menyebutkan bahwa : “ competence or skills at the heart of any succesfull acitivity”. Dengan demikian kompetensi menjadi kunci utama keberhasilan suatu aktivitas. Kompetensi disini diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan.

Lebih lanjut, Prahalad & Hamel (dalam Campbell & Luchs, 1997:5) mengemukakan definisi mengenai kompetensi inti (core competence) yaitu : “an integrated bundle of skill and technologies; a messy accumulation of learning which contributes to a business’s competitive success”. Jadi kompetensi inti adalah sekumpulan keahlian dan teknologi yang terintegritas, merupakan akumulasi pembelajaran dari berbagai berbagai tempat, yang member kontribusi pada keberhasilan kompetisi bisnis. Dengan kata lain, kompetensi inti mempunyai kaitan yang signifikan dengan keberhasilan aktifitas suatu organisasi. Kompetensi inti merupakan pembelajaran kolektif dalam organisasi, khususnya bagaimana mengkoordinasikan kemampuan yang bermacam-macam dan mengintegrasikan berbagai arus teknologi.

Pada sisi lain, Campbell & Luchs, (1997:5) memberi tekanan pengertian kompetensi pada “collective learning in the corporation”. Pengertian ini lebih mendekatkan dengan istilah kapabiltas inti (core capability). Sementara menurut Keputusan BKN Nomor 13 Tahun 2002 tentang ketentuan Pelaksanaan PP Nomor

100 tahun 2000 tentang pengangkatan PNS dan jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 13 Tahun 2002, pengertian kompetensi adalah :

Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawaqi Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif dan efisien.

Menurut Spencer & Spencer (1993 : 9) menyebutkan bahwa : A competency is an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterian – referenced effective and/or superior performance in a job or situation”. Selanjutnya Spencer & Spencer (1993 : 9-11) mengemukakan bahwa ada lima tipe karakteristik dari kompetensi, yaitu :

a) motives, yang dapat diartikan sebagai dorongan, kemampuan menyeleksi;

b) traits, karakteristik fisik dan tanggapan konsisten pada system atau informasi;

c) self-concept, yakni perilaku nilai atau citra diri;

d) knowledge, yakni informasi menguasai “isi’ seseorang dalam bidang tertentu;

e) skill, yakni kemampuan untuk unjuk kerja dalam menjalankan tugas fisik atau mental tertentu.

Kemudian secara administrasi, untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural, seorang PNS harus memenuhi persyararatan jabatan yang ditentukan. Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 bahwa rentang pangkat, golongan dan ruang jabatan struktural sebagaimana digambarkan dalam tabel 4.8. berikut :

Tabel 4.5.

DAFTAR JABATAN STRUKTURAL DAN ESELON BAGI PNS

No Eselon Terendah Tertinggi Pangkat Golongan/ Ruang Pangkat Golongan/ Ruang 1 Ia Pembina Utama madya IV/d Pembina Utama Madya IV/d 2 Ib Pembina Utama Muda IV/c Pembina

Utama Madya

IV/d 3 IIa Pembina Utama Muda IV/c Pembina

Utama Madya

IV/d

4 IIb Pembina Tk. I IV/b Pembina

Utama Muda

IV/c

5 IIIa Pembina IV/a Pembina Tk I IV/b

6 IIIb Penata Tk I III/d Pembina IV/a

7 Iva Penata III/c Penata Tk I III/d

8 IVb Penata Muda TK I III/b Penata III/c

9 V Penata Muda TK I III/a Penata Muda TK I

III/b Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bandung, 2010

Berdasarkan taberl 4.8, pegawai akan diangkat untuk menjadi camat maka pangkat/golongan serendah-rendahnya adalah Pembina (IV/a) dan maksimal Pembina Tk I (IV/b), dengan toleransi pangkat terendah Penata TK. I (III/d). Syarat administrasi merupakan syarat mutlak untuk menduduki jabatan sesuai struktural. Berdasarkan persyaratan administrasi Camat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung semua sudah sesuai, yang belum dilaksanakan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung adalah implementasi tentang kompetensi camat dan perangkat kecamatan. Hal ini ke depan perlu diterapkan sehingga penataan personil dapat membantu kebutuhan organisasi.

Selanjutnya Sumber daya prasarana dan sarana juga merupakan sumber daya yang ikut berperan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat, prasarana dan sarana sebagai alat untuk mencapai

keberhasilan suatu implementasi yang dipergunakan sebagai operasionalisasi implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Keterbatasan prasarana dan sarana yang dimiliki masing-masing kecamatan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung membawa dampak belum berjalannya pelayanan yang diberikan kepada Pemerintah Desa dan masyarakat secara optimal.

Berbicara masalah sumber daya yang meliputi sumberdaya manusia atau perangkat, sumber daya keuangan, sumberdaya sarana prasana untuk melaksanakan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang kependudukan dan pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, masih terbatas, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi masih belum dapat diwujudkan16.

Sumber daya anggaran atau keuangan merupakan sumber daya yang berperan dalam implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat setelah adanya sumber daya menusia atau perangkat, terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan implementasi pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi dan kependudukan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung belum terlaksana secara optimal dan keseluruhan. Terbatasnya anggaran menyebabkan program-program yang dijalankan terlebih dahulu diprioritaskan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang mendesak.

Kecamatan sebagai wilayah kerja Camat merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota yang melaksanakan fungsi mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 126 ayat (3) huruf (e) UU Nomor 32 Tahun 2004.

Dalam mengoordinasikan penyelenggaraaan pemerintahan, salah satu bentuknya adalah mengoordinasikan perencanaan, penganggaran, pelaksanan dan evaluasi serta pengendalian pembangunan di tingkat kecamatan. Sebagai konsekuensinya, kecamatan diharuskan menyusun perencanaan strategis (Renstra) kecamatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 151 ayat (1) dan (2) UU Nomor 32 Tahun 2004, bahwa :

(1) Satuan kerja perangkat daerah memuat antara lain visi, misi, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. (2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Adapun mekanisme perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan dapat digambarkan sebagai berikut :

BAGAN 4.1

BAGAN PERENCANAAN SATUAN PEMERINTAHAN

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 48-61)

Dokumen terkait