• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V GERAKAN PETANI BANJARANYAR

5.3. Kepemimpinan

Selayaknya yang dinyatakan oleh Scott (1971), kepemimpinan merupakan salah satu syarat penting terbentuknya gerakan petani. Marx (1875) menganalogikan petani seperti kentang di dalam keranjang, yang meskipun bersatu susungguhnya terpisah antara satu dengan yang lain. Petani membutuhkan perwakilan yang berasal dari kelas yang berbeda untuk menyatukan dan menyatakan diri mereka ke dalam sebuah kelas. Perwakilan inilah yang kemudian bertugas untuk memimpin dan membantu mereka, guna melawan kelas – kelas penindas.

Rabu 2 Juni 2010, pukul dua siang Oman kembali kerumah. Pria berusia 57 tahun ini telah lima jam berada di ladang. Ladang yang berisi tanaman cokelat (kakao), kopi, singkong, pisang, dan dua buah balong (kolam ikan) dirawatnya setiap hari dengan bantuan istri dan beberapa orang tetangga. Tubuh tua Oman sudah tidak lagi mampu bekerja sehari penuh di ladang. Sesekali ia mengeluhkan

kondisi tubuhnya yang mudah sekali lemas. Terlebih lagi penyakit chikungunya

yang dideritanya dalam tiga minggu terakhir membuat seluruh persendiannya sering terasa sakit, terutama pada waktu malam hari.

Penampilan Oman dirasa kurang meyakinkan untuk menjadi seorang pemimpin gerakan petani. Ia bukanlah seorang orator ulung yang dapat membuat orang – orang terpukau ketika berpidato. Oman lebih banyak diam ketika aksi demonstrasi ataupun pertemuan dengan para pemangku kepentingan. Siapa yang menyangka, lelaki ini telah berhasil membakar semangat warga Banajaranyar untuk merebut tanah eks-perkebunan AGRIS NV.

Tahun 1998, Oman mengajak beberapa warga untuk membabat tanaman jati yang ditanam Perhutani di lahan eks-perkebunan. Kejatuhan rezim Orde Baru menciptakan momentum dan menumbuhkan keberanian diantara warga Banjaranyar untuk melawan. Kemampuan Oman dalam mempengaruhi orang lain ketika berbicara secara langsung, membuat aksi pembabatan pohon jati semakin mudah dilakukan. Ia berusaha menyadarkan warga bahwa di dalam tanah eks- perkebunan, juga terdapat hak mereka.

“tanah ada didepan mata masa digarap aja gak boleh... kalo warga disini udah pada kaya sih gak papa.. tapi ini kan susah... mau idup aja mesti ke kota... ngegarap juga bukan buat dijual.. buat idup aja...” (Oman, Petani Panggarap)

Oman dipandang sebagai seorang yang gigih dan berpengetahuan luas. Pengalamannya selama lebih dari 25 tahun menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), cukup membuat ia mengetahui kondisi diluar desa. Warga Banjaranyar sering datang ke rumah Oman untuk bertanya prihal banyak hal, seperti soal tanah garapan, permasalahan seputar pertanian, hingga sekolah yang baik untuk anak – anak mereka.

Berdasarkan tipe – tipe kepemimpinan, kepemimpinan Oman dapat digolongkan kedalam tipe kepemimpinan paternalistik. Oman dihormati di desa sebagai seorang tetua desa, bukan hanya karena sudah cukup berumur, tetapi juga karena dipandang sebagai orang yang mampu memberi suri tauladan. Pada saat pembentukan Panitia Persiapan Tanah Banjaranyar, Oman ditunjuk sebagai ketua.

Ia adalah penggagas aksi pembabatan pohon jati Perhutani, Oman jugalah yang menyusun strategi selama pembabatan berlangsung.

Pada saat gerakan petani Banjaranyar meleburkan diri kedalam Serikat Petani Pasundan, oman kembali ditunjuk menjadi Ketua Organisasi Tani Lokal (OTL) Banjaranyar. Tidak banyak perubahan pada gaya kepemimpinan Oman. Ia lebih sebagai “bapak” bagi para anggota OTL. Pertemuan rutin anggota ia buat sedemikian rupa sehingga tidak terasa membosankan bagi anggota. Persoalan – persoalan yang dibahas tidak melulu mengenai tanah garapan dan strategi aksi perlawanan. Para anggota diberikan ruang untuk menyampaikan keluh kesah dan segala permasalahan pribadi mereka.

Selain membuka ruang untuk para anggota disetiap pertemuan rutin, ia juga menjadikan rumahnya sebagai rumah bagi semua orang. Apabila ada yang tidak tersampaikan pada pertemuan rutin, setiap anggota OTL bisa menyampaikannya di rumah Oman. Hampir setiap hari selepas bekerja di ladang, Oman selalu kedatangan tamu, baik para anggota ataupun orang luar desa. Letak rumah Oman berada di tengah jalur penghubung antara Kota Banjarsari dengan Desa Pasawahan dan Desa Bangunkarya. Sehingga, para anggota ataupun pendamping SPP dari desa lain sering kali singgah di rumah Oman.

Bergabungnya gerakan petani Banjaranyar, juga dapat dikatakan sebagai pertemuan dua orang pemimpin. Oman yang merupakan pemimpin gerakan petani pada tingkat desa bertemua dengan Agustiana yang merupakan pemimpin gerakan petani ditingkat daerah, yaitu Priyangan Timur. Kedua orang ini mempunyai tipe kepemimpinan yang berbeda. Apabila Oman memiliki gaya kepemimpinan yang paternalistik, maka Agustiana merupakan sosok pemimpin yang kharismatik.

Nama Agustiana mulai dikenal oleh penduduk Priyangan Timur dan sekitarnya, pasca terjadinya kerusuhan Tasik pada tahun 1997. Ia dan beberapa orang lainnya ditangkap oleh pihak Kepolisian dan dituduh sebagai dalang dari kerusuhan Tasik. Setelah keluar dari penjara, dengan memanfaatkan momentum reformasi, Agustiana dan beberapa aktivis mahasiswa melakukan pengorganisiran petani di wilayah Ciamis, Garut, dan Tasik. Pengorganisiran ini difokuskan pada aksi perebutan hak atas tanah, baik itu di lahan perkebunan ataupun Perhutani.

Agustiana merupakan pemimpin yang memiliki begitu banyak pengikut. Balas jasa, kekaguman, gigih, dan perhatian dengan nasip petani, merupakan beberapa contoh dari kesan yang disampaikan anggota SPP terhadap sosok Agustiana. Loyalitas anggota SPP terhadap sosok Agustiana, bahkan terlihat pada kehidupan sehari – hari. Sebagai contoh, pada minggu pertama bulan Juni 2010, Agustiana menjalankan ibadah umroh. Pukul 10.00 sebelum sebelum berangkat ke Arab Saudi, Agustiana mengirimkan pesan singkat kepada Koordinator wilayah Ciamis, Garut, dan Tasik. Pesan tersebut berisikan permohonan izin pamit ke tanah suci dan permohonan doa untuk keselamatan selama beribadah. Beberapa saat kemudian, kooordinator mengirimkan pesan tersebut kepada seluruh ketua OTL di wilayah kerjanya masing – masing. Pada malam harinya di Desa Banjaranyar, pukul 19.10 tidak kurang dari 40 orang anggota OTL Banjaranyar datang ke rumah Oman dengan berpakaian muslim lengkap. Mereka semua datang dengan tujuan untuk mendoakan Agustiana agar selamat selama menjalankan ibadah umroh.

Permasalahan justru timbul pada regenerasi dari kepemimpinan didalam tubuh Serikat Petani Pasundan (SPP). Loyalitas yang begitu besar kepada Agustiana, membuat seakan – akan sosok Agustiana tidak tergantikan sebagai seorang pemimpin. Bagi seluruh anggota SPP, khususnya yang berada dikesekertariatan Sekjen dan OTL Banjaranyar, beranggapan bahwa tidak ada satu orang pun anggota SPP yang pantas menggantikan Agustiana.

“Agustiana mah kasep, pinter, ulet... punya istri berapa juga dia mah pantes – pantes aja... coba liat... mau Bupati, BPN, DPRD, semua juga nurut ama dia... dan yang paling penting... dia itu peduli sama nasip petani... gak ada ganti nya...”

(Oman, Petani Penggarap)

“saya juga bingung kalo ditanya siapa gantinya kang agus... gak ada sih kayaknya... susah nyari orang konsisten kayak dia gitu... kalo sekarang, baru dampingin satu desa ajah.. udah mau jadi anggota dewan.” (Hermawan, Pendamping Serikat Petani Pasundan)

“gak tau... gak ada yang pantes gantiin kayaknya sih... lagian juga yang laen kan sadar diri... beda derajat gitu...” (Wati, Petani Penggarap)

Dokumen terkait