• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V GERAKAN PETANI BANJARANYAR

5.2 Strategi Gerakan

Bergabungnya gerakan petani Banjaranyar dengan Serikat Petani Pasundan (SPP), telah memperbesar ruang gerak dari gerakan petani Banjaranyar. Gerakan petani yang semula hanya berputar pada lingkup desa dan satu daerah

reclaim berkembang menjadi sebuah gerakan petani ditingkatan regional, yaitu Karesidenan Priayangan Timur. Selain meluasnya ruang gerak, penggabungan ini juga berdampak pada strategi gerakan yang digunakan.

Pada mulanya, perlawanan yang dilakukan oleh petani Banjaranyar berupa pendudukan lahan eks-perkebunan. Pendudukan ini diawali dengan pemotongan pohon – pohon jati Perhutani, yang dikuti dengan penggarapan dilahan tersebut. Setelah dianggap memiliki kekuatan yang cukup, dibentuklah organisasi untuk mewadahi perjungan guna mendapatkan hak atas tanah. Terbentuknya organisasi yang kemudian disebut sebagai Panitia Pembebasan Tanah Banjaranyar berhasil meningkatkan persatuan diantara petani penggarap.

Pada periode tahun 1999 – 2000 ketika terbentuknya panitia pembebasan tanah, persatuan diantara warga Banjaranyar, memang dianggap sebagai cara yang paling ampuh untuk merebut dan mempertahankan tanah.

“waktu panitia kita pikir gini, yang penting nyatu dulu. Guyub ajah yang penting. Emang keliatan si... tiap ada pertemuan rame, semua orang dateng. Orang tani, orang dagang, guru, dateng semua. Polisi juga takut kalo gitu mah... masa dia mau nangkep sekampung, kan gak mungkin.” (Oman, petani penggarap)

Persatuan yang terjadi di antara warga desa juga disokong oleh penyebaran ide gerakan yang gencar dilakukan oleh para anggota panitia. Penyebaran ide – ide perjuangan dilakukan melalui pertemuan desa, pertemuan panitia tanah, rembuk warga, serta pembicaraan informal lainnya. Penyebaran ide perjungan tidak hanya terbatas pada para petani penggarap, tetapi seluruh warga Desa Banjaranyar. Media komunikasi yang dipakai, lebih banyak menggunakan

komunikasi langsung dari mulut ke mulut. Tidak ada selebaran ataupu pamflet yang disebarkan untuk memasifkan gerakan.

Strategi perjuangan yang digunakan pada massa terbentuknya panita pembebasan tanah memang lebih bersifat ke dalam desa. Penggunaan strategi guna memanfaatkan sumberdaya, individu, ataupun institusi di luar desa seperti penggunaan media massa, penguatan jaringan dengan aktivis mahasiswa dan LSM, serta audiensi dengan para pemangku kepentingan belum dilakukan secara maksimal. Perjuangan keluar desa yang sempat dilakukan oleh panitia pembebasan tanah, baru berupa pertemuan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Ciamis diakhir tahun 1999.

Pada tahun 2000, setelah bergabungnya gerakan petani Banjaranyar dengan dengan Serikat Petani Pasundan (SPP), strategi yang digunakan dalam melakukan perlawanan mengalami perubahan, baik yang bersifat kedalam ataupun keluar desa. Sistem keanggotaan yang diterapkan oleh SPP telah merubah tata cara penyebaran ide gerakan di dalam desa. Penyebaran ide gerakan tidak lagi ditujukan kepada seluruh warga desa, melainkan hanya kepada anggota SPP, khususnya OTL Banjaranyar.

Di dalam profile SPP yang dikeluarkan pada tahun 2001, seluruh anggota SPP diwajibkan untuk menjadi seorang khalifah. Khalifah dimuka bumi, khalifah dalam menguasai sumberdaya agraria, dan juga khalifah dalam membuat dan menjalankan kebijakan di tingkatan desa.

“kami mengesampingkan negara, karena fungsi negara proses dari rakyat ini. Bagaimana agar rakyat didesa tidak miskin... dapat memiliki tanah... dan juga terlibat dalam proses pembuatan kebijakan di tingakat desa. Jadi seluruh anggota SPP harus mampu ngasih manfaat kedesanya, dan harus mau dan mampu jadi pemimpin di desa. Karena manusia memang tugasnya jadi khalifah... pemimpin...” (Agustiana, Sekjen Serikat Petani Pasundan)

Seluruh anggota OTL Banjaranyar selalu didorong untuk dapat berperan di desa. Selain ikut andil dalam program – program yang dikeluarkan oleh Pemerintah desa, anggota OTL juga dituntut untuk ikut dalam program pemerintah pusat yang mengalir ke desa. Bahkan, pada periode kepemimpinan

saat ini Kepada Desa Banajaranyar merupakan anggota Serikat Petani Pasundan (SPP).

Berbagai macam peran yang diambil oleh anggota OTL di desa, dapat dikatakan bertujuan untuk meminimalisir resistensi yang berasal dari dalam desa. Menurut Hermawan, salah satu pendamping yang ada di OTL Banajaranyar, perjuangan mendapatkan tanah merupakan perjalanan yang penuh dengan rintangan. Segala macam rintangan tersebut akan menjadi berkali – kali lipat kesulitannya apabila di dalam desa sendiri ada resistensi pada keberadaan OTL Banjaranyar (SPP).

Serikat Petani Pasundan (SPP) tidak hanya berisikan para petani, tetapi juga para mahasiswa yang kemudian menjadi pendamping di dalam organisasi. Kehadiran para mahasiswa inilah yang kemudian memberikan warna baru pada strategi gerakan yang digunakan. Perubahan strategi gerakan jelas terlihat pada hubungan gerakan petani Banajaranyar dengan berbagai kekuatan diluar desa.

Pada massa panitia pembebasan tanah, petani Banajaranyar tidak pernah sekalipun melakukan aksi demontrasi. Keterbatasan dana, rasa takut apabila melakukan perlawanan di luar desa, jauhnya jarak antara Desa Banjaranyar dengan pusat pemerintahan dan ketidaktahuan tentang apa itu demontrasi menjadi beberapa faktor penyebab tidak dipilihnya demonstrasi sebagai strategi perlawanan. Pasca tahun 2000, sudah tidak terhitung berapa kali OTL Banjaranyar sudah melakukan aksi demontrasi, baik itu ke Pemerintah Pusat (Jakarta) ataupun ke Pemerintah Daerah (Bandung dan Ciamis).

Pada setiap aksi demontrasi, sudah ada semacam pembagian tugas. Para pengurus OTL di Desa Banjaranyar bertugas untuk mengumpulkan massa aksi dan uang dari para anggota. Besaran iuran aksi disesuaikan dengan luas tanah yang digarap, untuk setiap kavling tanah garapan anggota akan dikenai iuran sebesar Rp 20.000,00. Uang hasil iuran anggota tersebut kemudian digunakan untuk menyewa truk, untuk mengangkut masa aksi, dan perbekalan selama dilakukannya aksi demontrasi. Bagi para pendamping yang bertugas di kesekertariatan Sekjen, bertugas untuk mengurus perizinan aksi di Kepolisian, menetukan target dan tuntutan aksi, menghubungi media masa, serta mengurus

bantuan hukum apabila ada anggota yang tertangkap selama demonstrasi berlangsung.

Demontrasi yang dilakukan Serikat Petani Pasundan (SPP) tidak hanya diikuti oleh OTL Banjaranyar, tetapi seluruh OTL wajib mengikuti setiap aksi demonstrasi. Hingga saat ini terdapat 36 OTL yang tersebar di tiga wilayah Kabupaten, yaitu Garut, Tasik, dan Ciamis. Aksi demontrasi terakhir yang dilakukan pada Juli 2010, tidak kurang dari 6000 orang turut memenuhi Kota Bandung dengan satu tuntutan. Tuntutan yang dibawa ialah permintaan kepada Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat untuk mencabut penyataannya, yang menyatakan bahwa anggota SPP merupakan para pencuri kayu.

Penggunaan media masa, baik saat demonstrasi ataupun tidak, juga merupakan hal baru bagi gerakan petani Banjaranyar. Kemampuan media untuk dapat membentuk opini masyarakat, terutama masyarakat di luar lingkup desa, dianggap dapat membantu perjungan mereka.

“pake wartawan kan supaya semua orang jadi tau. Ada apa disini... orang Jakarta tau, Bandung tau, mas juga jadi tau... Pejabat juga kan sering susah ditemuin nya. Kalo berita kita ada di tipi sama koran gitu... kan dia jadi tau kalo kita ini masih terus berjuang... hoyong tanah yeuh pak.. kasih dong.”

(Hermawan, pendamping Serikat Petani Pasundan)

Strategi gerakan yang baru pada tahun 2004 mulai dilakukan ialah intervensi pada ranah politik praktis, baik ditingkat eksekutif ataupun legislatif. Pada tahun 2004 sistem pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia dirubah menjadi sistem pemilihan langsung. Seluruh penduduk Indonesia yang telah memenuhi persyaratan, berhak memilih langsung pemimpin diekskutif (Presiden, Gubernur, Bupati) dan perwakilan dilegislatif (DPR, DPRD). Perubahan sistem pemilihan umum dimanfaat dengan cara memasukan anggota SPP menjadi calon anggota legislatif. Hingga saat ini terdapat empat orang anggota SPP yang telah menjadi anggota dewan di DPRD Ciamis. Begitu pula dengan Pemilu Kepala Daerah Kabupaten Ciamis, mekipun tidak ada anggota SPP yang mencalonkan diri sebagai Bupati, posisi penting SPP berada pada arah dukungan masa gerakan.

“SPP itu tidak akan mendukung salah satu calon... kalo orang – orangnya saya gak bisa jamin ya... kan urusan masing – masing... tapi bagi calon bupati yang tidak mendukung perjuangan SPP... dijamin gak bakal didukung sama SPP... saya juga yakin gak bakal menang tuh...” (Agustiana, Sekjen Serikat Petani Pasundan)

Intervensi keranah politik praktis, berangkat dari kesadaran bahwa perjuangan perebutan hak – hak petani atas tanah sulit berhasil bila tidak ada dukungan dari pemerintah. Gerakan petani merupakan sarana yang digunakan untuk dapat memaksa pemerintah memperhatikan hak – hak petani. Di dalam prosesnya SPP, termasuk OTL Banjaranyar di dalam nya, memilih untuk tidak hanya memaksa dan menunggu kebaikan Pemerintah tetapi juga berperan aktif dalam terhadap jalannya pemerintahan.

“dulu waktu susno jadi Kapolda, kan kita dituduh makar. Dosa tuh dia... makanya sekarang blangsak gitu... kalo mau makar, ngapain kita dukung puying jadi anggota DPRD. Kita ini mau ingetin pemerintah kalo petani itu ada, petani itu susah... kalo diingetin susah ya kita masuk dong... biar bisa ngingetinnya tiap hari.” (Jek, Koordinator Wilayah Ciamis Serikat Petani Pasundan)

Dokumen terkait