• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

A. Kependudukan

1. Jumlah dan Persebaran Penduduk

Hasil proyeksi penduduk berdasar Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2014 mencapai 3.637.116 jiwa, dengan persentase penduduk laki-laki 49,42 persen dan penduduk perempuan 50,58 persen. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di daerah ini dengan komposisi laki-laki dan perempuan yang relatif mirip, tercatat sebesar 3.457.491 jiwa. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan hasil sensus terakhir mencapai 1,04 persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kabupaten Sleman, yakni mencapai 1,96 persen per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah terjadi di Kota Yogyakarta, yakni mencapai minus 0,21 persen.

Persebaran penduduk di Daerah Istimewa Yogyakartatidak begitu merata, hal ini terlihat pada tahun 2014 jumlah penduduk paling banyak di Kabupaten Sleman yakni sekitar 32 persen. Sementara di Kota Yogyakarta jumlah penduduknya paling sedikit, yaitu hanya sekitar 11,01 persen dari seluruh penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gambar 33. Persebaran Pendudukdi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014

Kepadatan penduduk juga merupakan salah satu indikator kependudukan yang mencerminkan tingkat pemerataan penduduk di suatu wilayah. Tinggi rendahnya tingkat kepadatan penduduk dapat membawa dampak positif maupun negatif. Kepadatan yang sudah mencapai titik jenuh, akan lebih banyak memberikan dampak negatif, akibat terjadinya ketimpangan sumber daya. Bila dilihat menurut kepadatan penduduknya, angka kepadatan tertinggi pada tahun 2014 tercatat di Kota Yogyakarta sebesar 12.322 jiwa per km2. Angka kepadatan ini masih lebih besar jika dibanding tahun 2010 yang mencapai 11.958 jiwa per km2. Pada tahun 2014, kepadatan penduduk di Kabupaten Gunungkidul hanya tercatat 470 jiwa per km2, paling rendah bila dibandingkan dengan Kabupaten/ Kota yang lain.

Kulonprogo 11,14% Bantul 26,63% Gunungkidul 19,21% Sleman 32,00% Yogyakarta 11,01%

Indikator kependudukan lainyang biasa digunakan adalah rasio jenis kelamin. Angka yang menunjukkan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan di suatu wilayah. Rasio jenis kelamin di D.I. Yogyakarta pada tahun 2014 di semua kabupaten/kota menunjukkan angka lebih rendah dari 100, kecuali di Kabupaten Sleman yang menunjukkan rasio jenis kelaminnya sama dengan 100. Hal ini dapat diartikan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibanding jumlah perempuan di empat Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu di Kabupaten Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul, dan Kota Yogyakarta. Sementara di Kabupaten Sleman antara laki-laki dan perempuan jumlahnya hampir sama. Pada tahun 2014 rasio jenis kelamin di Kabupaten Gunungkidul merupakan yang terendah di D.I. Yogyakarta yaitu 94. Rendahnya rasio jenis kelamin di Gunungkidul diduga akibat tingginya jumlah penduduk laki-laki yang merantau dan atau migrasi keluar daerah untuk bekerja, baik sebagai buruh maupun pedagang.

Jumlah penduduk berubah hanya disebabkan oleh tiga hal, yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi/ perpindahan. Di D.I. Yogyakarta tingkat kelahiran dan kematian sudah relatif rendah, sehingga faktor migrasi cukup dominan pengaruhnya. Salah satu indikator migrasi adalah migrasi selama hidup, yaitu penduduk dengan Provinsi/ Kabupaten/ Kota tempat lahir berbeda dengan tempat tinggal sekarang. Angka migrasi selama hidup merupakan perbandingan jumlah migran selama hidup dengan jumlah penduduk. Jumlah migran masuk (datang) selama hidup ke Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai sekitar 562.384 orang. Angka migrasi masuk selama hidup laki-laki lebih tinggi dibanding yang perempuan. Angka migrasi masuk selama hidup laki-laki tercatat 16,5 persen, sementara angka migrasi masuk selama hidup perempuan sekitar 16,1 persen. Migran masuk terbanyak berada di Kabupaten Sleman, yaitu 375.923 orang atau 45,7 persen dari total migran masuk selama hidup Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian disusul migran masuk di Kabupaten Bantul sebesar 197.509 orang (24,0 %) dan Kota Yogyakarta 171.255 orang (20,8%). Sementara di Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunungkidul migrasi masuk selama hidup masing-masing hanya sekitar 4-5 persen dari total migran masuk selama hidup.

2. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Salah satu karakteristik penduduk yang sangat penting yaitu sebarannya menurut umur dan jenis kelamin. Sebaran itu mempunyai pengaruh yang penting terhadap perilaku demografi maupun sosial ekonomi. Struktur umur penduduk D.I. Yogyakarta dapat dikatakan sebagai penduduk tua karena persentase penduduk umur 0-14 tahun kurang dari 30 persen. Sebaliknya persentase penduduk usia 65 tahun ke atas cenderung meningkat. Gejala menurunnya persentase penduduk kelompok umur 0-14 tahun dan meningkatnya persentase penduduk kelompok usia 65 tahun ke atas diduga berkaitan erat dengan penurunan angka kelahiran dan keberhasilan usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk sehingga dapat menekan tingkat kematian dan meningkatkan usia harapan hidup.

Keberhasilan program KB diduga berdampak pada komposisi umur penduduk yang semakin tua. Peningkatan kesejahteraan penduduk meningkatkan kemampuan untuk bertahan hidup. Piramida penduduk D.I. Yogyakarta periode 1971-2014 menunjukkan perubahan bentuk piramida penduduk, yaitu semakin mengecil pada kelompok bawah (0-14 tahun) dan akan semakin melebar pada usia yang lebih tinggi. Piramida penduduk juga memperlihatkan bahwa pada kelompok umur 0-14 tahun jumlah laki-laki lebih banyak dibanding perempuan,

Ukuran keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan dapat dilihat juga melalui perubahan komposisi penduduk menurut umur yang digambarkan dengan semakin rendahnya proporsi penduduk tidak produktif yaitu penduduk berumur muda (di bawah 15 tahun) dan lanjut usia (65 tahun keatas) dibandingkan penduduk yang produktif (15-64 tahun). Penduduk muda berusia di bawah 15 tahun umumnya secara ekonomis masih tergantung pada orangtua atau orang lain yang menanggungnya. Sementara penduduk usia di atas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi. Angka beban ketergantungan di D.I. Yogyakarta pada tahun 2014 sekitar 45. Artinya secara rata-rata setiap 100 penduduk produktif menanggung sekitar 45 penduduk tidak produktif atau setiap orang usia tidak produktif akan ditanggung oleh sekitar 2-3 orang usia produktif. Bila dilihat menurut Kabupaten/ Kota terlihat beban ketergantungan tertinggi berada di kabupaten Gunungkidul yakni 53, kemudian disusul Kabupaten Kulonprogo sebesar 52. Sementara itu angka beban ketergantungan terendah di Kota Yogyakarta yaitu sebesar 36.

3. Penduduk dan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan sumber daya manusia. Oleh karena itu pendidikan sangat penting bagi suatu bangsa. Seseorang yang berpendidikan rendah akan mengalami berbagai kendala dalam memperoleh pekerjaan, di samping menjadi hambatan untuk perkembangan bangsa itu sendiri. Dengan demikian kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas dan jenjang pendidikan. Semakin tinggi kualitas dan jenjang pendidikan suatu masyarakat maka akan semakin baik pula kualitas sumber daya manusianya.

Persentase penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan merupakan gambaran dari hasil proses pendidikan yang telah berlangsung dari masa sebelumnya dan digunakan untuk melihat tingkat kualitas sumber daya manusia. Tingkat pendidikan yang ditamatkan mencerminkan kemampuan mencapai jenjang pendidikan formal. Diharapkan dengan semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan, kemampuan wawasan berpikir semakin luas.

Persentase penduduk 10 tahun ke atas yang sama sekali belum pernah sekolah di D.I. Yogyakarta pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 271.150 orang. Penduduk yang belum pernah sekolah ini terdiri dari 82.840 orang laki-laki (sekitar 5,09% dari laki-laki 10 tahun ke atas) dan 188.310 orang perempuan (11,25%). Sementara bagi mereka yang pernah sekolah, persentase penduduk yang tidak/ tamat SDdan tamat SLTA cukup besar. Laki-laki berumur 10 tahun ke atas yang tamat SD terdapat sekitar 36,36 persen, sedangkan perempuan yang tamat SD sedikit lebih rendah yaitu mencapai 35,57 persen. Sementara itu mereka yang tamat SLTA, laki-laki yang tamat pendidikan SLTA mencapai 30,52 persen, sedangkan perempuan terdapat sekitar 25,67 persen. Terlihat bahwa penduduk yang berhasil menamatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari SLTA masih sedikit. Dari tabel DS-1A dan DS-1B terlihat bahwa persentase penduduk D.I. Yogyakarta yang menamatkan pendidikan Diploma, S1, atau S2/S3 relatif kecil. Laki-laki yang menamatkan pendidikan Diploma, S1, dan S2/S3 secara berturut-turut mencapai 2,69; 6,71; 0,92 persen. Demikian pula perempuan yang menamatkan pendidikan dengan urutan yang sama berturut-turut mencapai 3,81; 6,52; dan 0,49 persen. Tingkat pendidikan yang juga cukup besar persentasenya adalah tamat SLTP. Pada tahun 2014 persentase laki-laki 10 tahun ke atas yang tamat SLTP terdapat 17,71 persen, cukup seimbang

dengan persentase perempuan yang tamat pendidikan SLTP yaitu 16,69 persen.

Jika diperhatikan menurut Kabupaten/ Kota, tampak bahwa persentase penduduk yang berhasil menamatkan pendidikanSLTA ke atas di Kabupaten Gunungkidul paling rendah, dan tertinggi di Kota Yogyakarta. Bila dibedakan menurut jenis kelamin, penduduk laki-laki yang menamatkan pendidikan SLTP, SLTA, maupun S1/S2/S3 cenderung lebih banyak dibanding perempuan. Hal demikian terjadi pada seluruh Kabupaten/ Kota di D.I. Yogyakarta.

Dokumen terkait