• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2014 BUKU I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2014 BUKU I"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN 2014

BADAN LINGKUNGAN HIDUP

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2014

(2)

SAMBUTAN GUBERNUR

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas taufiq dan hidayah-Nya, sehingga Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) DIY Tahun 2014, dapat diselesaikan. Laporan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang kecenderungan keadaan lingkungan hidup di DIY, kegiatan-kegiatan yang menyebabkan terjadinya tekanan lingkungan serta respon pemerintah dan berbagai pihak yang telah dilakukan dalam menangani persoalan-persoalan lingkungan hidup. Penyusunan laporan SLHD ini dimaksudkan pula sebagai bentuk akuntabilitas publik dalam pengelolaan lingkungan hidup pada tahun 2014.

Laporan SLHD ini diharapkan dapat memberikan dukungan data dan informasi yang diperlukan berbagai pihak baik instansi pemerintah, masyarakat, pelaku usaha maupun untuk merumuskan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup di DIY. Di samping itu dapat dimanfaatkan sebagai instrumen untuk lebih mensinergikan dan mengefektifkan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di masa mendatang.

Mengingat begitu banyaknya aspek yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, maka untuk mempermudah pembaca dalam memahami dan memanfaatkan Laporan SLHD ini, maka penyajian data dan analisis data dibuat secara terpisah. Buku I berisi analisis secara komprehensif meliputi kondisi lingkungan dan kecenderungannya, tekanan terhadap lingkungan dan upaya pengelolaan lingkungan. Buku II berisi tabel data yang bersumber tidak saja dari instansi sektor di DIY, namun juga bersumber dari instansi vertikal dan juga instansi yang ada di Kabupaten/Kota.

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak baik secara individu maupun instansional atas bantuan yang diberikan sehingga Laporan SLHD DIY Tahun 2014 ini dapat diselesaikan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi berbagai pihak dalam upaya mempercepat terwujudnya DIY “Jogja Istimewa” yang ramah lingkungan.

Yogyakarta, April 2015

(3)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Profil Daerah Istimewa yogyakarta ... 1

B. Pemanfaatan Laporasn Status Lingkungan Hidup Daerah ………... 4

C. Isu-Isu Strategis lingkungan Hidup………... 4

D. Analisi Kondisi lingkungan... 6

BAB II. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA ... 8

A. Lahan dan Hutan ... 8

B. Keanekaragaman Hayati ... 10 C. Air ... 12 Air Sungai ... 12 1. Sungai Winongo ... 12 2. Sungai Code ... 13 3. Sungai Gajahwong ... 14 D. Udara ... 15 1. Parameter NO₂ ... 15 2. Parameter SO₂ ... 16 3. Parameter CO ... 17 4 Parameter Ox ... 17 5. Parameter HC ... 18 6. Parameter PM₁₀ ... 19 7. Parameter PM₂₅ ... 19

E. Laut, Pesisir dan Pantai ... 20

1. Parameter Fisika ……….... 20

2. Parameter Kimia ……….... 25

3. Parameter Biologi ………... 42

F. Iklim ... 44

1. Analisis Kualitas Air Hujan Bulanan ... 44

2. Analisis Data Curah Hujan Bulanan ... 45

3. Analisis Data Suhu Udara Bulanan ... 45

G. Bencana Alam ... 45

1. Kabupaten Gunung Kidul ... 45

2. Kabupaten Kulon Progo ... 46

3. Kabupaten Bantul ... 46

. 4. Kabupaten Sleman ... 47

(4)

BAB III. TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN ... 49

A. Kependudukan ... 49

1. Jumlah dan Persebaran Penduduk ... 49

2. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 50

3..Penduduk dan Tingkat Pendidikan ... 51

B. Permukiman ... 52

C. Kesehatan ... 55

1. Pola Penyakit ... 55

2. Pola Kematian Akibat Penyakit... 55

D. Pertanian ... 56

1. Kebutuhan Air Untuk Lahan Sawah, Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan 56 2. Penggunaan Pupuk Untuk Lahan Sawah, Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan ... 57

3. Penggunaan Lahan Pertanian ... 61

4. Perubahan Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian ... 62

E. Industri ... 63

F. Pertambangan ... 64

G. Energi ... 65

1. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Sektor Industri Menurut Jenis Bahan Bakar ……….. 65

2. Jumlah Penggunaan Bahan Bakar Untuk Konsumsi di Luar Industri ... 66

H. Transportasi ... 66

1. Kondisi Jalan ... 66

2. Kendaaan Bermotor... 67

3. Sarana Terminal Kendaraan Penumpang Umum ... 68

4. Sarana Pelabuhan Laut, Sungai dan Danau ... 69

5. Sarana Pelabuhan Udara ... 70

I. Pariwisata ... 70

J. Limbah B3 ... 72

1. Limbah B3 Kegiatan Rumah Sakit ... 72

2. Pengolahan Limbah B3 ... 73

3. Rumah Sakit Penghasil Limbah B3 ... 73

4. Perusahaan Yang Mendapat Izin Pengelolaan Limbah B3 ... 74

5. Perusahaan Yang Mendapat Izin Pengangkutan Limbah B3 ... 75

BAB IV. UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN ... 76

A. Rehabilitasi Lingkungan ... 76

1. Reboisasi dan Penghijauan ... 76

2. Reklamasi ... 78

B. Penghargaan ………... 79

C. Penegakan Hukum …... 81

D. Peranserta Masyarakat ……... 89

1. Penghijauan ………... 89

(5)

2. Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup ………..….... 90 3. Peningkatan Kualitas SDM Dalam Pengelolaan Lingkungan ……….………... 90

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Populasi Burung Kuntul Kerbau ... 10

Tabel 2. Populasi Kera Ekor Panjang ... 11

Tabel 3. Lokasi Pendaratan Penyu di D.I. Yogyakarta ... 11

Tabel 4. Konsentrasi Parameter NO₂ di 3 (tiga) titik sampel ...15

Tabel 5. Konsentrasi Parameter SO₂ di 3 (tiga) titik sampel ... 16

Tabel 6. Konsentrasi Parameter CO di 3 (tiga) titik sampel ... 17

Tabel 7. Konsentrasi Parameter Ox di 3 (tiga) titik sampel ... 17

Tabel 8. Konsentrasi Parameter HC di 3 (tiga) titik sampel ...18

Tabel 9. Konsentrasi Parameter PM10 di 3 (tiga) titik sampel ...19

Tabel 10. Konsentrasi Parameter PM 2.5 di 3 (tiga) titik sampel ... 19

Tabel 11. Kekeruhan Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 21

Tabel 12. Temperatur Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 22

Tabel 13. Warna Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 24

Tabel 14. Konsentrasi TSS Air Laut di DIY Tahun 2014 ...24

Tabel 15. Nilai pH Air Laut di DIY Tahun 2014 ...26

Tabel 16. Kadar Salinitas Air Laut di DIY Tahun 2014 ...28

Tabel 17. Kadar Nitrat Air Laut di DIY Tahun 2014 ...30

Tabel 18. Kadar BOD Air Laut di DIY Tahun 2014 ...31

Tabel 19. Kadar DO Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 32

Tabel 20. Kadar Fosfat Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 34

Tabel 21. Kadar Fenol Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 35

Tabel 22. Kadar Minyak dan Lemak Air Laut di DIY Tahun 2014 ...37

Tabel 23. Kadar Asam Sulfida Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 39

Tabel 24. Kadar Detergen Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 40

Tabel 25. Kadar Amoniak Air Laut di DIY Tahun 2014 ...41

Tabel 26. Kandungan Bakteri Koli Air Laut di DIY Tahun 2014 ...42

Tabel 27. Fluktuasi Bakteri Koli Air Laut pada Tahun 2011-2014 ...43

Tabel 28. Kandungan Total Koli Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 43

Tabel 29. Fluktuasi Total Koli Air Laut Tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 ... 44

Tabel 30. Jumlah Rumah Tangga Miskin DIY ...53

Tabel 31. Jumlah Penduduk Menurut Sumber Air untuk Minum ... 54

Tabel 32. Jumlah Penduduk Perkotaan menurut Tempat Pembuangan Sampah ...54

Tabel 33. Jumlah PendudukMenurut Pengelolaan Limbah/ Sanitasi ...54

Tabel 34. Pemakaian pupuk tahun 2014 ...58

Tabel 35. Penggunaan Pupuk untuk Tanaman Padi dan Palawija menurut Jenis Pupuk ... 58

Tabel 36. Pemakaian Pupuk Bersubsidi Menurut Jenisnya Tahun 2014 ... 59

Tabel 37. Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Hasil Produksi per Hektar ... 61

Tabel 38. Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian ... 62

Tabel 39. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Sektor Industri menurut Jenis Bahan Bakar ...66

Tabel 40. Konsumsi Bahan Bakar untuk keperluan Rumah Tangga ... 66

(7)

Tabel 44. Data Lokasi Terminal Penumpang di Wilayah D.I. Yogyakarta ... 69

Tabel 45. Data Sarana Pelabuhan Laut, Sungai, dan Danau ...69

Tabel 46. Perkiraan Jumlah Limbah Padat berdasarkan Lokasi Obyek Wisata, Jumlah Pengunjung, dan Luas Kawasan ... 71

Tabel 47. Jenis Limbah B3 Medis dari Rumah Sakit ... 73

Tabel 48. Jenis Limbah B3 Non-Medis dari Rumah Sakit ... 73

Tabel 49. Data Penanaman Pohon Tahun 2014 ... 76

Tabel 50. Bibit Tanaman Penghijauan sekitar mata air dan daerah tangkapan air ...77

Tabel 51. Bibit Tanaman Penghijauan Pengendalian Longsor Lahan ... 77

Tabel 52. Bibit Tanaman Penghijauan Sempadan Pantai ... 78

Tabel 53. Bibit Tanaman Penghijauan Taman KEHATI ... 78

Tabel 54. Bibit Tanaman Penghijauan Reklamasi Bekas Tambang ... 78

Tabel 55. Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup Tahun 2014 ...79

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Luas Lahan Kritis Tahun 2012 - 2014 ... 8

Gambar 2. Kerusakan Hutan Tahun 2012 - 2014 ... 9

Gambar 3. Grafik Status Mutu Air Sungai Winongo Tahun 2014 ... 12

Gambar 4. Grafik Status Mutu Air Sungai Code Tahun 2014 ...13

Gambar 5. Grafik Status Mutu Air Sungai Gajahwong Tahun 2014 ...14

Gambar 6. Grafik Konsentrasi Parameter NO₂ di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014 ...16

Gambar 7. Grafik Konsentrasi Parameter SO₂ di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014 ... 16

Gambar 8. Grafik Konsentrasi Parameter CO di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014 ... 17

Gambar 9. Grafik Konsentrasi Parameter Ox di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014 ...18

Gambar 10. Grafik Konsentrasi Parameter HC di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014 ...18

Gambar 11. Grafik Konsentrasi Parameter PM10 di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014 ...19

Gambar 12. Grafik Konsentrasi Parameter PM2.5 di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014 ...20

Gambar 13. Grafik Kekeruhan Air Laut di DIY Tahun 2014 ...22

Gambar 14. Grafik Konsentrasi TSS Air Laut di DIY Tahun 2014 ...25

Gambar 15. Grafik pH Air Laut di DIY Tahun 2014 ...26

Gambar 16. Grafik Fluktuasi Nilai pH Air Laut di DIY Tahun 2011 s.d 2014 ...27

Gambar 17. Grafik Kadar Salinitas Air Laut di DIY Tahun 2014 ...28

Gambar 18. Grafik Fluktuasi Kadar Salinitas Air Laut pada Pemantauan Tahun 2011-2014 ... 29

Gambar 19. Grafik Konsentrasi BOD Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 32

Gambar 20. Grafik Kadar DO Air Laut di DIY Tahun 2014 ...33

Gambar 21. Fluktuasi Kadar Fosfat Air Laut Tahun 2011 s.d 2014 ... 35

Gambar 22. Grafik Konsentrasi Senyawa Fenol di Laut DIY Tahun 2014 ...36

Gambar 23. Grafik Kadar Minyak dan Lemak Air Laut di DIY Tahun 2014 ...37

Gambar 24. Grafik Fluktuasi Kadar Minyak dan Lemak Air Laut pada Tahun 2011 s.d 2014 ... 38

Gambar 25. Grafik Detergen Air Laut di DIY Tahun 2014 ... 40

Gambar 26. Grafik Kadar Amoniak Air Laut di DIY Tahun 2014 ……… 42

Gambar 27. Grafik Kejadian Kebencanaan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 ... 46

Gambar 28. Grafik Kejadian Kebencanaan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2014 ... 46

Gambar 29. Grafik Kejadian Kebencanaan Kabupaten Bantul Tahun 2014 ... 47

Gambar 30. Grafik Kejadian Kebencanaan Kabupaten Sleman Tahun 2014 ... 47

Gambar 31. Grafik Kejadian Kebencanaan Kota Yogyakarta Tahun 2014 ... 48

Gambar 32. Grafik Kejadian Kebencanaan di DIY Tahun 2014 ... 48

Gambar 33. Persebaran Pendudukdi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 ... 49

Gambar 34. Sebaran Penduduk berdasarkan Kelas Permukiman ... 53

Gambar 35. Pemakaian pupuk tahun 2014 ... 58

Gambar 36. Penggunaan pupuk untuk tanaman padi dan palawija menurut jenis pupuk ... 59

Gambar 37. Pemakaian Pupuk Bersubsidi Menurut Jenisnya Tahun 2014 ... 60

Gambar 38. Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Hasil Produksi per Hektar ...61

Gambar 39. Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian ...62

Gambar 40. Pertumbuhan IKM di D.I. Yogyakarta ...63 Gambar 41. Grafik Perusahaan yang sudah Mendapatkan Ijin Pengelolaan Limbah B3 Tahun

(9)

2012-Gambar 43. Pengambilan Sampel Air di Sungai Dungkamal ……….. 82

Gambar 44. Sampling Sumur Warga ………...83

Gambar 45. Peninjauan IPAL Komunal Limbah Domestik di Desa Sidoagung, Godean, Sleman... 84

Gambar 46. Sampling Air Sumur Warga ………..…………... 86

(10)
(11)

PENDAHULUAN

A. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta

D.I. Yogyakarta sebagai salah satu tujuan wisata favorit di Indonesia mengalami pertumbuhan pembangunan yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun pesatnya pembangunan juga memiliki dampak terhadap lingkungan diantaranya semakin berkurangnya daya dukung lingkungan. Penurunan kualitas air, tanah dan udara akan mempengaruhi kualitas hidup manusia.

Pembangunan yang awalnya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi kini mulai bergeser menuju pada pembangunan yang seimbang antara pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan lingkungan. Pengelolaan sumber daya alam mulai mengacu pada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan.

D.I. Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 7o3’-8o12’ Lintang Selatan dan 110o00’-110o50’ Bujur Timur, dengan luas 3.185,80 km2. Wilayah administratif D.I. Yogyakarta terdiri dari 1 kota dan 4 kabupaten, 78 kecamatan dan 438 kelurahan/ desa, yaitu:

1) Kota Yogyakarta (luas 32,50 km2, terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan); 2) Kabupaten Bantul (luas 506,85 km2, terdiri dari 17 kecamatan dan 75 desa); 3) Kabupaten Kulon Progo (luas 586,27 km2, terdiri dari 12 kecamatan dan 88 desa); 4) Kabupaten Gunungkidul (luas 1.485,36 km2, terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa); 5) Kabupaten Sleman (luas 574,82 km2, terdiri dari 17 kecamatan dan 86 desa).

Berdasarkan bentang alam, wilayah D.I. Yogyakarta dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi sebagai berikut:

a. Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.

b. Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Kabupaten Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.

c. Satuan Pegunungan Menoreh Kulon Progo, yang terletak di Kabupaten Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi

(12)

berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil.

d. Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan D.I. Yogyakarta, mulai dari Kabupaten Kulon Progo sampai Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kabupaten Kulon Progo sampai Kabupaten Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis, Kabupaten Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai. Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antar wilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang, namun juga banyak terjadi pencemaran lingkungan.

Perumusan/analisis isu-isu strategis lingkungan hidup D.I. Yogyakarta dilakukan dengan pendekatan ekosistem yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) ekosistem dan dengan pendekatan sosial serta penegakan hukum LH. Adapun isu-isu strategis tersebut antara lain meliputi:

1. Ekosistem Gunung Merapi

Fenomena yang terjadi pada ekosistem Gunung Merapi yang muncul dan dijadikan permasalahan lingkungan setelah terjadinya erupsi Gunung Merapi adalah:

a. Kerusakan hutan

b. Kerusakan Keanekaragaman Hayati

c. Menurunnya fungsi ekologi sebagai resapan air akibat rusaknya ekosistem 2. Ekosistem perbukitan/ pegunungan

Gejala umum yang terjadi pada ekosistem perbukitan/ pegunungan yang muncul dan menjadi permasalahan lingkungan adalah:

a. Kerusakan hutan b. Lahan kritis c. Ancaman Kehati d. Erosi tanah e. Tanah longsor

f. Penambangan Galian golongan C 3. Ekosistem Lingkungan Sungai

Permasalahan lingkungan yang pada umumnya terjadi di Ekosistem Lingkungan Sungai adalah:

a. Debit air sungai yang tidak mantap b. Pembuangan Sampah

c. Pencemaran air dari kegiatan industri d. Pencemaran air dari limbah domestik

(13)

g. Pelanggaran sempadan Sungai 4. Ekosistem Perkotaan

Pada umumnya Permasalahan lingkungan yang terjadi di Ekosistem perkotaan, adalah:

a. Keterbatasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

b. Peningkatan volume sampah padat baik organik, anorganik maupaun Limbah B3 c. Pencemaran udara terutama darai sektor transportasi

d. Penurunan estetika lingkungan

e. Limbah cair baik domestik maupun industri f. Penurunan kualitas air tanah

g. Penurunan kuantitas air tanah

h. Ancaman banjir pada saat musim penghujan terutama di daeerah bantaran Sungai yang padat penduduk

5. Ekosistem Perdesaan

Gejala umum yang terjadi pada ekosistem Perdesaan yang muncul dan menjadi permasalahan lingkungan adalah:

a. Penurunan Kualitas air tanah b. Penurunan kuantitas air tanah

c. Pencemaran air tanah dan air sungai akibat penggunaan pestisida dan bahan kimia dari kegiatan pertanian

d. Alih fungsi lahan (dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian)

e. Masih tingginya volume Sampah non organik yang belum dikelola secara baik 6. Ekosistem pesisir dan pantai

Fenomena yang terjadi pada ekosistem pesisir dan pantai yang muncul dan dijadikan permasalahan lingkungan adalah:

a. Kerusakan gumuk pasir

b. Pelanggaran tata ruang/ sempadan pantai

c. Ancaman Keanekaragaman hayati (misal: kerusakan terumbu karang, mangrove, dan vegetasi pantai)

d. Pencemaran air laut e. Abrasi dan ablasi pantai f. Penambangan pasir pantai 7. Ekositem perbukitan Karst

Gejala umum yang terjadi pada ekosistem perbukitan karst yang muncul dan menjadi permasalahan lingkungan adalah:

a. Kerusakan kawasan perbukitan karst akibat penambangan kapur illegal b. Ancaman degradasi Keanekaragaman hayati

c. Perubahan Bentang lahan d. Penurunan kuantitas air tanah e. Menurunnya Kualitas sabuk hijau

8. Pendekatan Sosial serta Penegakan Hukum LH

Aspek Sosial serta Penegakan Hukum LH dalam penanganan pencemaran dan kerusakan lingkungan pada umumnya ditandai dengan:

(14)

a. Kesadaran masyarakat terhadap pelestarian fungsi LH masih relatif rendah

b. Keterbatasan kapasitas pemangku kepentingan (dana, SDM, Kelembagaaan) dalam mendukung pelaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan

c. Kesenjangan dan keterbatasan alokasi dana APBD dalam pengelolaan LH di Kab/ Kota

d. Meningkatnya tekanan penduduk terhadap lingkungan yang cenderung mengarah pada terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan

e. Keterbatasan pelaksanaan penegakan hukum lingkungan

f. Kurang sinergisitas kebijakan antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan LH g. Masih rendahnya komitmen para pengambil keputusan untuk berpihak kepada

kepentingan LH

B. Pemanfaatan Laporan Stutus Lingkungan Hidup Daerah

Pemanfaatan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 adalah:

1. Dimanfaatkan sebagai rujukan data dan informasi lingkungan hedup bagi para pengambil keputusan dalam rangka penyusunan program/kegaitan di waktu mendatang dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup di DIY.

2. Dimanfaatkan oleh para pemrakarsa kegiatan/investor dalam menyusun dokumen pengelolaan lingkungan baik dokumen AMDAL, RKL-RPL maupun dokumen UKL-UPL

3. Dimafaatkan oleh para peneliti lingkungan maupun para mahasiswa yang melakukan penelitian studi yang terkit dengan lingkungan hidup

C. Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup

Berdasarkan inventarisasi permasalahan-permasalahan lingkungan hidup yang ada di D.I. Yogyakarta beberapa isu lingkungan hidup yang diprioritaskan adalah:

1. Pencemaran Air Tanah

Meningkatnya kegiatan Usaha Kecil dan Menengah seperti usaha laundry semakin marak, di samping usaha skala rumah tangga, peternakan, pelayanan jasa kesehatan umumnya belum dilengkapi dengan fasilitas pengolah limbah. Di samping itu sumber pencemaran air berasal dari limbah rumah tangga dan industri juga banyak yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa diolah lebih dulu. Kualitas air tanah dan air permukaan mengalami penurunan, terutama di wilayah perkotaan dan diperkirakan terus mengalami ancaman pencemaran seiring terus bertambahnya jumlah penduduk serta berkembangnya usaha/ kegiatan masyarakat. Terlebih lagi masih kurangnya pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan dari berbagai pihak.

2. Pencemaran Udara

Pencemaran udara terutama di wilayah perkotaan yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kadar polutan udara untuk parameter CO, NO2, HC dan partikulat sebagai akibat meningkatnya usaha/ kegiatan masyarakat dan juga bertambahnya pesatnya jumlah kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua, serta akibat kondisi emisi gas

(15)

emisi gas buang menjadi penyebab memburuknya kualitas udara pada ruas-ruas jalan terutama di lokasi padat lalu-lintas, meskipun sampai saat ini kualitas udara ambien di D.I. Yogyakarta relatif masih jauh di bawah baku mutu udara ambien yang ditetapkan.

3. Permasalahan Sampah

Meningkatnya jumlah penduduk diiringi oleh meningkatnya kebutuhan keluarga dan perkembangan teknologi, menyebabkan peningkatan produk-produk yang menghasilkan sampah anorganik lebih banyak dari sampah organik. Dari tahun ke tahun volume sampah selalu mengalami peningkatan baik jumlah maupun jenisnya, terutama di daerah perkotaan, disisi lain kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah sejak dari sumbernya masih relatif rendah. Umumnya mereka masih mengelola sampah dengan paradigma lama yaitu kumpul, angkut dan buang dan belum menerapkan konsep 3R dengan sepenuh hati.

4. Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Galian Golongan C

Kerusakan lahan akibat penambangan galian golongan C terjadi baik di wilayah pesisir seperti di pantai selatan Kabupaten Kulon Progo yang mempunyai potensi pasir besi meliputi Kecamatan Galur, Panjatan, Wates dan Temon yang terdiri atas 10 desa wilayah pesisir yaitu Desa Kranggan, Banaran, Karangsewu, Bugel, Pleret, Karangwuni, Glagah, Palihan, Sindutan dan Jangkar. Di pantai wilayah Kabupaten Gunungkidul terjadi penambangan pasir putih pada sempadan pantai. Penambangan galian golongan C juga terjadi pada kawasan perbukitan karst di Kabupaten Gunungkidul. Sedangkan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman marak terjadi penambangan pasir pada wilayah terlarang dan tidak melakukan upaya reklamasi pasca penambangan.

5. Alih Fungsi Lahan

Peningkatan kebutuhan penduduk akan penyediaan perumahan, fasilitas pendidikan, kegiatan usaha menyebabkan banyak terjadi alih fungsi lahan terutama dari lahan pertanian menjadi non pertanian. Hal ini juga didorong oleh semakin besarnya animo warga luar D.I. Yogyakarta yang ingin berinvestasi dengan membangun rumah baik untuk kepentingan busines maupun pribadi. Alih fungsi lahan banyak terjadi terutama di daerah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, sedangkan dari sisi fungsinya wilayah Kabupaten Sleman merupakan daerah respan air dan Kabupaten Bantul sebagai daerah produksi pertanian ynag produktif untuk D.I. Yogyakarta.

6. Kerusakan kawasan pantai akibat Abrasi

Kawasan pantai selatan yang berada di Kabupaten Bantul tertutama di Kecamatan yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek dengan garis pantai kurang lebih 12 Km. Rusaknya ekosistem pantai dikhawatirkan mendorong terjadinya abrasi pantai. Dari ketiga kawasan pantai tersebut saat ini telah mengalami abrasi walaupun tingkat kerusakannya berbeda-beda. Pantai Parangtritis tingkat abrasinya lebih kecil dibandingkan dengan pantai Samas, Pandansimo dan Kuwaru. Hal ini disebabkan adanya gumuk pasir yang lebih banyak dibandingkan dengan pantai lainnya sehingga dapat menghalangi terjadinya gelombang pasang. Abrasi terbesar terjadi di pantai Kuwaru, Srandakan yang mengikis habis bangunan pelestari penyu, mercu suar dan hanyutnya cemara udang.

(16)

D. Analisis Kondisi lingkungan

DIY merupakan daerah tujuan pendidikan dan wisata terus mengalami perkembangan dalam penyediaan berbagai sarana prasaran pendidikan maupun pariwisata. Disisi lain pembangunan hotel-hotel baru dan perluasan kampus perguran tinggi memicu pemanfaatan lahan-lahan hijau mengalami perubahan fungsi. Disamping itu DIY mempunyai daya tarik bagi para investor properti untuk menyedikan sarana hunian baik bagi para pelajar/mahasiswa maupun para lansia yang ingin tinggal meninkmati masa tuanya di DIY. Kondisi ini cenderung akan meningkatkan jumlah pencemaran/kerusakan sungai apabila tidak diikuti kwajiban pengelolalan lingkungan secara baik oleh para pemangku kepentingan.

Air, udara dan tanah/lahan merupakan sumberdaya yang diperlukan oleh manusia untuk melangsungkan hidupnya. Namun disisi lain ketiga sumberdaya ini cenderung terus mengalami pencemaran/kerusakan akibat dampak negatif dari aktifitas pembangunan yang dilakukan oleh manusia. Status kualitas air, udara dan lahan mempengaruhi derajad kesehatan dan kesejahteraan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kualitas air terutama air sungai terpengaruh oleh aktifitas manusia. Dari hasil pemantauan 11 sungai di DIY tahun 2014 terutama parameter bakteri koli tinja, total koli, BOD dan COD ada kecenderungannya dari waktu ke waktu membaik. Hal-hal yang mempengaruhi penurunan kualitas air sungai antara lain:

1. Pembuangan limbah cair dan sampah ke sungai secara illegal baik yang berasal dari rumah tangga maupun peternakan dan UMKM.

2. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang tidak ramah lingkungan pada sektor pertanian masih banyak.

3. Konversi lahan pertanian, perkebunan dan hutan menjadi daerah permukiman, kawasan perdagangan dan pusat produksi barang atau jasa mengakibatkan peningkatan volume limbah dan sampah yang masuk ke sungai.

4. Degradasi fungsi lahan pada daerah resapan air akibat adanya penurunan kerapatan vegetasi dan menyebabkan air hujan kurang efektif terserap tanah sehingga berpotensi menurunkan debit air sungai. Berkurangnya debit air sungai mengakibatkan konsentrasi zat pencemar meningkat meskipun volume zat pencemar relatif tetap

Kualitas udara ambien tergantung konsentrasi zat-pencemar baik berupa gas maupun partikel debu di udara. Secara umum kualitas udara di DIY masih dalam kategori sehat, namun untuk paremeter CO, HC dan kebisingan perlu mendapat perhatian, karena cenderung mengalami peningkatan dan mengindikasikan penuruan kualitas udara ambient, khususnya pada jalan padat lalu-lintas. Pencemaran udara dapat berasal dari sumber pencemar seperti :

1. Sumber pencemar yang bergerak (aktifitas transportasi),

2. Sumber pencemar yang tidak bergerak (aktifitas kegiatan usaha/ industri) 3. Sumber pencemar dari pembakaran sampah.

4. Sumber pencemar aktifitas rumah tangga.

5. Sumber pencemar alami (aktifitas gunung berapi, penguraian jasad renik oleh mikrobia tanah, proses fermentasi, maupun aktifitas kehidupan mahkluk hidup itu sendiri)

Sumber pencemar udara di DIY didominasi dari sumber pencemar yang bergerak (aktifitas transportasi) kurang lebih sekitar 75 persen, sedangkan 25 persen merupakan akumulasi dari sumber yang tidak bergerak, pembakaran sampah dan aktifitas rumah tangga dan sumber pencemar alami.

(17)

Penambahan kendaraan bermotor di DIY per tahun berkisar pada angka 100.000 unit baik roda empat mapun roda dua. Disamping itu DIY sebagai daerah tujuan wisata terutama pada hari-hari libur dikunjungi banyak wisatawan yang menggunakan kendaraan bus maupun kendaraan pribadi. Kondisi ini menyebabkan pencemaran udara di DIY cenderung terus mengalami peningkatan.

Lahan/tanah sebagai tempat kehidupan bagi manusia serta berbagai flora dan fauna mempunyai kapasitas daya dukung dan daya tampung tertentu. Apabila daya dukung dan daya tampungnya terlampaui akan menyebabkan penurunan derajad kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Hasil dari uji petik dari 45 sampel tanah untuk produksi biomassa (khususnya persawahan) di 4 Kecamatan dI DIY yaitu: Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul, Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman, Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul dan Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulonprogo dapat disimpulkan bahwa pada area/lokasi pengambilan sample tersebut telah terjadi kerusakan tanah.

Mempertahankan daya dukung dan daya tampung lahan merupakan hal yang penting dilaksanakan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan yang berkelanjutan. Menurunnya fungsi lahan/tanah dapat diakibatkan oleh hal-hal sebagai berikut :

1. Konversi lahan yang tidak sesuai peruntukan dan tidak sesuai kaidah pemanfaatan tata ruang yang seharusnya.

2. Tidak dilakukannya reklamasi lahan pasca penambangan, terutama penambangan galian golongan C yang dilakukan oleh masyarkat secara illegal.

3. Populasi penduduk yang terus meningkat dari waktu ke waktu sehinggga menuntut ketersediaan penambahan lahan, sementara jumlah lahan yang tersedia relatif tetap

4. Penggunaan lahan untuk pertanian yang kurang/tidak memperhatikan tehnik konservasi tanah

Dalam rangka upaya memperbaiki kualitas air, udara ambien, tanah/lahan maka telah ditetapkan 6 indikator kinerja urusan wajib bidang lingkungan hidup sebagai mana termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 – 2017, yaitu :

1. Prosentase peningkatan kualitas lingkungan

2. Prosentase Peningkatan akses informasi sumber daya air dan lingkungan Hidup 3. Peningkatan Penaatan Lingkungan Hidup bagi kegiatan usaha

4. Sumber Pencemar Lingkungan yang dibina

5. Persentase pemenuhan penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan 6. Luas Lahan yang terkonservasi terhadap luasan total lahan

(18)
(19)

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN

KECENDERUNGANNYA

A. Lahan dan Hutan

Pada tahun 2014 luas lahan kritis di DIY, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan tercatat sebesar 25.789,75 ha atau mencapai 8,56% dari luas DIY. Hal tersebut menunjukkan hasil positif dimana pengurangan luasan lahan kritis yang terealisasi lebih besar dibandingkan target yaitu sebesar 27.000 ha dengan persentase realisasi sebesar 102,59%.

Gambar 1. Luas Lahan Kritis Tahun 2012 - 2014

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan D.I. Yogyakarta

Apabila dibandingkan dengan tahun 2013 terdapat penurunan luas lahan kritis di DIY dari 27.291,81 ha dan pada tahun 2014 turun menjadi 25.789,75 ha. Dari angka tersebut luas lahan kritis mengalami penurunan sebesar 5,50%. Penurunan luas lahan kritis merupakan implikasi dari bertambahnya luas hutan di DIY terutama bertambahnya luas hutan rakyat. Dengan demikian upaya-upaya rehabilitasi lahan mampu memberikan hasil positif dalam menurunkan luasan lahan kritis di DIY.

Rehabilitasi lahan kritis tidak serta merta dapat dilihat hasil nya pada tahun berjalan maupun tahun berikutnya, namun baru dapat dilihat hasilnya setelah tahun ke 2 ( n+2 ) dari pelaksanaan penanaman karena keberhasilan tumbuh tanaman yang ditanam diperoleh setelah dilakukan pemeliharaan sampai dengan tahun ke dua. Dengan demikian data tahun 2014 merupakan hasil upaya rehabilitasi lahan kritis dari tahun 2012 dan 2014 dimana keberhasilannya dapat dilihat pada tahun 2014.

Upaya yang dilakukan di dalam kawasan hutan adalah dengan penanaman pada kawasan hutan yang bertumbuhan kurang, kawasan hutan dengan kriteria kritis dan pada tanah kosong atau kawasan hutan yang tidak terdapat tanaman. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam rangka menurunkan luas lahan kritis di luar kawasan hutan adalah meningkatkan usaha

33.088,34

27.291,87 25.789,75

Luas Lahan Kritis (ha) 2012 2013 2014

(20)

penanaman hutan rakyat serta peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan melaui sosialisasi, gerakan tanam dan pembinaan petani sekitar hutan.

Terjadinya kemarau basah merupakan sebuah keuntungan dalam upaya rehabilitasi lahan, dimana keberhasilan tumbuh tanaman terbantu dengan tingginya intensitas hujan pada tahun 2014. Tantangan terbesar dalam upaya rehabilitasi lahan kritis di DIY adalah kondisi banyaknya lahan marginal atau lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah berupa karst dengan lapisan tanah (solum) yang dangkal. Kondisi tersebut menjadikan lahan sulit ditanami dengan tanaman rehabilitasi lahan karena terbatasnya jenis tanaman yang mampu bertahan dengan kondisi tersebut. Selain itu kondisi lapisan tanah yang dangkal dan berada pada kelerengan rawan terhadap kerusakan berupa longsor lahan dan tergerus erosi.

Untuk mengatasi tantangan tersebut perlu diusahakan penggunaan tanaman pilihan yang cocok dengan kondisi lahan marginal, atau dengan menggunakan introduksi tanaman pioner untuk membantu pembentukan tanah baru kemudian ditanam tanaman rehabilitasi lahan yang sesuai. Sedangkan untuk mencagah kerusakan lahan akibat bencana atau erosi dapat diupayakan tindakan teknis pengelolaan lahan berupa pembuatan teras atau penanaman sejajar kontur untuk menghindari hilangnya tanah karena aliran air terutama air hujan.

Tolok ukur pencapaian sasaran Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Terjaga adalah Persentase Kerusakan Hutan yang memberikan indikasi utuhnya kawasan hutan termasuk kelestarian sumberdaya di dalamnya

Persentase kerusakan hutan pada tahun 2013 tercatat sebesar 9,97% dari total luas kawasan hutan, atau dari 18.715,06 ha terdapat 1.866,72 ha hutan yang mengalami kerusakan.

Gambar 2. Kerusakan Hutan Tahun 2012- 2014

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan D.I. Yogyakarta

Pada tahun 2014 kerusakan hutan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 8,56%. Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun 2013 sampai dengan 2014 terdapat penurunan angka kerusakan hutan sebesar 1,41 %.

37,24

9,97 8,56

Kerusakan Hutan (%) 2012 2013 2014

(21)

ekosistemnya dilakukan untuk menjamin keberlangsungan fungsi hutan baik dari sisi ekonomi, ekologi maupun sosial. Upaya yang dilaksanakan meliputi kegiatan perlindungan hutan dari gangguan kemanan hutan maupun upaya minimalisasi kerusakan hutan dari bencana terutama kebakaran, kegiatan rehabilitasi dan peningkatan peran masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya melalui penyuluhan dan kampanye konservasi melalui lomba konservasi alam wana lestari.

Besarnya kerusakan hutan yang diakibatkan karena adanya lahan kritis mengharuskan adanya tindakan rehabilitasi lahan kritis di dalam kawasan hutan yang dapat dilakukan dengan pengkayaan tanaman pada daerah hutan bertumbuhan kurang, penanaman tanaman pada tanah kosong. Tanah kosong merupakan hal harus yang harus diperhatikan karena adanya kawasan hutan tanpa tanaman dapat memicu penyerobotan lahan atau penggunaan lahan oleh masyarakat terutama masyarakat sekitar kawasan hutan.

Tantangan utama dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati terutama sumberdaya hutan adalah tingginya kebutuhan lahan oleh masyarakat sekitar hutan yang memunculkan penyerobotan lahan hutan atau penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan lain serta kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang relatif rendah sehingga memunculkan gangguan hutan terutama pencurian kayu. Tindakan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar hutan akan arti penting kelestarian hutan berkaitan dengan kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, serta meningkatkan upaya perlindungan kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan.

B. Keanekaragaman Hayati

Keanakeragaman hayati (satwa liar) di D.I. Yogyakarta cukup tinggi walaupun secara populasi belum ada data yang update. Sampai saat ini Balai KSDA Yogyakarta baru membuat

database list jenis satwa liar yang dilaksanakan dengan monitoring setiap tahunnya.

Populasi satwa liar jensi burung baru tersaji data burung kuntul kerbau (Bubulcus ibis) yang merupakan jenis burung dilindungi Undang-undang dan untuk jenis mamalia yang terdata adalah monyet ekor panjang. Populasi kedua satwa liar tersebut dapat dilihat pada tabel.

Tabel 1. Populasi Burung Kuntul Kerbau No Site Monitoring TAHUN Keterangan 2010 (ekor) 2011 (ekor) 2012 (ekor) 2013 (ekor) 1 Ketingan,Tirtoadi,Mlati, Sleman 6.034 (Juni) 14.273 (April) 10.69 2 (Jan) 2.729 (Des) Inventarisasi terakhir dilakukan pada Bulan Des 2013 2 Tanjung Lor,Patalan,Jetis,Bantul 9-130 3 Baros,Trihargo, Kretek,Bantul Belum dilakukan inventarisasi, baru sebatas perjumpaan

(22)

Tabel 2. Populasi Kera Ekor Panjang No Site Monitoring TAHUN Keterangan 2010 (ekor) 2011 (ekor) 2012 (ekor) 2013 (ekor) 1 Suaka Margasatwa Paliyan 48-68 176-188 243 Inventarisasi terakhir dilakukan pada Bulan Des 2013

Diketahui pula ada 2 jenis penyu yang mendarat di sepanjang Pantai Selatan Kabupaten Bantul, yaitu Penyu Lekang dan Penyu Belimbing. Adapun titik-titik lokasi pendaratan penyu dapat dilihat pada tabel.

Tabel 3. Lokasi Pendaratan Penyu di D.I. Yogyakarta

No Nama Pantai Jumlah titik Keterangan

1 Pantai Samas 14 - 10 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering)

- 4 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang)

2 Pantai Pandansimo Baru

4 Lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering)

3 Pantai Kuwaru 5 - 3 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering)

- 2 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang)

4 Pantai Pandansimo 9 - 5 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering)

- 4 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang)

5 Pantai Goa Cemara 10 Lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi jarang

6 Pantai Pandansari 7 Sering digunakan sebagai lokasi pendaratan penyu

7 Pantai Depok 5 - 1 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering)

- 4 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang)

8 Pantai Parangkusumo 6 - 5 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering)

- 1 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang)

Jumlah 60

Isian data satwa dilindungi di D.I. Yogyakarta merupakan kompilasi data yang diperoleh dari inventarisasi baik didalam kawasan konservasi (Cagar Alam; Suaka Margasatwa; Taman Wisata Alam) maupun di luar kawasan konservasi (Lembaga konservasi seperti Gembiraloka Zoo dan Taman Satwa Yogyakarta, kawasan esensial seperti delta, laguna muara Sungai Progo, hutan

(23)

satwa dilindungi yang habitat aslinya bukan dari D.I. Yogyakarta seperti yang ada orang utan, siamang, gajah sumatera, harimau sumatera, jenis burung-burung paroh bengkok (kakatua, nuri bayan, dll) namun merupakan koleksi dari Lembaga Konservasi (Gembiraloka dan Taman Satwa Yogyakarta).

C. Air

Air Sungai

1. Sungai Winongo

Berdasarkan perhitungan dengan metode STORET dan dikaitkan dengan kategori kelas air sungai untuk masing-masing titik pantau, menunjukkan bahwa Sungai Winongo tergolong tercemar berat. Nilai Storet berkisar antara -90 hingga -106, dimana nilai ini sangat jauh melampaui batas minimal dari kategori cemar berat (≤-31). Nilai tertinggi (-90) ada di daerah hilir sungai yakni di lokasi titik pantau W-8 (Jembatan Kretek Bantul), tidak jauh berbeda dengan yang ada di hulu (Karanggawang Sleman) yang memiliki skor -90. Sedangkan nilai terendah (-106) terjadi di lokasi W-5 (Jembatan Tamansari Yogyakarta), tidak jauh berbeda dengan kondisi yang ada di titik pantau W-6 (Dongkelan, skor -102) dan W-7 (Bakulan Bantul, skor -104) sebagaimana terlihat pada grafik berikut ini.

Gambar 3. Grafik Status Mutu Air Sungai Winongo Tahun 2014

Sesuai Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta No. 22 Tahun 2007 tentang Penetapan Kelas Air Sungai di D.I. Yogyakarta, titik pantau W-5 ditetapkan sebagai sungai klas II dimana sesuai peraturan peruntukannya untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar; petemakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Lokasi ini merupakan lokasi dengan status mutu air paling tercemar berat dibanding dengan titik pantau lainnya. Beberapa parameter yang melebihi baku mutu dan memberikan kontribusi skor negatif pada titik pantau W-5 adalah parameter bakteri coliform, bakteri coli tinja, BOD, Nitrit, Minyak

-91 -101 -98 -94 -106 -102 -104 -90 W-1 W-2 W-3 W-4 W-5 W-6 W-7 W-8 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 sk or

Status Mutu Sungai Winongo Tahun 2014

Mutu Sungai Winongo memenuhi baku mutu (0) cemar ringan (-1 s/d -10) cemar sedang (-11 s/d -30) cemar berat (≤-31) Lokasi Titik Pantau W-1 : Karanggawang Sleman W-2 : Denggung Sleman W-3 : Jatimulyo Kricak YK W-4 : Jlagran Bumijo YK W-5 : Tamansari YK W-6 : Dongkelan Bantul W-7 : Bakulan Bantul W-8 : Kretek Bantul

(24)

lemak, kadmium, klorin bebas, Sulfida, Fenol, Phospat dan Krom. Ada 5 parameter yang selalu melebihi baku mutu pada semua periode pemantauan, yakni parameter BOD (tertinggi 12,7 mg/L, terendah 4,9 mg/L, rata-rata 8,9 mg/L, kadar maksimal 3 mg/L), parameter Nitrit (tertinggi 1,79 mg/L, terendah 0,23 mg/L, rata-rata 0,95 mg/L, kadar maksimal 0,06 mg/L), parameter Minyak Lemak (tertinggi 2000 mg/L, terendah 1500 mg/L, rata-rata 1833,3 mg/L, kadar maksimal 1000 mg/L), parameter bakteri coli tinja (tertinggi 240.000 JPT/100mL, terendah 110.000 JPT/100mL, rata-rata 166.667 JPT/100mL, kadar maksimal 1000 JPT/100mL), bakteri total coli (tertinggi 2.400.000 JPT/100mL, terendah 210.000 JPT/100mL, rata-rata 1.023.333 JPT/100mL, kadar maksimal 5.000 JPT/100mL). Dari 3 kali periode pemantauan, menunjukkan bahwa pada periode pemantauan bulan Mei merupakan kondisi paling buruk bila dibandingkan dengan periode pemantauan bulan Februari maupun September dimana pada bulan Mei terdapat 9 parameter melebihi baku mutu air sungai klas II.

2. Sungai Code

Berdasarkan perhitungan dengan metode STORET dan dikaitkan dengan kategori klas air sungai sesuai dengan masing-masing titik pantau, menunjukkan bahwa Sungai Code tergolong tercemar berat. Nilai Storet berkisar antara -89 hingga -124, dimana nilai ini sangat jauh melampaui batas minimal dari kategori cemar berat (≤-31). Nilai tertinggi (-89) ada di lokasi titik pantau C-3 (Jembatan Gondolayu Yogyakarta) dan nilai terendah (-124) justru berada wilayah hulu sungai tepatnya di lokasi titik pemantauan C-1 (Jembatan Boyong Sleman) sebagaimana terlihat pada grafik berikut ini.

Gambar 4. Grafik Status Mutu Air Sungai Code Tahun 2014

Dibandingkan dengan lokasi yang lain, titik pantau C-3 merupakan lokasi dengan skor nilai status mutu paling tinggi (-86), namun demikian skor ini masih jauh di bawah standar cemar berat (≤ 30). Titik pantau paling tercemar berada di titik pantau C-1 yakni Jembatan Boyong. Titik pantau C-1 (Jembatan Boyong Sleman) termasuk kategori klas I, dimana sesuai Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta No. 22 Tahun 2007 tentang Penetapan Kelas Air Sungai

-124 -121 -89 -99 -114 -93 -90 -107 C-1 C-2 C-3 C-4 C-5 C-6 C-7 C-8 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 skor

Status Mutu Sungai Code Tahun 2014

Mutu Sungai Code memenuhi baku mutu (0) cemar ringan (-1 s/d -10) cemar sedang (-11 s/d -30) cemar berat (≤-31) Lokasi Titik Pantau C-1 : Boyong Sleman C-2 : Ngaglik Sleman C-3 : Gondolayu YK C-4 : Sayidan YK C-5 : Keparakan YK C-6 : Tungkak YK C-7 : Abang Ngoto Bantul C-8 : Pacar Wonokromo Btl

(25)

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Baku mutu untuk kelas satu sangat ketat, salah satu diantaranya adalah parameter TDS harus 0 mg/L. Hal ini tentunya sangat sulit terwujud, mengingat di daerah hulu Sungai Code, sisa-sisa lumpur erupsi merapi masih cukup banyak sehingga sangat berpengaruh terhadap konsentrasi parameter TDS. Beberapa parameter yang melebihi baku mutu dan memberikan kontribusi skor negatif pada lokasi titik pantau C-1 (Jembatan Boyong Sleman) adalah parameter TSS, BOD, COD, Klorin Bebas, Nitrit, Sulfida, Fenol, Fosfat, Besi, Mangan, Warna, Timbal, Koli Tinja dan Total Koli. Terdapat 5 parameter yang selalu melebihi baku mutu pada tiga periode pemantauan, yakni parameter TSS ( tertinggi 788 mg/L, terendah 54 mg/L, rata-rata 301,3 mg/L, baku mutu 0 mg/L), BOD (tertinggi 12,6 mg/L, terendah 5,7 mg/L, rata-rata 8,4 mg/L, baku mutu 2 mg/L), Sulfida (tertinggi 0,094 mg/L, terendah 0,032 mg/L, rata-rata 0,056 mg/L, baku mutu 0,002 mg/L), bakteri coli tinja (tertinggi 1.100.000 JPT/100mL, terendah 9.000 JPT/100mL, rata-rata 372.667 JPT/100mL, baku mutu 100 JPT/100mL) dan bakteri total coli (tertinggi 2.400.000 JPT/100mL, terendah 15.000 JPT/100mL, rata-rata 812.667, baku mutu 1.000 JPT/100mL). Dari 3 periode pemantauan menunjukkan bahwa kondisi paling tercemar terjadi pada periode pemantauan bulan September dimana terdapat 11 parameter yang melebihi baku mutu air sungai klas II.

3. Sungai Gajahwong

Berdasarkan perhitungan dengan metode STORET dan dikaitkan dengan kategori klas air sungai sesuai masing-masing titik pantau, menunjukkan bahwa Sungai Gajahwong tergolong tercemar berat. Nilai Storet berkisar antara -86 hingga -108, dimana nilai ini sangat jauh melampaui batas minimal dari kategori cemar berat (≤-31). Nilai tertinggi (-86) ada di lokasi titik pantau G-2 (Jembatan Pelang Condongcatur Sleman) dan nilai terendah (-108) berada di wilayah hilir sungai tepatnya di lokasi titik pemantauan G-8 (Jembatan Kanggotan Wonokromo Bantul) sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 5. Grafik Status Mutu Air Sungai Gajahwong Tahun 2014

-93 -86 -102 -92 -90 -94 -104 -108 G-1 G-2 G-3 G-4 G-5 G-6 G-7 G-8 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 skor

Status Mutu Sungai Gajahwong Tahun 2014

Mutu Sungai Gajahwong memenuhi baku mutu (0) cemar ringan (-1 s/d -10) cemar sedang (-11 s/d -30) cemar berat (≤-31) Lokasi Titik Pantau G-1 : Tanen Pakem Slm G-2 : Pelang Concat Slm G-3 : IAIN YK G-4 : Muja-muju YK G-5 : Rejowinangun YK G-6 : Tegalgendu YK G-7 : Wirokerten Bantul G-8 : Kanggotan Wonokromo Btl

(26)

Titik pantau G-8 (Jembatan Kanggotan Bantul) merupakan titik pantau dengan status mutu paling tercemar berat dibandingkan titik pantau lainnya. Sesuai Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta No. 22 Tahun 2007 tentang Penetapan Kelas Air Sungai di D.I. Yogyakarta , pada titik pantau G-8 termasuk kategori sungai Klas II, dimana peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Beberapa parameter yang melebihi baku mutu dan memberikan kontribusi skor negatif pada lokasi titik pantau G-8 (Jembatan Kanggotan Bantul) adalah parameter DO, BOD, COD, klorin bebas, Nitrit, Sulfida, Fenol, Fosfat, Minyak Lemak, Kadmium, Krom, timbal, koli tinja dan total koli. Selama 3 periode pemantauan, terdapat 4 parameter yang selalu melebihi baku mutu, yakni parameter BOD (tertinggi 20,8 mg/L, terendah 9,1 mg/L, rata-rata 13,5 mg/L, baku mutu 3 mg/L), parameter Nitrit (tertinggi 0,65 mg/L, terendah 0,1 mg/L, rata-rata 0,42 mg/L, baku mutu 0,06 mg/L), bakteri coliform (tertinggi 2.400.000 JPT/100mL, terendah 21.000 JPT/100mL, rata-rata 857.000 JPT/100mL, kadar maksimal 5.000 JPT/100mL) dan parameter bakteri coli tinja (tertinggi 1.100.000 JPT/100mL, terendah 9.000 JPT/100mL, rata-rata 394.667 JPT/100mL, baku mutu 1000 JPT/100mL). Dari 3X periode pamantauan, kondisi paling tercemar terjadi pada periode pemantauan bulan Februari, dimana terdapat 10 parameter yang melebihi baku mutu air sungai klas II.

D. Udara

Secara lebih rinci, kondisi pencemaran udara di Tahun 2014 berdasarkan pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi dengan masing-masing parameter adalah sebagai berikut:

1. Parameter NO2

Parameter NO2pada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 400 µg/m2. Seperti nampak pada tabel 5 bahwa lokasi dengan kadar NO2tertinggi berada di Depan Bank BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta pada Pukul 06.00-10.00 WIB dengan nilai 32,56 µg/m3. Untuk konsentrasi terendah berada di Halaman LPP Jalan Urip Sumoharjo pada jam 06.00-10.00 WIB dengan nilai 8,91 µg/m3.

Tabel 4. Konsentrasi Parameter NO2 di 3 (tiga) titik sampel

Lokasi Parameter NO2

06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00 18.00-22.00

Depan Kedaulatan Rakyat 15,78 13,56 17,37 11,10

Halaman LPP 8,91 14,93 10,87 15,43

Depan Bank BRI 32,56 29,94 14,02 13,56

Baku Mutu 400 400 400 400

(27)

Gambar 6. Grafik Konsentrasi Parameter NO2 di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014.

2. Parameter SO2

Parameter SO2pada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 900 µg/m2. Seperti nampak pada tabel 6 bahwa lokasi dengan kadar NO2 tertinggi berada di Depan Bank BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta pada Pukul 10.00-14.00 WIB dengan nilai 23,99 µg/m3. Untuk konsentrasi terendah berada di Depan Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada jam 06.00-10.00 WIB dengan nilai 11,39 µg/m3.

Tabel 5. Konsentrasi Parameter SO2di 3 (tiga) titik sampel

Lokasi Parameter SO2

06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00 18.00-22.00

Depan Kedaulatan Rakyat 11,39 19,22 22,35 14,23

Halaman LPP 17,84 23,43 18,50 13,47

Depan Bank BRI 16,68 23,99 20,22 14,47

Baku Mutu 900 900 900 900

Sumber: Hasil analisis lab.2014

Gambar 7. Grafik Konsentrasi Parameter SO₂ di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00 18.00-22.00

Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP

Depan Bank BRI Baku Mutu 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00 18.00-22.00

Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP

Depan Bank BRI Baku Mutu

(28)

3. Parameter CO

Parameter CO pada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 30000 µg/m2. Seperti nampak pada tabel 7. bahwa lokasi dengan kadar CO tertinggi berada di Depan BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta pada Pukul 10.00-14.00 WIB dengan nilai 1364,78 µg/m3. Untuk konsentrasi terendah berada di Depan Kedaulatan Rakyat Jalan Mangkubumi Yogyakarta pada jam 10.00-14.00 WIB dengan nilai 332,88 µg/m3.

Tabel 6. Konsentrasi Parameter CO di 3 (tiga) titik sampel

Sumber: Hasil analisis lab.2014

Gambar 8. Grafik Konsentrasi Parameter CO di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014.

4. Parameter Ox

Parameter Oxpada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 235 µg/m2seperti nampak pada tabel 8. bahwa lokasi dengan kadar Oxtertinggi berada di Halaman LPP Jalan Urip Sumoharjo pada Pukul 11.00-14.00 WIB dengan nilai 37,92 µg/m3. Untuk konsentrasi terendah berada di Deapan BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta pada jam 11.00-14.00 WIB dengan nilai 16,44 µg/m3.

Tabel 7. Konsentrasi Parameter Ox di 3 (tiga) titik sampel

Lokasi Parameter Ox

11.00-14.00

Depan Kedaulatan Rakyat 20,00

Halaman LPP 37,92

Depan Bank BRI 16,44

Baku Mutu 235

Sumber: Hasil analisis lab.2014

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00 18.00-22.00

Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP

Depan Bank BRI Baku Mutu Lokasi Parameter CO

06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00 18.00-22.00

Depan Kedaulatan Rakyat 555,62 332,88 360,41 592,07

Halaman LPP 525,93 1325,69 1259,57 585,05

Depan Bank BRI 451,31 1364,78 695,11 755,93

(29)

Gambar 9. Grafik Konsentrasi Parameter Ox di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014.

5. Parameter HC

Parameter HC pada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi, sebagian berada di bawah baku mutu namun sebagian lainnya berada di atas baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 160 µg/m2. Seperti nampak pada tabel 9 bahwa lokasi dengan kadar HC tertinggi berada di Halaman LPP Jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta pada Pukul 15.00-19.00 WIB dengan nilai 62,99 µg/m3. Untuk konsentrasi terendah juga berada di Depan Bank BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta pada jam 15.00-19.00 WIB dengan nilai 50,21 µg/m3. Dari ketiga lokasi yang tercatat melebihi baku mutu HC adalah pada pukul 10.00-15.00. Pada jam 06.00-10.00 dan pada pukul 15.00-19.00 tercatat parameter HC di bawah baku mutu.

Tabel 8. Konsentrasi Parameter HC di 3 (tiga) titik sampel

Lokasi Parameter HC

06.00-10.00 10.00-15.00 15.00-19.00

Depan Kedaulatan Rakyat 52,38 55,60 52,64

Halaman LPP 54,97 56,52 62,99

Depan Bank BRI 54,99 52,77 50,21

Baku Mutu 160 160 160

Sumber: Hasil analisis lab 2014

Gambar 10. Grafik Konsentrasi Parameter HC di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014.

0 50 100 150 200 11.00 - 14.00

Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP

Depan Bank BRI Baku Mutu 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 06.00-10.00 10.00-15.00 15.00-19.00

Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP

Depan Bank BRI Baku Mutu

(30)

6. Parameter PM10

Parameter PM10pada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 150 µg/m2. Seperti nampak pada tabel 4.9 bahwa lokasi dengan kadar PM10tertinggi berada di Depan BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta selama 24 jam dengan nilai 266,12 µg/m3. Untuk konsentrasi terendah berada di Depan Kedaulatan Rakyat selama 24 jam dengan nilai 115,80 µg/m3.

Tabel 9. Konsentrasi Parameter PM10di 3 (tiga) titik sampel

Lokasi Parameter PM10

24 Jam

Depan Kedaulatan Rakyat 115,80

Halaman LPP 123,18

Depan Bank BRI 266,12

Baku Mutu 150

Sumber: Hasil analisis lab.2014

Gambar 11. Grafik Konsentrasi Parameter PM10di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014

7. Parameter PM2.5

Parameter PM2.5 pada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 65 µg/m2. Seperti nampak pada tabel 4.10 bahwa lokasi dengan kadar PM2.5 tertinggi berada di Depan BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta selama 24 jam dengan nilai 147,51 µg/m3. Untuk konsentrasi terendah berada di Halaman LPP Jalan Urip Sumoharjo selama 24 jam dengan nilai 105,60 µg/m3.

Tabel 10. Konsentrasi Parameter PM2.5 di 3 (tiga) titik sampel

Lokasi Parameter PM2.5

24 Jam

Depan Kedaulatan Rakyat 115,80

Halaman LPP 105.60

Depan Bank BRI 147.51

Baku Mutu 65

Sumber: Hasil analisis lab.2014

0 50 100 150 200 250 300 24 Jam Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP Depan Bank BRI Baku Mutu

(31)

Gambar 12. Grafik Konsentrasi Parameter PM2.5di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014.

E. Laut, Pesisir dan Pantai

Secara geografis, laut dan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bagian dari pantai selatan Pulau Jawa yang memanjang dari ujung barat Kabupaten Kulon Progo hingga ujung timur Kabupaten Gunungkidul. D.I. Yogyakarta mempunyai panjang garis pantai 113 km dengan pantai yang datar - landai (kemiringan lereng 0-2 %) sepanjang kurang lebih 42 km yang berada di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo dengan ketinggian berkisar 0 hingga 50 m dari permukaan laut (dpl). Sedangkan pantai yang berada di Kabupaten Gunungkidul memiliki kemiringan lereng yang bervariasi 2% hingga lebih dari 40% dengan ketinggian berkisar 0 hingga 250 m sepanjang lebih kurang 71 km.

Kedalaman maksimum laut di selatan pantai D.I. Yogyakarta hingga sejauh 12 mil mencapai 500 m. Semakin ke arah selatan, kedalaman perairan Samudra Hindia secara gradual bertambah lebih curam hingga mencapai kedalaman 4000 m. Daerah ini merupakan palung laut yang memanjang dari arah barat ke timur. Ini merupakan zona tumbukan antara lempeng tektonik samudra dengan lempeng tektonik benua Asia.

Pasang surut merupakan proses naik-turunnya permukaan air laut (mean sea level) secara berkala, yang ditumbulkan oleh gaya tarik-menarik dari benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari terhadap massa air di bumi. Perairan selatan Yogyakarta memiliki tipe pasang surut mixed tide predominant lysemidiurnal atau pasang campuran yang condong ke harian ganda. Ini berarti dalam satu hari terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut.

Berdasarkan hasil analisis sampel di lapangan kualitas air laut di DIY untuk parameter fisika, kimia dan biologi adalah sebagai berikut :

1. Parameter Fisika

Parameter fisika yang diukur dalam pemantauan kualitas air laut adalah kekeruhan, temperatur, warna, baud an TSS air laut. Berikut ini akan dibahas satu persatu parameter fisika, kecuali bau. Hal ini dikarenakan dalam pemantauan ditemukan bahwa semua sampel yang diambil tidak berbau dan telah sesuai dengan baku mutu.

a) Kekeruhan

Kekeruhan atau turbiditas merupakan kandungan bahan organic maupun anorganik yang terdapat di perairan dan berpengaruh terhadap proses kehidupan

0 20 40 60 80 100 120 140 24 Jam

Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP

Depan Bank BRI Baku Mutu

(32)

organisme yang ada di perairan tersebut. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan turunnya kandungan oksigen. Hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk dalam perairan menjadi terbatas karena kekeruhan yang tinggi, sehingga tumbuhan/phytoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk dapat menghasilkan oksigen. Data kekeruhan air laut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 11. Kekeruhan Air Laut di DIY Tahun 2014

Lokasi Satuan Bulan Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah NTU 9,73* 3,19 5

Pantai Trisik NTU 15,79* - 5

P. Pandansimo NTU - 4,37 5

Pantai Kuwaru NTU 62* - 5

Pantai Samas NTU - 40,42* 5

Pantai Depok NTU 58* 11,9* 5

Pantai Gesing NTU 3,59 - 5

P.Ngobaran NTU 0,96 - 5

P.Ngrenehan NTU 5,51* - 5

Pantai Baron NTU - 7,64* 5

Pantai Krakal NTU - 18,43* 5

P. Indrayanti NTU - 5,11* 5

Sumber Data: Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Keterangan: *) melebihi Baku Mutu

Kekeruhan air laut pada 12 lokasi seperti diperlihatkan dalam Tabel diatas menunjukkan hasil antara 0,96 – 62 NTU dengan bakumutu 5 NTU. Terdapat 9 (Sembilan) titik pemantauan yang kekeruhannya melebihi bakumutu, yaitu di pantai Glagah, Trisik, Kuwaru, Depok, Krakal pada periode April dan di pantai Samas, Depok, Baron, dan Indrayanti pada periode Agustus. Keruhnya air laut pada sebagian besar pantai menunjukkan bahwa kondisi di Daerah Aliran Sungai (DAS) di daerah hulu kurang baik. Hal ini sebagai akibat terjadinya erosi yang kemungkinan disebabkan tutupan pohon yang kurang memadai, pengambilan pasir yang intensif atau adanya sampah di aliran sungai. Sampah tidak hanya terdapat pada aliran sungai, tetapi juga di lingkungan pantai juga terdapat sampah berserakan yang berasal dari kegiatan pariwisata. Pada bulan April rata-rata kekeruhannya lebih tinggi daripada bulan Agustus. Hal itu disebabkan karena pada bulan April masih musim penghujan, sehingga aliran air banyak mengangkut lumpur dari daratan akibat derasnya arus. Untuk lebih detailnya data fluktuasi kekeruhan air laut dapat dilihat dalam grafik di bawah ini.

(33)

Gambar 13. Grafik Kekeruhan Air Laut di DIY Tahun 2014.

b) Temperatur

Temperatur air laut terpantau pada dua belas pantai menunjukkan hasil antara 25,6 – 27,7C. Pada pemantauan bulan Agustus rata-rata suhu lebih daripada pemantauan bulan April. Perbedaan rata-rata suhu bisa disebabkan oleh kelembaban udara. Pada bulan April kelembaban udara tinggi sedangkan pada bulan Agustus udara bersifat kering sehingga suhu lebih rendah. Disamping itu, pada bulan April hujan masih terjadi sehingga waktu cuaca mendung terjadi kenaikan suhu udara. Pada waktu mendung, suhu udara meningkat karena tertahan oleh awan, dimana suhu udara yang tinggi akan turut mempengaruhi suhu air laut. Fluktuasi suhu juga disebabkan oleh angin, semakin kencang angin bertiup maka suhu semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Sekitar bulan Maret dan April merupakan waktu peralihan antara musim hujan dan kemarau, dimana pada musim peralihan penyinaran matahari melebihi penguapan, yang berakibat pada pemanasan air permukaan laut. Adapun data fluktuasi suhu air laut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 12. Temperatur Air Laut di DIY Tahun 2014

Lokasi Satuan Bulan Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah C 27,5 26,5 Alami

Pantai Trisik C 27,4 - Alami

P. Pandansimo C - 26,1 Alami

Pantai Kuwaru C 27,2 - Alami

Pantai Samas C - 26,2 Alami

Pantai Depok C 27,1 26,7 Alami

Pantai Gesing C 27,7 - Alami

P.Ngobaran C 27,5 - Alami

P.Ngrenehan C 27,5 - Alami

Pantai Baron C 25,6 Alami

Pantai Krakal C - 25,8 Alami

0 20 40 60 80 Kad ar K ek er uh an (N TU ) Lokasi Pemantauan April Agustus

(34)

P. Indrayanti C - 25,8 Alami

Sumber Data: Lab. Hidrologi dan KualitasAir Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Keterangan: Alami (± 3C)

Temperatur di lautan sangat bervariasi menurut waktu, yaitu pagi, siang dan malam. Pengukuran sampel dilakukan pada pagi hingga siang sehingga rentang temperaturnya relatif panjang + 4C. Tingginya temperatur air laut sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Pada pagi hari temperatu relatif masih rendah antara 25 - 26C, sedangkan pada siang hari temperatur mengalami kenaikan menjadi 27 – 30C. Selain intensitas matahari, besarnya temperatur juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, biasanya bila terjadi hujan maka temperatur air laut akan turun. Hasil pengukuran temperatur tersebut masih berada dalam batas normal, tidak ada kenaikan temperatur maupun penurunan temperatur yang signifikan. Temperatur terendah yang terukur pada bulan Agustus adalah di Pantai Krakal dan Indrayanti. Hal ini kemungkinan disebabkan karena di pantai Krakal dan Indrayanti pantainya dikelilingi oleh batuan karang sehingga menghalangi itensitas penyinaran matahari akibatnya temperatur menjadi rendah.

Pengaruh temperatur air laut terhadap lingkungan laut antara lain jumlah oksigen terlarut, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan binatang laut. Pada temperatur normal maka kehidupan dan proses-proses kimia juga akan berlangsung normal, dan sebaliknya pada temperatur yang lebih tinggi kecepatan reaksi akan menjadi lebih cepat demikian pula sebaliknya, karena kenaikan temperatur sebesar 10C akan meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lipat.

c) Warna

Warna air laut terjadi karena air laut menyerap warna. Warna yang diserap berasal dari cahaya, kandungan sedimen, dan kandungan zat organik atau anorganik. Penyerapan cahaya di laut berasal dari atmosfer yaitu warna kuning, merah, hijau dan biru tergantung kedalaman dan tempatnya. Namun dalam bab ini, warna yang dimaksud adalah warna yang berasal dari sedimen atau kandungan zat organik dan anorganik yang akan berpengaruh terhadap kualitas air laut. Kandungan zat organik dalam air laut misalnya adanya alga merah, hijau, dan biru. Dan zat anorganik misalnya sedimen yang dibawa dari aliran sungai menyebabkan warna coklat keruh. Seperti telah dibahas pada parameter sebelumnya, kekeruhan air laut menyebabkan penetrasi sinar matahari lemah dan tidak bisa mencapai kedalaman, hanya mencapai 15 – 40 meter saja. Sedangkan pada air yang jernih, sinar matahari dapat menembus hingga kedalaman 200 meter. Warna air laut yang jernih ini merupakan lingkungan yang baik bagi terumbu karang dan coral untuk berkembangbiak.

Warna dinyatakan dalam Pt-Co dengan nilai ambang batas sebesar 30 Pt-Co. Secara kasat mata, warna air laut terlihat hampir sama, namun ternyata melalui pengukuran terdapat perbedaan konsentrasi. Berikut ini data kadar warna air laut dalam Tabel berikut:

(35)

Lokasi Satuan April Bulan Agustus Baku Mutu

Pantai Glagah Pt-Co 1,195 1,145 30

Pantai Trisik Pt-Co 2,390 - 30

P. Pandansimo Pt-Co - 2,191 30

Pantai Kuwaru Pt-Co 1,892 - 30

Pantai Samas Pt-Co - 1,643 30

Pantai Depok Pt-Co 2,191 2,340 30

Pantai Gesing Pt-Co 1,195 - 30

P.Ngobaran Pt-Co 0,490 - 30

P.Ngrenehan Pt-Co 0,249 - 30

Pantai Baron Pt-Co - 1,195 30

Pantai Krakal Pt-Co - 5,627 30

P. Indrayanti Pt-Co - 1,743 30

Sumber Data: Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Keterangan: *) melebihi Baku Mutu

Berdasarkan data dalam tabel di atas diketahui bahwa kadar warna air laut masih berada di bawah ambang batas yang ditentukan, yaitu berkisar antara 0,249 – 5,627 Pt-Co. Berarti air laut dalam kondisi jernih, yang baik untuk perkembangan makhluk hidup di dalamnya.

d) TSS (Total Suspended Solid)

Total suspended solid air laut adalah kandungan zat padat yang tersuspensi dalam air laut, dapat berupa pasir, lumpur, tanah maupun logam berat atau partikel tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotic) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi ataupu komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel anorganik. Dari nilai TSS ini dapat digunakan sebagai analisis untuk mengetahui pengaruh daratan terhadap lautan. Adanya dinamika nilai TSS mencerminkan perubahan yang terjadi di daratan yang berakibat ke perairan. Nilai TSS dapat dianggap sebagai indikator awal dalam mengevaluasi kondisi lingkungan pesisir wilayah setempat berkaitan dengan keberlanjutan kegiatan yang sudah dan akan dikembangkan. Konsentrasi TSS di perairan laut DIY dapat dilihat dalam Tabel dibawah ini:

Tabel 14. Konsentrasi TSS Air Laut di DIY Tahun 2014

Lokasi Satuan Bulan Baku Mutu

April Agustus Pantai Glagah mg/L 88,9* 94,6* 20 Pantai Trisik mg/L 4,3 - 20 P. Pandansimo mg/L - 27,1* 20 Pantai Kuwaru mg/L 11 - 20 Pantai Samas mg/L - 17,4 20

(36)

Pantai Depok mg/L 58,4* 72,9* 20 Pantai Gesing mg/L 13,2 - 20 P.Ngobaran mg/L 4,4 - 20 P.Ngrenehan mg/L 12,1 - 20 Pantai Baron mg/L - 51,4* 20 Pantai Krakal mg/L - 52,9* 20 P. Indrayanti mg/L - 35,6* 20

Sumber Data: Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Keterangan: *) melebihi Baku Mutu

Berdasarkan data dalam tabel di atas, diketahui bahwa konsentrasi TSS air laut terdapat lebih dari 50% lokasi pantai di DIY telah melebihi bakumutu yang berkisar antara 4,4 – 94,6 mg/L. Kandungan TSS yang tinggi terukur pada pantai-pantai yang relatif lebih padat pengunjungnya seperti pantai Depok, Baron, Krakal dan Indrayanti. Sedangkan untuk pantai Glagah yang hanya ramai waktu liburan kadungan TSS tinggi kemungkinan berasal dari muara sungai Serang yang banyak membawa material terlarut dari daerah hulu. Fluktuasi konsentrasi TSS air laut dapat dilihat dalam grafik berikut:

Gambar 14. Grafik konsentrasi TSS air laut di DIY tahun 2014.

2. Parameter Kimia

Pengukuran parameter kimia pada air laut yang diperuntukkan wisata bahari terdiri dari pH, salinitas, Minyak dan Lemak, Nitrat (NO3), Fosfat (PO4), BOD, DO, Fenol, Detergen, dan Amoniak. Gambaran mengenai kualitas kimia air laut dapat dilihat berdasarkan hasil pengukuran parameter-parameter tersebut. Uraian mengenai hasil pengukuran dan analisis parameter kimia sebagai berikut:

a. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hydrogen dalam air. Air dianggap asam jika nilai pH kurang dari 7 dan dianggap basa jika lebih dari 7. Baku Mutu pH untuk laut

0 20 40 60 80 100 Ko ns en tr as i T SS (m g/ L) Lokasi Pemantauan

Nilai NAB TSS : 20 mg/L

April Agustus

Gambar

Gambar 1. Luas Lahan Kritis Tahun 2012 - 2014 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan D.I
Gambar 4. Grafik Status Mutu Air Sungai Code Tahun 2014
Gambar 6. Grafik Konsentrasi Parameter NO2 di 3 (tiga)  titik sampel Tahun 2014.
Gambar 9. Grafik Konsentrasi Parameter Ox di 3 (tiga) titik sampel Tahun 2014.
+7

Referensi

Dokumen terkait

RELASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN CIVIL SOCIETY DALAM MENGATASI ALIH FUNGSI HUTAN DI HULU.. DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) BRANTAS (Studi: Hutan Hulu DAS Brantas

lingkungan, belum mempunyai izin pembuangan air limbah dari IPAL , Belum melakukan pelaporan pengujian air limbah secara rutin dan belum melakukan pelaporan pengelolaan limbah B3 ke

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015 menetapkan visi yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai, yaitu ”Terwujudnya

Cara pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga masyarakat Kabupaten Sleman antara lain dikerjasamakan dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (DPUP) untuk diangkut

Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Badan Lingkungan Hidup melaksanakan pemantauan kualitas air sumur dengan lokasi titik pemantauan berdasarkan permohonan dari

2.e Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Berdasarkan hasil analisa laboratorium dari tiga titik pantau di sungai Bedog kadar koli tinja

Buku Data SLHD Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 36 Keterangan :. Sumber : Kapedal

Sub Das Cisadane Hulu merupakan daerah aliran sungai yang paling hulu dari sungai Cisadane yang mengalir dari Gunung Pangrango ke arah barat laut dan dari