• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KELUARGA KRISTIANI DALAM PANDANGAN GEREJA

D. Kursus Perkawinan

2. Kepentingan dan Alasan Kursus Persiapan Perkawinan

Sebelum memasuki jenjang perkawinan dan hidup keluarga, pasangan membutuhkan persiapan-persiapan. Menurut Adi Hardana (2010: 6) keluarga yang baik perlu dipersiapkan dengan baik dan persiapan itu sering kali memerlukan waktu yang lama. Persiapan menjelang perkawinan itu sangat penting karena keadaan keluarga yang baik adalah faktor mutlak untuk tercapainya kesejahteraan (keselamatan) bagi orang perorangan, masyarakat umum maupun Gereja (GS, 47). Artinya: nilai-nilai luhur dan kebajikan-kebajikan yang ada dalam hidup keluarga dan yang menjiwai keluarga-keluarga Kristiani akan terpantul keluar serta akan menentukan pandangan hidup selanjutnya (Adi Hardana, 2010: 6).

Mengapa perlu kursus persiapan perkawinan? Ada berbagai macam alasan mengapa kursus persiapan perkawinan sangat penting bagi pasangan yang akan menikah (calon pasangan suami-istri). Menurut Adi Hardana (2010: 1-2) beberapa alasan pentingnya kursus persiapan perkawinan dibagi dalam tiga macam yaitu alasan sosial, alasan pastoral dan alasan praktis.

a. Alasan Sosial

Menurut Adi Hardana (2010: 1) kursus persiapan perkawinan itu perlu karena kenyataan menunjukkan bahwa, beberapa keluarga mengalami kesulitan yang disebabkan kurangnya persiapan dalam perkawinan dan kurangnya pengetahuan mengenai perkawinan dan keluarga. Kesulitan ini masih diperbesar lagi karena dewasa ini telah terjadi pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan dan perubahan pola-pola hidup berkeluarga. Selain itu banyak muda-mudi tergesa-gesa melangsungkan perkawinan tanpa bimbingan yang memadai sehingga sebagian dari mereka belum mendapat bekal yang cukup. perkawinan bukan hanya urusan perorangan melainkan urusan masyarakat (sosial), dan Gereja, masalah masa depan generasi, maka baik – buruknya perkawinan dan keluarga merupakan tanggung jawab masyarakat dan Gereja pula. Dalam hal ini partisipasi tanggung jawab Gereja dan masyarakat akan lebih jelas dalam pembinaan bersama dalam tim kursus persiapan perkawinan.

Menurut Konseng & Tukan (1991: 67) tidak dapat disangkal bahwa muda-mudi yang ingin menikah telah berkenalan ketika berteman, berpacaran dan dalam masa tunangan. Namun seringkali masa pacaran merupakan masa bermain sandiwara. Untuk merebut kekasih, orang menonjolkan sifat yang baik dan cenderung menutup-nutupi sifat yang jelek. Kursus Persiapan Perkawinan berusaha membantu pasangan muda untuk lebih mengenal kekasihnya: latar belakang budaya, pendidikan, usia, status sosial, status ekonomi dan agama. Dengan demikian mereka dapat saling mengenal satu sama lain sebagai pribadi. Pasangan mengetahui harapan kekasih, sifat yang baik dan yang jelek, masa lampau dan cita-citanya.

b. Alasan Pastoral

Menurut Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo” (2007: 14) keluarga yang baik perlu dipersiapkan lama, sebab keluarga yang baik menjadi faktor utama keselamatan/kesejahteraan pribadi, masyarakat dan Gereja. Ini berati bahwa nilai-nilai dan hidup keluarga yang menjiwai anggota keluarga itu akan terpancar keluar dan akan menentukan pandangan hidup selanjutnya bagi seluruh anggota. Maka dari itu keadaan rukun, saling pengertian, dan penghargaan, kerjasama, dsb. Yang dialami dalam keluarga ini akan mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang dan pandangan hidupnya. Integrasi keluarga adalah prasyarat bagi tercapainya integrasi masyarakat. Keluarga merupakan sel masyarakat dan Gereja banyak tergantung dari keadaan keluarga. Kegiatan, hidup dan berkembangnya Gereja sangat ditentukan juga dari semangat katolik yang ada di dalam keluarga-keluarga. Dengan demikian persiapan perkawinan itu berarti persiapan untuk keluarga dan masyarakat yang baik.

Menurut Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo” (2007: 14) pengertian mengenai martabat perkawinan dan hidup berkeluarga harus jelas bagi muda-mudi, terlebih di era globalisasi yang diwarnai oleh media masa (TV, radio, majalah, internet, dsb) yang kuat pengaruhnya dan sering mengaburkan pandangan mengenai nilai perkawinan yang sesungguhnya. Banyak paham dan sifat perkawinan katolik bertolak belakang dengan paham perkawinan nonkatolik. Martabat perkawinan dan keluarga bagi banyak orang dewasa ini belum dihargai semestinya. Bagi banyak orang perceraian adalah biasa saja. Poligami merajalela di mana-mana. Perubahan nilai-nilai dan pergeseran pandangan hidup yang diakibatkan oleh perubahan struktur keluarga, perubahan sosial, pengaruh mass

media dan percampuran kebudayaan, dirasakan oleh kaum muda sebagai suatu masa yang kabur dan membingungkan. Perubahan nilai-nilai sangat mempengaruhi pandangan mengenai perkawinan, kehidupan seksual. Perubahan dari kebudayaan agraris menjadi industrial mengubah struktur sosial dan mental masyarakat , yang terpancar dalam mode, cara hidup dan pergaulan terlebih semakin hebatnya teknologi komunikasi berupa hand phone dengan SMS nya, bahkan terjadi plesetan terhadap singkatan SMS sebagai Sarana Menuju Selingkuh. Dalam masa transisi di mana norma-norma lama tidak dihargai lagi dan norma-norma baru belum terdapat secara lengkap, muda-mudi sangat membutuhkan pedoman dan arah yang jelas dan pasti. Oleh karena itu dalam kursus persiapan perkawinan, merupakan pengarahan kepada arti perkawinan yang sesungguhnya. Kepada peserta diingatkan bahwa sifat perkawinan katolik adalah tak terceraikan dan monogam.

Banyak pasangan muda memiliki iman yang masih dangkal. Kehidupan katolik belum menjadi tradisi. Kursus persiapan perkawinan merupakan sarana dan cara untuk mempertebal iman. Kepada mereka disampaikan tujuan utama perkawinan katolik yaitu pria dan wanita saling mencintai dalam untung dan malang (unitas) serta melahirkan dan mendidik anak (procreation).

c. Alasan Praktis

Menurut Adi Hardana (2010: 2) sampai saat ini persiapan muda-mudi untuk berkeluarga di berbagai tempat masih diserahkan kepada pastor paroki setempat dengan kursus kilat dua atau tiga kali menjelang perkawinan. Sering terjadi bahwa waktu yang disediakan oleh para calon menjelang perkawinan itu begitu singkat,

sehingga sulit bagi seorang pastor untuk menentukan jadwal kursus persiapan perkawinan yang memadai bagi mereka. Calon-calon mempelai datang bergantian sepasang demi sepasang, sehingga banyak waktu yang harus dicurahkan oleh seorang pastor untuk melayani kursus persiapan perkawinan. Tidak jarang seorang pastor terpaksa merangkap tugas di dalam kursus persiapan perkawinan itu sebagai ekonom, psikolog, dokter dan moralis sekaligus, hal mana kadang-kadang bukan merupakan kompetensinya. Bagi para calon mempelai bekal untuk hidup berkeluarga tidak hanya moral dan teologi perkawinan melainkan juga hal-hal yang praktis, seperti: kesehatan, ekonomi rumah tangga, psikologi, pendidikan anak, hubungan intern keluarga dsb.

Meningkatnya usia harapan hidup bagi manusia sebagai akibat perkembangan ilmu gizi membuat usia perkawinan berlangsung menjadi lebih lama sehingga mencapai 50 tahun atau lebih. Kebosanan dapat menimpa keluarga. Apakah orang dapat tetap hidup bersatu selama 50 tahun perkawinan? Motivasi apa yang dapat menguatkan cinta perkawinan? Dalam kursus persiapan perkawinan, calon pengantin diingatkan untuk tetap mencintai pasangannya dalam untung dan malang.

Bagus Irawan (2007: 15) mengatakan bahwa, masalah-masalah dalam perkawinan kerap kali terjadi, dan banyak konflik atau masalah yang ada mengakibatkan rusaknya komunikasi, kehilangan tujuan bersama dalam perkawinan sampai kepada masalah seksual. Hal ini tentunya mengarah pada penurunan kualitas hubungan dalam perkawinan itu sendiri. Masalah-masalah lain yang mungkin timbul adalah masalah keuangan, anak-anak, sampai kepada masalah dengan keluarga pasangan. Masalah-masalah yang disebutkan di atas

adalah masalah yang umumnnya timbul dalam suatu perkawinan. Semuanya tergantung kesiapan psikologis masing-masing. Bisa saja saat pacaran semuanya tampak baik-baik saja, tetapi ketika perkawinan berlangsung beberapa tahun, muncul masalah akibat berbagai perbedaan.

Semua masalah tersebut memperkuat alasan pentingnya kursus persiapan perkawinan. Dalam kursus persiapan perkawinan pasangan calon pengantin mendapatkan wawasan dan pengetahuan serta pedoman dalam mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan berkeluarga, sehingga kemudian hari pasangan suami-istri mampu bersikap dengan bijaksana dalam menghadapi masalah perkawinan.

Dokumen terkait