• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk lebih memudahkan dan mendasarkan diri pada pemahaman umum masyarakat tentang kepentingannya sebagai konsumen, maka bahasan tentang kepentingan konsumen ini dilakukan dengan menggunakan pengelompokan bentuk, yaitu :

a. Kepentingan fisik

b. Kepentingan sosial-ekonomi c. Kepentingan perlindungan hukum

Kiranya perlu dikemukakan terlebih dahulu, bahwa yang menjadi perhatian utama dalam upaya perlindungan konsumen adalah kepentingan-kepentingan konsumen. Hal ini disebabkan bahwa sesungguhnya seluruh rakyat itu adalah konsumen (pengguna atau pemakai barang atau jasa kebutuhan hidup), tidak perlu diragukan lagi bahwa kesemua hak dan kepentingan rakyat sebagaimana ditentukan dalam hukum positif, terutama yang berkaitan dengan penggunaan barang atau jasa konsumen, adalah hak dan kepentingan konsumen. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan kepentingan konsumen tersebut di atas, di bawah ini akan dicoba untuk menguraikannya satu persatu.

Kepentingan fisik konsumen yang dimaksud disini adalah kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan atau jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap perolehan barang atau jasa konsumen, haruslah barang atau jasa itu memenuhi kebutuhan hidup dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan jiwanya).

Kepentingan fisik konsumen yang dimaksud adalah kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tumbuh dan atau jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap perolehan barang atau jasa konsumen, haruslah barang atau jasa itu memenuhi kebutuhan hidup dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan jiwanya).

Kepentingan fisik konsumen dapat terganggu kalau suatu peroleh barang atau jasa malah menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan badan atau ancaman pada keselamatan jiwanya. Misalnya peristiwa "biskuit beracun" yang mengakibatkan korban 141 jiwa dan 35 orang diantaranya meninggal dunia. hasil penyelidikan menyimpulkan bahwa amonium bikarbonat, yaitu sejenis bahan pembuat biskuit supaya renyah, telah tertukar dengan sodium nitrit, sejenis bahan berbahaya pada waktu pemindahan bahan-bahan tersebut.

Dari kasus di atas dapatlah dikatakan bahwa kepentingan fisik konsumen telah terganggu, artinya bahwa pada mulanya konsumen tersebut telah mengkomsumsi biskuit tersebut adalah untuk menghilangkan rasa lapar yang mungkin dideritanya, namun karena kurangnya pengawasan terhadap tersebut, baik oleh pemerintah ataupun dari produsen atau pengusaha itu sendiri sehingga menyebabkan kerugian yang sangat vital bagi konsumen yaitu dengan hilangnya

nyawa dari konsumen tersebut dapat bermanfaat dan berguna bagi kehidupannya dan bukan sebaliknya yaitu menimbulkan kerugian bagi dirinya ataupun keluarganya.

2. Kepentingan sosial - ekonomis

Kepentingan sosial ekonomis konsumen menghendaki agar setiap konsumen dapat memperoleh hasil maksimal dari penggunaan sumber-sumber ekonomi meraka dalam mendapatkan barang atau jasa kebutuhan hidup mereka. Untuk keperluan ini, tertentu saja konsumen harus mendapatkan informasi yang benar dan bertanggung jawab tentang produk konsumen tersebut, yaitu informasi yang informatif tentang segalah kebutuhan hidup yang diperlukannya.

Informasi yang diperlukan konsumen dapat diperoleh dari pengusaha melalui iklan dalam rangka memperkenalkan dan memasarkan suatu produk maupun dari pemerintah dan lembaga atau organisasi konsumen yang ada, yaitu melalui pemberitahuan tentang produk-produk yang boleh beredar dan yang tidak boleh beredar, seperti misalnya produk yang sudah kadaluasa.

Hasil optimal bagi konsumen hanya dapat dicapai apabila konsumen dalam pembelian kebutuhan hidupnya memperoleh barang atau jasa senilai harga yang harus dibayarnya untuk itu. Misalnya memperoleh barang atau jasa senilai harga yang harus dibayarnya untuk itu. Contoh lain kalau seorang konsumen mengeluarkan biaya sebesar Rp. 3.500,- untuk membeli gula pasir seberar 1 kg atau 10 ons, maka ia seharusnya mendapatkan sebanyak itu yaitu 1 kg atau 10 ons dan bukan 8 atau 9 ons.

Dengan keluarnya Undang-undang No. 8 tahun 1999 yaitu Undang-undang perlindungan konsumen, maka tentunya kepastian hukum konsumen akan lebih terjamin sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Pasal 1 angka (1) dari Undang-undang tersebut.

Lain halnya sebelum Undang-undang perlindungan konsumen ini lahir, dimana konsumen sering mendapatkan kesulitan dalam hal menggunakan haknya sebagai konsumen. Hal ini antara lain dapat disebabkan oleh karena peraturan-peraturan yang ada mengatur tentang perlindungan konsumen tersebut tidak mengatur secara khusus, yang ada pada saat itu (sebelum 20 April 1999) hanyalah peraturan-peraturan yang hanya sekedar sampiran saja dari pokok permasalahan yang diatur, baik itu masalah keperdataan, administratif ataupun masalah pidana. Namun dengan keadaan dewasa ini, dimana teknologi semakin canggih, maka :

Kehadiran suatu kaedah hukum (legal precept), aturan hukum (regula

juris), alat hukum (remedium juris) dan ketegakan hukum (law enforcement) yang lebih jitu dan mantap adalah merupakan dambaan

masyarakat Indonesia sekarang, sehingga para produsen, konsumen bahkan segenap lapisan masyarakat akan memetik hasilnya. 27

Dengan adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen ini akan memberikan dampak yang positif bagi dunia usaha, yakni dunia usaha dipacu untuk meningkatkan kualitas atau mutu produk suatu barang dan jasa sehingga produknya

Demikian pun bukan berarti dengan keluarnya undang-undang ini semua permasalahan tentang konsumen akan dapat diatasi sedemikian cepat, akan tetapi dengan keluarnya undang-undang ini yang menjadi dambaan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang dalam kapasitasnya sebagai konsumen diharapkan konsumen tersebut mendapat kepastian hukum yang lebih pasti dalam mengadakan hubungan dengan para produsen ataupun penyelenggara jasa, sehingga dengan demikian maka para produsen ataupun penyelenggara jasa tidak lagi dapat bertindak semaunya yang dapat menyebabkan kerugian pada konsumen.

27

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 183.

memiliki keunggulan kompetitif didalam dan luar negeri. Maka dengan demikian akan adanya perimbangan antara konsumen dan produsen, dengan mana konsumen akan merasakan suatu kepuasan terhadap barang atau jasa yang dibutuhkannya, karena mempunyai kualitas atau mutu yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 8 tahun 1999, yaitu perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.

Adapun maksud dari pasal ini adalah bahwa perlindungan konsumen ini diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu :

1. Asas manfaat, dimaksudkan disini untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil maupun sprituil.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

Kepentingan hukum bagi masyarakat Indonesia dalam kapasitasnya sebagai konsumen, merupakan suatu kepentingan dan kebutuhan yang sah. Adalah suatu hal yang tidak adil bagi konsumen Indonesia, bila kepentingan mereka tidak seimbang dan tidak adil bagi konsumen Indonesia, bila kepentingan mereka tidak seimbang dan tidak dihargai sebagaimana penghargaan pada kepentingan kalangan usaha atau bisnis.

Dengan ditetapkannya oleh MPR garis-garis besar tentang perlindungan kepentingan konsumen dalam kebijaksanaan pembangunan lima tahun keenam (periode 1999-2004), sesungguhnya dapat dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya undang-undang perlindungan konsumen.

Dalam Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dikelompokkan kepentingan-kepentingan konsumen itu dalam berbagai bentuk hak konsumen yang terdiri atas :

a) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.

b) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan atau jasa.

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

g) Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya.

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan adanya ketentuan dari pasal ini, maka tentunya hak-hak dari pada konsumen tersebut akan lebih pasti adanya. Namun demikian tidak semua konsumen dapat memanfaatkan hak-haknya tersebut sepenuhnya meskipun telah ditentukan oleh suatu peraturan yang khusus mengatur masalah perlindungan konsumen. Hal ini seperti yang telah pernah disebutkan sebelumnya antara lain disebabkan oleh kelemahan yang melekat pada diri konsumen itu sendiri, seperti dari segi pendidikan, kemampuan ekonomis, daya tawar, dari segi organisasi dan juga dapat disebabkan oleh keengganan dari pada konsumen itu sendiri dalam mengajukan tuntutan terhadap pihak yang telah merugikan kepentingannya dalam kapasitasnya sebagai konsumen.

Dokumen terkait