• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Pemakai Jasa Internet Dalam Hal Kerahasiaan Informal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Konsumen Pemakai Jasa Internet Dalam Hal Kerahasiaan Informal"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN KONSUMEN PEMAKAI JASA INTERNET

DALAM HAL KERAHASIAAN INFORMAL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat dalam mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh

GUNAWAN PRADANA 040200140

Bagian Hukum Keperdataan

Program kekhususan Hukum Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROGRAM REGULER MANDIRI

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... v

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : TINJAUAN YURIDIS TENTANG BISNIS ELECTRONIC COMMERCE ... 12

A. Pengertian Bisnis Electronic Commerce ... 13

B. Sejarah Bisnis Electronic Commerce ... 17

C. Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Dagang Indonesia ... 19

BAB III : SISTEM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KERAHASIAAN INFORMAL ... 26

A. Arti Perlindungan Konsumen dan Kerahasiaan Informal . 26 B. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen ... 32

(3)

D. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ... 44

E. Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen 52 BAB IV : KAITAN ANTARA KERAHASIAAN INFORMAL DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2008... 57

A. Sistem Keamanan Informasi Melalui Internet ... 58

B. Hal-hal yang Penting Dilindungi Dalam Komunikasi Internet ... 63

C. Perlindungan Konsumen Atas Jaminan Kerahasiaan Informasi Pemakai Jasa Internet ... 65

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

(4)

A B S T R A K

Perkembangan internet di Indonesia memang sangat pesat. Beberapa tahun yang lalu internet hanya dikenal oleh sebagian kecil orang yang mempunyai minat di bidang komputer. Namun, dalam tahun-tahun terakhir ini penggunaan jasa internet meningkat terus, meski ada pendapat yang mengatakan bahwa kebanyakan penggunaan internet di Indonesia baru sebatas untuk hiburan dan percobaan.

Adapun permasalahan yang dikemukakan adalah : bagaimana secara juridis sistem keamanan informasi tersebut dirancang sehingga para pihak dalam bisnis yang menggunakan internet dapat merasa aman melakukan transaksi, aspek apa sajakah yang penting dilindungi dalam penggunaan internet tersebut dan bagaimana penerapan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat memberikan perlindungan bagi para konsumen yang melakukan transaksi melalui internet di Indonesia. Untuk itu dipergunakan metode penelitian kepustakaan (library

research) yakni melakukan pengumpulan data dari sumber bacaan baik dari

literatur-literatur ilmiah, majalah maupun peraturan perundang-undangan dan penelitian lapangan (field research) yakni melakukan wawancara langsung ke obyek penelitian dan pengumpulan data-data yang berkaitan dengan penelitian.

Dari permasalahan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa sistem keamanan informasi dalam E-commerce merupakan suatu perdagangan khusus yang dasarnya adalah perdagangan konvensional ; Dalam transaksi melalui internet banyak aspek-aspek yang perlu untuk dilindungi secara umum serta penerapan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat memberikan perlindungan bagi para konsumen yang melakukan transaksi melalui internet di Indonesia.

(5)

A B S T R A K

Perkembangan internet di Indonesia memang sangat pesat. Beberapa tahun yang lalu internet hanya dikenal oleh sebagian kecil orang yang mempunyai minat di bidang komputer. Namun, dalam tahun-tahun terakhir ini penggunaan jasa internet meningkat terus, meski ada pendapat yang mengatakan bahwa kebanyakan penggunaan internet di Indonesia baru sebatas untuk hiburan dan percobaan.

Adapun permasalahan yang dikemukakan adalah : bagaimana secara juridis sistem keamanan informasi tersebut dirancang sehingga para pihak dalam bisnis yang menggunakan internet dapat merasa aman melakukan transaksi, aspek apa sajakah yang penting dilindungi dalam penggunaan internet tersebut dan bagaimana penerapan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat memberikan perlindungan bagi para konsumen yang melakukan transaksi melalui internet di Indonesia. Untuk itu dipergunakan metode penelitian kepustakaan (library

research) yakni melakukan pengumpulan data dari sumber bacaan baik dari

literatur-literatur ilmiah, majalah maupun peraturan perundang-undangan dan penelitian lapangan (field research) yakni melakukan wawancara langsung ke obyek penelitian dan pengumpulan data-data yang berkaitan dengan penelitian.

Dari permasalahan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa sistem keamanan informasi dalam E-commerce merupakan suatu perdagangan khusus yang dasarnya adalah perdagangan konvensional ; Dalam transaksi melalui internet banyak aspek-aspek yang perlu untuk dilindungi secara umum serta penerapan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat memberikan perlindungan bagi para konsumen yang melakukan transaksi melalui internet di Indonesia.

(6)

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Perkembangan internet di Indonesia memang seperti tidak terduga

sebelumnya. Beberapa tahun yang lalu internet hanya dikenal oleh sebagian kecil

orang yang mempunyai minat di bidang komputer. Namun, dalam tahun-tahun

terakhir ini penggunaan jasa internet meningkat secara sangat pesat, meski ada

pendapat yang mengatakan bahwa kebanyakan penggunaan internet di Indonesia

baru sebatas untuk hiburan dan percobaan.

Bila dibandingkan dengan negara-negara yang telah maju, penggunaan

internet di Indonesia masih jauh ketinggalan. Namun, sekarang dapat disaksikan di

berbagai kota dan daerah telah banyak tersedia tempat-tempat penyewaan internet

(warung internet) untuk umum di mana para pengguna jasa internet, yang tidak

mempunyai akses secara pribadi ke internet, dapat pula menikmati layanan jasa ini.

Perkembangan ini cukup menggembirakan, bila dibandingkan dengan di negara lain,

misalnya di Amerika Serikat yang perkembangan internet pada awalnya didukung

pendanaannya oleh Pemerintah melalui National Information Infrastructure (NII)1

Memang tidak dapat disangkal bahwa penggunaan internet di Indonesia saat

ini sudah semakin meningkat meskipun belum begitu banyak digunakan untuk ,

sedangkan di Indonesia keterlibatan pemerintah di bidang ini dapat dikatakan sangat

minim.

1

(7)

tujuan-tujuan komersial dan bisnis atau untuk transaksi perdagangan. Namun

demikian, tingkat penggunaan internet ini diperkirakan akan semakin meningkat,

sesuai dengan peningkatan penggunaan komputer, telekomunikasi dan multimedia.

Penggunaan internet bukan hanya terbatas pada pemanfaatan informasi yang

dapat diakses melalui media ini, melainkan juga dapat digunakan sebagai sarana

untuk melakukan transaksi perdagangan yang sekarang di Indonesia telah mulai

diperkenalkan melalui beberapa seminar dan telah dimulai penggunaannya oleh

beberapa perusahaan, yaitu kontrak dagang elektronik (Electronic Commerce), yang

merupakan bentuk perdagangan secara elektronik melalui media internet. Sayangnya,

perkembangan penggunaan internet yang ditandai oleh pertumbuhan

perusahaan-perusahaan penyedia jasa internet dan meningkatnya jumlah pengguna jasa ini, tidak

disertai dengan perkembangan hukum di bidang ini, malahan dapat dikatakan belum

ada aturan hukum yang mengaturnya, baik yang dibuat secara khusus maupun

penyesuaian hukum yang berlaku yang sudah ada ke media internet.

Media internet di Amerika Serikat dikenal dengan nama saluran informasi

bebas hambatan (information superhighway), maka gambaran kondisi media internet

di Indonesia saat ini seakan-akan seperti sebuah hutan belantara, di mana tidak atau

belum ada peraturan hukum yang berlaku efektif. Seseorang dapat saja menghujat

atau mencaci-maki dan menghina pihak lain dengan bebas atau melakukan

penjiplakan karya orang lain tanpa izin apalagi membayar royalti dengan mengambil

karya tersebut lewat internet dalam internet hal ini disebut dengan mengunduh

(download) atau tiap orang yang ingin menonton tayangan porno dapat semaunya

menonton lewat internet bahkan bila mau dapat pula mengambil dan menyimpan

(8)

Beberapa aspek hukum yang penting untuk mendukung perkembangan

internet di Indonesia, baik untuk keperluan penyediaan dan akses informasi maupun

untuk perdagangan secara elektronik. Karena bagaimanapun juga, harus selalu

diingat bahwa internet adalah komunikasi dalam skala global antara orang dengan

orang, bukan antara komputer dengan komputer, meskipun penghubungnya adalah

perangkat komputer, setiap tulisan, gambar yang dikomunikasikan di internet adalah

dibuat dan disediakan oleh orang dan yang akan melihat dan menerima surat atau

gambar tersebut juga orang bukan komputer.

Dengan demikian, masalah yang timbul akan menjadi tanggungjawab orang

yang menggunakan internet itu. Akhirnya hanya oranglah yang dapat

bertanggungjawab secara hukum meskipun dalam beberapa hal orang ini digantikan

oleh badan hukum, namun di dalam badan hukum sendiri tentunya ada orang yang

bertanggungjawab sebagai pengurusnya.

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah secara juridis sistem keamanan informasi tersebut dirancang

sehingga para pihak dalam bisnis yang menggunakan internet dapat merasa aman

(9)

2. Aspek apa sajakah yang penting dilindungi dalam penggunaan internet tersebut?

3. Bagaimanakah penerapan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dapat memberikan perlindungan bagi para konsumen yang melakukan

transaksi dagang secara elektronik melalui internet di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui sistem keamanan informasi tersebut dirancang sehingga para

pihak dalam bisnis yang menggunakan internet dapat merasa aman melakukan

transaksi.

2. Untuk mengetahui aspek yang penting dilindungi dalam penggunaan internet.

3. Untuk mengetahui penerapan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dapat memberikan perlindungan bagi para konsumen yang melakukan

transaksi melalui internet di Indonesia.

2. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Secara teoretis penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap

perkembangan kegiatan transaksi melalui internet di Indonesia.

2. Secara praktis adalah memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang

transaksi melalui internet yang sangat berpengaruh dalam kegiatan perdagangan

(10)

pembaca yang berminat untuk mengetahui tentang transaksi melalui internet

tersebut.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul Perlindungan Konsumen Pemakai Jasa Internet Dalam

Hal Kerahasiaan Informal, sumber diperoleh dari berbagai literatur yang ada dalam

daftar pustaka. Setelah mengadakan inventarisasi judul skripsi di perpustakaan

Fakultas Hukum USU bahwa belum pernah diangkat sebelumnya sebagai suatu judul

skripsi.

E. Tinjauan Kepustakaan

Adanya suatu asumsi bahwa globalisasi perekonomian yang telah melintasi

batas-batas antar negara akan berpengaruh terhadap bisnis. Terhadap perdagangan

luar negeri berlangsung pula suatu perbuatan hukum yang dikenal dengan kontrak

bisnis internasional (international transaction business). Dalam ekonomi

internasional segala peristiwa ekonomi yang terjadi di negara lain baik langsung

maupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap sistem ekonomi Indonesia.

Dengan demikian sistem ekonomi Indonesia tidak dapat lagi dipisahkan dengan

sistem ekonomi internasional atau dengan perkataan lain harus dipandang dengan

wawasan global. Berdasarkan hal itu maka hukum ekonomi/bisnis Indonesia tidak

dapat lagi mengatur segala sesuatunya terlepas dari hukum ekonomi/bisnis

(11)

Demikianlah perkembangan teknologi informasi pada saat ini sangat besar

pengaruhnya terhadap bidang-bidang kehidupan terutama sekali dalam sektor

hukum. Perubahan drastis dari prilaku komunikasi yang biasanya mempergunakan

kertas (paper) dan kemudian mempergunakan elektronik merubah sistem kehidupan

masyarakat. Gaya hidup yang beralih dari alam wujud fisik ke alam elektronik / non

fisik disebutkan sebagai dunia maya (cyber space). Di dalam ruang maya ini anggota

masyarakat melakukan kegiatan berupa perbuatan hukum yang berfokus pada bisnis

yang mempunyai dampak pada seluruh bidang hukum antara lain hukum perdata,

hukum pidana, hukum administrasi negara, hukum internasional, hukum pajak dan

sebagainya.

Pemakaian benda berwujud semakin tumbuh dan mungkin secara relatif akan

mengalahkan penggunaan yang berwujud. Adalah merupakan fenomena yang

menarik untuk diketahui bahwa Indonesia juga sudah jauh masuk ke dalam dunia

maya ini.

Penemuan di bidang teknologi dan informasi ini membawa dampak tersendiri

bagi Indonesia, seperti yang dikemukakan oleh Ari Purwadi :

Luas dan kecepatan penemuan di bidang teknologi yang demikian cepat, bagaimanapun juga telah membawa pada suatu dampak yang nantinya, cepat atau lambat akan mempengaruhi kaidah-kaidah kebudayaan kita, lembaga-lembaga sosial budaya kita (termasuk di dalamnya dari segi sosial politik) serta pola-pola pengambilan keputusan kebijakan pemerintah negara kita. 2

Oleh karenanya, negara yang tidak memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi akan dianggap tertinggal dari peradaban. Ilmu pengetahuan dan teknologi seakan-akan dianggap sebagai paspor menuju suatu kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan. Indonesia sebenarnya telah cukup lama membangun dan memanfaatkan teknologi informatika, baik dalam pengelolaan data berbasis komputer maupun dalam penyelenggaraan layanan telekomunikasi canggih, ternyata hingga kinipun Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan sesama

2

(12)

negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Filipina bahkan di negara-negara maju lainnya yaitu di benua Amerika dan Eropa. Indonesia juga sudah sangat membutuhkan adanya peraturan yang spesifik yang mengatur kegiatan e-commerce ini. Apalagi kegiatan kontrak e-commerce, sangat berdampak dalam setiap bidang kehidupan, terlebih lagi dalam bidang ekonomi yang menjadi urat nadi pembangunan bangsa. Kegiatan perdagangan dengan memanfaatkan teknologi informasi bergerak tanpa ada dasar atau landasan yang kuat untuk berpijak akan membawa kelemahan terhadap kelancaran kegiatan e-commerce itu sendiri, misalnya adanya penyusup

(hacker) yang ingin mengakses internet dan melakukan suatu transaksi jual beli

dengan cara melanggar (illegal). Bahkan Menteri Kehakiman pada waktu itu, Yusril Ihza Mahendra, mengakui bahwa Indonesia belum memiliki pengaturan khusus mengenai dunia maya. Keadaan ini diakuinya karena disebabkan pengaturan mengenai dunia maya memerlukan kajian-kajian yang cermat danmendalam, agar benar-benar tepat sasaran sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku kehidupan masyarakat, sehingga tidak akan menimbulkan stagnasi di dalam implementasinya. 3

F. Metode Penelitian

Terlihat bahwa pemerintah Indonesia masih sedang berada dalam suatu proses untuk mengembangkan kerangka hukumnya, sehingga pengaturan hukum yang jelas dan tegas terhadap masalah transaksi e-commerce sangat dibutuhkan sebagai jaminan perlindungan hukum bagi para pihak dan hukum yang diformulasikan tersebut diharapkan mampu mengantisipasi segala bentuk pengrusakan terhadap sistem teknologi informasi.

Selain mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pengaturan hukum yang berhubungan dengan internet dan teknologinya, maka diperlukanlah adanya suatu ketentuan hukum yang mengatur tentang mekanisme dan sistem tersebut diharapkan dapat melindungi, menjaga dan memberikan keamanan kepada setiap pihak yang menggunakan internet sebagai suatu sarana transaksi atau menyampaikan informasi yang tergolong dalam mempengaruhi atau mendorong beberapa pihak untuk ikut atau membeli informasi yang disampaikan dalam media elektronik tersebut.

Dalam kaitannya dengan e-commerce, tentu saja dasar hukum dari pembuatan kontrak tersebut adalah KUH Perdata, yang dalam bahasa Belanda disebut Burgerlijk

Wetboek. Kitab ini meskipun masih bersifat tradisional dan dirasa belum

menggambarkan “hukum yang hidup” (the living law) di dalam masyarakat perdagangan antar negara, karena didalamnya tidak diatur secara tegas tentang

e-commerce, namun tetap dapat dipergunakan untuk mengisi kekosongan hukum yang

ada.

Pengaturan e-commerce yang dimaksud bukanlah hanya berorientasi pada masalah teknologinya, akan tetapi lebih dititikberatkan pada hubungan antar pelaku dalam e-commerce itu sendiri. apalagi aktivitas bisnis ini dilakukan tanpa mengenal batas-batas territorial, batas-batang ruang dan waktu serta pihak-pihak tersebut tidak berhadapan satu sama lain (inter absentes).

3

(13)

Untuk memperoleh data-data atau fakta-fakta yang objektif, maka dalam

tulisan ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan (library research) yaitu studi yang dilakukan melalui

kepustakaan dengan cara membaca dan mempelajari sumber bahan bacaan baik

berupa buku-buku bacaan, perundang-undangan dan juga catatan-catatan kuliah

yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi guna memperoleh data-data

dan bahan-bahan yang diperlukan.

2. Studi Lapangan (field research) yaitu studi yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian langsung di lapangan untuk memperoleh informasi yang

diperlukan. Melakukan pengamatan langsung, tanya jawab atau wawancara

dengan Unit Bisnis Cyber

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, dan tiap-tiap bab dibagi lagi

dalam beberapa sub bab guna memperoleh gambaran yang sistematis sekaligus untuk

memudahkan, memperjelas penguraian selanjutnya.

Adapun gambaran isi dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Merupakan pengantar tentang hal-hal yang umum yang terdiri dari

Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan manfaat Penulisan,

Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Gambaran Isi.

BAB II : TINJAUAN YURIDIS TENTANG BISNIS ELECTRONIC

(14)

Pada bab ini diuraikan tentang Pengertian Bisnis Electronic

Commerce, Sejarah Bisnis Electronic Commerce serta

Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Dagang Indonesia.

BAB III : SISTEM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KERAHASIAAN

INFORMAL

Dalam bab ini diuraikan tentang Arti Perlindungan Konsumen dan

Kerahasiaan Informal, Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan

Konsumen, Kepentingan-kepentingan Konsumen, Hak dan

Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha, serta Hukum Konsumen

dan Hukum Perlindungan Konsumen

BAB IV : KAITAN ANTARA KERAHASIAAN INFORMAL DENGAN

UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2008

Pada bab ini diuraikan tentang Sistem Keamanan Informasi Melalui

Internet, Hal-hal yang Penting Dilindungi Dalam Komunikasi

Internet serta Perlindungan Konsumen Atas Jaminan Kerahasiaan

Informasi Pemakai Jasa Internet

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(15)

BAB II

TINJAUAN YURIDIS

TENTANG BISNIS ELECTRONIC COMMERCE

Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa dampak pada

berbagai sisi kehidupan. Dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini,

maka akan memudahkan orang untuk dapat mengetahui ataupun berkomunikasi

dalam jarak jauh pada berbagai belahan bumi secara seketika dalam hitungan detik

sekalipun.

Teknologi informasi melalui internet bahkan telah mengubah unsur-unsur

dunia maya (cyber space). Berbagai perubahan telah mempengaruhi pula pada

kegiatan perdagangan yang semula dilakukan melalui kontak secara fisik, kini

dengan internet, kegiatan perdagangan dilakukan secara elektronik. Kemajuan yang

pesat di bidang teknologi membawa dampak pada dunia bisnis. Faktor ini sangat

mendesak untuk segera dibuat pengaturan dunia maya dalam pengaturan

perundang-undangan.

Sistem perdagangan dengan memanfaatkan sarana internet telah mengubah

wajah dunia bisnis di Indonesia. Kontrak Dagang Elektronik (E-Commerce) lahir

selain disebabkan adanya perkembangan teknologi informasi, juga karena tuntutan

masyarakat terhadap pelayanan yang serba cepat, mudah dan praktis. Melalui

(16)

(barang dan jasa) yang akan dipergunakan tentunya dengan berbagai kualitas dan

kuantitas sesuai dengan yang diinginkan.

A. Pengertian Bisnis Electronic Commerce

Berdasarkan konteksnya, maka defenisi e-commerce secara luas adalah :

“segala bentuk aktivitas perdagangan dengan menggunakan media elektronik”.4

Suatu kegiatan e-commerce dilakukan dengan orientasi-orientasi sebagai

berikut :

Media elektronik yang dimaksud dalam konteks ini berupa telepon, fax, internet dan

sebagainya.

E-Commerce, sebagai bagian dari electronic business (bisnis yang

dilakukan dengan menggunakan electronic transmission), oleh para ahli dan pelaku

bisnis dicoba dirumuskan defenisinya dari terminologi e-commerce. Dimana

pengertian e-commerce secara umum adalah segala bentuk transaksi perdagangan/perniagaan barang atau jasa dengan menggunakan media elektronik.

5

4

Centre of Human Resources, Introduction to E-Commerce, Materi Pelatihan Kejahatan Komputer dan Siber Serta Antisipasinya, Medan, 20 Desember 2002.

5

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 408.

1. Pembelian online (online transaction)

2. Komunikasi digital (digital communication), yaitu suatu komunikasi secara

elektronik.

3. Penyediaan jasa (service), yang menyediakan informasi tentang kualitas produk

(17)

4. Proses bisnis, yang merupakan system dengan sasaran untuk meningkatkan

otomatisasi proses bisnis.

5. Proses penyesuaian , yang memungkinkan proses penyesuaian produk dan jasa

untuk diadaptasikan pada kebutuhan bisnis.

Bila dilihat dari sudut para pihak dalam bisnis e-commerce, maka yang

menjadi jenis-jenis transaksi dari suatu kegiatan e-commerce adalah sebagai berikut6

Tidak semua jenis e-commerce tersebut berlaku efektif. Seperti C2C

merupakan transaksi dimana konsumen menjual produk secara langsung ke

konsumen lainnya. Sistem ini biasanya dijumpai dalam situs lelang. C2B merupakan

individu yang menjual produk atau jasa kepada organisasi dan individu yang mencari

penjual dan melakuka transaksi. Non-Business e-commerce adalah meliputi kegiatan

non bisnis seperti kegiatan lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, keagamaan dan

lain-lain, sedangkan intrabusiness (organizational) e-commerce meliputi semua

aktivitas internal organisasi melalui internet untuk melakukan pertukaran barang,

jasa dan informasi, menjual produk perusahaan kepada karyawan dan lain-lain.

Sedangkan model bisnis yang efektif berlaku adalah B2B dan B2C.

:

1. Business to Business (B2B) 2. Business to Consumer (B2C) 3. Consumer to Consumer (C2C) 4. Consumer to Business (C2B) 5. Non Business E-Commerce

6. Intrabusiness (Organizational) E-Commerce

7

6

Ibid.

7

(18)

Business to Business (B2B)

Transaksi ini merupakan bisnis e-commerce yang paling banyak dilakukan.

Dalam suatu rangkaian distribusi, kehadiran internet dapat menghubungkan semua

aktifitas bisnis lainnya, tidak peduli dimana dia berada atau posisinya dalam

rangkaian distribusi. Para pihak yang mengadakan kontrak tentu saja adalah para

pihak yang bergerak dalam bidang bisnis yang dalam hal ini mengikatkan dirinya di

dalam suatu kontrak untuk melakukan suatu kegiatan usaha dengan pihak pebisnis

lain. Dalam model B2B ini dapat juga terjadi antara suatu korporasi dengan

supliernya (ISP) atau dengan distributor/retailernya.

Contoh B2B adalah 8

Para pihak di dalam e-commerce adalah pedagang (electronic merchant)

yang menawarkan suatu produk atau jasa kepada pihak konsumen (electronic

customer) yang menggunakan/membeli barang/jasa yang ditawarkan.

:

1. Transaksi Inter-Organizational Systems (IOS), misalnya transaksi ekstranet,

electronic funds transfer, electronic forms, intergrated messaging, share data based, supply chain management, dan lain-lain.

2. Transaksi pasar elektronik (electronic market transaction).

Business to Consumer (B2C)

9

1. Penjualan satu arah (one way marketing), perusahaan-perusahaan yang memiliki

situs web atau homepage tetap memiliki mekanisme distribusi yang mencolok Layanan B2C yang diberikan melalui internet secara langsung sebenarnya

mengalami pergeseran dari sistem yang konvensional, yaitu dengan adanya :

8

Ibid.

9

(19)

untuk mempublikasikan brosur-brosurnya, mendorong strategi pemasaran satu

arah.

2. Pemesanan melalui web, tersedianya transaksi web yang aman memungkinkan

suatu perusahaan untuk membolehkan konsumennya untuk memesan produk

langsung melalui web. Katalog-katalog elektronik dan mal-mal maya menjadi

suatu hal yang biasa.

3. Hubungan Penjualan (Relationship marketing), yang paling mencolok dari

paradigma ini adalah apa yang disebut relationship marketing. Karena tingkah

laku pelanggan dapat dilacak dari web, pada saat masuk ke situs perusahaan,

perusahaan-perusahaan dapat melakukan suatu percobaan dengan metodologi ini

sebagai perangkat untuk meriset pasar dan relationship marketing misalnya:

a. survei melalui web.

b. menggunakan web untuk membuat kesimpulan mengenai profil pembelian

konsumen.

c. mengkustomisasikan produk dan layanan

d. mencapai kepuasan konsumen dan pembangunan loyalitas pelanggan.

Adapun produk yang ditawarkan biasanya berupa produk retail yang

dibutuhkan langsung untuk pelanggan (customer). Jenis produk yang ditawarkan

biasanya bervariasi dengan besar harga yang cukup terjangkau oleh konsumen.

Contohnya kerajinan tangan (handycraft), buku, aksesoris komputer, CD, produk

dalam formal digital yang dapat diunduh (download) seperti musik, perangkat lunak

(20)

B. Sejarah Bisnis Electronic Commerce

Bisnis e-commerce sendiri muncul dan dikenal melalui perkembangan

kemajuan teknologi informasi yaitu dengan kehadiran sistem jaringan internet, oleh

sebab itu perkembangan bisnis ini tidak terlepas dari sejarah internet.

Internet yang dikenal sekarang berasal dari suatu jaringan (network) yang

diciptakan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an.

Network ini dinamakan ARPAnet, dibangun oleh Research Projects Agency (ARPA)10

Pada akhir tahun 1980-an, National Science Foundation (NSF), yaitu

lembaga yang didirikan di Amerika Serikat, secara bertahap mulai mengembangkan

jaringannya sendiri yang dinamakan NSFNET dengan menggunakan teknologi yang dengan tujuan untuk menghubungkan berbagai lokasi militer dan lokasi

riset, di samping juga merupakan protek riset tersendiri yang bertujuan untuk

membangun sistem jaringan yang handal. Keterhubungan melalui jaringan internet

dijalankan melalui beberapa metode, diantaranya metode protokol yang diciptakan

untuk memungkinkan terminal komputer yang berlainan jenis dan system untuk

berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya. Dari metode protokol ini

dikembangkan metode pengiriman data melalui jalur komunikasi dengan

menggunakan kelompok-kelompok data dengan tujuan masing-masing dalam suatu

paket, metode ini sekarang dikenal dengan nama Transmission Control

Protocol/Internet Protocol (TCP/IP).

10

(21)

dikembangkan oleh ARPAnet, dan juga mengembangkan high-speed backbone

network yang semula digunakan untuk memungkinkan kampus-kampus dan

lembaga-lembaga riset untuk menggunakan jaringan tersebut dan penggunaan ini

kemudian meningkat dengan diperkenalkannya e-commerce mail dan juga

pengiriman data dan informasi antar lokasi. Dengan perkembangan ini muncullah

apa yang dinamakan internet.

Saat ini internet telah dikenal hampir diseluruh dunia dan jutaan orang telah

merasakan manfaatnya. Banyak perusahaan yang telah menjalankan bisnisnya

dibidang internet ini dan saat ini dapat dikatakan bahwa internet telah menjadi sektor

bisnis tersendiri. Semakin berkembangnya penggunaan komputer untuk berbagai

keperluan di perusahaan turut mendukung penggunaan internet. Banyak sekali

keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan internet ini,

diantaranya kecepatan transfer data antar bagian, surat-menyurat secara elektronik

dan pencarian data-data dan informasi yang diperlukan perusahaan.

Penggunaan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan mulai dikenal

beberapa tahun belakangan ini dan dengan cepat meluas, terutama di negara-negara

maju. Dengan perdagangan melalui internet ini berkembang pula sistem bisnis virtual

dimana pelaku bisnis menjalankan bisnis dan perdagangan melalui media internet

(22)

C. Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Dagang Indonesia

Salah satu bidang hukum yang banyak tersentuh dari adanya transaksi via

e-commerce adalah bidang hukum kontrak. Kontrak dagang tidak lagi merupakan paper based economy, tetapi digital electronic economy.

Di dalam KUH Perdata Buku III ditemukan pengaturan perjanjian bernama

dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII. Kontrak dagang elektronik yang

berkembang di luar KUH Perdata, berdasarkan doktrin termasuk ke dalam kategori

yang dinamakan kontrak tidak bernama (onbenoemde contract). Terhadap

diterapkannya ajaran umum (Bab I sampai dengan Bab IV KUH Perdata). 11

11

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 295

12

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1978, hal. 20

Di dalam KUH Perdata ditentukan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan

dengan mana satu atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih

(Pasal 1313 KUH Perdata).

Mengingat perjanjian membawa akibat hukum bagi para pihak yang

membuatnya, maka suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata sahnya suatu perjanjian harus

memenuhi empat syarat, yakni adanya :

1. Kesepakatan para pihak

2. Kecakapan membuat suatu perjanjian.

3. Hal tertentu.

(23)

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena mengenai

orang-orangnya atau subjek yang mengadakan perjanjian. Syarat ketiga dan keempat

disebut syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objeknya dari

perbuatan hukum yang dilakukan itu. Dalam hal syarat objektif yang tidak dipenuhi,

maka perjanjian ini batal demi hukum (Null and void) artinya dari semula tidak

pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Dalam hal

syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan (voidable) artinya para

pihak dapat meminta kepada hakim untuk membatalkan perjanjian. 12

Pada prinsipnya menurut KUH Perdata, bentuk suatu perjanjian adalah bebas,

tidak terikat pada bentuk tertentu, namun ada beberapa kontrak yang harus dibuat

dalam bentuk notariel.

Apabila melihat segi perjanjian atas pelaksanaan bisnis e-commerce maka

yang menjadi dasar hukum adalah KUH Perdata dan KUH Dagang. Akan tetapi

masih banyak lagi permasalahan hukum yang terkait dalam bidang bisnis

e-commerce. Karena pengaturannya di Indonesia belum ada yang secara khusus

mengatur e-commerce atau cyberlaw maka untuk para pelaku bisnis e-commerce

mengacu kepada peraturan-peraturan positif nasional yang ada dan hukum

internasional tentang e-commerce atau cyberlaw.

Di dalam perkembangan e-commerce dewasa ini, terdapat beberapa bentuk

model hukum yang telah dikembangkan. Hukum e-commerce atau yang dikenal

dengan cyberlaw ini harus memberikan pengaturan terhadap bentuk-bentuk kegiatan

(24)

Sebagai salah satu alternatif bagi pemerintah untuk segera mungkin dapat

memberikan suatu model law bagi pengaturan e-commerce atau suatu model law dari

kontrak e-commerce.

Dengan adanya perkembangan kebutuhan yang lebih meningkat di dalam

perdagangan saat ini maka sudah saatnya bagi Indonesia untuk dapat memiliki

peraturan e-commerce. Beberapa peraturan yang dapat dijadikan sebagai pedoman

bagi pembuatan dari peraturan e-commerceadalah :

1. UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 13

b. Dalam hal hukum mengharuskan adanya suatu informasi harus dalam keadaan

tertulis maka suatu data elektronik dapat memenuhi syarat untuk itu (artikel 6

UNCITRAL Model Law on E-Commerce, “where the law requires information

to be in writing, the requirement is met by a data massage if the information contained there in is accessible so as to be useble for subsequent reference)”.

Suatu bentuk model law yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-bangsa untuk

memberikan aturan yang dapat digunakan oleh negara-negara baik yang menganut

sistem hukum kontinental maupun sistem hukum anglo saxon. Beberapa ketentuan

prinsip utama yang digariskan dalam UNCITRAL Model Law on E-Commerce yang

merupakan dasar hukum yang sangat penting adalah bahwa:

a. Segala informasi elektronik dalam bentuk data elektronik dapat dikatakan

memiliki akibat hukum, keabsahan ataupun kekuatan hukum. (Information shall

not be denied legal effect, validity or enforce ability solely on the grounds that it is in the form of data message).

13

(25)

Jika melihat pembebanan pembuktian dan daluarsa, bahwa yang merupakan alat

bukti salah satunya adalah bukti tertulis. Apabila hal ini digunakan maka data

elektronik dapat dijadikan sebagai bukti yang sah.

c. Dalam hal kekuatan pembuktian data yang bersangkutan maka pesan data (data

message) memiliki kekuatan pembuktian. Dalam hal ini data message merupakan

informasi yang diperoleh, dikirim, diterima ataupun disimpan biasanya dalam

bentuk Electronic data Interchange (EDI), pesan elektronik, telegram, teletext

ataupun telecopy.

2. Singapore Electronic Transaction Act (ETA) 1998

Peraturan ini dikeluarkan untuk memfasilitasi perkembangan e-commerce.

Terdapat beberapa hal yang digariskan dalam ETA ini yaitu : 14

Terdapat adanya beberapa hal yang penting diperhatikan khususnya

mengenai masalah kontrak ini bahwa :

a. Tidak ada perbedaan antara data elektronik dengan dokumen kertas.

b. Suatu data elektronik dapat menggantikan suatu dokumen tertulis.

c. Para pihak dapat melakukan kontrak secara elektronik.

d. Jika suatu data elektronik telah diterima oleh para pihak maka mereka harus

bertindak sebagaimana kesepakatan yang terdapat pada data tersebut.

3. EU Model Law on E-Commerce (8 Juni 2000)

15

14

Ibid, hal. 26.

15

(26)

a. Setiap negara-negara anggota akan memastikan bahwa sistem hukum mereka

memperbolehkan kontrak dibuat dengan menggunakan sarana elektronik.

b. Namun para negara anggota dapat pula mengadakan pengecualian terhadap

ketentuan di atas dalam hal :

1) Kontrak dalam hal menciptakan atau melakukan pengalihan hak real estate.

2) kontrak yang diatur dalam hukum keluarga.

3) kontrak penjaminan

4) kontrak yang melibatkan kewenangan pengadilan.

c. Setiap negara harus dapat memberikan pengaturan yang relevan atas kontrak

elektronik yang berlangsung.

Di Indonesia sendiri peraturan khusus tentang ini tidak ada diatur oleh sebab

itu yang menjadi landasan aspek hukum dari bisnis e-commerce adalah KUH

Perdata, dan perundang-undangan positif lainnya seperti :

1. Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa

4. Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

6. Undang-Undang tentang Hak Milik Kekayaan Intelektual

7. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-undang No. 36 Tahun 1999 dan PP No. 52 Tahun 2000 tentang

(27)

internet, membuka warung internet, menggunakan jaringan area lokal (local area

network) dan sejenisnya harus meminta izin dari pemerintah. Hal ini menjadikan

dasar hukum dan melatarbelakangi kegiatan bisnis e-commerce untuk dapat berdiri

dan bergerak walaupun aspek hukum yang ditimbulkan oleh e-commerce sendiri

belum ada pengaturannya sehingga harus mengacu pada analogi peraturan positif

yang ada.

Baru pada awal tahun 2008, pemerintah Indonesia yang digawangi oleh

Depkominfo membidani lahirnya Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik. UU ITE lebih khusus lagi pada Bab V Pasal 17

sampai dengan Pasal 22 menciptakan suatu rezim aturan baru dibidang transaksi

elektronik yang selama ini kosong. Meskipun aturan tentang transaksi elektronik

tidak diatur secara khusus dalam suatu undang-undang, keberadaan pasal ini sangat

penting untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pengguna sarana

e-commerce. Terlebih saat ini pemerintah tengah mematangkan lahirnya Peraturan

Pemerintah di bidang Transaksi Elektronik.

Perlindungan hukum dalam transaksi elektronik pada prinsipnya harus menempatkan

posisi yang setara antar pelaku usaha online dan konsumen. Transaksi elektronik

dalam e-commerce tentu saja melibatkan pelaku usaha dan konsumen. Meskipun

terlihat sebagai sebuah transaksi maya, transaksi elektronik dalam e-commerce di

Indonesia harus tetap tunduk pada ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang

No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Keberadaan UU ITE dapat

(28)

BAB III

SISTEM PERLINDUNGAN KONSUMEN

DAN KERAHASIAAN INFORMAL

A. Arti Perlindungan Konsumen dan Kerahasiaan Informal 1. Perlindungan Konsumen

Berbicara tentang pengertian perlindungan konsumen, maka terlebih dahulu

akan diuraikan tentang pengertian konsumen. Pengertian konsumen menurut

pendapat umum atau dengan kata lain pengertian konsumen menurut pendapat

masyarakat secara umum adalah pembeli, penyewa, nasabah, penumpang angkutan

umum atau pada pokoknya adalah langganan dari pada pengusaha, baik itu berupa

barang atau jasa atau dapat juga kita katakan sebagai pemakai.

Pengertian konsumen menurut masyarakat secara umum disini adalah tidak

salah, karena hal tersebut mereka alami setiap harinya. Masyarakat umum

memberikan batasan konsumen tersebut adalah berdasarkan pada pengalaman

sehari-hari.

Mengenai pengertian konsumen ini dalam Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) terdapat

beberapa istilah yang pada satu sisi dapat merupakan konsumen dan pada sisi lainnya

dapat pula merupakan sebagai pelaku usaha. Namun kesemuanya itu (istilah-istilah

KUHP dan KUHD) tidak ada menyebutkan batasan konsumen secara khusus.

Istilah-istilah tersebut antara lain, pembeli, penyewa, peminjam, pemakai dan sebagainya.

(29)

merupakan pemakai yang dalam hal ini dapat pula disebut konsumen, begitu juga

didalam KUHD juga ditemukan istilah penumpang namun juga tidak ada mengatur

batasan khusus tentang konsumen.

Konsumen (consumer), secara harfiah berarti "seseorang yang membeli

barang atau yang menggunakan jasa" atau "seseorang atau sesuatu perusahaan yang

membeli barang tertentu" juga "sesuatu atau seorang yang menggunakan persediaan

atau sejumlah barang". 16 Menurut AZ. Nasution pengertian konsumen adalah : "Tiap

orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang atau jasa untuk suatu

kegunaan tertentu". 17

16

AZ. Nasution I, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal. 46.

17

Ibid.

Setiap orang sebagaimana yang dimaksud di atas adalah orang

alamiah maupun yang diciptakan oleh hukum (badan hukum), perkataan mendapat

disini dimaksudkan memperoleh barang atau jasa itu oleh konsumen (transaksi

konsumen) tidak saja berdasarkan suatu hukum (sewa menyewa, pinjam pakai, jual

beli, perjanjian jasa angkutan dan sebagainya). Tetapi mungkin juga terjadi karena

pemberian hadiah, sumbangan, baik yang berkaitan dengan suatu hubungan komersil

maupun non komersil.

Dalam pada itu, perkataan mendapat secara sah di sini dimaksudkan adalah

mendapatkan suatu barang atau jasa-jasa dengan cara yang tidak bertentangan atau

melawan hukum, sedangkan maksud kegunaan tertentu disini memberikan tolak ukur

perbedaan antara berbagai konsumen atau dengan kata lain bahwa barang yang

(30)

Berkaitan dengan itu Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)

merumuskan batasan konsumen yaitu : "Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk

keperluan diri sendiri atau orang lain dan tidak untuk diperjual belikan". 18

Sementara itu Yayasan Lembaga konsumen Indonesia (YLKI) memberikan

batasan konsumen sebagai berikut yaitu "Pemakai barang atau jasa yang disediakan

dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan

tidak diperdagangkan kembali". 19 Sementara pada ahli hukum pada umumnya

sepakat bahwa arti konsumen adalah : "Pemakai terakhir dari benda dan jasa (uiten

delijke gebruiken van goerdeven en de ensten) yang diserahkan kepada mereka oleh

pengusaha (order nemer)". 20

Menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen memberikan batasan arti konsumen, yaitu : "Setiap orang pemakai barang

dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan". 21

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa pengertian

konsumen adalah "Setiap orang pemakai barang maupun jasa yang tidak untuk

diperdagangkan kembali". 22

18

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1981, hal. 13.

19

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Perlindungan Konsumen Indonesia, Sumbangan Pikiran Tentang Rancangan Undang-undang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1981, hal. 4.

20

Ibid, hal. 4.

21

AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cet I, Daya Widya, 1999, hal. 11-12.

22

(31)

Selanjutnya, perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan

konsumen itu sendiri.23

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi

perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan

untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang

dan jasa itu. Cakupan perlindungan konsumen dalam dua aspeknya itu, dapat

dijelaskan sebagai berikut

Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan :

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

24

:

Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkannya kepada konsumen barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga, persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika timbul kerugian karena memakai atau mengkonsumsi produk yang tidak sesuai.

Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat syarat yang

tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan,

standar kontrak, harga, layanan, purnajual, dan sebagainya. Hal ini berkaiatan dengan

perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

23

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 9.

24

(32)

2. Kerahasiaan Informal

Dewasa ini aturan hukum tentang kerahasiaan informal yang berkaitan

dengan pemanfaatan internet muncul terutama disebabkan oleh sistem hukum

tradisional yang tidak sepenuhnya mampu merespon persoalan-persoalan tersebut

dan karakteristik dari internet itu sendiri. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan

atau bahkan mengusangkan konsep-konsep hukum yang sudah mapan seperti

kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep ini berada pada posisi yang dilematis ketika

harus berhadapan dengan kenyataan bahwa para pelaku yang terlibat dalam

pemanfaatan internet tidak lagi tunduk pada batasan kewarganegaraan dan

kedaulatan suatu negara. Dalam kaitan ini, seorang pakar cyberlaw dari Michigan

State University yang bernama Aron Mefford, sampai pada kesimpulan bahwa

dengan meluasnya pemanfaatan internet, sebenarnya telah terjadi semacam

”paradigma baru yang lebih khusus” dalam menentukan jati diri pelaku satu

perbuatan hukum dari lebih khusus (citizens) menjadi lebih global (nitizens).

Dilema yang dihadapi oleh hukum tradisional dalam menghadapi fenomena

cyberspace ini merupakan alasan utama perlunya membentuk satu regulasi yang

cukup akomodatif terhadap fenomena-fenomena baru yang muncul akibat

pemanfaatan internet. Aturan hukum yang akan dibentuk itu harus diarahkan untuk

memenuhi kebutuhan hukum (the legal needs) para pihak yang terlibat di dalam

transaksi-transaksi lewat internet. Berkaitan dengan hal tersebut, Atif Latifulhayat,

cenderung menyetujui proposal dari Arron Mefford tersebut yang mengusulkan

adaya “Lex Informatica/peraturan khusus tentang teknologi informasi” (Independent

(33)

peraturan/hukum mengenai dunia cyber”. Proposal Mefford ini tampaknya diilhami

oleh pemikiran mengenai “Lex Mercatoria” yang merupakan suatu sistem hukum

yang dibentuk secara evolutif untuk merespon kebutuhan-kebutuhan hukum (the

legal needs) para pelaku transaksi dagang yang mendapati kenyataan sistem hukum

nasional tidak cukup memadai dalam menjawab realitas-realitas yang ditemui dalam

transaksi bisnis atau perdagangan internasional. Dengan demikian, maka cyberlaw

dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang berkaitan langsung dengan

persoalan-persoalan yang muncul akibat dari pemanfaatan internet.

Secara garis besar, ruang lingkup cyberlaw ini berkaitan dengan

persoalan-persoalan atau aspek hukum dari transaksi bisnis melalui media elektronik/internet,

Merek dagang/alamat di internet (Trademark/Domain Name), kerahasiaan dan

keamanan di internet (Privacy and Security on the internet), hak cipta (copyright),

peraturan-peraturan mengenai isi situs di internet (content regulation), penyelesaian

sengketa (dispute settlement) dan sebagainya. Ruang lingkup cyberlaw ini akan terus

berkembang seiring dengan perkembangan yang terjadi pada pemanfaatan internet di

kemudian hari.

B. Prinsip Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen.

Dalam konteks hukum perlindungan konsumen terdapat prinsip-prinsip yang

berlaku dalam bidang hukum ini. Tentunya prinsip-prinsip tersebut bukan sesuatu

yang khas hanya terdapat dalam hukum perlindungan konsumen, akan tetapi juga

diterapkan dalam banyak area hukum lain. Prinsip-prinsip itu ada yang masih berlaku

sampai sekarang, tetapi ada pula yang ditinggalkan seiring dengan tuntutan

(34)

Prinsip-prinsip yang muncul tentang kedudukan konsumen dalam hubungan

hukum dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori yang dikenal dalam

perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen. Prinsip-prinsip tersebut antara

lain25

a. Let The Buyer Beware

:

Doktrin let the buyer beware atau caveat emptor sebagai embrio lahirnya

sengketa di bidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi, pelaku usaha dan

konsumen adalah pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada

proteksi apapun bagai konsumen. Tentu saja dalam perkembangannya,

konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap barang atau

jasa yang dikonsumsikannya. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan

kemampuan konsumen, tetapi terlebih-lebih lagi banyak disebabkan oleh

ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya.

Akhirnya konsumen didikte oleh pelaku usaha, jika konsumen mengalami

kerugian, pelaku usaha dapat dengan ringan berdalih hal itu karena kelalaian

konsumen itu sendiri.

b. The Due Care Theory

Prinsip ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk

berhati-hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa.

Selama berhati-hati dengan produknya, pelaku usaha tidak dapat

dipersalahkan. Untuk mempersalahkan si pelaku usaha seseorang harus dapat

membuktikan pelaku usaha melanggar prinsip kehati-hatian.

c. The Privity of Contract

25

(35)

Prinsip ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban uintuk

melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara

mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat

dipersalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan, artinya konsumen boleh

menggugat berdasarkan wanprestasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen terdapat sejumlah asas yang terkandung di dalam usaha memberikan

perlindungan hukum kepada konsumen. Asas-asas tersebut antara lain :

1. Asas Manfaat

Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha

secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan

Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dalam arti materil dan

spirituil.

(36)

Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan dalam penggunaan,

pemakaian, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau

digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.

Tujuan yang ingin dicapai melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 adalah :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

(37)

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan konsumen.

Dalam penerapan hukum pidana di bidang perlindungan konsumen dikenal

beberapa asas baru yang selama ini cenderung belum diterapkan dalam penggunaan

hukum pidana, terutama dalam KUHP, asas-asas tersebut antara lain :

1. Asas Pembuktian Terbalik

Sistem pembuktian terbalik (omkering van bewijsslast) merupakan

sistem baru dalam hukum pidana. Pembuktian terbalik yang dikenal

dalam sistem pertanggungjawaban pidana ini berbeda dengan sistem

pembuktian konvensional, dimana seseorang yang mengajukan sesuatu

dalil, dalam hal ini jaksa penuntut umum, membuat dakwaan atau

tuduhan melakukan perbuatan pidana kepada pelaku usaha, maka jaksa

penuntut umum tersebutlah yang dibebani kewajiban membuktikan

kesalahan terdakwa.

Namun dengan asas pembuktian terbalik, terdakwa dibebankan

kewajiban untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepadanya.

Dalam Pasal 22 UUPK beban pembuktian terbalik tidak semata-mata

dibebankan kepada terdakwa (pelaku usaha), tetapi jaksa penuntut umum

juga mempunyai hak untuk melakukan pembuktian jika dipandang perlu.

2. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Pasal 61 UUPK menentukan, penuntutan pidana dapat dilakukan

terhadap pelaku usaha dan atau pengurusnya. Pasal ini menentukan

(38)

dikualifikasikan sebagai subjek tindak pidana dan dapat

dipertanggungjawabkan disamping orang atau pengurus. Dengan

demikian criminal liability dapat dibebankan baik kepada direksi,

pengurus atau pimpinan suatu perusahaan (factual leader), maupun juga

terhadap pihak pemberi perintah dari perusahaan itu (instruction giver).

Kesimpulan itu berangkat dari kemampuan korporasi melakukan tindak

pidana dan kemampuan korporasi untuk dipertanggungjawabkan dalam

hukum pidana.

3. Vicarious Liability

Dalam teori pertanggungjawaban pidana, pelaku usaha tidak dapat berdalih

bahwa suatu perbuatan yang ada dilingkungan usahanya bukan dilakukannya, atau

bukan atas perintahnya. Pelaku usaha dalam sistem hukum pidana tertentu dituntut

bertanggung jawab atas setiap perbuatannya termasuk perbuatan orang lain tetapi

masih di dalam lingkungan aktivitas usahanya atau akibat bersumber dari

aktivitasnya yang dapat merugikan orang lain.

Vicarious Liabilty dapat diidentifikasi oleh undang-undang jika timbul

hal-hal sebagai berikut 26

a. Seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan

yang dilakukan orang lain bilamana seseorang tersebut telah

mendelegasikan kewenangannya menurut undang-undang kepada

orang lain. Di sini dibutuhkan suatu syarat tanggung jawab yang

bersifat dilimpahkan (the delegation principle) :

26

(39)

Seorang majikan dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang secara fisik

atau jasmaniah dilakukan oleh buruh atau pekerja, jika menurut hukum perbuatan

buruhnya itu dipandang sebagai perbuatan majikannya (the servants act is the

matters act in law).

C. Kepentingan-kepentingan Konsumen

Untuk lebih memudahkan dan mendasarkan diri pada pemahaman umum

masyarakat tentang kepentingannya sebagai konsumen, maka bahasan tentang

kepentingan konsumen ini dilakukan dengan menggunakan pengelompokan bentuk,

yaitu :

a. Kepentingan fisik

b. Kepentingan sosial-ekonomi

c. Kepentingan perlindungan hukum

Kiranya perlu dikemukakan terlebih dahulu, bahwa yang menjadi perhatian

utama dalam upaya perlindungan konsumen adalah kepentingan-kepentingan

konsumen. Hal ini disebabkan bahwa sesungguhnya seluruh rakyat itu adalah

konsumen (pengguna atau pemakai barang atau jasa kebutuhan hidup), tidak perlu

diragukan lagi bahwa kesemua hak dan kepentingan rakyat sebagaimana ditentukan

dalam hukum positif, terutama yang berkaitan dengan penggunaan barang atau jasa

konsumen, adalah hak dan kepentingan konsumen. Untuk lebih jelasnya

pengelompokkan kepentingan konsumen tersebut di atas, di bawah ini akan dicoba

untuk menguraikannya satu persatu.

(40)

Kepentingan fisik konsumen yang dimaksud disini adalah kepentingan

badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan

atau jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap

perolehan barang atau jasa konsumen, haruslah barang atau jasa itu memenuhi

kebutuhan hidup dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh

dan jiwanya).

Kepentingan fisik konsumen yang dimaksud adalah kepentingan badani

konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tumbuh dan atau

jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap perolehan

barang atau jasa konsumen, haruslah barang atau jasa itu memenuhi kebutuhan hidup

dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan jiwanya).

Kepentingan fisik konsumen dapat terganggu kalau suatu peroleh barang

atau jasa malah menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan badan atau

ancaman pada keselamatan jiwanya. Misalnya peristiwa "biskuit beracun" yang

mengakibatkan korban 141 jiwa dan 35 orang diantaranya meninggal dunia. hasil

penyelidikan menyimpulkan bahwa amonium bikarbonat, yaitu sejenis bahan

pembuat biskuit supaya renyah, telah tertukar dengan sodium nitrit, sejenis bahan

berbahaya pada waktu pemindahan bahan-bahan tersebut.

Dari kasus di atas dapatlah dikatakan bahwa kepentingan fisik konsumen

telah terganggu, artinya bahwa pada mulanya konsumen tersebut telah

mengkomsumsi biskuit tersebut adalah untuk menghilangkan rasa lapar yang

mungkin dideritanya, namun karena kurangnya pengawasan terhadap tersebut, baik

oleh pemerintah ataupun dari produsen atau pengusaha itu sendiri sehingga

(41)

nyawa dari konsumen tersebut dapat bermanfaat dan berguna bagi kehidupannya dan

bukan sebaliknya yaitu menimbulkan kerugian bagi dirinya ataupun keluarganya.

2. Kepentingan sosial - ekonomis

Kepentingan sosial ekonomis konsumen menghendaki agar setiap

konsumen dapat memperoleh hasil maksimal dari penggunaan sumber-sumber

ekonomi meraka dalam mendapatkan barang atau jasa kebutuhan hidup mereka.

Untuk keperluan ini, tertentu saja konsumen harus mendapatkan informasi yang

benar dan bertanggung jawab tentang produk konsumen tersebut, yaitu informasi

yang informatif tentang segalah kebutuhan hidup yang diperlukannya.

Informasi yang diperlukan konsumen dapat diperoleh dari pengusaha

melalui iklan dalam rangka memperkenalkan dan memasarkan suatu produk maupun

dari pemerintah dan lembaga atau organisasi konsumen yang ada, yaitu melalui

pemberitahuan tentang produk-produk yang boleh beredar dan yang tidak boleh

beredar, seperti misalnya produk yang sudah kadaluasa.

Hasil optimal bagi konsumen hanya dapat dicapai apabila konsumen dalam

pembelian kebutuhan hidupnya memperoleh barang atau jasa senilai harga yang

harus dibayarnya untuk itu. Misalnya memperoleh barang atau jasa senilai harga

yang harus dibayarnya untuk itu. Contoh lain kalau seorang konsumen mengeluarkan

biaya sebesar Rp. 3.500,- untuk membeli gula pasir seberar 1 kg atau 10 ons, maka ia

seharusnya mendapatkan sebanyak itu yaitu 1 kg atau 10 ons dan bukan 8 atau 9 ons.

(42)

Dengan keluarnya Undang-undang No. 8 tahun 1999 yaitu Undang-undang

perlindungan konsumen, maka tentunya kepastian hukum konsumen akan lebih

terjamin sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Pasal 1 angka (1) dari

Undang-undang tersebut.

Lain halnya sebelum Undang-undang perlindungan konsumen ini lahir,

dimana konsumen sering mendapatkan kesulitan dalam hal menggunakan haknya

sebagai konsumen. Hal ini antara lain dapat disebabkan oleh karena

peraturan-peraturan yang ada mengatur tentang perlindungan konsumen tersebut tidak

mengatur secara khusus, yang ada pada saat itu (sebelum 20 April 1999) hanyalah

peraturan-peraturan yang hanya sekedar sampiran saja dari pokok permasalahan yang

diatur, baik itu masalah keperdataan, administratif ataupun masalah pidana. Namun

dengan keadaan dewasa ini, dimana teknologi semakin canggih, maka :

Kehadiran suatu kaedah hukum (legal precept), aturan hukum (regula

juris), alat hukum (remedium juris) dan ketegakan hukum (law enforcement) yang lebih jitu dan mantap adalah merupakan dambaan

masyarakat Indonesia sekarang, sehingga para produsen, konsumen bahkan segenap lapisan masyarakat akan memetik hasilnya. 27

Dengan adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen ini akan

memberikan dampak yang positif bagi dunia usaha, yakni dunia usaha dipacu untuk

meningkatkan kualitas atau mutu produk suatu barang dan jasa sehingga produknya

Demikian pun bukan berarti dengan keluarnya undang-undang ini semua permasalahan tentang konsumen akan dapat diatasi sedemikian cepat, akan tetapi dengan keluarnya undang-undang ini yang menjadi dambaan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang dalam kapasitasnya sebagai konsumen diharapkan konsumen tersebut mendapat kepastian hukum yang lebih pasti dalam mengadakan hubungan dengan para produsen ataupun penyelenggara jasa, sehingga dengan demikian maka para produsen ataupun penyelenggara jasa tidak lagi dapat bertindak semaunya yang dapat menyebabkan kerugian pada konsumen.

27

(43)

memiliki keunggulan kompetitif didalam dan luar negeri. Maka dengan demikian

akan adanya perimbangan antara konsumen dan produsen, dengan mana konsumen

akan merasakan suatu kepuasan terhadap barang atau jasa yang dibutuhkannya,

karena mempunyai kualitas atau mutu yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan yang

disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 8 tahun 1999, yaitu perlindungan konsumen

berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen

serta kepastian hukum.

Adapun maksud dari pasal ini adalah bahwa perlindungan konsumen ini

diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan

dalam pembangunan nasional yaitu :

1. Asas manfaat, dimaksudkan disini untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat bagi

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku

usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil maupun

sprituil.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,

(44)

5. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen

mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

Kepentingan hukum bagi masyarakat Indonesia dalam kapasitasnya sebagai

konsumen, merupakan suatu kepentingan dan kebutuhan yang sah. Adalah suatu hal

yang tidak adil bagi konsumen Indonesia, bila kepentingan mereka tidak seimbang

dan tidak adil bagi konsumen Indonesia, bila kepentingan mereka tidak seimbang

dan tidak dihargai sebagaimana penghargaan pada kepentingan kalangan usaha atau

bisnis.

Dengan ditetapkannya oleh MPR garis-garis besar tentang perlindungan

kepentingan konsumen dalam kebijaksanaan pembangunan lima tahun keenam

(periode 1999-2004), sesungguhnya dapat dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya

undang-undang perlindungan konsumen.

Dalam Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

dikelompokkan kepentingan-kepentingan konsumen itu dalam berbagai bentuk hak

konsumen yang terdiri atas :

a) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan atau jasa.

b) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan atau jasa.

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang

(45)

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

g) Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila

barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagai mana mestinya.

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dengan adanya ketentuan dari pasal ini, maka tentunya hak-hak dari pada

konsumen tersebut akan lebih pasti adanya. Namun demikian tidak semua konsumen

dapat memanfaatkan hak-haknya tersebut sepenuhnya meskipun telah ditentukan

oleh suatu peraturan yang khusus mengatur masalah perlindungan konsumen. Hal ini

seperti yang telah pernah disebutkan sebelumnya antara lain disebabkan oleh

kelemahan yang melekat pada diri konsumen itu sendiri, seperti dari segi pendidikan,

kemampuan ekonomis, daya tawar, dari segi organisasi dan juga dapat disebabkan

oleh keengganan dari pada konsumen itu sendiri dalam mengajukan tuntutan

terhadap pihak yang telah merugikan kepentingannya dalam kapasitasnya sebagai

konsumen.

D. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

Selama orde baru, upaya dari berbagai pihak untuk memiliki

Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak pernah terwujud, sehingga hak-hak konsumen

(46)

sifatnya hanya sporadis dalam beberapa peraturan perundang-undangan, dan

penegakan baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha tidak optimal. Konsumen

dalam menggunakan hak yuridisnya secara penuh dan pelaku usaha sering

mengabaikan kewajibannya untuk melindungi konsumen terhadap produk-produk

yang dihasilkan.

Secara harfiah diketahui, perlindungan konsumen berarti upaya pembelaan

konsumen dalam seluruh sistem suatu struktur perekonomian. Orientasinya adalah

perubahan keadaan menjadi lebih menguntungkan dan memperkuat peran dan posisi

konsumen. Undang-undang Dasar 1945 menyatakan dalam Pasal 27 "segala warga

negara Republik Indonesia bersamaan kedudukannya dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya".

1. Hak dan Kewajiban Konsumen

a. Hak Konsumen

Dari Pasal 27 Undang-undang Dasar 1945 ini terkandung arti bahwa

hak-hak konsumen adalah hak-hak-hak-hak konstitusional, artinya diakui oleh hukum.

Sejalan dengan itu Tan Kamello mengemukakan bahwa :

Hak konsumen merupakan wewenang yang diberikan oleh hukum untuk melakukan suatu atau tidak melakukan sesuatu perbuatan hukum. Hak konsumen itu tertuju kepada pihak-pihak yang mengedarkan produk sampai ke pasar yakni mereka yang memegang kewajiban hukum tersebut. 28

1. hak memperoleh keamanan (the right to safety)

Di Amerika Serikat, Presiden John F. Keneddy mengemukakan ada 4

(empat) hak dasar yang menjadi hak konsumen, yaitu :

28

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembangunan yang belum yang belum sepenuhnya dapat sepenuhnya dapat memanfaatkan partisipasi memanfaatkan partisipasi masyarakat disatu sisi masih banyak

Dalam memberikan pelayanan semua pasien rentan, lanjut usia, anak0anak  dengan ketergantungan bantuan dan risiko kekerasan diatas agar sesuai dengan disiplin ilmu yang

4. Pengaruh Perkembangan Kehidupan Pribadi terhadapTingkah laku.. Jika perkembangan kehidupan pribadi terbentuk secara terpadu dan harmonis, maka dapat di harapkan

Nasabah juga harus tahu maksud dari surat kuasa menjual yang ditujukan untuk mengantisipasi bila terjadi kredit macet dikemudian hari, maka jaminan itu akan

Sebagai makhluk sosial manusia saling membutuhkan satu sama lain. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan kegiatan berupa jual beli

Apabila proses pembinaan dari tahap pertama sampai tahap ketiga berjalan dengan baik atau setelah menempuh 2/3 (dua per tiga) masa pidananya, maka narapidana

Untuk merumuskan strategi pengelolaan wilayah pesisir yang akan dikembangkan dalam bentuk poinpoin untuk selanjutnya dianalisa proses hirarki AHP, setelah itu perkiraan dampak

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kematangan emosional remaja PPA IO-935