• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Tinjauan Kebijakan Percengkehan Nasional

2.2.2. Kebijakan di Bidang Tata Niaga

2.2.2.1. Keppres RI Nomor 8 Tahun 1980

Keppres RI Nomor 8 Tahun 1980 yang ditetapkan tanggal 15 Januari 1980 tentang Tata Niaga Cengkeh Produksi Dalam Negeri bertujuan, guna mengatasi permasalahan yang timbul akibat tidak berjalannya kebijakan sebelumnya yaitu Keppres RI Nomor 50 Tahun 1976 dan Keppres RI Nomor 58 Tahun 1977. Beberapa butir pokok kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk melindungi petani produsen cengkeh maka pembelian/ pengumpulan cengkeh dari petani dilakukan hanya oleh KUD yang telah diseleksi.

2. Untuk menjamin kelangsungan pengadaan dan kemantapan harga cengkeh maka semua cengkeh hasil produksi dalam negeri diarahkan terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri rokok kretek.

3. Cengkeh yang di antar pulaukan dikenakan Sumbangan Rehabilitasi Cengkeh (SRC) sebesar Rp. 500 per kg yang keseluruhannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan dan selanjutnya penggunaannya diutamakan untuk meningkatkan produksi cengkeh di daerah-daerah tersebut.

Selanjutnya, sehubungan dengan Keppres RI Nomor 8 Tahun 1980 maka diterbitkan pula beberapa peraturan/ ketentuan pemerintah dari Departemen yang terkait, sebagai berikut:

1. Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.28/ KP/ I / 1980 tentang Pelaksanaan Tata Niaga Cengkeh Produksi Dalam Negeri, yang

kemudian diubah menjadi Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.46/ Kp/ XI / 1982.

2. Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.29/ Kp/ I / 1980 tentang Pembentukan Tim Teknis Tingkat I untuk Pengadaan Cengkeh Produksi Dalam Negeri, yang kemudian diubah menjadi Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.267/ Kp/ VI / 1980.

3. Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.74a/ Kp/ I V/ 1987 tentang Penetapan Harga Dasar Lelang Cengkeh Produksi Dalam Negeri.

4. Surat Menteri Perdagangan No.558/ M/ XI I / 1981 tentang Penunjukkan PT (Persero) Kerta Niaga Sebagai pemegang Stock Nasional Cengkeh Dalam Negeri.

5. I nstruksi Bersama Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 01/ DAGRI / I NS/ I V/ 1987 dan Direktur Jenderal Bina Usaha Koperasi No. 01/ I NS/ BUK/ I V/ 1987 tanggal 4 April 1987 tentang Penyempurnaan petunjuk Teknis Pelaksanaan Tata Niaga Cengkeh menurut Keppres No.8 Tahun 1980.

Tata niaga cengkeh dengan pola lelang ini diberlakukan di sembilan daerah sentra produksi cengkeh nasional, yaitu: D.I Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Maluku. Dalam pelaksanaan pola lelang tersebut, lembaga yang terlibat adalah Koperasi Unit Desa (KUD), Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD), PT (Persero) Sucofindo, Pedagang Antar Pulau (PAP), Pedagang Perantara, PT (Persero) Kerta Niaga, dan Bank Rakyat I ndonesia (BRI ).

Secara ringkas, mekanisme tata niaga sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4 adalah petani cengkeh dapat menjual hasil produksinya melalui dua jalur, yaitu jalur lelang dan jalur non-lelang. Melalui jalur lelang, penjualan

cengkeh petani dilakukan melalui KUD dengan harga dasar sebesar Rp. 6 500 per kg cengkeh dengan kadar air 14 persen dan kadar kotor 5 persen. Untuk kegiatan pembelian ini, KUD memperoleh fasilitas kredit dari BRI dan cengkeh hasil pembeliannya dikumpulkan ke PUSKUD untuk dilelang yang diikuti oleh pedagang antar pulau dan PT (Persero) Kerta Niaga.

Gambar 4. Sistem Tata Niaga Cengkeh Menurut Keppres RI Nomor 8 Tahun 1980 Ada pemenang lelang Penalti: 5% Harga dasar/ kg SRC: Rp.510/ kg Fee: 1% X harga dasar/ kg SRC: Rp.500/ kg Petani Pedagang Perantara KUD LELANG Kredit Perbankan Penelitian Mutu oleh PT(Persero) Sucofindo Tidak ada pemenang lelang Pedagang Antar Pulau PT (Persero) Kerta Niaga PRK Konsumen Lain PUSKUD Badan Pelaksana Lelang

Apabila harga lelang di atas harga dasar maka PAP dapat melakukan pembelian, tapi bila di bawah harga dasar maka PT (Persero) Kerta Niaga wajib membeli sesuai dengan harga dasar. Baik PAP maupun PT (Persero) Kerta Niaga dikenakan fee lelang sebesar 1 persen dari harga dasar dan dana SRC sebesar Rp. 500 per kg, selanjutnya mereka dapat menjual cengkeh yang dibelinya kepada PRK ataupun konsumen lainnya. Sedangkan, melalui jalur non lelang, petani menjual cengkehnya ke padagang perantara yang kemudian menjualnya ke PAP. Karena tidak melalui lelang, PAP dikenakan penalty sebesar 5 persen dari harga dasar cengkeh dan SRC sebesar Rp. 510 per kg. Selanjutnya PAP dapat menjual cengkeh yang dibelinya tersebut ke PRK atau konsumen lainnya.

Kebijakan ini pada kenyataannya tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan kecuali terjaminnya penyediaan cengkeh bagi PRK karena harga yang diterima petani turun drastis, hal ini antara lain disebabkan:

1. PT (Persero) Kerta Niaga tidak dapat melakukan fungsi penyanggaan dengan baik karena keterbatasan dana.

2. Dana SRC tidak digunakan untuk rehabilitasi/ peningkatan produksi cengkeh tapi digunakan untuk membangun infrastruktur seperti: jalan, jembatan atau gedung-gedung pemerintahan.

3. Pengenaan pinalti tidak mencapai sasaran.

Untuk lebih menyempurnakan lagi pelaksanaan tata niaga cengkeh dalam negeri maka pemerintah menerbitkan beberapa kebijakan untuk melengkapi Keppres RI No.8 Tahun 1980, sebagai berikut:

1. Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI No.306/ KP/ XI I / 1990 tentang Pelaksanaan Tata Niaga Cengkeh Hasil Produksi Dalam Negeri.

2. Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI No.307/ KP/ XI I / 1990 tentang Pembentukan Badan Cengkeh Nasional (BCN).

3. Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI No.308/ KP/ XI I / 1990 tentang Penunjukkan PT Sucofindo sebagai Surveyor Standar Mutu dan Berat Cengkeh yang Diperdagangkan.

4. Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI No.23/ KP/ I / 1991 tentang Penetapan Harga Dasar Cengkeh, Harga Pembelian Cengkeh Dari Petani, Harga Pembelian Cengkeh dari Petani, Harga Pembelian Cengkeh dari KUD, dan Harga Penyerahan BPPC.

5. Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI No.125/ KP/ V/ 1991 tentang Penetapan Cengkeh Sebagai Barang dalam Pengawasan.

6. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan RI No.307/ KPB/ XI / 91 dan Menteri Keuangan RI No.1180/ KMK.00/ 1991 tentang Pengkaitan Penyerahan Cengkeh dengan Pemesanan Pita Cukai.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI Nomor 306/ KP/ XI I / 1990, tata niaga cengkeh dilaksanakan di empat belas daerah sentra produksi cengkeh, yaitu: D.I Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

Perubahan penting dari Keppres ini dibandingkan sebelumnya adalah dibentuknya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), suatu lembaga/ badan yang dibentuk atas dasar usaha bersama yang anggotanya terdiri dari unsur Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Swasta, ditunjuk oleh Pemerintah sebagai pelaksana tata niaga cengkeh untuk melakukan

kegiatan pembelian, penyanggaan, penjualan cengkeh dan stabilisasi harga cengkeh di tingkat petani.

Kebijakan ini pada kenyataannya tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, antara lain disebabkan:

1. Pembelian cengkeh oleh PRK tidak berjalan lancar karena ternyata PRK memiliki stok cengkeh yang cukup besar.

2. Harga pembelian BPPC yang dianggap terlalu mahal.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah menetapkan Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan Nomor 307/ Kbp/ XI / 91 dan Nomor 1180/ KMK.00/ 1991 tentang Pengkaitan Pembelian Cengkeh dengan Pemesanan Pita Cukai. Namun, upaya melalui kebijakan ini pada awalnya cukup efektif, namun dalam perkembangannya kebijakan inipun tidak berhasil mengatasi permasalahan karena peningkatan permintaan cengkeh oleh PRK tidak sebesar peningkatan produksi sehingga terjadi kelebihan pasokan yang harus disangga BPPC.