• Tidak ada hasil yang ditemukan

Annual Recovery Cost = ) i)

5.2. Permintaan Cengkeh

5.2.1. Konsumsi Cengkeh Nasional

Pada dasarnya, jumlah konsumsi cengkeh nasional merupakan penjumlahan dari konsumsi cengkeh pabrik rokok kretek dan konsumsi cengkeh non pabrik rokok kretek (Non-PRK), dan dicirikan dengan persamaan identitas. Dengan demikian, jumlah konsumsi cengkeh dapat dirumuskan sebagai berikut: DCDOMt = DCPRKt + DCNPRKt

5.2.1.1. Konsumsi Cengkeh Pabrik Rokok Kretek

Hasil pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya konsumsi cengkeh pabrik rokok kretek (DCPRKt) disajikan pada Tabel 22. Tampak bahwa

besarnya konsumsi cengkeh pabrik rokok kretek, secara sangat nyata dipengaruhi oleh harga riil cengkeh di pasar domestik (RPCt), produksi rokok

kretek jenis SKT (PRODSKTt), jenis SKM (PRODSKMt) dan jenis KLB (PRODKLBt),

kebijakan tataniaga berdasarkan Keppres RI Nomor 8 Tahun 1980 (DKTN1) dan kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC (DKTN2) serta besarnya konsumsi cengkeh PRK periode t-1 (DCPRKt-1). Keragaman besarnya konsumsi cengkeh

pabrik rokok kretek dapat dijelaskan dengan sangat baik yaitu sebesar 97.48 persen oleh ketujuh peubah dalam persamaan struktural tersebut.

Peubah produksi rokok kretek jenis SKM (PRODSKMt), berpengaruh

sangat nyata terhadap konsumsi cengkeh pabrik rokok kretek dengan nilai parameter estimasi yang bertanda positif. Elastisitas jangka pendek konsumsi cengkeh pabrik rokok kretek terhadap produksi rokok kretek jenis SKM sebesar

0.39, yang artinya konsumsi cengkeh pabrik rokok kretek tidak responsif terhadap perubahan produksi rokok kretek jenis SKM. Apabila produksi rokok kretek jenis SKM meningkat sebesar 10 persen, sementara faktor-faktor lainnya tetap, maka konsumsi cengkeh pabrik rokok kretek hanya meningkat sebesar 3.9 persen. Meskipun rokok jenis SKM menggunakan cengkeh lebih sedikit dibandingkan dengan rokok jenis SKT dan KLB, namun dari segi produksi, jumlahnya masih jauh lebih besar dari kedua jenis rokok tersebut. Dengan demikian, jika produksi rokok jenis ini meningkat maka konsumsi cengkeh PRK akan meningkat pula. Dan konsumsi cengkeh oleh PRK akan semakin meningkat apabila ditambah dengan konsumsi cengkeh dari PRK “illegal” (liar) yang juga memproduksi rokok “illegal” yang belum termasuk dalam persamaan ini, karena ketidaktersediaan datanya.

Tabel 22. Hasil Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Cengkeh Pabrik Rokok Kretek

Peubah Parameter Estimasi

Prob > T

Elastisitas

Jk Pendek Nama Peubah I NTERCEP 28 256 0.0006 - I ntersep

RPC -0.0058 0.9804 - Harga Riil Cengkeh

PRODSKT -0.1283 0.3958 - Produksi Rokok Kretek

Jenis SKT

PRODSKM 0.3927 0.0005* * * 0.39 Produksi Rokok Kretek Jenis SKM

PRODKLB -0.8734 0.5258 - Produksi Rokok Kretek

Jenis KLB

DKTN1 676.6207 0.8128 - Peubah Sandi Kebijakan Tataniaga I

DKTN2 -3 727.5930 0.4221 - Peubah Sandi Kebijakan Tataniaga I I

DCPRKt-1 0.3591 0.0293* * -

Konsumsi Cengkeh PRK t-1

R2 = 0.9748 DW = 2.069 Dh = -0.341

Tabel di atas juga menunjukkan bahwa penerapan kebijakan tataniaga berdasarkan Keppres RI Nomor 8 Tahun 1980, berdampak meningkatkan

konsumsi cengkeh PRK sebesar 676 ton, sedangkan kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC berdampak menurunkan konsumsi cengkeh sebesar 3 727 ton. Menurunnya konsumsi cengkeh PRK pada saat periode BPPC, disebabkan oleh relatif mahalnya harga cengkeh yang ditawarkan BPPC, juga relatif besarnya stok cengkeh yang dimiliki Gappri. Oleh karena itu, supaya Gappri “tunduk” dan mau membeli cengkeh pada BPPC, maka pemerintah menetapkan kebijakan yang mengaitkan penyerahan cengkeh dengan pemesanan pita cukai melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan RI Nomor 221/ kpb/ I X/ 1994 dan Menteri Keuangan RI Nomor 475/ KMK.05/ 1994.

5.2.1.2.Konsumsi Cengkeh Non- Pabrik Rokok Kretek

Yang dimaksud dengan konsumsi non-pabrik rokok kretek (DCNPRK) adalah konsumsi cengkeh untuk rumah tangga, industri kosmetik, industri farmasi dan industri lainnya, namun dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan konsumsi PRK. Pada penelitian ini, konsumsi cengkeh non-PRK, didekati berdasarkan konsumsi per kapita dikali populasi penduduk dengan asumsi konsumsi cengkeh industri-industri lainnya relatif sedikit dan cenderung konstan, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:

DCNPRK = DCKAP x POP

5.2.2. Ekspor Cengkeh

Hasil pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor cengkeh (EXPCt) disajikan pada Tabel 23. Besarnya ekspor cengkeh dipengaruhi secara

nyata oleh harga riil cengkeh ekspor (RPCXt), produksi cengkeh (PRODCt),

jenis KLB (DCKLBt), harga riil cengkeh di pasar domestik (RPCt), nilai tukar riil

rupiah terhadap dollar Amerika (KURSR). Keragaman besarnya ekspor cengkeh dapat dijelaskan dengan cukup baik yaitu sebesar 75.81 persen oleh peubah- peubah dalam persamaan tersebut.

Secara sendiri-sendiri, peubah konsumsi cengkeh PRK untuk SKT, SKM dan KLB, peubah harga riil cengkeh di pasar domestik, serta peubah nilai tukar riil (Rp/ US$), berpengaruh sangat nyata terhadap ekspor cengkeh. Sementara, peubah-peubah lainnya tidak berpengaruh meskipun secara ekonomi, tandanya sesuai dengan yang diharapkan.

Tabel 23. Hasil Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Cengkeh

Peubah Parameter Estimasi

Prob > T

Elastisitas

Jk Pendek Nama Peubah I NTERCEP 15 987 0.0115 - I ntersep

RPCX 0.4617 0.4492 - Harga Riil Cengkeh

Ekspor

PRODC 0.0880 0.1554 - Produksi Cengkeh

Nasional DCSKT -0.3720 0.0245* * -5.31 Konsumsi Cengkeh PRK untuk SKT DCSKM -0.2817 0.0002* * * -3.77 Konsumsi Cengkeh PRK untuk SKM DCKLB -2.3725 0.0430* * -0.83 Konsumsi Cengkeh PRK untuk KLB

RPC -0.4348 0.0327* * -1.39 Harga Riil Cengkeh

KURSR 4.7678 0.0001* * * 3.69 Nilai Tukar Riil Rp/ US$ R2 = 0.7581 DW = 2.404 Dh = -0.958

Peubah konsumsi cengkeh PRK untuk rokok jenis SKT, SKM dan KLB berpengaruh nyata dengan tanda parameter estimasinya negatif. Elastisitas jangka pendek ekspor cengkeh terhadap perubahan konsumsi cengkeh untuk rokok jenis SKT, SKM dan KLB, masing-masing sebesar -5.31, -3.77 dan -0.83 artinya besarnya ekspor cengkeh responsif terhadap perubahan konsumsi cengkeh PRK untuk rokok SKT dan SKM dan tidak responsif untuk rokok KLB.

Apabila faktor-faktor lainnya konstan maka meningkatnya konsumsi cengkeh PRK, untuk rokok SKT dan SKM sebesar 10 persen, menyebabkan ekspor cengkeh berkurang masing-masing sebesar 53.1, dan 37.7 persen, namun apabila konsumsi cengkeh untuk rokok KLB meningkat sebesar 10 persen, maka akan menurunkan ekspor cengkeh sebesar 8.3 persen. Hasil ini kembali menegaskan bahwa ekspor cengkeh I ndonesia bersifat residual, artinya dengan meningkatnya konsumsi cengkeh domestik, maka volume ekspor akan turun.

Parameter estimasi dari harga riil cengkeh di pasar domestik (RPCt),

nyata dengan tanda negatif. Elastisitas jangka pendek ekspor cengkeh terhadap tingkat harga riil cengkeh di pasar domestik sebesar -1.39, berarti ekspor cengkeh responsif terhadap perubahan tingkat harga riil di pasar domestik. Apabila tingkat harga riil cengkeh meningkat sebesar 10 persen, sementara faktor-faktor lainnya konstan, maka ekspor cengkeh menurun sebesar 13.9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar cengkeh yang paling potensial adalah pasar domestik.

Selanjutnya, parameter estimasi dari nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika (KURSR) nyata dan bertanda positif. Elastisitas jangka pendek ekspor cengkeh terhadap perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sebesar 3.69, artinya besarnya ekspor cengkeh responsif terhadap perubahan kurs tersebut. Apabila nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika meningkat (depresiasi) sebesar 10 persen, ceteris paribus, maka volume ekspor cengkeh akan meningkat sebesar 36.9 persen.

5.2.3. Jumlah Permintaan Cengkeh

Pada dasarnya, jumlah permintaan cengkeh merupakan penjumlahan dari jumlah konsumsi cengkeh nasional, besarnya ekspor cengkeh dan jumlah stok

cengkeh, yang dicirikan dengan persamaan identitas. Dengan demikian, jumlah permintaan cengkeh dapat dirumuskan sebagai berikut :

DEMCt = DCDOMt + EXPCt + STOCt