• Tidak ada hasil yang ditemukan

CENGKEH DENGAN PABRI K ROKOK KRETEK

6.4. Analisis Game Theory Permasalahan Percengkehan Nasional

6.4.1. Pilihan Strategi Masing masing Pemain

Pilihan strategi yang dapat dilakukan oleh petani cengkeh dalam memasarkan/ menjual cengkehnya adalah bekerjasama antar sesama petani cengkeh, dengan harapan apabila mereka bekerjasama maka posisi rebut tawar mereka akan semakin kuat sehingga akan mendapatkan harga minimum pembelian cengkeh yang lebih tinggi daripada harga yang berlaku di pasar. Karena, tujuannya adalah untuk meningkatkan penerimaannya dari usahatani cengkehnya, selanjutnya untuk meningkatkan produksi cengkehnya sebagai insentif dari adanya kenaikan harga. Sebaliknya, apabila mereka tidak bekerjasama atau bersifat individual dalam proses tataniaga cengkehnya maka harga yang diterimanya adalah harga yang berlaku di pasar.

Apabila petani cengkeh bekerjasama dalam memasarkan cengkehnya, maka dengan total produksinya sebesar 109 297 ton dan harga cengkeh per kilogram yang diterima sebesar Rp. 30 000 dengan demikian penerimaan yang diperoleh petani cengkeh adalah sebesar Rp. 3.25 trilyun. Namun, apabila petani cengkeh tidak bekerjasama dalam memasarkan cengkehnya, dengan total produksinya sebesar 109 297 ton dan harga cengkeh per kilogram sebesar Rp. 26 000 maka penerimaannya akan berkurang menjadi Rp. 2.82 trilyun.

Di lain pihak, seperti yang diuraikan terlebih dahulu bahwa PRK dalam memperoleh bahan baku cengkehnya, sebagian besar berasal dari cengkeh produksi dalam negeri, mengingat terbatasnya pasokan cengkeh impor yang hanya mampu memenuhi sekitar 20 persen dari total kebutuhan/ konsumsi cengkehnya. Sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dalam percengkehan nasional menyangkut kelangsungan usahanya maka tentunya ketersediaan dan kontinuitas pasokan cengkeh sebagai salah satu bahan baku pembuatan rokok

kretek sangatlah diharapkan oleh PRK. Untuk itu, PRK menyepakati harga minimum pembelian cengkeh yang ditetapkan pemerintah, terutama pada saat harga cengkeh berada pada tingkat yang sangat rendah, ketika musim panen raya cengkeh berlangsung.

Tabel 36. Strategi antara Petani Cengkeh dan Pabrik Rokok Kretek

Strategi Pemain Besarnya Dana

(trilyun Rp) Petani Cengkeh - Bekerjasama P1 x Q1 3.25 - Tidak Bekerjasama P2 x Q1 2.82 PRK - Patuh P1 x Q3 2.12 - Tidak Patuh P2 x Q2 2.51 Keterangan :

P1 : Harga minimum pembelian cengkeh (Rp. 30 000/ kg)

P2 : Harga pasar (Rp. 26 000/ kg)

Q1 : Total produksi cengkeh petani

Q2 : Total konsumsi cengkeh PRK

Q3 : 75% * Q2

Dengan demikian, pilihan strategi yang dapat dipilih PRK adalah patuh pada harga minimum pembelian cengkeh yang ditetapkan pemerintah, yang juga merupakan hasil kesepakatan PRK dengan petani cengkeh maka konsekuensi yang harus dihadapi PRK adalah harus menerima tingkat harga yang lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar. Sebaliknya, apabila PRK tidak mematuhi penetapan harga minimum pembelian tersebut maka PRK akan menerima harga sesuai yang berlaku di pasar.

Apabila PRK patuh pada penetapan harga minimum pembelian cengkeh, maka tentunya harga cengkeh per kilogram yang harus diterima PRK adalah sebesar Rp. 30 000. Karena, tujuannya untuk menekan biaya bahan baku cengkeh maka meskipun kebutuhan/ konsumsi cengkehnya sebesar 96 670 ton,

PRK hanya akan membeli cengkeh sebanyak 75 persen dari total kebutuhannya dan untuk memenuhi kebutuhan cengkehnya pada saat itu PRK akan menggunakan stok cengkehnya. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan PRK adalah sebesar Rp. 2.12 trilyun, untuk membeli 72 503 ton cengkeh, pada tingkat harga cengkeh per kilogram sebesar Rp. 30 000. Namun, apabila PRK tidak mematuhi harga minimum pembelian cengkeh maka PRK akan membeli sesuai dengan kebutuhan/ konsumsinya pada saat itu karena PRK dapat menerima harga yang lebih rendah dari harga minimum pembelian cengkeh. Oleh sebab itu, biaya yang dikeluarkan PRK untuk membeli cengkeh sesuai dengan konsumsinya sebesar 96 970 ton, pada tingkat harga cengkeh sebesar Rp. 26 000 per kilogram adalah Rp. 2.51 trilyun.

Tindakan yang dilakukan oleh petani cengkeh dan PRK dapat diamati dengan apa yang disebut strategi dominan. Pada kondisi ini, setiap pemain dalam game dievaluasi secara terpisah untuk setiap kombinasi strategi-strategi yang dihadapinya, dan untuk setiap kombinasi tersebut pemain tersebut akan memilih strateginya sendiri, yakni strategi yang memberikan hasil (pay off) yang terbaik. Strategi dominan tersebut juga merupakan keseimbangan Nash (Nash equilibrium) karena memberikan pay off optimal bagi setiap pemain. Pada keadaan ini masing-masing pemain tidak punya insentif untuk mengubah strateginya, karena sudah terjadi keseimbangan (Gibbons, 1992).

Strategi dominan dalam interaksi antara petani cengkeh dan PRK adalah petani cengkeh akan bekerjasama dalam memasarkan cengkehnya karena strategi ini mengungguli strategi lainnya yaitu tidak bekerjasama, tanpa memandang apa yang dilakukan PRK sebagai pihak lawannya. Strategi tersebut dipilih petani cengkeh karena memberikan nilai pay off dengan tingkat

penerimaan yang paling tinggi. Sementara bagi PRK, strategi yang akan dipilih adalah tetap mematuhi harga minimum seperti yang ditetapkan pemerintah meskipun kuantitas pembeliannya berkurang menjadi 75 persen dari kebutuhannya karena strategi ini lebih baik bila dibandingkan dengan strategi yang lain yaitu tidak patuh pada penetapan harga minimum pembelian cengkeh. Strategi tersebut dipilih PRK karena memberikan nilai pay off yang terbaik dengan tingkat pengeluaran/ biaya yang paling rendah untuk kebutuhan bahan baku cengkehnya, agar supaya kontinuitas pasokan bahan baku cengkehnya dapat terjamin. Dengan demikian, untuk memperoleh solusi terbaik dalam interaksi antara petani cengkeh dan PRK dalam memecahkan permasalahan percengkehan nasional, maka kombinasi strategi yang dipilih petani cengkeh adalah bekerjasama dalam memasarkan cengkehnya, sedangkan strategi yang dipilih PRK adalah patuh pada penetapan harga minimum pembelian cengkeh yang ditetapkan pemerintah. Dengan demikian, kemungkinan kerjasama antara kedua pihak tersebut di atas perlu diupayakan, untuk itu peran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu ditingkatkan, selain sebagai fasilitator juga sebagai regulator, untuk masa depan percengkehan nasional.

6.4.2. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Agar supaya tujuan masing-masing pemain dalam permainan permasalahan percengkehan nasional dapat dicapai maka kombinasi strategi yang harus diterapkan masing-masing pihak adalah petani bekerjasama dalam memasarkan cengkeh kepada PRK dan PRK patuh pada harga cengkeh yang ditetapkan oleh pemerintah.

2. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara industri cengkeh (petani cengkeh) dan industri rokok kretek (pabrik rokok kretek) untuk menjamin kelangsungan usahanya masing-masing.

3. Diperlukan peran aktif dari pemerintah baik sebagai katalisator, fasilitator maupun regulator untuk membuka kemungkinan kerjasama antara industri cengkeh dan industri rokok kretek, baik untuk pengembangan usahanya masing-masing, maupun untuk masa depan percengkehan nasional.

7.1. Simpulan

Dari hasil analisis menggunakan pendekatan deskriptif, ekonometrik, multi-period PAM serta game theory, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan model ekonometrika sistem percengkehan nasional, diketahui bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara industri cengkeh dan industri rokok kretek yang ditunjukkan oleh hubungan timbal balik antara peubah- peubah yang terdapat didalamnya. Di sisi industri cengkeh, terlihat bahwa meningkatnya penawaran dari produksi cengkeh domestik serta meningkatnya konsumsi cengkeh PRK berdampak menurunkan baik impor maupun ekspor cengkeh I ndomesia. Di sisi industri rokok kretek, terlihat bahwa meningkatnya produksi rokok jenis SKM berdampak meningkatkan konsumsi cengkeh PRK, namun meningkatnya konsumsi cengkeh PRK tidak berdampak meningkatkan harga cengkeh di pasar domestik. Tapi dengan meningkatnya harga cengkeh domestik serta tarif cukai rokok kretek, menyebabkan harga rokok kretek meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa hubungan kedua industri tersebut yang sebenarnya saling menunjang ternyata belum berpihak kepada industri cengkeh (petani cengkeh) karena tampaknya lebih menguntungkan pihak industri rokok kretek (pabrik rokok kretek).

2. Perkembangan sistem produksi dan pemasaran cengkeh dalam usahatani cengkeh di Sulawesi Utara, secara finansial, semakin tidak efisien, yang

ditunjukkan oleh semakin rendah tingkat rentabilitasnya. Hal ini tampak pada biaya cengkeh per kilogramnya sebesar Rp. 32 000 per kilogram, sementara rata-rata tingkat harga cengkeh di tingkat petani hanya sebesar Rp. 26 000 per kilogram. Sementara itu, tataniaga cengkeh di tingkat manapun, didominasi oleh pedagang cengkeh yang didukung oleh pabrik rokok kretek tertentu. Namun, berdasarkan analisis PAM multi-period, secara ekonomi usahatani cengkeh masih memiliki keunggulan komparatif.

3. Hasil analisis game theory menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara industri cengkeh (petani cengkeh) dan industri rokok kretek (pabrik rokok kretek) untuk kelangsungan usahanya masing-masing. Dengan menerapkan kombinasi strategi petani cengkeh bekerjasama dalam memasarkan cengkeh kepada PRK dan PRK patuh pada harga cengkeh yang ditetapkan oleh pemerintah maka petani dapat meningkatkan penerimaan dan keuntungan dari usahatani cengkeh, sedangkan pabrik rokok kretek dapat menekan biaya bahan baku cengkehnya, supaya keuntungannya meningkat serta ada jaminan kontinuitas pasokan cengkehnya.

4. Diperlukan peran aktif dan upaya serius dari pemerintah, bukan hanya sebagai katalisator dan fasilitator tapi juga sebagai regulator untuk membuka kemungkinan kerjasama antara industri cengkeh dan industri rokok kretek, sekaligus sebagai upaya mengoreksi hubungan dan atau keterkaitan antara kedua industri tersebut yang berlaku selama ini, untuk pengembangan usahanya masing-masing, maupun untuk masa depan percengkehan nasional.