• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.3 Kepribadian

2.3.1 Pengertian kepribadian

Menurut Allport (dalan Suryabrata, 2008) kepribadian adalah organisai dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Menurut Eysenck (dalam Suryabrata, 2008) kepribadian adalah jumlah dari keseluruhan pola perilaku atau potensial organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan; hal itu berasal dan berkembang melalui interaksi dari empat faktor utama yaitu pola perilaku, sektor konatif, sektor afektif dan sektor somatik.

Menurut Mischel (2003) kepribadian adalah : 1. Menunjukkan kontinuitas, stabilitas, koherensi.

2. Kepribadian diekspresikan dalam berbagai cara, dari perilaku terbuka melalui pikiran dan perasaan.

3. Kepribadian terorganisir, bahwa pada kenyataanya ketika tidak terorganisir itu menandakan adanya gangguan.

4. Kepribadian adalah determinan yang mempengaruhi bagaimana individu berhubungan dengan dunia sosial.

5. Kepribadian adalah konsep psikologis tetapi juga diasumsikan untuk menghubungkan karakteristik fisik dan biologis seseorang.

Selanjutnya Pervin (dalam Mischel, 2003) menjelaskan bahwa kepribadian adalah organisasi kompleks dari kognisi, pengaruh, dan perilaku yang memberikan arah dan pola (koherensi) untuk kehidupan seseorang. Seperti tubuh, kepribadian terdiri dari kedua struktur dan proses dan mencerminkan sifat (gen) dan nurture (pengalaman). Disamping itu kepribadian mencakup dampak masa lalu, termasuk kenangan masa lalu, serta konstruksi masa kini dan masa depan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu pola perilaku individu yang bersifat kontinuitas, stabilitas dan terorganisir yang dikendalikan secara internal yaitu ditentukan oleh karakteristik pribadi seseorang serta dikendalikan secara eksternal yaitu ditentukan oleh situasi tertentu di mana perilaku itu terjadi.

2.3.2.Traitkepribadian

Dari teori-teori kepribadian, kepribadian dibagi menjadi beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan trait. Terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai trait dari beberapa tokoh psikologi, dan tiga tokoh psikologi yang paling berpengaruh yaitu Gordon Allport, Raymond B. Cattell, dan Hans J. Eysenk (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008).

Trait adalah perbedaan perilaku atau karakteristik pada individu dengan individu yang lain secara konsisten (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008). Trait merupakan kualitas dan perbedaan individu yang memiliki tingkatan berbeda dalam setiap stimulus yang sama. Ada yang memiliki tingkatan yang tinggi dan

ada yang memiliki tingkatan yang rendah dalam merespon stimulus. (Guilford, dalam Mischel, Shoda & Ayduk, 2008).

Terdapat banyak alat ukur untuk mengukur peribadian berdasarkan trait kepribadian, salah satunya adalah big five personality. Dalam dua dekade terakhir, big five telah menjadi model yang utama untuk menggambarkan struktur trait kepribadian (Rammstedt, Goldberg, & Borg, 2010). Dengan demikian peneliti memilih trait kepribadian big five sebagai salah satu variabel yang mempengaruh kopetansi interpersonal dikarenakan pendekatan ini menggunakan trait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar yang telah diakui dan digunakan di berbagai negara.

2.3.3 Definisitraitkepribadianbig five

Kepribadian big five adalah salah satutraitkepribadian yang dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melaluitrait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima trait kepribadian tersebut adalah extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experiences(Goldberg, 1999)

Menurut McCrae dan Costa (1997) model lima faktor kepribadian merupakan struktur sifat (trait), yang dikembangkan dan dijabarkan dalam waktu lima dekade terakhir. Faktor-faktor yang didefinisikan oleh sekelompok sifat yang saling berkaitan.

2.3.4 Aspek-aspektraitkepribadianbig five

Kepribadian big five merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat dan mengukur struktur kepribadian manusia, yang dilihat melalui lima buah domain kepribadian. Berikut penjelasan aspek-aspek dalam pendekatan kepribadianbig five.

Menurut Goldberg (dalam Donellan, 2006) aspek-aspek trait kepribadian big five, yaitu:

1. Extraversion, yang terdiri dari sifa-sifat: friendliness, gregariousness, assertiveness, activity level, excitement seeking, cheerfulness

2. Agreebleness, yang terdiri dari sifat-sifat: trust, morality, altruism, cooperation, modesty, sympathy

3. Conscientiousness, yang terdiri dari sifat-sifat: self-efficacy, orderliness, dutifulness, achievemen striving, self-discipline, cautiousnesss

4. Neuroticism, yang terdiri dari sifat-sifat: anxiety, anger, depression, self-consciousness, immoderation, vulnerability

5. Openness, yang terdiri dari sifat-sifat: imagination, artistic interest, emotionality, adventurousness, intellect, liberalism

Sedangkan menurut Costa dan McCrae (dalam Cloninger, 2004) aspek-aspektraitkepribadianbig fiveadalah sebagai berikut:

1. Extraversion(E)

Extraversion (E) sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor tinggi pada skor ekstraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang, periang, banyak bicara, suka berkumpul, dan menyukai kesenangan. Selain

itu, individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang jika dibandingkan individu yang memiliki skor (E) rendah. Ekstraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif seperti memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan banyak hal, mempunyai emosi positif, ambisius, workaholic serta ramah terhadap orang lain.

Ekstraversion juga memiliki motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama serta domain dalam lingkungannya. Sebaliknya, individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai untuk berdiam diri, tenang, penyendiri, pasif, dan kekurangan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan.

2. Agreebleness(A)

Agreebleness membedakan antara individu yang berhati lembut dengan yang tak mengenal balas kasih. Individu dengan skor yang lebih mengarah pada aspek ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kecenderungan untuk memiliki kepercayaan yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima, dan baik hati. Aspek ini juga disebut dengan social adaptibility yaitu mencirikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah dan menghindari konflik interpersonal. Sedangkan pada individu dengan tingkat agreebleness yang rendah, suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif.

Conscientiousness(C) digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol, teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian dan disiplin diri. Aspek ini dapat juga disebut dengan dependability, impulse control dan will to achieve. Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada aspek ini adalah pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu yang berskor rendah dalam aspek ini cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya.

4.Neuroticism(N)

Individu dengan skor tinggi pada aspek Neuroticsm (N), memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stres. Seseorang yang milikineuroticismyang rendah akan lebih gembira dan puas terhadap hidup jika dibandingkan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi, sedangkan individu dengan skor yang rendah, biasanya tenang, bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional.

5. Openness to Experience(O)

Aspek ini membedakan antara individu yang memilih variasi dibandingkan dengan individu yang menutup diri serta individu yang mendapatkan kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orang-orang yang mereka kenal. Individu yang harus menerus mencari perbedaan dan pengalaman yang bervariasi akan memiliki skor tinggi pada aspekopenness.

Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Pada individu yang tingkat openness yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, dan tidak menyukai adanya perubahan.

Dari aspek-aspek diatas, peniliti memilih menggunakan aspek trait kepribadianbig five dari Goldberg (dalam Donellan, 2006). Peneliti memilih aspek tersebut karena pengelompokkan sifat-sifat yang digunakan lebih mudah untuk dipahami dan diadministrasikan untuk struktur trait kepribadianbig five.

2.3.5 Pengukuran traitkepribadianbig five

Terdapat beberapa alat ukut yang dikembangakn untuk mengukur kepribadian big five, diantaranya:

1. NEOPIR (The Neuroticsm Extraversion Openess Personality Inventory -Revised). Alat ukur ini dikembangkan oleh Paul T. Costa dan Robert R. McCrae, terdiri dari 240 item.

2. BFI (Big Five Instrument). Alat ukur ini dikembangkan oleh John, Donahue, alat ukur ini terdiri dari 44 item. BFI menunjukkan validitas konvergen yang tinggi dengan skala self-report lain dan dengan tingkatan sejajar pada Big Five.

3. IPIP (International Personality Item Pool). Alat ukur ini merupakan alat ukur kepribadian yang dibuat oleh Lewis Goldberg (2006). Skala ini berjumlah 50 item, di mana setiap aspeknya terdiri dari 10 item yaitu Extrversion, Neuroticism, Agreebleness, Conscientiousness, dan Openess to New Experience.

4. MINI-IPIP (MINI - International Personality Item Pool). Alat ukur ini merupakan adaptasi dari IPIP-NEO di mana dari jumlah item yang semula 50 item, diperkecil menjadi 20 item. Alat ukur ini di adaptasi oleh Donellan et al.(2006).

Dari beberapa alat ukur yang dipaparkan di atas, peneliti memilih MINI-IPIP (MINI - International Personality Item Pool) yang dibuat oleh Donellan et al. (2006) sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Alat ukur ini bentuk singkat dari alat ukur item International Personality Item Pool yang di buat oleh Goldberg (1999). Peneliti memilih alat ukur MINI-IPIP karena alat ukur ini merupakan adaptasi dari IPIP-NEO dan telah dikembangkan dan divalidasi di lima studi. Selain itu peneliti memilih skala ini karena mempertimbangkan efisiensi waktu dengan 20 item pernyataan dan telah teruji validitasnya oleh Donellan et al. (2006).

2.3.6 Pengaruhtraitkepribadianbig fiveterhadap kompetensi interpersonal Menurut Nashori (2008) trait kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Karena seseorang cenderung akan bertindak sesuai dengan kepribadian dalam dirinya. Secara keseluruhan

kepribadian seseorang dapat dilihat dari lima trait, yaitu neuroticism, extraversion,openness to experienc,agreebleness, danconscientiousness.

Para remaja yang memiliki sifat extraversion yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal yang tinggi pula. Menurut Leary dan Hoyle (2009) individu dengan ciri extraversion tinggi ia senang dalam besosialisasi, aktif berbicara dan asertif, sehingga ia mempunyai pengalaman dan aktif dalam berhubungan dengan orang lain. Selanjutnya seseorang yang memiliki sifat agreeableness yang tinggi juga dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal karena menurut Cloninger (2004) individu dengan ciri agreeableness tinggi cenderung suka mengalah ketika menghadapi konflik dengan teman sebaya, serta baik dalam memperlakukan teman-temannya sehingga individu ini banyak disenangi oleh temannya dan mempunyai hubungan interpersonal yang baik. Kemudian sifat conscientiouness, individu yang memiliki ciri conscientiousness yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal tinggi pula, karena individu dengan ciri conscientiouness ini cenderung mampu merespon segala keadaan, individu tersebut kecenderung untuk berfikir, merasa dan berperilaku dalam satu waktu di setiap situasi (Leary & Hoyle, 2009). Sehingga individu yang memiliki sifat ini mampu secara efektif menjalin hubungan interpersonal dengan teman-temannya. Selanjutnya pada sifatneuroticism,individu dengan sifat neuroticismyang tinggi cenderung mempunyai kompetensi interpersonal yang rendah. Karena individu yang memiliki ciri ini cenderung merasa cemas, emosional, dan mudah depresi

(Leary & Hoyle, 2009). Sehingga ia tidak mempu menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya.

Dan sifat yang terakhir yaitu openness to experience. Individu yang memiliki sifat openness yang tinggi memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi pula. Karena individu dengan sifat openness cenderung terbuka, senang mencari pengalaman baru, serta mampu menyesuaikan diri terhadap situasi dan ide yang baru (Leary & Hoyle, 2009). Dengan demikian individu dengan sifat opennessyang tinggi cenderung memiliki hubungan interpersonal yang efektif. 2.4Loneliness

2.4.1 Pengertianloneliness

Loneliness atau kesepian didefinisikan sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan ketika seseorang memiliki hubungan sosial yang rendah dalam hal kualitas maupun kuantitas (Peplau & Perlman, dalam Friedman, 1998).

Lebih lanjut Perlman dan Peplau (dalam Peplau & Goldston, 1984) menjelaskanlonelinessdari tiga poin:

1. Loneliness adalah hasil rendahnya hubungan sosial seseorang. Perasaan kesepian terjadi ketika ada ketidakcocokan antara hubungan sosial yang sebenarnya dengan hubungan sosial yang kita inginkan atau yang kita butuhkan. Terkadang,loneliness dihasilkan dari pergeseran kebutuhan sosial pada individu dan bukan dari perubahan tingkat kemampuan kontak sosial. 2. Loneliness adalah pengalaman subyektif; hal ini tidak sama dengan isolasi

sosial. Seseorang bisa menikmati kesendirian ketika dia sedang sendirian, atau merasa kesepian ditengah keramaian.

3. Loneliness adalah pengalaman yang tidak menyenangkan. Meskipun loneliness mungkin dapat memacu pertumbuhan pribadi seseorang, namun pengalaman itu sendiri tidak menyenangkan dan sangat menyedihkan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa loneliness adalah suatu perasaan kesepian yang diakibatkan karena ketidaksesuaian antara jenis hubungan yang kita inginkan dan jenis hubungan sosial yang kita miliki.

2.4.2 Tipe-tipeloneliness

Tipe-tipelonelinessmenurut Peplau dan Perlman (dalam Friedman, 1998) yaitu: 1. Tipe berdasarkan durasi:

-state loneliness:yaitu perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi yang spesifik, kesepian yang lebih temporer (sementara) yang seringkali disebabkan oleh perubahan yang dramatis dalam kehidupan dan akan hilang bila telah ditemukan jaringan sosial baru

- trait loneliness: yaitu perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi secara umum, memiliki kemampuan sosial yang rendah, pola perasaan yang stabil, sedikit berubah tergantung situasi, biasanya dialami oleh orang-orang yang memilikiself-esteemyang rendah.

2. Tipe berdasarkan tidak tersedianya hubungan sosial:

-Emotional loneliness: suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim, yaitu seperti orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya. Gejala dari emotional loneliness yaitu cemas, merasakan kesendirian, waspada pada ancaman,

kecenderungan kesalahan penafsiran dalam hal bermusuhan ataupun niat kasih sayang dari orang lain.

- Social loneliness adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya, yaitu seperti tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran-peran yang berarti, suatu bentuk kesepian yang membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas. Gejala dari social loneliness yaitu merasa bosan, kegelisahan, dan terasingkan (Weiss, dalam Friedman, 1998) .

Dari penjelasan diatas, peneliti memilih tipe-tipe loneliness berdasarkan durasi, yaitu state loneliness dan trait loneliness. Peneliti memilih tipe-tipe loneliness ini karena perasaan kesepian yang dirasakan dapat dibedakan, baik perasaan kesepian yang sudah dirasakan dalam beberapa hari maupun perasaan kesepian beberapa tahun.

2.4.3 Pengukuranloneliness 1. UCLA loneliness scale

Skala ini dikembangkan oleh Rusell, D (1996) yang merupakan skala unidemensional yang mengukur perasaan kesepian pada subjek seperti halnya perasaan isolasi sosial. Skala ini terdapat 20 item dan dibuat dalam bentuk skala likert yang memiliki empat alternatif jawaban, yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “kadang-kadang”, dan “sering”.

Skala ini dikembangkan oleh Gerson dan Perlman (dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). Skala ini merupakan pengembangan dari skala UCLA Loneliness yang kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama untuk mengukur state loneliness dan kedua untuk mengukur trait loneliness. Di mana skala state loneliness adalah skala yang mengukur perasaan kesepian yang dirasakan dalam beberapa hari, sedangkan pada skala trait loneliness adalah skala yang mengukur perasaan kesepian yang dirasakan dalam beberapa tahun. Pada skala ini terdapat 12 item pada masing masing skala dan di buat dalam bentuk skala likert yang memiliki empat alternatif jawaban, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”.

3. Differential loneliness scale(nonstudent version)

Skala ini dikembangkan oleh Schmidt dan Sermat (dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). Skaladifferential loneliness (nonstudent version) ini merupakan skala yang mengukur respon dari partisipan mengenai kualitas dan kuantitas interaksi dalam empat hal hubungan yaitu, romantic-sexual relationship, friendships, relationship with familly, dan relationship with larger groups or the community.Pada skala ini terdapat 66 item dan dibuat dalam bentuk pernyataan di mana pada setiap item partisipan diminta untuk memilih jawaban “benar” atau “salah”.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur state versus trait loneliness yang di adaptasi dari skala yang dibuat oleh Gerson dan Perlman (dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). Peneliti memilih alat ukur ini

karena alat ukur ini menelitilonelinesssecara berbeda, yaitu perasaan loneliness yang diukur berdasarkan durasi. Selain itu, peneliti juga akan melakukan penelitian ulang di mana sebelumnya tipe-tipe loneliness ini telah di teliti sebelumnya oleh Buhrmester (1988) mengenai pengaruh state loneliness dan trait lonelinessterhadap kompetensi interpersonal.

2.4.4 Pengaruhstatedantrait lonelinessterhadap kompetensi interpersonal Menurut Salkind (2006) loneliness adalah seseorang yang memiliki kepuasan dalam berinteraksi yang rendah kepada teman dan keluarganya. Menurut Spitzberg dan Cupach (2012) seseorang yang memilikiloneliness tinggi maka ia juga memiliki self-disclosure yang rendah. Dengan demikian, seseorang yang milikistatemaupuntrait lonelinessyang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal yang rendah, hubungan secara negatif ini bisa saja terjadi kepada seseorang yang menarik dirinya dari lingkungan,dan sulit untuk membuka dirinya kepada orang lain. Ia merasa harga dirinya rendah dan tetap merasa kesepian walapun berada di tempat yang ramai sehingga hubungan interpersonalnya tidak berjalan dengan baik.

Dokumen terkait