• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja sman 6 tangerang selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja sman 6 tangerang selatan"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh: Lisa Ulfah NIM: 1110070000111

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu

(S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 24 April 2015

(5)

v

The biggest communication problem is we do not listen to

understand”

(6)

-vi

(C) Lisa Ulfah

(D) Influence of Self Concept, Big Five Personality Traits, Loneliness, and Gender of Interpersonal Competence at Adolescence SMA N 6 South Tangerang (E) xv + 108 pages + appendix

(F) This study was conducted to determine the effect of self concept, big five personality traits, loneliness and gender of interpersonal competence at adolescence. Researcher hypothesis that self concept, big five personality traits (agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness to experience), loneliness (state loneliness dan trait loneliness) and gender has an influence on an interpersonal competence at adolescence.

This study uses a quantitative approach with multiple regression analysis. The sample totaled 358 student at SMAN 6 South Tangerang. The sampel collection technique using non-probability sampling technique, that is cluster sampling. In this study, the researcher modify data collection instruments, namely Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ), Tennessee Self Concept Scale (TSCS), MINI-IPIP (MINI International Personality Item Pool), and State versus Trait Loneliness Scale.

The result of this study indicate that there is significant influence of self concept, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, openness to experience, state lonelines, trait loneliness and gender of the interpersonal competence at adolescence. Meanwhile, if based on regression coefficients of each independent variable only self concept, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness and gender that influence interpersonal competence at adolescence.

The researcher hopes that the implications of these results can be reviewed and may be developed in future studies. For example, by adding other variables associated with interpersonal competence that can be analyzed as an independent variabel that may have a major influence on the interpersonal competence.

(7)

vii

(J) Lisa Ulfah

(K) Pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

(L) xv + 108 halaman + lampiran

(M) Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh dari konsep diri, trait kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Peneliti berhipotesis bahwa ada pengaruh antara konsep diri, trait kepribadian big five (agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness to experience), tipe loneliness (state loneliness dan trait loneliness) dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 358 siswa SMAN 6 Tangerang Selatan yang diambil dengan teknik probability sampling, yakni cluster sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interpersonal Competence Quetionaire (ICQ), Tennessee Self Concept Scale (TSCS), MINI-IPIP (MINI International Personality Item Pool),danState versus Trait Loneliness Scale.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan konsep diri, traitkepribadianbig five, tipeloneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan hanya konsep diri, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness serta jenis kelamin yang mempengaruhi kompetensi interpersonal pada remaja.

Peneliti berharap implikasi penelitian ini dapat dikaji ulang dan dapat ditingkatkan untuk penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan menambahkan variabel lain yang relevan mempengaruhi kompetensi interpersonal.

(8)

viii

kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Sallallahu A’laihi Wa Sallam, pemimpin dan tauladan bagi umat manusia, yang membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif HIdayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas arahan dan bimbingannya kepada seluruh mahasiswa demi terciptanya kemajuan ilmu pengetahuan yang disertai perilaku yang mencerminkan akhlak mulia.

2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, selaku dosen Pembimbing Skripsi atas kesabaran dan keikhlasannya meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan serta koreksi kepada penulis agar mampu menghasilkan skripsi yang bermutu dan berkualitas. Juga atas dorongan dan dukungan yang tiada henti agar penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ix

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran dikampus ini.

5. Untuk Ibu Sri, selaku bidang kesiswaan di SMAN 6 Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di sekolah ini.

6. Kedua orang tua penulis Bapak Sudeswi dan Ibu Nedra untuk doa, kasih sayang, semangat, dukungan dan kepercayaan yang selalu diberikan selama ini. Terima kasih karena berkat doa, dukungan dan nasihat yang kalian berikan penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan rahmat, nikmat serta selalu melindungi Ayah dan Ibu. Kakak penulis Muhammad Lukman serta adik penulis Nindia Wira Putri dan Muhammad Lutfiansyah yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Sahabat-sahabat penulis GG (Rahma, Mayang, Vina dan Nadiya) yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan semangat yang tak ada hentinya sehingga penulis semakin termotivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih atas suka dan duka yang telah kita lalui selama ini. Terimakasih pengalaman-pengalaman yang berharga yang telah kalian berikan. Semoga kita akan selalu bersama sampai kakek-nenek. Aamiin.

8. Sahabat terdekat penulis Gina, Rossy, Irma dan Hanani yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

(10)

x

Dwi, Leo, Ey, Izar, Badai, Furqon, Alfi dan Jamal terima kasih atas segala dukungan, bantuan dan kebersamaan selama kita kuliah. Banyak pengalaman yang luar biasa yang telah kita lewati bersama. Semoga suatu saat nanti kita bisa berkumpul kembali. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu merrahmati kalian.

11. Sahabat dan sudah peneliti anggap sebagai kakak sendiri, terima kasih kepada Mba Endar atas doa, bantuan, dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepada peneliti sehingga peneliti semakin termotivasi dan mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Terima kasih juga atas segala pembelajaran dan nasehat yang bermanfaat yang telah diberikan selama ini. 12. Kepada wanita-wanita Tradasyn, terimakasih atas segala pengalaman yang

berharga ketika kita menari bersama. Semoga kalian semakin sukses, dan bisa membawa nama Psikologi UIN di tingkat internasional.

13. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, Karena dukungan moral, doa dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya penulis dapat ucapkan, semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka berikan.

Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan. Semoga semua pihak yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, sangat besar harapan penulis agar skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut.

Tangerang, 24 April 2015

(11)

xi

LEMBAR PERNYATAAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

MOTTO... v

ABSTRAK... vi

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTARTABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTARLAMPIRAN... xv

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah... 12

1.2.1 Pembatasan masalah... 12

1.2.2 Perumusan masalah... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat Penelitian... 15

1.4.1 Manfaat teoritis... 15

1.4.2 Manfaat praktis... . 16

1.5 Sistematika Penulisan... 16

BAB 2 LANDASAN TEORI... 18

2.1 Kompetensi Interpersonal... 18

2.1.1 Pengertian kompetensi interpersonal... 18

2.1.2 Aspek-aspek kompetensi interpersonal... 19

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal.. 21

2.1.4 Pengukuran kompetensi interpersonal... 23

2.1.5 Kompetensi interpersonal pada remaja ... 24

2.2 Konsep Diri... 26

2.2.1 Pengertian konsep diri... 26

2.2.2 Aspek-aspek konsep diri... 27

2.2.3 Pengukuran konsep diri... 31

2.2.4 Pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal... 31

2.3 Kepribadian... 32

2.3.1 Pengertian kepribadian... 32

2.3.2Traitkepribadian... 33

2.3.3 Definisitraitkepribadianbig five... 34

2.3.4 Aspek-aspektraitkepribadianbig five... 35

(12)

xii

2.4.4 Pengaruh statedantrait lonelinessterhadap kompetensi

Interpersonal... 45

2.5 Kerangka Berfikir... 45

2.6 Hipotesis Penelitian... 52

BAB 3 METODE PENELITIAN... 54

3.1 Populasi, Sampel danTeknik Pengambilan Sampel... 54

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 55

3.3 Instrumen Pengumpulan Data... 56

3.4 Uji Validitas Item Skala ... 61

3.4.1 Uji validitas item skala kompetensi interpersonal... 63

3.4.2 Uji validitas item skala konsep diri... 66

3.4.3 Uji validitas item skalatraitkepribadianbig five... 69

3.4.4 Uji validitas item skalastate loneliness... 75

3.4.5 Uji validitas item skalatrait loneliness... 78

3.5 Prosedur Pengumpulan Data………... 80

3.6 Teknik Analisis Data...……... 81

BAB 4 HASIL PENELITIAN……….………... 83

4.1 Analisis Deskriptif……….………... 83

4.1.1. Gambaran umum subjek penelitian….……….…... 83

4.2 Hasil Analisis Deskriptif……….………... 83

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……….…………... 85

4.4 Uji Hipotesis Penelitian……….………... 86

4.5 Proporsi Varian……….………... 93

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN………... 97

5.1 Kesimpulan……….………... 97

5.2 Diskusi……….………... 97

5.3 Saran……….………... 107

5.3.1 Saran metodologis……….………... 107

5.3.2 Saran praktis……….………... 107

DAFTAR PUSTAKA

(13)

xiii

Tabel 3.4 BlueprintSkalaLoneliness ... 60

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal... 64

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal... 65

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Konsep Diri... 67

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Konsep Diri... 68

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Konsep Diri... 69

Tabel 3.10 Muatan Faktor ItemAgreebleness... 70

Tabel 3.11 Muatan Faktor ItemConscientiousness... 71

Tabel 3.12 Muatan Faktor ItemNeuroticism... 73

Tabel 3.13 Muatan Faktor ItemExtraversion... 74

Tabel 3.14 Muatan Faktor ItemOpenness to experience... 75

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item State loneliness... 76

Tabel 3.16 Muatan Faktor ItemState loneliness... 77

Tabel 3.17 Muatan Faktor ItemState loneliness... 77

Tabel 3.18 Muatan Faktor ItemTrait loneliness... 79

Tabel 3.19 Muatan Faktor ItemTrait loneliness... 79

Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian... 83

Tabel 4.2 Analisis Deskriptif... 84

Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor... 85

Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel... 86

Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi... 87

Tabel 4.6 Tabel Anova Pengaruh KeseluruhanIndependent Variabel terhadapDependent Variabel... 88

(14)

xiv

(15)
(16)

1

terjadi serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan

penelitian kompetensi interpersonal,perumusan dan pembatasan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Salah satu cara untuk bisa

mempertahankan hidup manusia adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi

merupakan suatu proses dua arah yang menghasilkan pertukaran informasi dan

pengertian antara masing-masing individu yang terlibat (Berko, Aitken &

Wolvin, 2010). Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar

manusia. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara

perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi.

Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi

yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja, individu

berusaha untuk menarik perhatian orang lain, mendapatkan popularitas dan

kasih sayang dari teman sebaya. Semua hal tersebut akan diperoleh apabila

remaja mampu berinteraksi secara efektif.

Agar lebih berhasil dalam menjalin interaksi antar teman sebaya maupun

lingkungan sekitar, diperlukan adanya kompetensi atau kemampuan dalam diri

(17)

dengan kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester, Furman, Wittenberg, dan

Reis (dalam Paulk, 2008), kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau

kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan

efektif dengan orang lain, kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak

terkecuali para remaja.

Secara umum, kompetensi interpersonal didefinisikan sebagai kemampuan

individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif (Spitzberg & Cupach,

2012). Individu yang mempunyai kompetensi interpersonal yang tinggi akan

mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati

secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang

lain dan dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang

lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua

kemampuan ini akan membuat remaja tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi

dengan orang lain. Fisher dan Adams (1994) menjelaskan bahwa dengan

kompetensi interpersonal akan mengembangkan perilaku empati yang

memungkinkan individu untuk mengerti dan merespon perasaan orang lain.

Kesadaran kognitif akan pentingnya kompetensi interpersonal dalam diri

individu ternyata tidak selamanya dapat tumbuh dan berkembang secara baik

pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Setidaknya secara empirik kerap

ditemukan ada individu yang mengalami konflik dengan sesamanya tidak

berusaha menyelesaikan konflik dengan baik, namun justru memilih

menyelesaikannya dengan pertengkaran. Kemampuan untuk mengatasi konflik

(18)

sebagaimana diungkap oleh Buhrmester (dalam Paulk, 2008) bahwa ciri adanya

kompetensi interpersonal pada individu adalah kekampuan memulai kontak,

dukungan emosional, keterbukaan, bersikap asertif, dan mengatasi konflik.

Problem kompetensi interpersonal juga terjadi pada diri siswa remaja

SMA N 6 Tangerang Selatan, hal tersebut sebagaimana dilaporkan dari hasil

wawancara dengan salah satu guru SMA N 6 Tangerang Selatan, bahwa banyak

persoalan pribadi dan kompetensi interpersonal di kalangan siswa yang meliputi:

kesulitan hubungan dengan sesama maupun lawan jenis, kurang mampu

mengendalikan emosi, sering terlibat konflik dengan teman. Selain itu banyak

siswa yang mengeluhkan persoalan pribadi yang pada gilirannya dapat

menyulitkan mereka dalam melakukan hubungan interpersonal seperti, rendah

diri, sikap tertutup, kecemasan tinggi, tidak mampu mengendalikan diri, dan

mudah dipengaruhi orang lain.

Pentingnya kompetensi interpersonal ditujukan kepada para remaja dapat

dilihat dari banyaknya penelitian yang dilakukan. Salah satunya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Chow, Ruhl, dan Buhrmester (2013). Dalam

penelitiannya Chow et al. (2013) menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal

penting bagi kualitas hubungan pertemanan pada remaja. Remaja yang miliki

kemampuan untuk berbagi perasaan dan mampu menempatkan diri sesuai

dengan perspektif orang lain, dapat meningkatkan kesejahteraan dalam hubungan

pertemanannya.

Penelitian lain yang mendukung pentingnya kompetensi interpersonal

(19)

(2003), yang menjelaskan bahwa dengan kompetensi interpersonal mampu

meningkatkan kesuksesan seorang remaja dalam bidang pendidikan. Mahoneyet

al. (2003) menjelaskan bahwa remaja yang memiliki kompetensi interpersonal

yang tinggi mampu mengatur dengan baik di bidang karir dan pendidikan ketika

mereka beranjak dewasa.

Dari beberapa penelitian di atas, dapat dilihat bahwa pada masa remaja

penting untuk memiliki kompetensi interpersonal. Hal ini juga didukung

penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester (1990) yang menjelaskan bahwa

kompetensi interpersonal sangat penting di miliki oleh para remaja dibandingkan

pra-remaja. Karena dibandingkan anak pra-remaja, pada masa remaja lebih di

tuntut untuk memiliki hubungan pertemanan yang dekat dan terbuka. Para

remaja harus bisa memulai percakapan dan memiliki hubungan pertemanan di

luar kelas. Mereka harus memiliki kemampuan untuk membuka diri mengenai

informasi pribadi dan dengan bijakasana dapat memberikan dukungan emosional

kepada teman-temannya.

Namun, tidak banyak para remaja yang berhasil dalam hubungan

interpersonalnya. Banyak remaja yang gagal dalam mengembangkan kompetensi

interpersonal sehingga mereka mengalami banyak hambatan dalam dunia

sosialnya. Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik

interpersonal juga menghambat remaja untuk mengembangkan dunia sosialnya

secara matang. Akibat dari hal ini, remaja merasa tidak memiliki harga diri dan

suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan remaja mudah menjadi

(20)

hubungan yang baik antar teman sebaya agar perkembangan sosial remaja bisa

berjalan dengan normal.

Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2002), yang menjelaskan bahwa

hubungan yang baik antarteman sebaya penting bagi perkembangan sosial yang

normal. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “melebur” ke dalam suatu

jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak kenakalan dan masalah. Dalam

suatu penelitian menjelaskan bahwa hubungan yang buruk di antara teman-teman

sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus

sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. Dan pada penelitian lain

menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis di antara teman-teman sebaya

pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada

tengah baya (Santrock, 2002).

Beberapa fenomena yang banyak terjadi saat ini mengenai buruknya

hubungan teman sebaya yang diakibatkan rendahnya kompetensi interpersonal

pada remaja yaitu bisa dilihat dari kasus kenakalan remaja yang marak terjadi.

Salah satunya adalah tawuran. Contoh tawuran yang dilakukan oleh pelajar dari

SMA N 6 dengan pelajar dari sekolah lain. Tawuran ini disebabkan aksi saling

mengejek di media sosial yang mengakibatkan satu pelajar dari SMA N 6

mengalami luka di bagian keningnya (sindonews.com, 2014)

Contoh tawuran lainnya yaitu yang tejadi pada pelajar SMK Budi Murni

dengan SMK Pelayaran. Tawuran ini juga disebabkan karena saling mengejek.

(megepolitan.kompas.com, 2012). Selain tawuran kasusbullyingjuga merupakan

(21)

Contoh kasus bullying terjadi pada siswa SD di Bukittinggi. Kasus tersebut juga

terjadi karena aksi saling mengejek. Karena tidak senang orang tuanya di hina,

maka pelaku memukul korban (Republika.co.id, 2014). Hasil kajian Konsorsium

Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir

setiap sekolah di Indonesia ada kasus bullying,meski hanyabullying verbal dan

psikologis/mental. Contoh bullying verbal seperti membentak, meneriaki,

memaki, menghina, mempermalukan, menolak, mencela, merendahkan, atau

mengejek. Sedangkan bullying psikologis/mental seperti memandang sinis,

memelototi, mencibir, hingga mendiamkan. Melihat kompleksnya kasus-kasus

bullying yang ada, Susanto selaku Ketua Konsorsium Nasional Pengembangan

Sekolah Karakter menilai bahwa Indonesia sudah masuk kategori “darurat

bullying di sekolah”. Karena itu, negara perlu segera melakukan intervensi

(beritasatu.com, 2014).

Dilihat dari beberapa kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa seorang

remaja yang memiliki kompetensi interpersonal yang rendah akan memicu

perilaku-perilaku buruk dan akan berdampak pada hubungan interpersonalnya.

Selain itu pada masa remaja juga rentan terhadap munculnya konflik, sehingga

sangat penting bagi remaja untuk memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi.

Hal ini sesuai dengan kesimpulan dari beberapa ahli Psikologi (dalam Shantz dan

Hartup, 1992) yang menjelaskan bahwa masa remaja memang rentan terhadap

munculnya berbagai konflik. Terdapat berbagai alasan yaitu pengaruh

gelombang hormon pada masa remaja, remaja mulai mengantisipasi tuntutan

(22)

memahami ketidakkonsistenan dan ketidaksempurnaan orang lain dan mulai

melihat persoalan-persoalan yang terjadi sebagai persoalan pribadi daripada

memberikannya pada otoritas orang tua, remaja mengalami transisi tahapan

perkembangan dan perubahan-perubahan menuju kematangan yang

meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik.

Dalam menjalin hubungan dengan lingkungan tentu kita harus mampu

menyesuaikan diri agar terciptanya hubungan yang efektif. Maka dibutuhkan

konsep diri pada diri individu. Konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of

reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan secara fenomenologis dan

ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan

arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia

menunjukkan sesuatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk

keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia lakukan terhadap

dunia di luar dirinya (Fitts & Warren, 1996).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanti (2006) yang

menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan

kompetensi interpersonal pada pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas

Diponegoro (UKM Undip). Semakin positif konsep diri yang dimiliki pengurus

UKM Undip, maka semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki.

Sebaliknya, semakin negatif konsep diri pengurus UKM Undip, maka semakin

rendah kompetensi interpersonal yang dimiliki.

Hartanti (2006) menjelaskan bahwa dalam penelitiannya membuktikan

(23)

keberhasilan seorang pengurus dalam menjalin hubungan dengan rekannya,

seorang pengurus yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki

penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik

tentang keterbatasannya akan lebih mampu menjalin hubungan interpersonalnya

dengan orang lain.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Kresnawati (2009) mengenai hubungan

antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada anggota Rotaract Club

Semarang. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan

positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan kompetensi

interpersonal pada anggota Rotaract Club Semarang. Semakin positif konsep diri

yang dimiliki maka semakin tinggi pula kompetensi interpersonal, demikian pula

sebaliknya.

Jika para remaja telah mengenal konsep dirinya dengan baik tentu akan

berusaha menyesuaikan dan memposisikan diri dengan orang yang diajak

berbicara dengan menjaga sikap yang baik. Sehingga tidak menimbulkan

perdebatan yang memacu timbulnya perkelahian. Remaja yang memiliki konsep

diri positif menunjukkan bahwa remaja tersebut memiliki keyakinan bahwa

dirinya mampu untuk menciptakan hubungan interpersonal yang baik, dengan

memposisikan diri dengan orang lain agar dapat saling menghargai satu sama

lain. Sebaliknya, remaja yang memiliki konsep diri negatif tidak memiliki

keyakinan dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga sulit untuk

mengkomunikasi apa yang dirasakan dan dipikirkannya (Rakhmat, 2005).

(24)

yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Seperti yang diungkapkan oleh

Nashori (2008) kepribadian juga mempengaruhi kompetensi interpersonal.

Dalam penelitian ini peneliti memilih pendekatan trait kepribadian dari aspek

big five yaitu neuroticism (N), extraversion (E), openness to experience (O),

agreebleness (A), dan conscientiousness (C). Seperti penelitian yang dilakukan

oleh Frisbie, Fitzpatrick, Feng, dan Crawford (2000) mengenai “Women’s

Personality Traits, Interpersonal Competence and Affection for Dating Parteners:

A Test of the Contextual Model”. Frisbie et al. (2000) menjelaskan salah satu

hipotesisnya yaitu sejauh mana Big Five Personality berkontribusi terhadap

kompetensi interpersonal. Big Five Personality tersebut adalah extraversion,

neuroticism, agreeableness, conscientiousness dan openness to experience.

Sedangkan aspek dari kompetensi interpersonal adalah self-disclosure, emotional

support, assertion, dan conflict resolution. Dari hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa agreeableness berhubungan dengan conflict resolution dan

emotional support, conscientiousness juga berhubungan dengan assertion dan

neuroticism secara negatif berhubungan dengan conflict resolution. Sedangkan

ekstraversion dan openness secara signifikan tidak berhubungan dengan aspek

kompetensi interpersonal. Berdasarkan penelitian tersebut, baru tiga dari lima

traitkepribadianbig fiveyang ditemukan memiliki pengaruh dengan kompetensi

interpersonal, yiatu agreeableness, conscientiousness, dan neuroticism.

Meskipun begitu, peneliti juga ingin melihat kedua trait kepribadian big five

lainnya. Peneliti mengambil pendekatan big five personality sebagai variabel

(25)

pendekatan ini menggunakantrait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar

yang telah diakui dan digunakan di berbagai negara.

Selanjutnya Paulk (2008), menjelaskan bahwa seseorang yang kompetensi

interpersonalnya baik, dilaporkan memiliki kesejahteraan dan kecemasan-depresi

serta loneliness yang lebih rendah. Maka semakin tinggi kompetensi

interpersonal pada diri seseorang maka semakin rendah kecenderungan seseorang

mengalami depresi dan loneliness. Loneliness menurut Peplau dan Perlman

(dalam Friedman, 1998).) adalah pengalaman yang tidak menyenangkan yang

terjadi ketika seseorang memiliki hubungan sosial yang rendah, baik secara

kuantitas maupun kualitas.

Sedangkan loneliness menurut Salkind (2006) adalah seseorang yang

memiliki kepuasan dalam berinteraksi yang rendah kepada teman dan

keluarganya. Lebih lanjut Salkind menjelaskan bahwa kesepian dan kesendirian

(aloneliness) adalah berbeda; kesendirian dapat dinikmati ketika seseorang ingin

sendirian, sedangkan kesepian dapat dirasakan ketika seseorang yang sedang

bersama teman-temannya namun dia tetap merasa kesepian. Kemudian dalam

bukunya, Salkind juga menjelaskan bahwa terdapat penelitian yang menjelaskan

bahwa individu yang memiliki tingkat loneliness yang tinggi cenderung kurang

terampil dan lebih menolak untuk berinteraksi dengan orang asing dibandingkan

individu yang memiliki tingkatlonelinessyang rendah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988),

terdapat hubungan negatif antara loneliness dengan kompetensi interpersonal.

(26)

yaitu state loneliness dan trait loneliness. Dari hasil penelitiannya menemukan

bahwa state loneliness dan trait loneliness berhubungan secara negatif terhadap

kompetensi interpersonal. State loneliness adalah perasaan kesepian yang

dirasakan dalam situasi yang spesifik, kesepian yang bersifat temporer

(sementara) yang seringkali disebabkan oleh perubahan yang dramatis dan akan

hilang bila telah menemukan jaringan sosial baru. Sedangkan trait loneliness

adalah perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi secara umum, memiliki

kemampuan sosial yang rendah, pola perasaan yang stabil, sedikit berubah

tergantung situasi, biasanya dialami oleh orang-orang yang memiliki self-esteem

yang rendah (Peplau dan Perlman, dalam Friedman, 1998). Dengan

berpengaruhnya tipe loneliness ini penelitipun tertarik untuk meneliti pengaruh

tipe loneliness yaitu state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi

interpersoal.

Perlu ditekankan bahwa konsep dari traitpadaloneliness dalam penelitian

ini, berbeda dengan konsep dari trait pada kepribadian big five. Trait pada

loneliness merupakan perasaan kesepian yang dirasakan dalam waktu beberapa

tahun, sedangkan trait dalam kepribadian merupakan sifat-sifat kepribadian

dalam diri individu yang menetap dan konsisten. Trait loneliness disini adalah

bagaimana seseorang merasa kesepian berdasarkan pengalaman dari

ketidaksesuaian hubungan yang diharapkan dengan apa yang dialami dan

perasaan kesepian ini telah dirasakan paling sedikitnya dalam setahun.

Sedangkan traits pada kepribadian adalah kekonsistenan perilaku yang

(27)

karakter bagi masing-masing individu.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh konsep

diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap

kompetensi interpersonal pada remaja SMAN N 6 Tangerang Selatan”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan masalah

Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka penulis membatasi

penelitian ini pada kompetensi interpersonal dan variabel-variabel yang

mempengaruhinya yaitu konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe

loneliness dan jenis kelamin. Adapun definisi dari masing-masing variabel

adalah sebagai berikut :

1. Kompetensi interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu

kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan

efektif dengan orang lain (Buhrmesteret al.,dalam Paulk, 2008)

2. Konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang

dimiliki remaja dalam mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya

serta memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang

dirinya. Konsep diri mencakup aspek internal dan eksternal. Di mana aspek

internal terdiri dari tiga bentuk yaitu identity self, behavioral self, judging

self. Sedangakn pada aspek eksternal terdiri dari physical self, moral-ethic

self, personal self, family selfdansocial self.(Fitts & Warren, 1996).

3. Trait kepribadian yang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Big

(28)

ke dalam lima aspek dasar, yaituneuroticism(N), extraversion(E),openness

to experience (O), agreebleness (A), dan conscientiousness (C) (Goldberg,

dalam Donellan, 2006).

4. Loneliness dalam penelitian ini adalah rasa kesepian (loneliness) yang di

rasakan oleh remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dapat dilihat

dari tipe-tipe loneliness yaitu state loneliness dan trait lonelinenss. State

loneliness adalah rasa kesepian yang dirasakan karena

pengalaman-pengalaman dramatis, sedangkan trait loneliness adalah rasa

kesepian yang bersifat lebih stabil dan memiliki sedikit interaksi sosial yang

berarti. (Peplau dan Perlman, dalam Friedman, 1998).

5. Remaja dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI SMA N 6

Tangerang Selatan. Karena masa remaja sebagai periode yang penting pada

diri seseorang (Hurlock, 1999).

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan konsep diri, traitkepribadian big five,

tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada

remaja?

2. Seberapa besar sumbangan varian konsep diri,traitkepribadianbig five, tipe

loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada

remaja?

(29)

interpersonal pada remaja?

4. Apakah kepribadian extraversion memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?

5. Apakah kepribadian openess to experience memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?

6. Apakah kepribadian agreebleness memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?

7. Apakah kepribadian conscientiousess memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?

8. Apakah kepribadian neuroticism memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?

9. Apakah state loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kompetensi interpersonal pada remaja?

10. Apakah trait loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kompetensi interpersonal pada remaja?

11. Apakah jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kompetensi interpersonal pada remaja?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal

pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

2. Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian neuroticsm terhadap

(30)

3. Untuk mengetahi pengaruh trait kepribadian extraversion terhadap

komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

4. Untuk mengetahui pengaruhtraitkepribadianopenes to experienceterhadap

komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

5. Untuk mengetahi pengaruh trait kepribadian agreebleness terhadap

kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

6. Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian conscientiousess terhadap

komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

7. Untuk mengetahui pengaruh state loneliness terhadap kompetensi

interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

8. Untuk mengetahui pengaruh trait loneliness terhadap kompetensi

interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

9. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap kompetensi

interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan

10. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan varian konsep diri, trait

kepribadian, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi

interpersonal.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Apabila penelitian ini membuktikan adanya pengaruh, maka diharapkan hal ini

dapat memberikan sumbangan untuk ilmu psikologi, khususnya bidang

(31)

konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness berpengaruh terhadap

kompetensi interpersonal pada remaja.

1.4.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah

wawasan serta sebagai salah satu rujukan untuk meneliti lebih lanjut dari sisi

dan masalah penelitian yang sama dalam konteks psikologi. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat berguna untuk seluruh remaja untuk meningkatkan

pengetahuan tentang kompetensi interpersonal. Sehingga para remaja mampu

berinteraksi dengan teman-temannya secara efektif.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian dalam penelitian ini terdiri dari:

BAB 1 Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB 2 Landasan Teori

Pada bab ini diuraikan teori-teori terkait dengan variabel terikat (dependent

variabel), dan variabel bebas (independet variable), dilanjutkan dengan

kerangka berpikir dan hipotesis.

BAB 3 Metodologi Penelitian

Pada bab ini berisi mengenai populasi, sampel dan teknik sampling, variabel

penelitian instrument pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur

penelitian.

(32)

Pada bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis

deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan

pembatasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang

telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan

(33)

18

lima subbab yaitu teori kompentensi interpersonal, teori konsep diri, teori

kepribadian, teoriloneliness,kerangka berfikir, dan hipotesis peneltian.

2.1 Kompetensi Interpersonal

2.1.1 Pengertian kompetensi interpersonal

Secara umum, menurut Bochner dan Kelly kompetensi interpersonal adalah

kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif kepada orang lain

(dalam Spitzberg & Cupach, 2012). Sedangkan menurut Spitzberg dan Cupach

(dalam DeVito, 1996) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah

kemampuan individu untuk melakukan komunikasi yang efektif, yang ditandai

karakteristik- karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam

menciptakan dan membina hubungan antarpribadi yang baik dan memuaskan.

Hal ini didukung oleh pendapat Rickhet dan Strohner (2008) bahwa kemampuan

dalam berkomunikasi adalah pokok dari kesuksesan kehidupan sosial dalam

segala area kehidupan.

Menurut Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) kompetensi interpersonal

adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina

hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai

kompetensi interpersonal yang baik akan terbuka, mampu menjalin komunikasi

yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu

(34)

Sedangkan menurut Howard Garner (2011) kemampuan interpersonal

merupakan bagian dari Multiple Intelligence yang terdiri atas linguistic, logical

mathematical, spatial, bodily kinesthetic, musical, interpersonal dan

intrapersonal. Menurut Gardner, interpersonal adalah kemampuan seseorang

untuk mengetahui dan menerima perbedaan dalam suasan hati (moods),

kehendak (intention), motivasi (motivation), perasaan dan dorongan yang ada

pada diri orang lain meskipun hal-hal tersebut tersembunyi, termasuk kepekaan

pada ekspresi emosi, suara, gesture, dan kemampuan untuk memberikan respon

secara efektif padasinyal-sinyal tersebut dengan cara pragmatis.

Dari penjelasan diatas, peneliti menggunakan teori Buhrmester et al.

(dalam, Paulk, 2008) yaitu yang menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal

adalah keterampilan atau kemampuan yag dimiliki individu untuk membina

hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain.

2.1.2 Aspek-aspek kompetensi interpersonal

Menurut Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) aspek-aspek kompetensi

interpersonal meliputi:

a. Initiation

Inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan

dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif

merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas

(35)

mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih

memahaminya.

b. Negative assertion

Menurut Schwartz (2003) bersikap asertif adalah mempertahankan pendapat

dan mengekspresikan keyakinan, apa yang kita rasakan dan apa yang kita

inginkan. Seseorang yang asertif akan bertanggung jawab pada pendapatnya

dan berusaha berkomunikasi dengan sukses bahkan ketika pendapatnya

berselisih dengan orang lain.

c. Self-disclosure

Kemampuan membuka diri merupakan kemampuan untuk membuka diri,

menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap

orang lain. Menurut Farber (2006), dengan membuka diri kita merasa dekat

dengan seseorang, seperti anggota keluarga, karena kita selalu bersama

mereka dan menjadi bagian dirinya. Kita menceritakan segala cerita kepada

mereka. Serta membiarkan mereka memasuki dunia kita, menceritakan

mengenai diri kita, termasuk perasaan, pikiran dan keinginan.

d. Emotional support

Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk

mengoptimalkan komunikasi interpersonal antar dua pribadi. Dukungan

emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa

nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan

bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang.

(36)

Kemampuan mengatasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun

strategi penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau

suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun

strategi penyelesaian masalah adalah bagaimana individu yang

bersangkutan merumuskan cara menyelesaikan konflik dengan

sebaik-baiknya.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal

Menurut Monks et al., (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruihi

kompetensi interpersonal, yaitu:

a. Umur

Konformisme semakin besar dengan bertambahnya usia, terutama terjadi

pada remaja usia 15 atau belasan tahun.

b. Keadaan sekeliling

Kepekaan pengaruh dari teman sebayanya sangat mempengaruhi kuat

lemahnya interaksi teman sebaya.

c. Jenis kelamin

Kecenderungan perempuan untuk berinteraksi dengan teman sebaya lebih

besar daripada laki-laki

d. Kepribadianekstrovert

Anak-anak ekstrovert lebih konformitas daripadaintrovert

e. Besar kelompok

Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok

(37)

f. Keinginan untuk mempunyai status

Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan remaja

berinteraksi dengan teman sebayanya, individu akan menemukan kekuatan

dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat di dunia orang

dewasa.

g. Interaksi orang tua

Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang tua

menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.

h. Pendidikan

Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam interaksi teman

sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan

pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.

Sedangkan menurut Santrock (1996) kompetensi interpersonal dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Faktor pribadi (personal)

Hurlock (1999) berpendapat bahwa harga diri dan konsep diri merupakan

sumber penting lain dalam mempengaruhi perkembangan sosial remaja, di

mana harga diri dan konsep diri yang dimiliki seseorang dapat

membantunya dalam beradaptasi dan bersosialisasi dengan orang lain.

2. Faktor lingkungan

Sumber-sumber potensi yang berasal dari faktor lingkungan meliputi orang

tua, kelompok sebaya, guru, konselor, pelatih olah raga, bahkan kepala

(38)

mengembangkan kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan emosi,

kognisi, tingkah laku baik dalam adaptasi jangka pendek maupun proses

perkembangan jangka panjang.

Sedangkan menurut Nashori (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi

kompetensi interpersonal adalah

1. Berifat eksternal, yaitu kontak dengan orang tua, interaksi dengan

teman sebaya, aktivitas dan partisipasi sosial.

2. Bersifat internal, jenis kelamin, kepribadian, dan kematangan pada diri

individu.

Selain faktor-faktor diatas, peneliti juga mengambil faktor-faktor yang

mempengaruhi kompetensi interpersonal berdasarkan penelitian terdahulu. Yaitu

mengenai tipe-tipe loneliness. Penelitian ini dilakukan oleh Buhrmester et al.

(1988) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan tipe-tipe

loneliness, yaitu state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi

interpersonal.

Dari penjelasan di atas, peneliti memilih konsep diri, kepribadian, dan

tipe-tipe loneliness sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi

interpersonal. Faktor-faktor tersebut akan peneliti angkat menjadi independent

variabeldalam penelitian ini.

2.1.4 Pengukuran kompetensi interpersonal

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur komunikasi interpersonal, peneliti

menggunakan alat ukur baku yang dibuat oleh Buhrmester et al. (dalam Paulk,

(39)

berjumlah 40 item yang terdiri dari lima aspek yaitu, initiation, negative

assertion, disclosure, emotional supportdanconflict management.

2.1.5. Kompetensi interpersonal pada remaja

Masa remaja merupakan masa yang penting bagi individu untuk menentukan

masa depannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Hurlock (1999) bahwa masa

remaja merupakan masa yang penting, karena pada usia antara 12 dan 16 tahun

merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian dan menyangkut pertumbuhan

dan perkembangan. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan masa

di mana mereka ingin tahu tentang segala sesuatu yang mereka belum tahu,

termasuk di dalamnya adalah tentang bagaimana mereka melakukan hubungan

interpersonal yang baik agar mereka bisa diterima oleh lingkungan mereka.

Pada saat memasuki masa remaja, seseorang cenderung menghabiskan

waktu lebih banyak bersama teman-temannya dibandingkan bersama orang

tuanya (Santrock, 2002). Selanjutnya Santrock (2002) juga menjelaskan bahwa

hubungan yang baik antarteman sebaya penting bagi perkembangan sosial yang

normal. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “melebur” ke dalam suatu

jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak kenakalan dan masalah. Dalam

suatu penelitian menjelaskan bahwa hubungan yang buruk di antara

teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan suatu

kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. Dan

pada penelitian lain menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis di antara

teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental

(40)

Dari penjelasan tersebut sangat penting bagi para remaja untuk memiliki

hubungan yang efektif dengan teman sebayanya. Agar hubungan pertemanan

dengan teman sebaya dapat berjalan efektif maka para remaja di tuntut untuk

memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Individu yang mempunyai

kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang

efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu

mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan dapat dengan

cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang lain, mampu

memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua kemampuan ini akan

membuat individu tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.

Dengan demikian para remaja mampu menjalin hubungan yang baik dengan

teman sebayanya sehingga perilaku buruk atau kasus-kasus kenakalan remaja

dan konflik diantara hubungan teman sebaya dapat dihindarkan.

Disimpulkan dari pendapat beberapa ahli Psikologi bahwa masa remaja

memang rentan terhadap munculnya berbagai konflik (Shantz & Hartup, 1992).

Terdapat berbagai alasan yaitu pengaruh gelombang hormon pada masa remaja,

remaja mulai mengantisipasi tuntutan peran masa dewasa, perkembangan

kemampuan kognitif remaja yang mulai memahami ketidakkonsistenan dan

ketidaksempurnaan orang lain dan mulai melihat persoalan-persoalan yang

terjadi sebagai persoalan pribadi daripada memberikannya pada otoritas orang

tua, remaja mengalami transisi tahapan perkembangan dan perubahan-perubahan

menuju kematangan yang meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik.

(41)

kemampuan interpersonal dalam mencegah persoalan atau konflik yang terjadi di

masa remajanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Buhrmester et al. (1988) yang membuktikan bahwa kompetensi interpersonal

pada remaja berperan penting dalam keberhasilan seorang remaja dalam

menjalani kehidupan sosialnya. Hal ini mencapai popularitas kelompok teman

sebaya dalam keberhasilan atau kesuksesan remaja dalam menjalin hubungan.

Selain itu juga membuat interaksi dengan orang lain menyenangkan dan penuh

pengalaman yang nyaman.

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa kompetensi interpersonal

sangat penting bagi remaja, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kompetensi

interpersonal pada remaja.

2.2 Konsep Diri (Self Concept)

2.2.1 Pengertian konsep diri

Fits dan Warren (1996) mengatakan bahwa konsep diri seseorang merupakan

kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan

secara fenomenologis dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi

terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi

tentang dirinya, berarti ia menunujukkan suatu kesadaran diri (self awareness)

dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia

lakukan terhadap dunia di luar dirinya.

Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa

konsep diri adalah gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan

(42)

tentang diri adalah informasi yang dimiliki individu tentang dirinya: umur, jenis

kelamin, penampilan dan sebagainya. Pengharapan individu bagi dirinya adalah

gagasan tentang ingin menjadi apa kelak. Sedangkan penilaian adalah

pengukuran individu tentang keadaan dirinya yang dibandingkan dengan apa

yang menurutnya individu tersebut seharusnya terjadi pada dirinya.

Menurut Mercer (2011) konsep diri adalah konstruk psikologis yang

terdiri dari gambaran diri yang termasuk kemampuan dalam mengevaluasi

perasaan mengenai dirinya sendiri. Sedangkan menurut Rogers (dalam Cervon

& Pervin, 2013) konsep diri adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang

disadari dan disimbolisasikan, di mana “aku” merupakan pusat referensi setiap

pengalaman. Lebih lanjut Rogers menjelaskan bahwa konsep diri merupakan

bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan

disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa

aku” dan “apa yang harus aku perbuat”.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memilih teori Fitts dan Warren

(1996) yang menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang atau

pandangan seseorang tentang dirinya sendiri melalui bagaimana seseorang

mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan

penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya.

2.2.2 Aspek-aspek konsep diri

Fitts dan Warren (1996) membagi konsep diri dalam dua aspek pokok, yaitu

sebagai berikut:

(43)

Aspek internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal

frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian

yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam

dirinya. aspek ini terdiri dari tiga bentuk:

a. Diri identitas(identity self)

Merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu

pada pertanyaan, “siapakah saya”. Dalam pertanyaan tersebut tercakup

label-label dan simbol yang diberikan pada diri (self) oleh

individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan

membangun identitasnya.

b. Diri perilaku (behavioral self)

Merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan

segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu

bagian ini berkaitan dengan diri identitas.

c. Diri penerimaan/penilaian (judging self)

Diri penilaian berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan

evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri

identitas dan diri pelaku.

2) Aspek eksternal

Pada aspek eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas

sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Namun

aspek yang dikemukakan oleh Fitts dan Warren (1996) adalah aspek eksternal

(44)

a. Diri fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya

secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai

kesehatan dirinya, penampilan dirinya dan keadaan tubuhnya (tinggi,

pendek, gemuk, kurus).

b. Diri etik-moral (moral-ethic self)

Merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar

pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi

seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan

kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang

meliputi batasan baik dan buruk.

c. Diri pribadi (personal self)

Merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan

pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan

dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa

puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai

pribadi yang tepat.

d. Diri keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam

kedukukannya sebagai anggota keluarga.

e. Diri sosial (social self)

Merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang

(45)

Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa

konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu:

1. Pengetahuan

Aspek pertama dari konsep diri adalah apa yang individu ketahui tentang

dirinya, di mana dalam diri individu ada satu daftar julukan yang

menggambarkan usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain

sebagainya. Individu juga mengidentifikasikannya dengan kelompok sosial

lain yang menambah daftar julukan bagi dirinya. Julukan dapat diganti

setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan dengan suatu kelompok,

kelompok tersebut memberi individu sejumlah informasi lain yang masuk

dalam potret diri mental individu.

2. Harapan

Individu juga memiliki pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa

dirinya di masa mendatang, dengan kata lain individu mempunyai

pengharapan bagi diri mereka sendiri

3. Penilaian

Aspek ketiga dari konsep diri adalah penilaian individu tentang dirinya.

Individu berkedudukan sebagai penilaian tentang diri mereka sendiri setiap

hari, mengukur apakah individu bertentangan dengan “akan menjadi apa dan

seharusnya menjadi apa”

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aspek konsep diri dari Fitts dan

Warren (1996) dengan alasan aspek konsep diri dari Fitts dan Warren (1996)

(46)

mencakup penilaian diri individu berdasarkan dunia di dalam dirinya dan

berdasarkan perbandingan dirinya dengan dunia di luar dirinya. Diasumsikan

bahwa setiap individu akan melakukan penilaian terhadap diri sendiri baik

berdasarkan dunia dalam dirinya maupun dunia di luar dirinya.

2.2.3 Pengukuran konsep diri

Untuk mengukur konsep diri, bentuk skala yang digunakan peneliti adalah skala

Tennessee Self Concept Scale (TSCS) yang dibuat oleh Fitss dan Warren (1996).

Ada delapan subskala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu identity self,

behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self,

family self dan socaial self. Skala tersebut terdapat 100 item, namun peneliti

mengadaptasi dengan menyesuaikan keperluan penelitian sehingga menjadi 24

item.

2.2.4. Pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal

Konsep diri merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan

seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Selain itu, konsep diri

yang positif juga dapat menghasilkan hubungan interpersonal yang baik (Ryan,

2005). Seseorang yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki

penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik

mengenai keterbatasannya dan akan lebih mampu menjalin hubungan

interpersonalnya dengan orang lain (Hartanti, 2006). Dengan demikian seorang

remaja yang memiliki konsep diri yang positif mereka akan yakin terhadap

kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi hambatan dalam hubungan

(47)

dengan menjaga sikap sehingga kompetensi interpersonal pada diri remaja akan

meningkat.

2.3 Kepribadian

2.3.1 Pengertian kepribadian

Menurut Allport (dalan Suryabrata, 2008) kepribadian adalah organisai dinamis

dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas

dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Menurut Eysenck (dalam Suryabrata, 2008) kepribadian adalah jumlah

dari keseluruhan pola perilaku atau potensial organisme yang ditentukan oleh

faktor keturunan dan lingkungan; hal itu berasal dan berkembang melalui

interaksi dari empat faktor utama yaitu pola perilaku, sektor konatif, sektor

afektif dan sektor somatik.

Menurut Mischel (2003) kepribadian adalah :

1. Menunjukkan kontinuitas, stabilitas, koherensi.

2. Kepribadian diekspresikan dalam berbagai cara, dari perilaku

terbuka melalui pikiran dan perasaan.

3. Kepribadian terorganisir, bahwa pada kenyataanya ketika tidak

terorganisir itu menandakan adanya gangguan.

4. Kepribadian adalah determinan yang mempengaruhi bagaimana

individu berhubungan dengan dunia sosial.

5. Kepribadian adalah konsep psikologis tetapi juga diasumsikan untuk

(48)

Selanjutnya Pervin (dalam Mischel, 2003) menjelaskan bahwa

kepribadian adalah organisasi kompleks dari kognisi, pengaruh, dan perilaku

yang memberikan arah dan pola (koherensi) untuk kehidupan seseorang. Seperti

tubuh, kepribadian terdiri dari kedua struktur dan proses dan mencerminkan sifat

(gen) dan nurture (pengalaman). Disamping itu kepribadian mencakup dampak

masa lalu, termasuk kenangan masa lalu, serta konstruksi masa kini dan masa

depan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan

suatu pola perilaku individu yang bersifat kontinuitas, stabilitas dan terorganisir

yang dikendalikan secara internal yaitu ditentukan oleh karakteristik pribadi

seseorang serta dikendalikan secara eksternal yaitu ditentukan oleh situasi

tertentu di mana perilaku itu terjadi.

2.3.2.Traitkepribadian

Dari teori-teori kepribadian, kepribadian dibagi menjadi beberapa pendekatan,

salah satunya adalah pendekatan trait. Terdapat banyak perbedaan pendapat

mengenai trait dari beberapa tokoh psikologi, dan tiga tokoh psikologi yang

paling berpengaruh yaitu Gordon Allport, Raymond B. Cattell, dan Hans J.

Eysenk (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008).

Trait adalah perbedaan perilaku atau karakteristik pada individu dengan

individu yang lain secara konsisten (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008). Trait

merupakan kualitas dan perbedaan individu yang memiliki tingkatan berbeda

(49)

ada yang memiliki tingkatan yang rendah dalam merespon stimulus. (Guilford,

dalam Mischel, Shoda & Ayduk, 2008).

Terdapat banyak alat ukur untuk mengukur peribadian berdasarkan trait

kepribadian, salah satunya adalah big five personality. Dalam dua dekade

terakhir, big five telah menjadi model yang utama untuk menggambarkan

struktur trait kepribadian (Rammstedt, Goldberg, & Borg, 2010). Dengan

demikian peneliti memilih trait kepribadian big five sebagai salah satu variabel

yang mempengaruh kopetansi interpersonal dikarenakan pendekatan ini

menggunakan trait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar yang telah

diakui dan digunakan di berbagai negara.

2.3.3 Definisitraitkepribadianbig five

Kepribadian big five adalah salah satutraitkepribadian yang dapat memprediksi

dan menjelaskan perilaku. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi

untuk melihat kepribadian manusia melaluitrait yang tersusun dalam lima buah

domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor.

Lima trait kepribadian tersebut adalah extraversion, agreebleness,

conscientiousness, neuroticism, openness to experiences(Goldberg, 1999)

Menurut McCrae dan Costa (1997) model lima faktor kepribadian

merupakan struktur sifat (trait), yang dikembangkan dan dijabarkan dalam waktu

lima dekade terakhir. Faktor-faktor yang didefinisikan oleh sekelompok sifat

(50)

2.3.4 Aspek-aspektraitkepribadianbig five

Kepribadian big five merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam

psikologi untuk melihat dan mengukur struktur kepribadian manusia, yang

dilihat melalui lima buah domain kepribadian. Berikut penjelasan aspek-aspek

dalam pendekatan kepribadianbig five.

Menurut Goldberg (dalam Donellan, 2006) aspek-aspek trait kepribadian

big five, yaitu:

1. Extraversion, yang terdiri dari sifa-sifat: friendliness, gregariousness,

assertiveness, activity level, excitement seeking, cheerfulness

2. Agreebleness, yang terdiri dari sifat-sifat: trust, morality, altruism,

cooperation, modesty, sympathy

3. Conscientiousness, yang terdiri dari sifat-sifat: self-efficacy, orderliness,

dutifulness, achievemen striving, self-discipline, cautiousnesss

4. Neuroticism, yang terdiri dari sifat-sifat: anxiety, anger, depression,

self-consciousness, immoderation, vulnerability

5. Openness, yang terdiri dari sifat-sifat: imagination, artistic interest,

emotionality, adventurousness, intellect, liberalism

Sedangkan menurut Costa dan McCrae (dalam Cloninger, 2004)

aspek-aspektraitkepribadianbig fiveadalah sebagai berikut:

1. Extraversion(E)

Extraversion (E) sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor

tinggi pada skor ekstraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang,

(51)

itu, individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi

dengan lebih banyak orang jika dibandingkan individu yang memiliki skor

(E) rendah. Ekstraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif

seperti memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan

banyak hal, mempunyai emosi positif, ambisius, workaholic serta ramah

terhadap orang lain.

Ekstraversion juga memiliki motivasi yang tinggi dalam bergaul,

menjalin hubungan dengan sesama serta domain dalam lingkungannya.

Sebaliknya, individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai

untuk berdiam diri, tenang, penyendiri, pasif, dan kekurangan kemampuan

untuk mengungkapkan perasaan.

2. Agreebleness(A)

Agreebleness membedakan antara individu yang berhati lembut dengan yang

tak mengenal balas kasih. Individu dengan skor yang lebih mengarah pada

aspek ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kecenderungan untuk

memiliki kepercayaan yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima,

dan baik hati. Aspek ini juga disebut dengan social adaptibility yaitu

mencirikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu

mengalah dan menghindari konflik interpersonal. Sedangkan pada individu

dengan tingkat agreebleness yang rendah, suka mencurigai, kikir, tidak

ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik

orang lain serta kurang kooperatif.

(52)

Conscientiousness(C) digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol,

teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian dan disiplin diri. Aspek ini dapat

juga disebut dengan dependability, impulse control dan will to achieve.

Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada aspek ini adalah

pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu

yang berskor rendah dalam aspek ini cenderung tidak teratur, lalai, pemalas,

dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan

dalam tugas-tugasnya.

4.Neuroticism(N)

Individu dengan skor tinggi pada aspek Neuroticsm (N), memiliki

kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani

diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stres.

Seseorang yang milikineuroticismyang rendah akan lebih gembira dan puas

terhadap hidup jika dibandingkan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi,

sedangkan individu dengan skor yang rendah, biasanya tenang,

bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional.

5. Openness to Experience(O)

Aspek ini membedakan antara individu yang memilih variasi dibandingkan

dengan individu yang menutup diri serta individu yang mendapatkan

kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orang-orang yang

mereka kenal. Individu yang harus menerus mencari perbedaan dan

(53)

Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk

melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu

tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam

menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai

perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Pada individu yang tingkat openness

yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, dan tidak

menyukai adanya perubahan.

Dari aspek-aspek diatas, peniliti memilih menggunakan aspek trait

kepribadianbig five dari Goldberg (dalam Donellan, 2006). Peneliti memilih

aspek tersebut karena pengelompokkan sifat-sifat yang digunakan lebih

mudah untuk dipahami dan diadministrasikan untuk struktur trait

kepribadianbig five.

2.3.5 Pengukuran traitkepribadianbig five

Terdapat beberapa alat ukut yang dikembangakn untuk mengukur kepribadian

big five, diantaranya:

1. NEOPIR (The Neuroticsm Extraversion Openess Personality Inventory

-Revised). Alat ukur ini dikembangkan oleh Paul T. Costa dan Robert R.

McCrae, terdiri dari 240 item.

2. BFI (Big Five Instrument). Alat ukur ini dikembangkan oleh John, Donahue,

alat ukur ini terdiri dari 44 item. BFI menunjukkan validitas konvergen yang

tinggi dengan skala self-report lain dan dengan tingkatan sejajar pada Big

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Tabel 3.1Blueprint
Tabel 3.3Blue Print Skala Trait Kepribadian Big Five
Tabel 3.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

(errnjlhy, disb udos-uidd3 Pdbstio Fd I ssr.2, Fig din.kd

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menggambarkan bauran pemasaran dari produk giro BNI KLN BSD (2) Menganalisis faktor-faktor yang menjadi pertimbangan nasabah dalam

Salah satu pendekatan yang mungkin dilakukan adalah penggunaan marka molekuler yang banyak dikenal sebagai mikrosatelit marka ini merupakan marka molekuler potensial untuk

(redaksi@bisnis.co.id).[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar fashion dan aksesoris pada indikator konsep dasar fashion dan aksesoris (definisi, sejarah perkembangan, dan

• Etika Tipe I adalah kekuatan hubungan antara apa yang individu atau organisasi yakini dengan apa yang sumber-sumber panduan yang ada. nyatakan sebagai benar

responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar atas nama Bilwalidayni

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Distribusi industri tapioka, (2) Karakteristik sosial-ekonomi pengusaha dan tenaga kerja industri tapioka, (3)