i Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh: Lisa Ulfah NIM: 1110070000111
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 24 April 2015
v
“
The biggest communication problem is we do not listen to
understand”
-vi
(C) Lisa Ulfah
(D) Influence of Self Concept, Big Five Personality Traits, Loneliness, and Gender of Interpersonal Competence at Adolescence SMA N 6 South Tangerang (E) xv + 108 pages + appendix
(F) This study was conducted to determine the effect of self concept, big five personality traits, loneliness and gender of interpersonal competence at adolescence. Researcher hypothesis that self concept, big five personality traits (agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness to experience), loneliness (state loneliness dan trait loneliness) and gender has an influence on an interpersonal competence at adolescence.
This study uses a quantitative approach with multiple regression analysis. The sample totaled 358 student at SMAN 6 South Tangerang. The sampel collection technique using non-probability sampling technique, that is cluster sampling. In this study, the researcher modify data collection instruments, namely Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ), Tennessee Self Concept Scale (TSCS), MINI-IPIP (MINI International Personality Item Pool), and State versus Trait Loneliness Scale.
The result of this study indicate that there is significant influence of self concept, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, openness to experience, state lonelines, trait loneliness and gender of the interpersonal competence at adolescence. Meanwhile, if based on regression coefficients of each independent variable only self concept, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness and gender that influence interpersonal competence at adolescence.
The researcher hopes that the implications of these results can be reviewed and may be developed in future studies. For example, by adding other variables associated with interpersonal competence that can be analyzed as an independent variabel that may have a major influence on the interpersonal competence.
vii
(J) Lisa Ulfah
(K) Pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
(L) xv + 108 halaman + lampiran
(M) Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh dari konsep diri, trait kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Peneliti berhipotesis bahwa ada pengaruh antara konsep diri, trait kepribadian big five (agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness to experience), tipe loneliness (state loneliness dan trait loneliness) dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 358 siswa SMAN 6 Tangerang Selatan yang diambil dengan teknik probability sampling, yakni cluster sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interpersonal Competence Quetionaire (ICQ), Tennessee Self Concept Scale (TSCS), MINI-IPIP (MINI International Personality Item Pool),danState versus Trait Loneliness Scale.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan konsep diri, traitkepribadianbig five, tipeloneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan hanya konsep diri, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness serta jenis kelamin yang mempengaruhi kompetensi interpersonal pada remaja.
Peneliti berharap implikasi penelitian ini dapat dikaji ulang dan dapat ditingkatkan untuk penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan menambahkan variabel lain yang relevan mempengaruhi kompetensi interpersonal.
viii
kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Sallallahu A’laihi Wa Sallam, pemimpin dan tauladan bagi umat manusia, yang membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif HIdayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas arahan dan bimbingannya kepada seluruh mahasiswa demi terciptanya kemajuan ilmu pengetahuan yang disertai perilaku yang mencerminkan akhlak mulia.
2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, selaku dosen Pembimbing Skripsi atas kesabaran dan keikhlasannya meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan serta koreksi kepada penulis agar mampu menghasilkan skripsi yang bermutu dan berkualitas. Juga atas dorongan dan dukungan yang tiada henti agar penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran dikampus ini.
5. Untuk Ibu Sri, selaku bidang kesiswaan di SMAN 6 Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di sekolah ini.
6. Kedua orang tua penulis Bapak Sudeswi dan Ibu Nedra untuk doa, kasih sayang, semangat, dukungan dan kepercayaan yang selalu diberikan selama ini. Terima kasih karena berkat doa, dukungan dan nasihat yang kalian berikan penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan rahmat, nikmat serta selalu melindungi Ayah dan Ibu. Kakak penulis Muhammad Lukman serta adik penulis Nindia Wira Putri dan Muhammad Lutfiansyah yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Sahabat-sahabat penulis GG (Rahma, Mayang, Vina dan Nadiya) yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan semangat yang tak ada hentinya sehingga penulis semakin termotivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih atas suka dan duka yang telah kita lalui selama ini. Terimakasih pengalaman-pengalaman yang berharga yang telah kalian berikan. Semoga kita akan selalu bersama sampai kakek-nenek. Aamiin.
8. Sahabat terdekat penulis Gina, Rossy, Irma dan Hanani yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
x
Dwi, Leo, Ey, Izar, Badai, Furqon, Alfi dan Jamal terima kasih atas segala dukungan, bantuan dan kebersamaan selama kita kuliah. Banyak pengalaman yang luar biasa yang telah kita lewati bersama. Semoga suatu saat nanti kita bisa berkumpul kembali. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu merrahmati kalian.
11. Sahabat dan sudah peneliti anggap sebagai kakak sendiri, terima kasih kepada Mba Endar atas doa, bantuan, dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepada peneliti sehingga peneliti semakin termotivasi dan mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Terima kasih juga atas segala pembelajaran dan nasehat yang bermanfaat yang telah diberikan selama ini. 12. Kepada wanita-wanita Tradasyn, terimakasih atas segala pengalaman yang
berharga ketika kita menari bersama. Semoga kalian semakin sukses, dan bisa membawa nama Psikologi UIN di tingkat internasional.
13. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, Karena dukungan moral, doa dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya penulis dapat ucapkan, semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka berikan.
Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan. Semoga semua pihak yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, sangat besar harapan penulis agar skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut.
Tangerang, 24 April 2015
xi
LEMBAR PERNYATAAN... iii
LEMBAR PENGESAHAN... iv
MOTTO... v
ABSTRAK... vi
KATA PENGANTAR... viii
DAFTAR ISI... xi
DAFTARTABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTARLAMPIRAN... xv
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah... 12
1.2.1 Pembatasan masalah... 12
1.2.2 Perumusan masalah... 13
1.3 Tujuan Penelitian ... 14
1.4 Manfaat Penelitian... 15
1.4.1 Manfaat teoritis... 15
1.4.2 Manfaat praktis... . 16
1.5 Sistematika Penulisan... 16
BAB 2 LANDASAN TEORI... 18
2.1 Kompetensi Interpersonal... 18
2.1.1 Pengertian kompetensi interpersonal... 18
2.1.2 Aspek-aspek kompetensi interpersonal... 19
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal.. 21
2.1.4 Pengukuran kompetensi interpersonal... 23
2.1.5 Kompetensi interpersonal pada remaja ... 24
2.2 Konsep Diri... 26
2.2.1 Pengertian konsep diri... 26
2.2.2 Aspek-aspek konsep diri... 27
2.2.3 Pengukuran konsep diri... 31
2.2.4 Pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal... 31
2.3 Kepribadian... 32
2.3.1 Pengertian kepribadian... 32
2.3.2Traitkepribadian... 33
2.3.3 Definisitraitkepribadianbig five... 34
2.3.4 Aspek-aspektraitkepribadianbig five... 35
xii
2.4.4 Pengaruh statedantrait lonelinessterhadap kompetensi
Interpersonal... 45
2.5 Kerangka Berfikir... 45
2.6 Hipotesis Penelitian... 52
BAB 3 METODE PENELITIAN... 54
3.1 Populasi, Sampel danTeknik Pengambilan Sampel... 54
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 55
3.3 Instrumen Pengumpulan Data... 56
3.4 Uji Validitas Item Skala ... 61
3.4.1 Uji validitas item skala kompetensi interpersonal... 63
3.4.2 Uji validitas item skala konsep diri... 66
3.4.3 Uji validitas item skalatraitkepribadianbig five... 69
3.4.4 Uji validitas item skalastate loneliness... 75
3.4.5 Uji validitas item skalatrait loneliness... 78
3.5 Prosedur Pengumpulan Data………... 80
3.6 Teknik Analisis Data...……... 81
BAB 4 HASIL PENELITIAN……….………... 83
4.1 Analisis Deskriptif……….………... 83
4.1.1. Gambaran umum subjek penelitian….……….…... 83
4.2 Hasil Analisis Deskriptif……….………... 83
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……….…………... 85
4.4 Uji Hipotesis Penelitian……….………... 86
4.5 Proporsi Varian……….………... 93
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN………... 97
5.1 Kesimpulan……….………... 97
5.2 Diskusi……….………... 97
5.3 Saran……….………... 107
5.3.1 Saran metodologis……….………... 107
5.3.2 Saran praktis……….………... 107
DAFTAR PUSTAKA
xiii
Tabel 3.4 BlueprintSkalaLoneliness ... 60
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal... 64
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal... 65
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Konsep Diri... 67
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Konsep Diri... 68
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Konsep Diri... 69
Tabel 3.10 Muatan Faktor ItemAgreebleness... 70
Tabel 3.11 Muatan Faktor ItemConscientiousness... 71
Tabel 3.12 Muatan Faktor ItemNeuroticism... 73
Tabel 3.13 Muatan Faktor ItemExtraversion... 74
Tabel 3.14 Muatan Faktor ItemOpenness to experience... 75
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item State loneliness... 76
Tabel 3.16 Muatan Faktor ItemState loneliness... 77
Tabel 3.17 Muatan Faktor ItemState loneliness... 77
Tabel 3.18 Muatan Faktor ItemTrait loneliness... 79
Tabel 3.19 Muatan Faktor ItemTrait loneliness... 79
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian... 83
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif... 84
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor... 85
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel... 86
Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi... 87
Tabel 4.6 Tabel Anova Pengaruh KeseluruhanIndependent Variabel terhadapDependent Variabel... 88
xiv
1
terjadi serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian kompetensi interpersonal,perumusan dan pembatasan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan
orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Salah satu cara untuk bisa
mempertahankan hidup manusia adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi
merupakan suatu proses dua arah yang menghasilkan pertukaran informasi dan
pengertian antara masing-masing individu yang terlibat (Berko, Aitken &
Wolvin, 2010). Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar
manusia. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara
perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi.
Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi
yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja, individu
berusaha untuk menarik perhatian orang lain, mendapatkan popularitas dan
kasih sayang dari teman sebaya. Semua hal tersebut akan diperoleh apabila
remaja mampu berinteraksi secara efektif.
Agar lebih berhasil dalam menjalin interaksi antar teman sebaya maupun
lingkungan sekitar, diperlukan adanya kompetensi atau kemampuan dalam diri
dengan kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester, Furman, Wittenberg, dan
Reis (dalam Paulk, 2008), kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau
kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan
efektif dengan orang lain, kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak
terkecuali para remaja.
Secara umum, kompetensi interpersonal didefinisikan sebagai kemampuan
individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif (Spitzberg & Cupach,
2012). Individu yang mempunyai kompetensi interpersonal yang tinggi akan
mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati
secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang
lain dan dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang
lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua
kemampuan ini akan membuat remaja tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi
dengan orang lain. Fisher dan Adams (1994) menjelaskan bahwa dengan
kompetensi interpersonal akan mengembangkan perilaku empati yang
memungkinkan individu untuk mengerti dan merespon perasaan orang lain.
Kesadaran kognitif akan pentingnya kompetensi interpersonal dalam diri
individu ternyata tidak selamanya dapat tumbuh dan berkembang secara baik
pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Setidaknya secara empirik kerap
ditemukan ada individu yang mengalami konflik dengan sesamanya tidak
berusaha menyelesaikan konflik dengan baik, namun justru memilih
menyelesaikannya dengan pertengkaran. Kemampuan untuk mengatasi konflik
sebagaimana diungkap oleh Buhrmester (dalam Paulk, 2008) bahwa ciri adanya
kompetensi interpersonal pada individu adalah kekampuan memulai kontak,
dukungan emosional, keterbukaan, bersikap asertif, dan mengatasi konflik.
Problem kompetensi interpersonal juga terjadi pada diri siswa remaja
SMA N 6 Tangerang Selatan, hal tersebut sebagaimana dilaporkan dari hasil
wawancara dengan salah satu guru SMA N 6 Tangerang Selatan, bahwa banyak
persoalan pribadi dan kompetensi interpersonal di kalangan siswa yang meliputi:
kesulitan hubungan dengan sesama maupun lawan jenis, kurang mampu
mengendalikan emosi, sering terlibat konflik dengan teman. Selain itu banyak
siswa yang mengeluhkan persoalan pribadi yang pada gilirannya dapat
menyulitkan mereka dalam melakukan hubungan interpersonal seperti, rendah
diri, sikap tertutup, kecemasan tinggi, tidak mampu mengendalikan diri, dan
mudah dipengaruhi orang lain.
Pentingnya kompetensi interpersonal ditujukan kepada para remaja dapat
dilihat dari banyaknya penelitian yang dilakukan. Salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Chow, Ruhl, dan Buhrmester (2013). Dalam
penelitiannya Chow et al. (2013) menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal
penting bagi kualitas hubungan pertemanan pada remaja. Remaja yang miliki
kemampuan untuk berbagi perasaan dan mampu menempatkan diri sesuai
dengan perspektif orang lain, dapat meningkatkan kesejahteraan dalam hubungan
pertemanannya.
Penelitian lain yang mendukung pentingnya kompetensi interpersonal
(2003), yang menjelaskan bahwa dengan kompetensi interpersonal mampu
meningkatkan kesuksesan seorang remaja dalam bidang pendidikan. Mahoneyet
al. (2003) menjelaskan bahwa remaja yang memiliki kompetensi interpersonal
yang tinggi mampu mengatur dengan baik di bidang karir dan pendidikan ketika
mereka beranjak dewasa.
Dari beberapa penelitian di atas, dapat dilihat bahwa pada masa remaja
penting untuk memiliki kompetensi interpersonal. Hal ini juga didukung
penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester (1990) yang menjelaskan bahwa
kompetensi interpersonal sangat penting di miliki oleh para remaja dibandingkan
pra-remaja. Karena dibandingkan anak pra-remaja, pada masa remaja lebih di
tuntut untuk memiliki hubungan pertemanan yang dekat dan terbuka. Para
remaja harus bisa memulai percakapan dan memiliki hubungan pertemanan di
luar kelas. Mereka harus memiliki kemampuan untuk membuka diri mengenai
informasi pribadi dan dengan bijakasana dapat memberikan dukungan emosional
kepada teman-temannya.
Namun, tidak banyak para remaja yang berhasil dalam hubungan
interpersonalnya. Banyak remaja yang gagal dalam mengembangkan kompetensi
interpersonal sehingga mereka mengalami banyak hambatan dalam dunia
sosialnya. Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik
interpersonal juga menghambat remaja untuk mengembangkan dunia sosialnya
secara matang. Akibat dari hal ini, remaja merasa tidak memiliki harga diri dan
suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan remaja mudah menjadi
hubungan yang baik antar teman sebaya agar perkembangan sosial remaja bisa
berjalan dengan normal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2002), yang menjelaskan bahwa
hubungan yang baik antarteman sebaya penting bagi perkembangan sosial yang
normal. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “melebur” ke dalam suatu
jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak kenakalan dan masalah. Dalam
suatu penelitian menjelaskan bahwa hubungan yang buruk di antara teman-teman
sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus
sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. Dan pada penelitian lain
menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis di antara teman-teman sebaya
pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada
tengah baya (Santrock, 2002).
Beberapa fenomena yang banyak terjadi saat ini mengenai buruknya
hubungan teman sebaya yang diakibatkan rendahnya kompetensi interpersonal
pada remaja yaitu bisa dilihat dari kasus kenakalan remaja yang marak terjadi.
Salah satunya adalah tawuran. Contoh tawuran yang dilakukan oleh pelajar dari
SMA N 6 dengan pelajar dari sekolah lain. Tawuran ini disebabkan aksi saling
mengejek di media sosial yang mengakibatkan satu pelajar dari SMA N 6
mengalami luka di bagian keningnya (sindonews.com, 2014)
Contoh tawuran lainnya yaitu yang tejadi pada pelajar SMK Budi Murni
dengan SMK Pelayaran. Tawuran ini juga disebabkan karena saling mengejek.
(megepolitan.kompas.com, 2012). Selain tawuran kasusbullyingjuga merupakan
Contoh kasus bullying terjadi pada siswa SD di Bukittinggi. Kasus tersebut juga
terjadi karena aksi saling mengejek. Karena tidak senang orang tuanya di hina,
maka pelaku memukul korban (Republika.co.id, 2014). Hasil kajian Konsorsium
Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir
setiap sekolah di Indonesia ada kasus bullying,meski hanyabullying verbal dan
psikologis/mental. Contoh bullying verbal seperti membentak, meneriaki,
memaki, menghina, mempermalukan, menolak, mencela, merendahkan, atau
mengejek. Sedangkan bullying psikologis/mental seperti memandang sinis,
memelototi, mencibir, hingga mendiamkan. Melihat kompleksnya kasus-kasus
bullying yang ada, Susanto selaku Ketua Konsorsium Nasional Pengembangan
Sekolah Karakter menilai bahwa Indonesia sudah masuk kategori “darurat
bullying di sekolah”. Karena itu, negara perlu segera melakukan intervensi
(beritasatu.com, 2014).
Dilihat dari beberapa kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa seorang
remaja yang memiliki kompetensi interpersonal yang rendah akan memicu
perilaku-perilaku buruk dan akan berdampak pada hubungan interpersonalnya.
Selain itu pada masa remaja juga rentan terhadap munculnya konflik, sehingga
sangat penting bagi remaja untuk memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan kesimpulan dari beberapa ahli Psikologi (dalam Shantz dan
Hartup, 1992) yang menjelaskan bahwa masa remaja memang rentan terhadap
munculnya berbagai konflik. Terdapat berbagai alasan yaitu pengaruh
gelombang hormon pada masa remaja, remaja mulai mengantisipasi tuntutan
memahami ketidakkonsistenan dan ketidaksempurnaan orang lain dan mulai
melihat persoalan-persoalan yang terjadi sebagai persoalan pribadi daripada
memberikannya pada otoritas orang tua, remaja mengalami transisi tahapan
perkembangan dan perubahan-perubahan menuju kematangan yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik.
Dalam menjalin hubungan dengan lingkungan tentu kita harus mampu
menyesuaikan diri agar terciptanya hubungan yang efektif. Maka dibutuhkan
konsep diri pada diri individu. Konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of
reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan secara fenomenologis dan
ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan
arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia
menunjukkan sesuatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk
keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia lakukan terhadap
dunia di luar dirinya (Fitts & Warren, 1996).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanti (2006) yang
menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan
kompetensi interpersonal pada pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas
Diponegoro (UKM Undip). Semakin positif konsep diri yang dimiliki pengurus
UKM Undip, maka semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki.
Sebaliknya, semakin negatif konsep diri pengurus UKM Undip, maka semakin
rendah kompetensi interpersonal yang dimiliki.
Hartanti (2006) menjelaskan bahwa dalam penelitiannya membuktikan
keberhasilan seorang pengurus dalam menjalin hubungan dengan rekannya,
seorang pengurus yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki
penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik
tentang keterbatasannya akan lebih mampu menjalin hubungan interpersonalnya
dengan orang lain.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Kresnawati (2009) mengenai hubungan
antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada anggota Rotaract Club
Semarang. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan
positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan kompetensi
interpersonal pada anggota Rotaract Club Semarang. Semakin positif konsep diri
yang dimiliki maka semakin tinggi pula kompetensi interpersonal, demikian pula
sebaliknya.
Jika para remaja telah mengenal konsep dirinya dengan baik tentu akan
berusaha menyesuaikan dan memposisikan diri dengan orang yang diajak
berbicara dengan menjaga sikap yang baik. Sehingga tidak menimbulkan
perdebatan yang memacu timbulnya perkelahian. Remaja yang memiliki konsep
diri positif menunjukkan bahwa remaja tersebut memiliki keyakinan bahwa
dirinya mampu untuk menciptakan hubungan interpersonal yang baik, dengan
memposisikan diri dengan orang lain agar dapat saling menghargai satu sama
lain. Sebaliknya, remaja yang memiliki konsep diri negatif tidak memiliki
keyakinan dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga sulit untuk
mengkomunikasi apa yang dirasakan dan dipikirkannya (Rakhmat, 2005).
yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Seperti yang diungkapkan oleh
Nashori (2008) kepribadian juga mempengaruhi kompetensi interpersonal.
Dalam penelitian ini peneliti memilih pendekatan trait kepribadian dari aspek
big five yaitu neuroticism (N), extraversion (E), openness to experience (O),
agreebleness (A), dan conscientiousness (C). Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Frisbie, Fitzpatrick, Feng, dan Crawford (2000) mengenai “Women’s
Personality Traits, Interpersonal Competence and Affection for Dating Parteners:
A Test of the Contextual Model”. Frisbie et al. (2000) menjelaskan salah satu
hipotesisnya yaitu sejauh mana Big Five Personality berkontribusi terhadap
kompetensi interpersonal. Big Five Personality tersebut adalah extraversion,
neuroticism, agreeableness, conscientiousness dan openness to experience.
Sedangkan aspek dari kompetensi interpersonal adalah self-disclosure, emotional
support, assertion, dan conflict resolution. Dari hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa agreeableness berhubungan dengan conflict resolution dan
emotional support, conscientiousness juga berhubungan dengan assertion dan
neuroticism secara negatif berhubungan dengan conflict resolution. Sedangkan
ekstraversion dan openness secara signifikan tidak berhubungan dengan aspek
kompetensi interpersonal. Berdasarkan penelitian tersebut, baru tiga dari lima
traitkepribadianbig fiveyang ditemukan memiliki pengaruh dengan kompetensi
interpersonal, yiatu agreeableness, conscientiousness, dan neuroticism.
Meskipun begitu, peneliti juga ingin melihat kedua trait kepribadian big five
lainnya. Peneliti mengambil pendekatan big five personality sebagai variabel
pendekatan ini menggunakantrait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar
yang telah diakui dan digunakan di berbagai negara.
Selanjutnya Paulk (2008), menjelaskan bahwa seseorang yang kompetensi
interpersonalnya baik, dilaporkan memiliki kesejahteraan dan kecemasan-depresi
serta loneliness yang lebih rendah. Maka semakin tinggi kompetensi
interpersonal pada diri seseorang maka semakin rendah kecenderungan seseorang
mengalami depresi dan loneliness. Loneliness menurut Peplau dan Perlman
(dalam Friedman, 1998).) adalah pengalaman yang tidak menyenangkan yang
terjadi ketika seseorang memiliki hubungan sosial yang rendah, baik secara
kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan loneliness menurut Salkind (2006) adalah seseorang yang
memiliki kepuasan dalam berinteraksi yang rendah kepada teman dan
keluarganya. Lebih lanjut Salkind menjelaskan bahwa kesepian dan kesendirian
(aloneliness) adalah berbeda; kesendirian dapat dinikmati ketika seseorang ingin
sendirian, sedangkan kesepian dapat dirasakan ketika seseorang yang sedang
bersama teman-temannya namun dia tetap merasa kesepian. Kemudian dalam
bukunya, Salkind juga menjelaskan bahwa terdapat penelitian yang menjelaskan
bahwa individu yang memiliki tingkat loneliness yang tinggi cenderung kurang
terampil dan lebih menolak untuk berinteraksi dengan orang asing dibandingkan
individu yang memiliki tingkatlonelinessyang rendah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988),
terdapat hubungan negatif antara loneliness dengan kompetensi interpersonal.
yaitu state loneliness dan trait loneliness. Dari hasil penelitiannya menemukan
bahwa state loneliness dan trait loneliness berhubungan secara negatif terhadap
kompetensi interpersonal. State loneliness adalah perasaan kesepian yang
dirasakan dalam situasi yang spesifik, kesepian yang bersifat temporer
(sementara) yang seringkali disebabkan oleh perubahan yang dramatis dan akan
hilang bila telah menemukan jaringan sosial baru. Sedangkan trait loneliness
adalah perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi secara umum, memiliki
kemampuan sosial yang rendah, pola perasaan yang stabil, sedikit berubah
tergantung situasi, biasanya dialami oleh orang-orang yang memiliki self-esteem
yang rendah (Peplau dan Perlman, dalam Friedman, 1998). Dengan
berpengaruhnya tipe loneliness ini penelitipun tertarik untuk meneliti pengaruh
tipe loneliness yaitu state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi
interpersoal.
Perlu ditekankan bahwa konsep dari traitpadaloneliness dalam penelitian
ini, berbeda dengan konsep dari trait pada kepribadian big five. Trait pada
loneliness merupakan perasaan kesepian yang dirasakan dalam waktu beberapa
tahun, sedangkan trait dalam kepribadian merupakan sifat-sifat kepribadian
dalam diri individu yang menetap dan konsisten. Trait loneliness disini adalah
bagaimana seseorang merasa kesepian berdasarkan pengalaman dari
ketidaksesuaian hubungan yang diharapkan dengan apa yang dialami dan
perasaan kesepian ini telah dirasakan paling sedikitnya dalam setahun.
Sedangkan traits pada kepribadian adalah kekonsistenan perilaku yang
karakter bagi masing-masing individu.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh konsep
diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja SMAN N 6 Tangerang Selatan”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
penelitian ini pada kompetensi interpersonal dan variabel-variabel yang
mempengaruhinya yaitu konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe
loneliness dan jenis kelamin. Adapun definisi dari masing-masing variabel
adalah sebagai berikut :
1. Kompetensi interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu
kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan
efektif dengan orang lain (Buhrmesteret al.,dalam Paulk, 2008)
2. Konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang
dimiliki remaja dalam mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya
serta memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang
dirinya. Konsep diri mencakup aspek internal dan eksternal. Di mana aspek
internal terdiri dari tiga bentuk yaitu identity self, behavioral self, judging
self. Sedangakn pada aspek eksternal terdiri dari physical self, moral-ethic
self, personal self, family selfdansocial self.(Fitts & Warren, 1996).
3. Trait kepribadian yang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Big
ke dalam lima aspek dasar, yaituneuroticism(N), extraversion(E),openness
to experience (O), agreebleness (A), dan conscientiousness (C) (Goldberg,
dalam Donellan, 2006).
4. Loneliness dalam penelitian ini adalah rasa kesepian (loneliness) yang di
rasakan oleh remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dapat dilihat
dari tipe-tipe loneliness yaitu state loneliness dan trait lonelinenss. State
loneliness adalah rasa kesepian yang dirasakan karena
pengalaman-pengalaman dramatis, sedangkan trait loneliness adalah rasa
kesepian yang bersifat lebih stabil dan memiliki sedikit interaksi sosial yang
berarti. (Peplau dan Perlman, dalam Friedman, 1998).
5. Remaja dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI SMA N 6
Tangerang Selatan. Karena masa remaja sebagai periode yang penting pada
diri seseorang (Hurlock, 1999).
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan konsep diri, traitkepribadian big five,
tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada
remaja?
2. Seberapa besar sumbangan varian konsep diri,traitkepribadianbig five, tipe
loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada
remaja?
interpersonal pada remaja?
4. Apakah kepribadian extraversion memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
5. Apakah kepribadian openess to experience memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
6. Apakah kepribadian agreebleness memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
7. Apakah kepribadian conscientiousess memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
8. Apakah kepribadian neuroticism memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kompetensi interpersonal pada remaja?
9. Apakah state loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja?
10. Apakah trait loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja?
11. Apakah jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal
pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
2. Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian neuroticsm terhadap
3. Untuk mengetahi pengaruh trait kepribadian extraversion terhadap
komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
4. Untuk mengetahui pengaruhtraitkepribadianopenes to experienceterhadap
komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
5. Untuk mengetahi pengaruh trait kepribadian agreebleness terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
6. Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian conscientiousess terhadap
komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
7. Untuk mengetahui pengaruh state loneliness terhadap kompetensi
interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
8. Untuk mengetahui pengaruh trait loneliness terhadap kompetensi
interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
9. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap kompetensi
interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan
10. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan varian konsep diri, trait
kepribadian, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi
interpersonal.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Apabila penelitian ini membuktikan adanya pengaruh, maka diharapkan hal ini
dapat memberikan sumbangan untuk ilmu psikologi, khususnya bidang
konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness berpengaruh terhadap
kompetensi interpersonal pada remaja.
1.4.2 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah
wawasan serta sebagai salah satu rujukan untuk meneliti lebih lanjut dari sisi
dan masalah penelitian yang sama dalam konteks psikologi. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna untuk seluruh remaja untuk meningkatkan
pengetahuan tentang kompetensi interpersonal. Sehingga para remaja mampu
berinteraksi dengan teman-temannya secara efektif.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian dalam penelitian ini terdiri dari:
BAB 1 Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB 2 Landasan Teori
Pada bab ini diuraikan teori-teori terkait dengan variabel terikat (dependent
variabel), dan variabel bebas (independet variable), dilanjutkan dengan
kerangka berpikir dan hipotesis.
BAB 3 Metodologi Penelitian
Pada bab ini berisi mengenai populasi, sampel dan teknik sampling, variabel
penelitian instrument pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur
penelitian.
Pada bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis
deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan
pembatasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang
telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan
18
lima subbab yaitu teori kompentensi interpersonal, teori konsep diri, teori
kepribadian, teoriloneliness,kerangka berfikir, dan hipotesis peneltian.
2.1 Kompetensi Interpersonal
2.1.1 Pengertian kompetensi interpersonal
Secara umum, menurut Bochner dan Kelly kompetensi interpersonal adalah
kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif kepada orang lain
(dalam Spitzberg & Cupach, 2012). Sedangkan menurut Spitzberg dan Cupach
(dalam DeVito, 1996) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah
kemampuan individu untuk melakukan komunikasi yang efektif, yang ditandai
karakteristik- karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam
menciptakan dan membina hubungan antarpribadi yang baik dan memuaskan.
Hal ini didukung oleh pendapat Rickhet dan Strohner (2008) bahwa kemampuan
dalam berkomunikasi adalah pokok dari kesuksesan kehidupan sosial dalam
segala area kehidupan.
Menurut Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) kompetensi interpersonal
adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina
hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai
kompetensi interpersonal yang baik akan terbuka, mampu menjalin komunikasi
yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu
Sedangkan menurut Howard Garner (2011) kemampuan interpersonal
merupakan bagian dari Multiple Intelligence yang terdiri atas linguistic, logical
mathematical, spatial, bodily kinesthetic, musical, interpersonal dan
intrapersonal. Menurut Gardner, interpersonal adalah kemampuan seseorang
untuk mengetahui dan menerima perbedaan dalam suasan hati (moods),
kehendak (intention), motivasi (motivation), perasaan dan dorongan yang ada
pada diri orang lain meskipun hal-hal tersebut tersembunyi, termasuk kepekaan
pada ekspresi emosi, suara, gesture, dan kemampuan untuk memberikan respon
secara efektif padasinyal-sinyal tersebut dengan cara pragmatis.
Dari penjelasan diatas, peneliti menggunakan teori Buhrmester et al.
(dalam, Paulk, 2008) yaitu yang menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal
adalah keterampilan atau kemampuan yag dimiliki individu untuk membina
hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain.
2.1.2 Aspek-aspek kompetensi interpersonal
Menurut Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) aspek-aspek kompetensi
interpersonal meliputi:
a. Initiation
Inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan
dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif
merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas
mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih
memahaminya.
b. Negative assertion
Menurut Schwartz (2003) bersikap asertif adalah mempertahankan pendapat
dan mengekspresikan keyakinan, apa yang kita rasakan dan apa yang kita
inginkan. Seseorang yang asertif akan bertanggung jawab pada pendapatnya
dan berusaha berkomunikasi dengan sukses bahkan ketika pendapatnya
berselisih dengan orang lain.
c. Self-disclosure
Kemampuan membuka diri merupakan kemampuan untuk membuka diri,
menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap
orang lain. Menurut Farber (2006), dengan membuka diri kita merasa dekat
dengan seseorang, seperti anggota keluarga, karena kita selalu bersama
mereka dan menjadi bagian dirinya. Kita menceritakan segala cerita kepada
mereka. Serta membiarkan mereka memasuki dunia kita, menceritakan
mengenai diri kita, termasuk perasaan, pikiran dan keinginan.
d. Emotional support
Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk
mengoptimalkan komunikasi interpersonal antar dua pribadi. Dukungan
emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa
nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan
bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang.
Kemampuan mengatasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun
strategi penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau
suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun
strategi penyelesaian masalah adalah bagaimana individu yang
bersangkutan merumuskan cara menyelesaikan konflik dengan
sebaik-baiknya.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal
Menurut Monks et al., (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruihi
kompetensi interpersonal, yaitu:
a. Umur
Konformisme semakin besar dengan bertambahnya usia, terutama terjadi
pada remaja usia 15 atau belasan tahun.
b. Keadaan sekeliling
Kepekaan pengaruh dari teman sebayanya sangat mempengaruhi kuat
lemahnya interaksi teman sebaya.
c. Jenis kelamin
Kecenderungan perempuan untuk berinteraksi dengan teman sebaya lebih
besar daripada laki-laki
d. Kepribadianekstrovert
Anak-anak ekstrovert lebih konformitas daripadaintrovert
e. Besar kelompok
Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok
f. Keinginan untuk mempunyai status
Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan remaja
berinteraksi dengan teman sebayanya, individu akan menemukan kekuatan
dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat di dunia orang
dewasa.
g. Interaksi orang tua
Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang tua
menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.
h. Pendidikan
Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam interaksi teman
sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan
pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.
Sedangkan menurut Santrock (1996) kompetensi interpersonal dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Faktor pribadi (personal)
Hurlock (1999) berpendapat bahwa harga diri dan konsep diri merupakan
sumber penting lain dalam mempengaruhi perkembangan sosial remaja, di
mana harga diri dan konsep diri yang dimiliki seseorang dapat
membantunya dalam beradaptasi dan bersosialisasi dengan orang lain.
2. Faktor lingkungan
Sumber-sumber potensi yang berasal dari faktor lingkungan meliputi orang
tua, kelompok sebaya, guru, konselor, pelatih olah raga, bahkan kepala
mengembangkan kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan emosi,
kognisi, tingkah laku baik dalam adaptasi jangka pendek maupun proses
perkembangan jangka panjang.
Sedangkan menurut Nashori (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi interpersonal adalah
1. Berifat eksternal, yaitu kontak dengan orang tua, interaksi dengan
teman sebaya, aktivitas dan partisipasi sosial.
2. Bersifat internal, jenis kelamin, kepribadian, dan kematangan pada diri
individu.
Selain faktor-faktor diatas, peneliti juga mengambil faktor-faktor yang
mempengaruhi kompetensi interpersonal berdasarkan penelitian terdahulu. Yaitu
mengenai tipe-tipe loneliness. Penelitian ini dilakukan oleh Buhrmester et al.
(1988) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan tipe-tipe
loneliness, yaitu state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi
interpersonal.
Dari penjelasan di atas, peneliti memilih konsep diri, kepribadian, dan
tipe-tipe loneliness sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi
interpersonal. Faktor-faktor tersebut akan peneliti angkat menjadi independent
variabeldalam penelitian ini.
2.1.4 Pengukuran kompetensi interpersonal
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur komunikasi interpersonal, peneliti
menggunakan alat ukur baku yang dibuat oleh Buhrmester et al. (dalam Paulk,
berjumlah 40 item yang terdiri dari lima aspek yaitu, initiation, negative
assertion, disclosure, emotional supportdanconflict management.
2.1.5. Kompetensi interpersonal pada remaja
Masa remaja merupakan masa yang penting bagi individu untuk menentukan
masa depannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Hurlock (1999) bahwa masa
remaja merupakan masa yang penting, karena pada usia antara 12 dan 16 tahun
merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian dan menyangkut pertumbuhan
dan perkembangan. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan masa
di mana mereka ingin tahu tentang segala sesuatu yang mereka belum tahu,
termasuk di dalamnya adalah tentang bagaimana mereka melakukan hubungan
interpersonal yang baik agar mereka bisa diterima oleh lingkungan mereka.
Pada saat memasuki masa remaja, seseorang cenderung menghabiskan
waktu lebih banyak bersama teman-temannya dibandingkan bersama orang
tuanya (Santrock, 2002). Selanjutnya Santrock (2002) juga menjelaskan bahwa
hubungan yang baik antarteman sebaya penting bagi perkembangan sosial yang
normal. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “melebur” ke dalam suatu
jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak kenakalan dan masalah. Dalam
suatu penelitian menjelaskan bahwa hubungan yang buruk di antara
teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan suatu
kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. Dan
pada penelitian lain menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis di antara
teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental
Dari penjelasan tersebut sangat penting bagi para remaja untuk memiliki
hubungan yang efektif dengan teman sebayanya. Agar hubungan pertemanan
dengan teman sebaya dapat berjalan efektif maka para remaja di tuntut untuk
memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Individu yang mempunyai
kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang
efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan dapat dengan
cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang lain, mampu
memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua kemampuan ini akan
membuat individu tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.
Dengan demikian para remaja mampu menjalin hubungan yang baik dengan
teman sebayanya sehingga perilaku buruk atau kasus-kasus kenakalan remaja
dan konflik diantara hubungan teman sebaya dapat dihindarkan.
Disimpulkan dari pendapat beberapa ahli Psikologi bahwa masa remaja
memang rentan terhadap munculnya berbagai konflik (Shantz & Hartup, 1992).
Terdapat berbagai alasan yaitu pengaruh gelombang hormon pada masa remaja,
remaja mulai mengantisipasi tuntutan peran masa dewasa, perkembangan
kemampuan kognitif remaja yang mulai memahami ketidakkonsistenan dan
ketidaksempurnaan orang lain dan mulai melihat persoalan-persoalan yang
terjadi sebagai persoalan pribadi daripada memberikannya pada otoritas orang
tua, remaja mengalami transisi tahapan perkembangan dan perubahan-perubahan
menuju kematangan yang meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik.
kemampuan interpersonal dalam mencegah persoalan atau konflik yang terjadi di
masa remajanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Buhrmester et al. (1988) yang membuktikan bahwa kompetensi interpersonal
pada remaja berperan penting dalam keberhasilan seorang remaja dalam
menjalani kehidupan sosialnya. Hal ini mencapai popularitas kelompok teman
sebaya dalam keberhasilan atau kesuksesan remaja dalam menjalin hubungan.
Selain itu juga membuat interaksi dengan orang lain menyenangkan dan penuh
pengalaman yang nyaman.
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa kompetensi interpersonal
sangat penting bagi remaja, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kompetensi
interpersonal pada remaja.
2.2 Konsep Diri (Self Concept)
2.2.1 Pengertian konsep diri
Fits dan Warren (1996) mengatakan bahwa konsep diri seseorang merupakan
kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan
secara fenomenologis dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi
terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi
tentang dirinya, berarti ia menunujukkan suatu kesadaran diri (self awareness)
dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia
lakukan terhadap dunia di luar dirinya.
Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa
konsep diri adalah gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan
tentang diri adalah informasi yang dimiliki individu tentang dirinya: umur, jenis
kelamin, penampilan dan sebagainya. Pengharapan individu bagi dirinya adalah
gagasan tentang ingin menjadi apa kelak. Sedangkan penilaian adalah
pengukuran individu tentang keadaan dirinya yang dibandingkan dengan apa
yang menurutnya individu tersebut seharusnya terjadi pada dirinya.
Menurut Mercer (2011) konsep diri adalah konstruk psikologis yang
terdiri dari gambaran diri yang termasuk kemampuan dalam mengevaluasi
perasaan mengenai dirinya sendiri. Sedangkan menurut Rogers (dalam Cervon
& Pervin, 2013) konsep diri adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang
disadari dan disimbolisasikan, di mana “aku” merupakan pusat referensi setiap
pengalaman. Lebih lanjut Rogers menjelaskan bahwa konsep diri merupakan
bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan
disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa
aku” dan “apa yang harus aku perbuat”.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memilih teori Fitts dan Warren
(1996) yang menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang atau
pandangan seseorang tentang dirinya sendiri melalui bagaimana seseorang
mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan
penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya.
2.2.2 Aspek-aspek konsep diri
Fitts dan Warren (1996) membagi konsep diri dalam dua aspek pokok, yaitu
sebagai berikut:
Aspek internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal
frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian
yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam
dirinya. aspek ini terdiri dari tiga bentuk:
a. Diri identitas(identity self)
Merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu
pada pertanyaan, “siapakah saya”. Dalam pertanyaan tersebut tercakup
label-label dan simbol yang diberikan pada diri (self) oleh
individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan
membangun identitasnya.
b. Diri perilaku (behavioral self)
Merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan
segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu
bagian ini berkaitan dengan diri identitas.
c. Diri penerimaan/penilaian (judging self)
Diri penilaian berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan
evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri
identitas dan diri pelaku.
2) Aspek eksternal
Pada aspek eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Namun
aspek yang dikemukakan oleh Fitts dan Warren (1996) adalah aspek eksternal
a. Diri fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya
secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai
kesehatan dirinya, penampilan dirinya dan keadaan tubuhnya (tinggi,
pendek, gemuk, kurus).
b. Diri etik-moral (moral-ethic self)
Merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar
pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi
seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan
kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang
meliputi batasan baik dan buruk.
c. Diri pribadi (personal self)
Merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan
pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan
dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa
puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai
pribadi yang tepat.
d. Diri keluarga (family self)
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedukukannya sebagai anggota keluarga.
e. Diri sosial (social self)
Merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang
Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa
konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu:
1. Pengetahuan
Aspek pertama dari konsep diri adalah apa yang individu ketahui tentang
dirinya, di mana dalam diri individu ada satu daftar julukan yang
menggambarkan usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain
sebagainya. Individu juga mengidentifikasikannya dengan kelompok sosial
lain yang menambah daftar julukan bagi dirinya. Julukan dapat diganti
setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan dengan suatu kelompok,
kelompok tersebut memberi individu sejumlah informasi lain yang masuk
dalam potret diri mental individu.
2. Harapan
Individu juga memiliki pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa
dirinya di masa mendatang, dengan kata lain individu mempunyai
pengharapan bagi diri mereka sendiri
3. Penilaian
Aspek ketiga dari konsep diri adalah penilaian individu tentang dirinya.
Individu berkedudukan sebagai penilaian tentang diri mereka sendiri setiap
hari, mengukur apakah individu bertentangan dengan “akan menjadi apa dan
seharusnya menjadi apa”
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aspek konsep diri dari Fitts dan
Warren (1996) dengan alasan aspek konsep diri dari Fitts dan Warren (1996)
mencakup penilaian diri individu berdasarkan dunia di dalam dirinya dan
berdasarkan perbandingan dirinya dengan dunia di luar dirinya. Diasumsikan
bahwa setiap individu akan melakukan penilaian terhadap diri sendiri baik
berdasarkan dunia dalam dirinya maupun dunia di luar dirinya.
2.2.3 Pengukuran konsep diri
Untuk mengukur konsep diri, bentuk skala yang digunakan peneliti adalah skala
Tennessee Self Concept Scale (TSCS) yang dibuat oleh Fitss dan Warren (1996).
Ada delapan subskala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu identity self,
behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self,
family self dan socaial self. Skala tersebut terdapat 100 item, namun peneliti
mengadaptasi dengan menyesuaikan keperluan penelitian sehingga menjadi 24
item.
2.2.4. Pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal
Konsep diri merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan
seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Selain itu, konsep diri
yang positif juga dapat menghasilkan hubungan interpersonal yang baik (Ryan,
2005). Seseorang yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki
penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik
mengenai keterbatasannya dan akan lebih mampu menjalin hubungan
interpersonalnya dengan orang lain (Hartanti, 2006). Dengan demikian seorang
remaja yang memiliki konsep diri yang positif mereka akan yakin terhadap
kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi hambatan dalam hubungan
dengan menjaga sikap sehingga kompetensi interpersonal pada diri remaja akan
meningkat.
2.3 Kepribadian
2.3.1 Pengertian kepribadian
Menurut Allport (dalan Suryabrata, 2008) kepribadian adalah organisai dinamis
dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Menurut Eysenck (dalam Suryabrata, 2008) kepribadian adalah jumlah
dari keseluruhan pola perilaku atau potensial organisme yang ditentukan oleh
faktor keturunan dan lingkungan; hal itu berasal dan berkembang melalui
interaksi dari empat faktor utama yaitu pola perilaku, sektor konatif, sektor
afektif dan sektor somatik.
Menurut Mischel (2003) kepribadian adalah :
1. Menunjukkan kontinuitas, stabilitas, koherensi.
2. Kepribadian diekspresikan dalam berbagai cara, dari perilaku
terbuka melalui pikiran dan perasaan.
3. Kepribadian terorganisir, bahwa pada kenyataanya ketika tidak
terorganisir itu menandakan adanya gangguan.
4. Kepribadian adalah determinan yang mempengaruhi bagaimana
individu berhubungan dengan dunia sosial.
5. Kepribadian adalah konsep psikologis tetapi juga diasumsikan untuk
Selanjutnya Pervin (dalam Mischel, 2003) menjelaskan bahwa
kepribadian adalah organisasi kompleks dari kognisi, pengaruh, dan perilaku
yang memberikan arah dan pola (koherensi) untuk kehidupan seseorang. Seperti
tubuh, kepribadian terdiri dari kedua struktur dan proses dan mencerminkan sifat
(gen) dan nurture (pengalaman). Disamping itu kepribadian mencakup dampak
masa lalu, termasuk kenangan masa lalu, serta konstruksi masa kini dan masa
depan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan
suatu pola perilaku individu yang bersifat kontinuitas, stabilitas dan terorganisir
yang dikendalikan secara internal yaitu ditentukan oleh karakteristik pribadi
seseorang serta dikendalikan secara eksternal yaitu ditentukan oleh situasi
tertentu di mana perilaku itu terjadi.
2.3.2.Traitkepribadian
Dari teori-teori kepribadian, kepribadian dibagi menjadi beberapa pendekatan,
salah satunya adalah pendekatan trait. Terdapat banyak perbedaan pendapat
mengenai trait dari beberapa tokoh psikologi, dan tiga tokoh psikologi yang
paling berpengaruh yaitu Gordon Allport, Raymond B. Cattell, dan Hans J.
Eysenk (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008).
Trait adalah perbedaan perilaku atau karakteristik pada individu dengan
individu yang lain secara konsisten (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008). Trait
merupakan kualitas dan perbedaan individu yang memiliki tingkatan berbeda
ada yang memiliki tingkatan yang rendah dalam merespon stimulus. (Guilford,
dalam Mischel, Shoda & Ayduk, 2008).
Terdapat banyak alat ukur untuk mengukur peribadian berdasarkan trait
kepribadian, salah satunya adalah big five personality. Dalam dua dekade
terakhir, big five telah menjadi model yang utama untuk menggambarkan
struktur trait kepribadian (Rammstedt, Goldberg, & Borg, 2010). Dengan
demikian peneliti memilih trait kepribadian big five sebagai salah satu variabel
yang mempengaruh kopetansi interpersonal dikarenakan pendekatan ini
menggunakan trait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar yang telah
diakui dan digunakan di berbagai negara.
2.3.3 Definisitraitkepribadianbig five
Kepribadian big five adalah salah satutraitkepribadian yang dapat memprediksi
dan menjelaskan perilaku. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi
untuk melihat kepribadian manusia melaluitrait yang tersusun dalam lima buah
domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor.
Lima trait kepribadian tersebut adalah extraversion, agreebleness,
conscientiousness, neuroticism, openness to experiences(Goldberg, 1999)
Menurut McCrae dan Costa (1997) model lima faktor kepribadian
merupakan struktur sifat (trait), yang dikembangkan dan dijabarkan dalam waktu
lima dekade terakhir. Faktor-faktor yang didefinisikan oleh sekelompok sifat
2.3.4 Aspek-aspektraitkepribadianbig five
Kepribadian big five merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam
psikologi untuk melihat dan mengukur struktur kepribadian manusia, yang
dilihat melalui lima buah domain kepribadian. Berikut penjelasan aspek-aspek
dalam pendekatan kepribadianbig five.
Menurut Goldberg (dalam Donellan, 2006) aspek-aspek trait kepribadian
big five, yaitu:
1. Extraversion, yang terdiri dari sifa-sifat: friendliness, gregariousness,
assertiveness, activity level, excitement seeking, cheerfulness
2. Agreebleness, yang terdiri dari sifat-sifat: trust, morality, altruism,
cooperation, modesty, sympathy
3. Conscientiousness, yang terdiri dari sifat-sifat: self-efficacy, orderliness,
dutifulness, achievemen striving, self-discipline, cautiousnesss
4. Neuroticism, yang terdiri dari sifat-sifat: anxiety, anger, depression,
self-consciousness, immoderation, vulnerability
5. Openness, yang terdiri dari sifat-sifat: imagination, artistic interest,
emotionality, adventurousness, intellect, liberalism
Sedangkan menurut Costa dan McCrae (dalam Cloninger, 2004)
aspek-aspektraitkepribadianbig fiveadalah sebagai berikut:
1. Extraversion(E)
Extraversion (E) sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor
tinggi pada skor ekstraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang,
itu, individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi
dengan lebih banyak orang jika dibandingkan individu yang memiliki skor
(E) rendah. Ekstraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif
seperti memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan
banyak hal, mempunyai emosi positif, ambisius, workaholic serta ramah
terhadap orang lain.
Ekstraversion juga memiliki motivasi yang tinggi dalam bergaul,
menjalin hubungan dengan sesama serta domain dalam lingkungannya.
Sebaliknya, individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai
untuk berdiam diri, tenang, penyendiri, pasif, dan kekurangan kemampuan
untuk mengungkapkan perasaan.
2. Agreebleness(A)
Agreebleness membedakan antara individu yang berhati lembut dengan yang
tak mengenal balas kasih. Individu dengan skor yang lebih mengarah pada
aspek ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kecenderungan untuk
memiliki kepercayaan yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima,
dan baik hati. Aspek ini juga disebut dengan social adaptibility yaitu
mencirikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu
mengalah dan menghindari konflik interpersonal. Sedangkan pada individu
dengan tingkat agreebleness yang rendah, suka mencurigai, kikir, tidak
ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik
orang lain serta kurang kooperatif.
Conscientiousness(C) digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol,
teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian dan disiplin diri. Aspek ini dapat
juga disebut dengan dependability, impulse control dan will to achieve.
Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada aspek ini adalah
pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu
yang berskor rendah dalam aspek ini cenderung tidak teratur, lalai, pemalas,
dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan
dalam tugas-tugasnya.
4.Neuroticism(N)
Individu dengan skor tinggi pada aspek Neuroticsm (N), memiliki
kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani
diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stres.
Seseorang yang milikineuroticismyang rendah akan lebih gembira dan puas
terhadap hidup jika dibandingkan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi,
sedangkan individu dengan skor yang rendah, biasanya tenang,
bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional.
5. Openness to Experience(O)
Aspek ini membedakan antara individu yang memilih variasi dibandingkan
dengan individu yang menutup diri serta individu yang mendapatkan
kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orang-orang yang
mereka kenal. Individu yang harus menerus mencari perbedaan dan
Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk
melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu
tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam
menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai
perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Pada individu yang tingkat openness
yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, dan tidak
menyukai adanya perubahan.
Dari aspek-aspek diatas, peniliti memilih menggunakan aspek trait
kepribadianbig five dari Goldberg (dalam Donellan, 2006). Peneliti memilih
aspek tersebut karena pengelompokkan sifat-sifat yang digunakan lebih
mudah untuk dipahami dan diadministrasikan untuk struktur trait
kepribadianbig five.
2.3.5 Pengukuran traitkepribadianbig five
Terdapat beberapa alat ukut yang dikembangakn untuk mengukur kepribadian
big five, diantaranya:
1. NEOPIR (The Neuroticsm Extraversion Openess Personality Inventory
-Revised). Alat ukur ini dikembangkan oleh Paul T. Costa dan Robert R.
McCrae, terdiri dari 240 item.
2. BFI (Big Five Instrument). Alat ukur ini dikembangkan oleh John, Donahue,
alat ukur ini terdiri dari 44 item. BFI menunjukkan validitas konvergen yang
tinggi dengan skala self-report lain dan dengan tingkatan sejajar pada Big