• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA TEORI

2. Faktor Ekstern

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Sutrisno (2009:74) terdapat bermacam-macam pengertian kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja adalah suatu reaksi emosional yang kompleks. Reaksi emosional ini merupakan akibat dari dorongan, keinginan,

tuntutan dan harapan-harapan karyawan terhadap pekerja yang dihubungkan dengan realitas-realitas yang di rasakan karyawan, sehingga menimbulkan suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan puas, atau perasaan tidak puas. Kedua, kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerja yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja. Menurut Davis (1985) dalam yuli (2005:196) kepuasan kerja sebagai sekumpulan perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka. kepuasan kerja di pandang sebagai perasaan senang atau tidak senang yang relatif, yang berbeda dari pemikiran yang objektif dan keinginan berperilaku.

Menurut Handoko (1992) dalam Sutrisno (2009:75) mengemukakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Menurut Yulk dan Wexley (1977) dalam Sutrisno (2009:76) kepuasan sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Menurut Tiffin (1958) dalam Sutrisno (2009:76) mengemukakan kepuasan kerja adalah berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan. Menurut keith Davis (1985:96) dalam Mangkunegara (2013:117) mengemukakan bahwa” job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employees view their work”.(kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja).

19

2.2.2 Teori Kepuasan

Untuk membahas kepuasan kerja, beberapa teori telah diajukan untuk menyatakan mengapa seseorang menyenangi pekerjaannya, sehingga dapat berprestasi dengan baik, yang akan bermamfaat untuk kedua belah pihak baik untuk karyawan itu sendiri maupun terhadap perusahaan. Menurut Wexley dan Yukl (1977) (dalam As’ad, 2004) dalam Yuli (2005:190) bahwa teori-teori kepuasan kerja dapat di kelompokkan menjadi tiga macam, yaitu yang di sebut sebagai a) Discrepancy theory, b) Equity theory, dan c) Two factor theory.

a) Teori Perbedaan (discrepancy theory)

pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter (1961) (dalam As’ad, 2004) dalam Yuli (2005:190) dalam mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (differencebetween how much of something there should be and how much there “is now”). Locke (1969) (dalam As’ad, 2004) dalam Yuli (2005:190) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada discrepancy antara should be dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya yang telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah tercapai . Apabila apa yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi

merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.

b) Teori Keseimbangan (equity theory)

dikembangkan oleh Adams (1963) (dalam As’ad, 2004) dalam Yuli (2005:191) Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan keadilan (equity) atau tidak puas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain.

c) Teori Dua Faktor (two factor theory)

pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1959) (dalam As’ad, 2004) dalam Yuli (2005:191) Berdasarkan atas hasil penelitian beliau, membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfiers atau hygiene factors. Satisfiers adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan-kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Dikatakannya bahwa hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu

21

mengakibatkan ketidak puasan. Dissatisfiers adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidak puasan, yang terdiri dari gaji, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, kebijakan perusahaan, kualitas supervisi, hubungan antar pribadi, jaminan sosial. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan menimbulkan kepuasan karena ini merupakan sumber kepuasan kerja.

2.2.3 Indikator Kepuasan Kerja

Banyak indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Indikator-indikator itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan tergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Menurut Gilmer (1996) dalam Sutrisno (2009:77) indikator-indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, pengawasan, faktor instrinsik dari pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas yang diberikan perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool (1978) dalam Sutrisno (2009:78) menemukan bahwa hal-hal yang menyebabkan rasa puas adalah prestasi, penghargaan, kenaikan jabatan, dan pujian. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidak puasan adalah kebijakan perusahaan, supervisor, kondisi kerja dan gaji.

Pendapat lain dikemukakan oleh Brown & Ghiselli (1950) dalam Sutrisno (2009:79) faktor yang menimbulkan kepuasan kerja karyawan adalah kedudukan, pangkat, jaminan finansial dan sosial, mutu pengawasan.

Menurut Blum (1956) (dalam As’ad, 2001) dalam Sutrisno (2009:77) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah : (1) faktor-faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan; (2) faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan; (3) faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketenteraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju.

Berdasarkan indikator yang menimbulkan kepuasan kerja tersebut di atas akan dapat dipahami sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena setiap individu akan memiliki kepuasan yang berbeda-beda sesuai sistem nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Oleh karenanya sumber kepuasan karyawan secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan yang dilakukan memuaskan.

Dalam penelitian ini kepuasan kerja karyawan diukur berdasarkan indikator-indikator; (1) kesempatan untuk maju; (2) keamanan bekerja; (3) kondisi kerja; (4) fasilitas yang diterima.

2.2.4 Faktor Kepuasan Kerja

Menurut Yuli (2005:195) untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dapat diamati dari motivasi apa yang mendorong mereka untuk bekerja. Faktor-faktor kepuasan kerja yang secara khusus mempengaruhi produktivitas karyawan dapat berbentuk

23

kepuasan ekonomis. Terdapat enam faktor utama yang berpengaruh terhadap kerja karyawan. Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Komponen Upah atau Gajih

Gajih diartikan sebagai imbalan keuangan yang di terima seperti upah, premi bonus, atau tunjangan-tunjangn keuangan lainnya.

2. Pekerjaan itu Sendiri

Komponen pekerjaan sangat berperandalam menentukan kepuasan kerja. Ada dua aspek penting mempengaruhi kepuasan kerja yang berasal dari pekerjaan itu sendiri yaitu variasi pekerjaan, dan kontrol atas metode dan langkah kerja.

3. Pengawasan

Tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan dengan tugas kepemimpinan, yaitu usaha mempengaruhi kegiatan melalui proses komunikasi untuk tujuan tertentu.

4. Promosi Karir

Promosi adalah perencanaan karir seseorang pada pekerja yang lebih baik dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill yang lebih besar, dan khususnya meningkatnya upah atau gaji. 5. Kelompok kerja

Pengembangan keefektifan kelompok kerja adalah signifikan terhadap kesuksesan program personel perusahaan dan terhadap pencapaian keberhasilan karyawan. Didalam kelompok, karyawan dapat menemukan pemahaman, pergaulan dan kesetiaan dalam pekerjaan. Seseorang

karyawan dapat mendiskusikan masalah pekerjaan dan sering bahkan permasalahan-permasalahan personel dan kelompok.

6. Kondisi Kerja

Pengertian kondisi kerja disini adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kerja karyawan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas, seperti temperatur, kelembapan, ventelasi, penerangan, kegaduhan, kebersihan tempat kerja, kondisi alat-alat kerja, dan ketidak puasan tugas dan tanggung jawab.