• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

5. Kepuasan Pelanggan

a. Pengertian Kepuasan Pelanggan

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya).

Menurut Kotler (2004) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan

adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan.

b. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Kotler, et al., (2004) mengidentifikasi 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut:

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung maupun yang bisa dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif, maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan membeli produk perusahaan tersebut lagi. Upaya mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan

metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan timbal balik dan tindak lanjut yang memadai kepada mereka

yang telah bersusah payah „berpikir‟ (menyumbangkan ide)

kepada perusahaan.

2. Ghost Shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat mengamati cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.

3. Lost Customer Analysis

Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan costumer loss rate juga penting, di mana pengingkatan

costumer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan penelitian survei, baik dengan melalui pos, telepon maupun wawancara pribadi (McNeal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992). Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.

c. Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Metode survei kepuasan pelanggan dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut:

1. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan

pertanyaan seperti “Ungkapkan seberapa puas Saudara

terhadap pelayanan PT. X pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas (directly reported satisfaction).

2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan (derived dissatisfaction)

3. Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan (problem analysis).

4. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/performance ratings). Teknik ini dikenal pula dengan istilah importance-performance analysis (Martilla dan James, 1977).

Berdasarkan penemuan dari beberapa ahli antara lain Tse dan Wilton (1988) diperoleh rumusan sebagai berikut:

Kepuasan Pelanggan = f (expectations, perceived performance)

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa ada dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu expectations dan perceived performance. Apabila perceived performance melebihi expectations, maka pelanggan akan puas, tetapi bila sebaliknya maka pelanggan akan merasa tidak puas. Tse dan Wilton juga menemukan bahwa ada pengaruh langsung dari perceived performance terhadap kepuasan pelanggan. Pengaruh perceived performance tersebut lebih kuat daripada expectations di dalam penentuan kepuasan pelanggan.

Indeks kepuasan pelanggan dapat dihitung dengan beberapa cara menurut buku dari Tjiptono (2004). Indeks kepuasan pelanggan dapat diperoleh dengan menggunakan penilaian dengan skala, misalnya skala dari 1 sampai 7, yaitu dari sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sampai sangat puas. Penilaian bisa dilakukan terhadap produk atau jasa tertentu dan dapat pula terhadap perusahaan tertentu. Bila terdapat beberapa produk atau perusahaan alternatif, maka dapat digunakan teknik lain berupa peringkat ordinal dari obyek penelitian, yaitu dari sangat puas hingga sangat tidak puas.

Beberapa indeks kepuasan pelanggan yang tergolong sederhana antara lain: 1. IKP = PP 2. IKP = IM x PP 3. IKP = PP - EX 4. IKP = IM x (PP - EX) 5. IKP = Keterangan:

IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan

PP = Perceived Performance

EX = Expectations

IM = Importance

6. Wisatawan

a. Pengertian Wisatawan

Dalam rangka pengembangan dan pembinaan kepariwisataan di Indonesia, pemerintah telah pula merumuskan batasan tentang

wisatawan, seperti yang dituangkan dalam Intruksi Presiden No.9 Tahun 1969 yang memberikan definisi sebagai berikut:

“Wisatawan (tourist) adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanannya dan kunjungannya itu.”

Berdasarkan batasan-batasan tersebut, maka kita dapat memberikan ciri tentang seseorang itu dapat disebut sebagai wisatawan:

1. Perjalanan dilakukan lebih dari 24 jam

2. Perjalanan itu dilakukannya untuk sementara waktu

3. Orang yang melakukannya tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjungi

Dapat dikatakan bila tidak memenuhi syarat tersebut di atas, orang tersebut belum dapat dikatakan sebagai wisatawan. Satu saja syarat tidak dipenuhi, maka dua syarat yang lainnya menjadi gugur. b. Profil Wisatawan

Menurut buku dari I Ketut Suwena dan I Gst Ngr Widyatmaja (2010) profil wisatawan merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Memahami profil wisatawan merupakan suatu hal yang penting dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan perjalanan mereka dan untuk menyusun program promosi yang efektif.

Wisatawan memang sangat beragam; tua muda, miskin kaya, mancanegara nusantara, berpengalaman maupun tidak, semua ingin berwisata dengan keinginan dan harapan yang berbeda-beda. Gambaran mengenai wisatawan biasanya dibedakan berdasarkan karakteristik perjalanannya (trip descriptor) dan karakteristik wisatawannya (tourist descriptor) (Seaton dan Bennet).

1. Trip Descriptor, wisatawan dibagi ke dalam

kelompok-kelompok berdasarkan jenis perjalanan yang dilakukannya. I Ketut Suwena dan I Gst Ngr Widyatmaja (2010) mengutip dari buku Seaton & Bennet bahwa secara umum jenis perjalanan dibedakan menjadi perjalanan rekreasi, mengunjungi teman/keluarga, perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan lainnya. Dalam buku Smith (1989) yang dikutip juga oleh I Ketut Suwena dan I Gst Ngr Widyatmaja (2010) menambahkan bahwa jenis perjalanan untuk kesehatan dan keagamaan di luar kelompok lainnya. Lebih lanjut jenis-jenis perjalanan ini juga dapat dibedakan lagi berdasarkan lama perjalanan, jarak yang ditempuh, waktu melakukan perjalanan, tersebut, jenis akomodasi/transportasi yang digunakan dalam perjalanan, pengorganisasian perjalanan, besar pengeluaran dan lain-lain. Beberapa pengelompokan wisatawan berdasarkan karakteristik perjalanannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1

Karakteristik Perjalanan Wisatawan Karakteristik Pembagian

Lama waktu perjalanan

1-3 hari 4-7 hari 8-28 hari 29-91 hari 92-365 hari Jarak yang ditempuh (bisa

digunakan kilometer/mil)

Dalam kota (lokal) Luar kota (satu provinsi) Luar kota (lain provinsi)

Luar negeri

Waktu melakukan perjalanan

Hari biasa Akhir pekan/minggu

Hari libur/raya Liburan sekolah Akomodasi yang digunakan

Komersial (Hotel bintang/non bintang) Non komersial (rumah teman/saudara/keluarga)

Jalur Transportasi

Udara (terjadwal/carter) Darat (kendaraan pribadi/umum/carter) Kereta

api Laut (cruise/feri)

Teman Perjalanan Sendiri Keluarga Teman sekolah Teman kantor Pengorganisasian perjalanan Sendiri Keluarga Sekolah Kantor

Biro perjalanan wisata (Sumber: Smith, 1989)

2. Tourist Descriptor; memfokuskan pada wisatawannya,

biasanya digambarkan dengan “Who wants what, why, when,

where and how much?”

Untuk menjelaskan hal-hal tersebut digunakan beberapa karakteristik di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik Sosio-Demografis

Karakteristik sosio-demografis mencoba menjawab

pertanyaan “who wants what”. Pembagian berdasarkan

karakteristik ini paling sering dilakukan untuk kepentingan analisis pariwisata, perencanaan, dan pemasaran, karena sangat jelas definisinya dan relatif mudah pembagiannya (Kotler, 1996). Yang termasuk dalam karakteristik sosio-demografis di antaranya adalah gender, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, ukuran keluarga atau jumlah anggota keluarga dan lain-lain yang dielaborasi dari karakteristik tersebut. Beberapa pengklasifikasian lebih lanjut dari karakteristik sosio-demografis dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 2.2

Karakteristik Sosio-Demografis Wisatawan Karakteristik Pembagian Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan Umur 0-14 tahun 15-24 tahun 25-44 tahun 45-64 ahun >65 tahun Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA Diploma Sarjana (S1) Pasca Sarjana (S2,S3)

Tabel 2.2

Karakteristik Sosio-Demografis Wisatawan(Lanjutan) Karakteristik Pembagian

Kegiatan

Bekerja (PNS/Pegawai,wiraswasta, professional dan lain-lain.

Tidak bekerja (ibu rumah tangga,pelajar/mahasiswa. Status Perkawinan Belum menikah Menikah Cerai Jumlah anggota keluarga dan komposisinya 1 orang

Beberapa orang, tanpa anak usia di bawah 17 tahun

Beberapa orang, dengan anak (beberapa anak) di bawah 17 tahun

Tipe Keluarga

Belum menikah

Menikah, belum punya anak Menikah, anak usia >6 tahun Menikah, anak usia 6-17 tahun Menikah, anak usia 18-25 tahun Menikah, anak usia >25 tahun masih tinggal dengan orang tua Menikah, anak usia >25 tahun tidak tinggal dengan orang tua (empty nest)

Sumber: Smith (1989)

Karakteristik sosio-demografis juga berkaitan satu dengan yang lain secara tidak lansung. Misalnya, tingkat pendidikan seseorang dengan pekerjaan dan tingkat pendapatannya, serta usia dengan status perkawinan dan ukuran keluarga. Pembagian wisatawan berdasarkan karakteristik sosio-demografis ini paling nyata kaitannya dengan pola berwisata mereka. Gender maupun kelompok umur misalnya berkaitan dengan pilihan jenis wisata yang dilakukan (Seaton & Bennet, 1996). Jenis pekerjaan seseorang maupun tipe keluarga akan berpengaruh pada

waktu luang yang dimiliki orang tersebut, dan lebih lanjut

pada “kemampuan”nya berwisata.

b. Karakteristik geografis

Karakteristik geografis membagi wisatawan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, biasanya dibedakan menjadi desa-kota, provinsi, maupun negara asalnya. Pembagian ini lebih lanjut dapat pula dikelompokkan berdasarkan ukuran kota tempat tinggal (kota kecil, menengah, besar/metropolitan), kepadatan penduduk di kota tersebut dan lain-lain.

c. Karakteristik Psikologis

Karakteristik ini membagi wisatawan dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial, life-style dan karakteristik personal. Wisatawan dalam kelompok demografis yang sama mungkin memiliki profil psikologis yang sangat berbeda (Smith, 1989).

Beragamnya karakteristik dan latar belakang wisatawan menyebabkan beragamnnya keinginan dan kebutuhan mereka akan suatu produk wisata. Pengelompokan-pengelompokan wisatawan dapat memberi informasi mengenai alasan setiap kelompok mengunjungi objek wisata yang berbeda, berapa besar ukuran kelompok

terhadap suatu produk wisata tertentu, sensitivitas mereka terhadap berbagai bentuk iklan produk wisata. Lebih lanjut, pengetahuan mengenai wisatawan sangat diperlukan dalam merencanakan produk wisata yang sesuai dengan keinginan kelompok pasar tertentu, termasuk merencanakan strategi pemasaran yang tepat bagi kelompok pasar tersebut (Herlina, 2004).

Dokumen terkait