• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

3. Kualitas Pelayanan

a. Pengertian Kualitas Layanan

Menurut Kotler (2004:83) definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri.

Sedangkan untuk pengertian kualitas layanan, Tjiptono (2001:165) mengemukakan bahwa kualitas layanan merupakan tingkatan kondisi baik buruknya sajian yang diberikan oleh perusahaan jasa dalam rangka memuaskan konsumen dengan cara memberikan atau menyampaikan jasa yang melebihi harapan konsumen.

b. Dimensi Kualitas Layanan

Untuk bisa mengetahui kepuasan wisatawan, dapat dilakukan melalui survei yang didasarkan pada dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang berkaitan erat dengan kebutuhan wisatawan.

Pada umumnya, kualitas pelayanan diukur dari 5 dimensi, yaitu: Tangible (Berwujud), Reliability (Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan), dan Emphaty (Empati), seperti yang diuraikan Zeithaml (2000:82) sebagai berikut:

1) Tangibles (bukti fisik)

Merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen dari segi visual (berhubungan dengan lingkungan fisik). Tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi konsumen. Pada saat yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu sumber yang mempengaruhi harapan konsumen. Karena tangible yang baik, maka harapan konsumen menjadi lebih tinggi, penting bagi suatu perusahaan untuk memberikan impresi yang positif terhadap kualitas layanan yang diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan konsumen yang terlalu tinggi. Hal ini meliputi lingkungan fisik seperti ekterior dan interior bangunan, penampilan personel yang rapi dan menarik saat memberikan jasa. Lingkungan fisik ini merupakan gambaran dari layanan di mana konsumen baru akan menggunakannya untuk mengevalusi kualitas.

2) Reliability (keandalan)

Kemampuan untuk diandalkan dalam menunjukkan layanan yang dijanjikan dengan tanggung jawab dan akurat kepada konsumennya. Reliability berarti perusahaan menepati apa yang dijanjikan, baik mengenai pengantaran, pemecahan masalah dan harga.

3) Responsiveness (daya tanggap)

Kesadaran atau keinginan untuk cepat bertindak membantu tamu dan memberikan layanan yang tepat waktu. Dimensi ini menegaskan perhatian dan kecepatan waktu dalam hubungannya dengan permintaan konsumen, pertanyaan, komplain, dan masalah yang terjadi. Responsivenees juga berhubungan dengan pelanggan mengenai berapa lamanya waktu yang diperlukan untuk menunggu pertolongan atau bantuan, menjawab pertanyaan atau memberikan perhatian untuk masalah.

4) Assurance (jaminan)

Pengetahuan karyawan dan keramahtamahan, serta kemampuan karyawan untuk menerima atau membawa kepercayaan dan kenyamanan. Ciri-ciri dari dimensi ini yaitu berkompetensi untuk memberikan layanan, sopan dan memiliki sifat hormat terhadap tamu. Dimensi ini mungkin menjadi bagian penting dari layanan di mana konsumen merasa aman (secure) dan terjamin, bahwa konsumen akan dilayani oleh karyawan yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik tentang produk atau jasa yang dijual oleh produsen.

5) Empathy (empati)

Kemampuan untuk mengerti keinginan konsumen, serta memperhatikan emosi atau perasaan konsumen dan juga

tersedianya perhatian atau atensi untuk para konsumen. Dimensi empati ini memiliki ciri-ciri: kemauan untuk melakukan pendekatan, memberikan perlindungan dan usaha untuk mengerti keinginan, kebutuhan dan perasaan tamu. 4. Pengertian Harapan Pelanggan

Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang atau jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat bernilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya (Zeithaml, et al., 1993). Pengertian ini didasarkan pada pandangan bahwa harapan merupakan standar prediksi. Selain standar prediksi, ada pula yang menggunakan harapan sebagai standar ideal.

Umumnya faktor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau, rekomendasi dari mulut ke mulut, dan iklan. Zeithaml, et al., 1993 melakukan penelitian khusus dalam sektor jasa dan mengemukakan bahwa harapan pelanggan terhadap kualitas suatu jasa terbentuk oleh beberapa faktor berikut:

1. Enduring Service Intensifiers

Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang jasa. Seorang pelanggan akan berharap bahwa ia patut dilayani dengan baik pula apabila pelanggan lainnya dilayani dengan baik oleh pemberi jasa. Selain itu, filosofi individu, (misalnya seorang nasabah bank) tentang bagaimana memberikan pelayanan yang benar akan menentukan harapannya pada sebuah bak.

2. Personal needs

Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.

3. Transitory Service Intensifiers

Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Faktor ini meliputi:

a. Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin perusahaan bisa membantunya (misalnya jasa asuransi mobil pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas). b. Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi

4. Percieved Service Alternatives

Percieved Service Alternatives merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap suatu jasa cenderung akan semakin besar.

5. Self-Perceived Service Roles

Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika konsumen terlibat dalam proses pemberian jasa dan jasa yang terjadi ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya pada si pemberi jasa. Oleh karena itu, persepsi tentang derajat keterlibatannya ini akan mempengaruhi tingkat jasa/pelayanan yang bersedia diterimanya.

6. Situational Factors

Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa. Misalnya pada awal bulan biasanya sebuah bank ramai dipenuhi para nasabahnya dan ini akan menyebabkan seorang nasabah menjadi relatif lama menunggu. Untuk sementara waktu, nasabah tersebut akan menurunkan tingkat pelayanan minimal yang bersedia diterimanya karena keadaan itu bukanlah kesalahan penyedia jasa.

7. Explicit Service Promises

Faktor ini merupakan pernyataan (secara personal atau non-personal) oleh organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling, perjanjian atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut.

8. Implicit Service Promises

Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (harga) dan alat-alat pendukung jasanya. Pelanggan biasanya menghubungkan harga dan peralatan (tangible assets) pendukung jasa dengan kualitas jasa. Harga yang mahal dihubungkan secara positif dengan kualitas yang tinggi. Misalnya, kendaraan angkutan umum yang sudah tua dan kotor dianggap hanya cocok bagi masyarakat bawah yang lebih mementingkan tiba di tujuan daripada kenyamanan selama perjalanan.

9. Word of Mouth (Rekomendasi/saran dari orang lain)

Word of Mouth merupakan pernyataan (secara personal atau non-personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. Word of Mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikannya

adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media massa. Di samping itu, Word of Mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.

10. Past Experience

Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya di masa lalu.

Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang, seiring dengan semakin banyaknya informasi (nonexperimential information) yang diterima pelanggan serta semakin bertambahnya pengalaman pelanggan. Pada gilirannya, semua ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.

Dokumen terkait