• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepuasan Perkawinan

Dalam dokumen Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria (Halaman 24-33)

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kepuasan Perkawinan

1. Pengertian Kepuasan Perkawinan

Kesuksesan perkawinan ditandai bukan hanya oleh berapa lama hubungan tersebut terjalin dan intensitas perasaan yang dialami dua orang yang menjalin relasi perkawinan. Bukan juga ditentukan oleh siapa di antara kedua pasangan perkawinan tersebut yang memenangkan dominasi. Sukses dalam perkawinan berlainan dengan definisi kesuksesan dalam pekerjaan yang bisa diukur dari berapa jauh seseorang mampu meraih jenjang tertinggi dari kariernya.(“Faktor Praperkawinan yang Berpengaruh pada Sukses Perkawinan”,2004)

Menurut Grace (dalam Fournier, 1983) kepuasan perkawinan ialah upaya bersama dari pasangan suami istri dalam upayanya untuk dapat meperlakukan pasangannya dengan baik. Dengan demikian dapat disebutkan juga bahwa kebahagiaan perkawinan merupakan raport perilaku pasangan suami istri terhadap pasangannya. Perilaku yang

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

baik akan dapat menghadirkan kebahagiaan bagi keduanya, dan sebaliknya perilaku yang buruk terhadap pasangan semakin menjauhkan keduanya dari kebahagiaan.

Menurut Skolnick (dalam Lefrancois,1984) mengatakan kepuasan perkawinan ialah persepsi individu terhadap hubungan perkawinannya dimana hubungan perkawinan tersebut terus berproses dan berkembang sepanjang umur perkawinan

Maka berdasarkan para ahli diatas maka dapat disimpulkan kepuasan perkawinan ialah persepsi individu terhadap pasangannya dalam hubungan perkawinan dimana hubungan perkawinan tersebut terus berproses dan berkembang sepanjang umur perkawinan yang akan menghadirkan kebahagiaan apabila kedua pasangan berprilaku baik dan sebaliknya akan menjauhkan kebahagiaan apabila kedua pasangan berprilaku buruk.

3. Area-area dalam perkawinan

Olson & Fowers (dalam Fournier, 1983) mengemukakan area-area dalam perkawinan untuk mengukur bagaiman kepuasan perkawinan pada pasangan. Area-area tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi

Area ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangan. Area ini berfokus pada rasa senang yang dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi, dimana mereka saling berbagi dan menerima

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

informasi tentang perasaan dan pikirannya. Laswell (1991) membagi komunikasi perkawinan dalam 5 elemen dasar, yaitu : openess (adanya keterbukaan diantara pasangan), honesty (adanya kejujuran terhadap pasangan), ability to trust (kemampuan untuk mempercayai satu sama lain), empathy (sikap empati terhadap pasangan) dan listening skill (kemampuan mejadi pendengar yang baik.

2. Aktivitas mengisi waktu luang

Area ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang yang merefleksikan aktivitas yang dilkakukan secara personal atau bersama. Area ini juga melihat apakan suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan individu atau pilihan bersama, serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan.

3. Orientasi Agama

Dalam area ini yang dinilai adalah makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang memiliki keyakinan beragam, dapat dilihat dari sikapnya yang peduli terhadap hal-hal keagamaan dan mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada anaknya. Selain itu mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama.

4. Resolusi terhadap konflik

Fokus dalam area ini adalah untuk menilai persepsi suami istri terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya. Diperlukan adanya keterbukaan

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang mucul serta strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama, serta membangun kepercayaan satu sama lain.

5. Pengaturan keuangan

Area ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan utnuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam perkawinan (Hurlock, 2004). Konflik dapat muncul jika salah satu menunjukkan otoritas terhadap pasangannya juga tidak percaya terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan.

6. Orientasi seksual

Fokus dalam area ini adalah refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah seksual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiting berjalannya waktu. Hal ini bisa terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mempu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasnagan sehingga dapat tercipta kepuasaan bagi pasangan suami istri.

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

Perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman dapat dilihat dalam area ini. Area ini merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan teman-teman. Hubungan yang baik antara menantu dengan mertua juga dengan saudara ipar dapat terjadi jika individu dapat menerima keluarga pasangan seperti keluarganya sendiri. Perkawinan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunaka sebagian waktunya bersama keluarga sendiri, jika ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama (Hurlock, 1999)

8. Kepribadian

Area ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah, perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasang sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia.

9. Peran yang sederajat

Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan perkawinan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam rumah maupun luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesepatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

10. Anak dan orangtua

Area ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orangtua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap hubungan dengan pasangan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan jika itu dapat tercapai. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak adalah hal penting dalam perkawinan.

Dalam kaitannya dengan kehadiran anak, Duvall (dalam Clyton, 1975) membagi siklus kehidupan keluarga menjadi 8 tahapan dengan ciri tersindiri seperti tabel berikut :

Tabel 1.

Siklus Kehidupan Keluarga

Tahap 1. Keluarga awal.

Setelah menikah 0-5 thn, tanpa anak

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

Anak pertama yang baru lahir sampai anak berusia 2 thn 11 bln.

Tahap 3. Keluarga dengan anak pra-sekolah.

Anak pertama berusia 3 thn sampai 5 thn 11 bln.

Tahap 4. Anak pertama usia 6 thn s/d 12 thn 11 bln

Tahap 5. Anak pertama 13 thn s/d 20 thn 11 bln

Tahap 6. Keluarga sejak masa anak sulung sampai

anak bungsu meningalkan rumah

Tahap 7. Keluarga dimana semua anak sudah

meninggalkan rumah sampai masa pensiun

Tahap 8. Keluarga dari masa pensiun sampai masa

kematian salah satu pasangan.

3. Faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan

Menurut Hendrick (1992), mengatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terjadi sebelum perkawinan dan sesudah perkawinan.

3.1. Faktor-faktor sebelum perkawinan

1. Latar belakang sosial ekonomi

Status ekonomi sebelum menikah dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan seseorang, hal ini berhubungan dengan harapan akan status ekonomi yang

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

akan diterima setelah menikah. Umunya wanita berharap dengan perkawinan, maka status sosial dan ekonominya terangkat, namun dapat terjadi ketidakpuasan bila harapan tersebut tidak realistis dan wanita memilih suami karena alasan ekonomi. (Hurlock,2004)

2. Pendidikan

Kepuasan perkawinan juga ditentukan oleh tingkat pendidikan, yang diperoleh seseorang, hal ini diasumsikan bahwa dengan pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan inidivu dalam memenuhi kebutuhan keinginan dan aspirasinya. (Turner & Helms, 1989) Penetian Luckey (dalam Hendrick&Hendrick, 1962) menghasilkan bahwa kepuasan perkawinan berhubungan positif dengan pendidikan yang tinggi dimana orang berpendidikan tinggi akan lebih puas dengan perkawinannya.

3. Pekerjaan

Pekerjaan berhubungan erat dengan tingkat pendidikan seseorang. Meningkatnya jumlah wanita bekerja sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan wanita. (Rini, 2002)

4. Pengaruh orang tua

Orang tua juga dapat mempengaruhi kepuasan dalam perkawinan, dalam hal ini berhubungan dengan harapan orang tua, jodoh dan kehidupan perkawinan anak-anaknya. Orang tua yang terlalu ikut campur dalam perkawinan anaknya dapat menyebabkan anak tidak puas dengn perkawinannya.

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

3.2.Faktor-faktor setelah perkawinan

1. Keberadaan anak

Keberadaan anak mempengaruhi kepuasan terhadap perkawinan, Ryder (dalam Laswell & Laswell, 1978) mengemukakan bahwa kepuasan dapat terwujud bila kenyataan tentang keberadaan anak sesuai dengan harapan.

2. Lama perkawinan

Lama perkawinan juga turut mempengaruhi kepuasan sesorang dalam perkawinan. Semakin lama usia perkawinan, maka akan semakin banyak penyesuaian yang terjadi antara suami istri yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan.

4. Karakteristik Kepuasan Perkawinan

Menurut Skolnick (dalam Lefrancois, 1984) beberapa hal dibawah ini merupakan cirri-ciri kepuasan perkawinan yang tinggi, yaitu :

1. Individu menyukai pasangannya

2. Individu mengaggumi dan menghargai pasangannya.

3. Individu dan pasangan saling menikmati waktu bersama

4. Individu bersedia menikahi pasangannya sekali lagi

5. Pernikahan kedua pasangan semakin meningkat seiring dengan berjalannya

waktu

6. Individu merasa dicintai oleh pasangan.

Rizki Fadilah Raz : Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria, 2009. USU Repository © 2009

Sedangkan hal dibawah ini merupakan ciri-ciri kepuasan perkawinan yang rendah, yaitu :

1. Pernikahan hanya merupakan suatu keharusan dan rutinitas bukan merupakan

hubungan yang personal antara kedua pasangan

2. Individu berkeinginan untuk meninggalkan pasangan

3. Adanya permasalahan serius dan adanya perbedaan pendapat yang terjadi

antara kedua pasangan.

4. Terjadinya perbedaan kepribadian antara kedua pasangan yang menyebabkan

permasalahan.

5. Hubungan seksual menjadi tekanan bagi pasangan.

6. Individu selalu mengkritik pasangan.

Dalam dokumen Kepuasan Perkawinan Pada Pensiunan Pria (Halaman 24-33)

Dokumen terkait