• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dan proses penelitian dimulai dari kondisi masyarakat di sekitar hutan yang masih rendah tingkat keberdayaannya sedangkan tingkat ketergantungan mereka terhadap sumberdaya hutan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar hutan pada saat ini masih berada dalam kondisi kemiskinan, tingkat kesejahteraan yang rendah, kemampuan atau posisi tawar dengan pihak luar masih rendah, peranan sebagai inisiator aktivitas ekonomi untuk kesejahteraan anggotanya masih lemah, kemampuan memenuhi kebutuhan pokok dan kesadaran terhadap pentingnya fungsi pelestarian sumberdaya hutan masih rendah, atau dengan kata lain masih rendahnya tingkat keberdayaannya (Saragih & Sunito, 1994; Santosa, 2004; Pardosi, 2005; Awang, 2005; Sidu, 2006 ).

Program pembangunan kehutanan pada masa lalu lebih berorientasi kepada ekonomi dari hasil hutan terutama kayu. Akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan sangat terbatas. Adanya suatu program pembangunan kehutanan yang dilandasi konsep kehutanan masyarakat berarti membuka akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung di P. Jawa berada di bawah Perum Perhutani yang telah meluncurkan program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Pengelolaan hutan bersama masyarakat tersebut dilakukan dengan kerjasama antara pihak Perhutani yang diwakili oleh Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH) dengan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, yang bisa berbentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). LMDH ini merupakan asosiasi kelompok-kelompok tani hutan yang anggotanya adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Kondisi tersebut dalam penelitian ini akan diteropong dari perspektif teori pemberdayaan dan teori kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Lin (2004), yang menyatakan bahwa pendekatan pember-ayaan masyarakat lokal (dalam konteks kehutanan masyarakat) harus secara tepat mencari sasaran

kelompok-kelompok dalam komunitas pedesaan yang secara sosial dan ekonomi termarginalkan. Oleh karena itu pemberdayaan yang dilakukan harus mempertimbangkan dinamika kelompok tani yang akhirnya bisa mencapai tujuan yang diharapkan yaitu tingkat keberdayaan masyarakat yang semakin tinggi.

Masalah penelitian yaitu sejauhmana dinamika kelompok masyarakat sekitar hutan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya; sejauhmana tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberdayaan masyarakat sekitar hutan; dan sejauhmana tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi mereka dalam melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan. Masalah penelitian tersebut akan dicari jawabannya secara deduktif dan induktif. Penyusunan kerangka berpikir penelitian secara deduktif didasarkan pada teori tentang pemberdayaan (empowerment), teori kelompok, teori kepemimpinan, teori motivasi dan kebutuhan, dan teori social forestry atau kehutanan masyarakat serta teori partisipasi. Kajian secara induktif dilakukan dengan pengumpulan dan pengolahan data-data yang diperoleh dari pengukuran secara empirik untuk menguji model deduktif (model hipotetik) yang telah disusun. Pengukuran secara empirik dilakukan terhadap responden masyarakat sekitar hutan sebagai data pokok melalui metode survey dengan kuesioner. Selanjutnya dilakukan analisis data secara deskriptif dan inferensial untuk menyusun model pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Model yang telah melalui respesifikasi dan teruji secara statistik digunakan sebagai bahan penyusunan strategi pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.

Proposisi pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa dinamika kelompok tani hutan yang didukung oleh kepemimpinan kelompok yang efektif dan ditunjang oleh potensi sumberdaya individu petani yang tinggi, proses pemberdayaan yang tepat, peran SDM Pemberdaya yang optimal, dan dukungan lingkungan yang memadai akan meningkatkan keberdayaan petani anggota kelompok tersebut.

Proposisi yang kedua yaitu tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan yang tinggi perlu didukung oleh kelompok tani hutan yang dinamis, proses

pemberdayaan yang tepat, potensi sumberdaya individu petani yang tinggi, peran SDM Pemberdaya yang optimal, kepemimpinan kelompok yang efektif dan dukungan lingkungan memadai.

Proposisi yang ketiga yaitu bahwa tingkat keberdayaan anggota kelompok akan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi anggota kelompok dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Dalam hal ini diduga semakin tinggi tingkat keber-dayaan anggota kelompok akan semakin tinggi pula tingkat partisipasinya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan mikro melalui survei terhadap responden individu petani sekitar hutan yang menjadi anggota kelompok tani hutan, di mana kelompok ini tergabung dalam LMDH dan bekerjasama mengelola sumberdaya hutan dengan pihak Perhutani. Peubah-peubah penelitian diukur berdasarkan perspektif individu petani sebagai kepala keluarga tani. Sesuai dengan pendapat Cartwright dan Zander (1968), salah satu metode yang bisa digunakan dalam studi tentang dinamika kelompok yaitu mempelajari perilaku individu dalam kelompok. Selanjutnya Teori Lapangan (Field Theory) menekankan bahwa dalam pandangan ilmu psikologi sosial fenomena yang penting adalah terletak pada individu dan bukan pada lingkungan. Apa yang dipersepsikan secara subyektif oleh individu sangat penting menjadi bahan untuk dipelajari. Teori Lapangan mendasarkan kepada lima asumsi yaitu : (1) bahwa fenomena yang dipelajari adalah apa yang dipersepsikan oleh individu terhadap lingkungannya; (2) bahwa seseorang menempati posisi tertentu dalam ruang kehidupannya; (3) bahwa seseorang berorientasi kepada tujuan yang melibatkan perubahan posisi individu terhadap ruang kehidupannya; (4) bahwa individu berperilaku tertentu untuk mencapai tujuannya; dan (5) dalam proses menuju tujuan, individu mungkin menemui kendala yang harus dihadapi dan mungkin bisa mengubah tujuan atau ruang kehidupannya (Lewin, diacu dalam Shepperd 1964).

Penelitian berupaya merumuskan model pemberdayaan masyarakat sekitar hutan berdasarkan perspektif ilmu-ilmu perilaku (behavioral sciences) terutama ilmu penyuluhan pembangunan. Model pemberdayaan disusun dengan mengadopsi pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia sebagai subyek pembangunan. Menurut Korten (1984) paradigma alternatif pembangunan pasca

era industri adalah pembangunan yang berpusat pada manusia (people-centered development) yang dicirikan perlunya pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan kesejahteraan, keadilan serta keberlanjutannya. Alasan pokok yang mendasari paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia, ditunjang sumberdaya utama berupa informasi dan inisiatif kreatif manusia, dengan tujuan bertumbuh-kembangnya sumberdaya manusia (human growth) berupa peningkatan kesadaran akan potensi dirinya. Sehingga manusia seharusnya menjadi subyek yang mampu merumuskan tujuannya, mengontrol sumber-sumberdaya, dan mengelola proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya.

Paradigma baru ini sejalan dengan semangat UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang menyatakan bahwa petani hutan sebagai pelaku utama dalam pembangunan kehutanan. UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan juga mengisyaratkan bahwa pengelolaan hutan ke depan harus berorientasi kepada seluruh potensi sumberdaya hutan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini juga mengandung makna bahwa masyarakat harus diposisikan sebagai subyek atau pelaku utama. Pemberdayaan terhadap pelaku utama pembangunan kehutanan menjadi hal yang sangat penting. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan ke arah tingkat keberdayaan yang tinggi yang berdampak pada tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, dapat ditumbuhkan melalui proses pemberdayaan yang tepat dan kelompok yang dinamis dengan didukung oleh potensi sumberdaya individu petani yang tinggi, peran SDM Pemberdaya yang optimal, kepemimpinan kelompok yang efektif dan dukungan lingkungan yang memadai.

Alur berpikir dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yaitu masukan (inputs), proses (process), keluaran (outputs) dan dampak (outcomes) yang diadopsi dari Hikmat (2001), dan Sax (1980) diacu dalam Arikunto (2004). Model pemberdayaan dikembangkan dengan pemikiran apa masukannya, bagai-mana proses pemberdayaannya, apa keluarannya, dan bagaibagai-mana dampak yang akan dihasilkan. Pemberdayaan diawali dari kondisi petani sekitar hutan yang kurang mempunyai keberdayaan (powerless) namun mereka mempunyai potensi yang bisa dikem-bangkan. Masukan dalam model ini adalah potensi sumberdaya

individu yang dimiliki petani, peran SDM Pemberdaya, keefektifan kepemimpinan kelompok, dan dukungan lingkungan. Proses dari model pemberdayaan ini adalah ketepatan proses pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak luar (Perum Perhutani) dalam bentuk program PHBM, dan dinamika kelompok tani hutan. Keluaran yang ingin dicapai adalah tingkat keberdayaan petani yang semakin tinggi. Sedangkan dampak jangka pendek yang diharapkan adalah tingkat partisipasi petani yang semakin tinggi dalam melakukan pengelolaan sumberdaya hutan bersama Perhutani. Dampak jangka panjang yang tidak diukur dalam penelitian ini adalah “kesejahteraan masyarakat” yang semakin meningkat dan “kelestarian sumberdaya hutan” yang tetap terjaga. Berdasarkan model tersebut akan bisa disusun strategi pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sesuai dengan karakteristik wilayah penelitian. Alur berpikir pemberdayaan masyarakat sekitar hutan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur berpikir penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Peubah terikat penelitian yaitu dinamika kelompok, tingkat keberdayaan dan tingkat partisipasi. Peubah bebas yaitu potensi sumberdaya individu, ketepatan proses pemberdayaan, peran SDM Pemberdaya, keefektifan kepemimpinan

Dukungan Lingkungan

Petani kurang berdaya Proses pemberdayaan Petani yang berdaya (powered) (powerless) (empowerment) Dinamika Kelompok Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan Kelestarian Sumberdaya Hutan Peran SDM Pemberdaya Keefektifan Kepemimpinan Kelompok Potensi Sumberdaya Individu Petani Ketepatan Proses Pemberdayaan MASUKAN (INPUTS) PROSES (PROCESS) KELUARAN (OUTUTS) DAMPAK (OUTCOMES) Tingkat Keberdayaan Tingkat Partisipasi

kelompok dan dukungan lingkungan. Keterkaitan beberapa peubah penelitian beserta indikator-indikatornya ditunjukkan pada Gambar 2.

Potensi Sumberdaya Individu Petani (X1)

X 1.1 Luas lahan garapan X 1.2 Pengalaman berusahatani X 1.3 Umur

X 1.4 Pendapaatan

X 1.5 Jumlah tanggungan keluarga X 1.6 Pendidikan formal

X 1.7 Pendidikan non formal X 1.8 Motivasi berkelompok X 1.9 Keinovatifan

Ketepatan Proses Pemberdayaan ( X2 )

X 2.1 Inisiatif program X 2.2 Penyadaran / sosialisasi

X 2.3 Pembentukan lembaga masyarakat X 2.4 Pemanfaatan ruang kelola X 2.5 Penentuan bagi hasil

Peran SDM Pemberdaya ( X3 )

X 3.1 Mengembangkan partisipasi petani X 3.2 Pemecahan masalah dan pembelajaran petani X 3.3 Mengorganisasikan petani X 3.4 Membangun jaringan X 3.5 Mencari peluang pasar X 3.6 Membangun komunikasi

X 3.7 Kesetaraan status social dg petani

Keefektifan Kepemimpinan Kelompok (X4)

X 4.1 Peran pemimpin kelompok X 4.2 Perilaku kepemimpinan X 4.3 Gaya kepemimpinan

Dukungan Lingkungan ( X5 )

X 5.1 Akses lahan

X 5.2 Potensi sumberdaya hutan X 5.3 Ketersediaan saprodi

X 5.4 Kemudahan memasarkan hasil X 5.5 Potensi modal sosial

X 5.6 Potensi pengembangan usaha X 5.7 Tersedianya alternatif usaha X 5.8 Ketergantungan pada hutan X 5.9 Intervensi lingkungan sosial

Dinamika Kelompok (Y1)

Y 1.1 Tujuan kelompok Y 1.2 Struktur kelompok Y 1.3 Fungsi/tugas kelompok Y 1.4 Pembinaan kelompok Y 1.5 Kekompakan kelompok Y 1.6 Suasana kelompok Y 1.7 Tegangan kelompok Y 1.8 Keefektifan kelompok Y 1.9 Maksud tersembunyi Y 1.10 Perkembangan usaha kelmpok Tingkat Keberdayaan (Y2) Y 2.1 Kemampuan interpersonal Y 2.2 Kemampuan interaksional Y 2.3 Kapasitas mengambil tindakan Y 2.4 Kemampuan kolektif Y 2.5 Kemampuan bertahan Tingkat Partisipasi (Y3) Y 3.1 Perencanaan Y 3.2 Pelaksanaan Y 3.3 Evaluasi Y 3.4 Pemanfaatan hasil Kesejahteraan Masyarakat Sekitar hutan Kelestarian Sumberdaya Hutan

Gambar 2. Hubungan antar peubah-peubah penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan melalui Pendekatan Kelompok

Ketepatan Proses Pemberdayaan

Berdasarkan pernyataan pada proposisi pertama dan kedua ketepatan proses pemberdayaan dipandang sebagai peubah yang penting. Pemberdayaan sebagai suatu proses merupakan berbagai upaya yang dilakukan terhadap individu atau kelompok yang kurang mampu dan kekurangan sumberdaya, dengan melibatkan rasa saling menghargai, kepedulian, partisipasi kelompok, kesetaraan dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat, agar mereka mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam mengakses dan mengontrol sumber-sumberdaya sehingga bisa meningkatkan kualitas kehidupannya (Perkins & Zimmerman, 1995; Horvath, 1999; Ashman, 2000; Adi, 2002). Dalam pandangan Ife (2002) beberapa prinsip yang berhubungan dengan proses pembangunan masyarakat yaitu : 1) sesuai dengan harapan masyarakat terhadap keberlanjutan dan keadilan sosial; 2) meningkatkan kesadaran; 3) memaksimalkan partisipasi,; 4) mendorong kerjasama dan konsensus; dan 5) mendorong keterikatan antar warga. Prinsip-prinsip ini sejalan dengan Burkey (2002) yang menyatakan bahwa dalam pembangunan pedesaan yang partisipatif diantaranya perlu memperhatikan : 1) adanya kerjasama yang baik antara individu dalam kelompok dan dengan agen perubahan; 2) berorientasi kepada permasalahan dan kebutuhan masyarakat; 3) sumberdaya perlu dimobilisasi; 4) individu dan kelompok harus memikul tanggungjawab dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi; dan 5) tindakan kolektif diperlukan untuk menghadapi permasalahan yang tidak bisa dipecahkan individu.

Dikaitkan dengan penelitian ini maka masyarakat sekitar hutan yang berada dalam tingkat keberdayaan rendah (kemiskinan, kesejahteraan, kemampuan meng-akses sumberdaya hutan, dan lain-lain) perlu memperoleh perlakuan dari pihak luar berupa proses pemberdayaan secara tepat. Ketepatan proses pemberdayaan dimaknai sebagai seberapa jauh langkah-langkah penerapan program pengelolaan hutan bersama masya-rakat (PHBM) sesuai dengan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Beberapa aspek yang dilihat meliputi inisiatif program, proses penyadaran/sosialisasi yang dilakukan terhadap kelompok, pembentukan lembaga masyarakat yang akan bekerjasama dengan Perhutani, pemanfaatan ruang

pengelolaan, dan penentuan bagi hasil. Paradigma yang dibangun tentang proses pemberdayaan yang tepat diulas melalui aspek-aspek proses pemberdayaan, gambaran proses pemberdayaan yang tidak memberdayakan dan yang memberdayakan sebagaimana dituangkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pemikiran tentang Ketepatan Proses Pemberdayaan

No Aspek-aspek Proses Pemberdayaan yang tidak Memberdayakan

Proses Pemberdayaan yang Memberdayakan

1 Inisiatif program -Inisiasi dan tujuan program didominasi oleh pihak luar

-Inisiasi program dari sistem sosial masyarakat, dan penetapan tujuan oleh masyarakat difasilitasi pihak luar

2 Penyadaran / sosialisasi

-Materi sosialisasi program seputar aspek pengelolaan sumberdaya hutan

-Pemberian informasi bersifat satu arah kepada kelompok petani -Saluran komunikasi melalui organisasi formal (kantor-kantor Perhutani, desa)

-Sumber informasi dari kantor Perhutani / petugas Perhutani

-Materi sosialisasi program menonjolkan pemenuhan kebutuhan petani

-Pemberian informasi program bersifat dialogis dan tidak formal -Saluran komunikasi melalui kelompok tani dan sesama petani / tokoh petani

-Sumber informasi program dari LMDH dan kelompok tani

3 Pembentukan lembaga

masyarakat

-Kelembagaan masyarakat dibentuk dari atas sesuai kepentingan pihak luar

-Kelembagaan masyarakat tumbuh dari kebutuhan masyarakat bawah, dilakukan secara musyawarah dengan dukungan pihak luar 4 Penentuan hak

dan kewajiban parapihak

-Hak dan kewajiban pihak-pihak yang bekerjasama ditentukan oleh Perhutani

-Hak dan kewajiban pihak-pihak yang bekerjasama dilakukan secara musyawarah dalam kesetaraan 5 Pemanfaatan

ruang kelola

-Ketentuan tentang pemanfaatan ruang pengelolaan oleh

masyarakat dibuat secara seragam, top down, kurang mengakomodir kepentingan masyarakat setempat

-Pemanfaatan ruang pengelolaan sesuai dengan kondisi setempat, secara musyawarah dalam kesetaraan dengan kelompok, dan mengedepankan pemenuhan kebutuhan riil masyarakat 6 Penentuan bagi

hasil

-Proporsi bagi hasil ditentukan secara top down, dan

pemanfaatannya ditentukan oleh pengurus LMDH

-Proporsi bagi hasil ditentukan dengan musyawarah secara berkeadilan, dan pemanfaatannya dilakukan melalui musyawarah anggota kelompok

Keterangan :

Diadaptasi dari Perkins & Zimmerman (1995); Horvath (1999); Ashman (2000); Adi (2002); Ife (2002); Burkey (2002) dan TPKHR (2006).

Upaya pemberdayaan terhadap masyarakat di sekitar hutan dilakukan melalui kelompok-kelompok. Kelompok yang paling kecil di lapangan yaitu Kelompok Tani Hutan (KTH). Kelompok tani hutan bergabung dalam wadah lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) di tingkat desa. Kelompok tani merupakan kelompok informal para petani yang turut serta dalam program PHBM. Penerapan program di lapangan dipandang sebagai sebuah proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap masyarakat sekitar hutan. Proses pemberdayaan itu melibatkan dan terkait dengan kelompok tani. Proses pemberdayaan yang telah berlangsung dalam kurun waktu tertentu akan menjadi wahana pembelajaran bagi kelompok tani. Pembelajaran karena pengalaman mereka berinteraksi dengan program dan melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan pengelolaan hutan diantaranya mengelola andil lahan tumpangsari atau mengelola andil sadapan tanaman pinus. Oleh karena itu perlu diuraikan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan kelompok.

Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok pada dasarnya menekankan pada hubungan secara psikologis yang saling mempengaruhi antar anggota kelompok dan terwujud dalam perilaku anggota kelompok tersebut. Pengertian dinamika kelompok mengandung makna adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok secara keseluruhan (Cartwright & Zander, 1968). Menurut cabang ilmu psikologi sosial tersebut, dinamika kelompok lebih menekankan pada tingkat pengaruh interaksi sosial individu di dalam kelompok terhadap masing-masing individu sebagai anggotanya. Dalam penelitian ini dinamika kelompok merupakan tingkat kualitas interaksi dari perilaku anggota kelompok tani hutan mencakup perkembangan struktur dan pembagian tugas anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok yaitu peningkatan keberdayaan para anggotanya. Dinamika kelompok akan diukur melalui sepuluh indikator yaitu tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi / tugas kelompok, pembinaan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tegangan kelompok, dan keefektifan kelompok. Pemikiran dan paradigma dinamika kelompok yang akan diuji dalam penelitian ini dituangkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pemikiran tentang Dinamika Kelompok

No Aspek-aspek

Kelompok yang tidak Dinamis Kelompok yang Dinamis

1 Tujuan kelompok

-Tujuan kelompok kurang jelas, tidak ditulis, anggota kurang paham

-Tujuan kelompok dan tujuan anggota kurang ada kesesuaian

-Kelompok memiliki tujuan yang jelas, tertulis atau dipahami anggotanya -Tujuan kelompok dan tujuan anggota sinkron dan sejalan satu sama lain 2 Struktur

kelompok

-Pengambilan keputusan dilakukan oleh pengurus sendiri -Pembagian tugas dan

tanggungjawab tidak jelas -Prosedur pelaksanaan tugas tidak ada/tidak jelas

-Arus informasi kegiatan dalam kelompok tidak lancar

-Pengambilan keputusan melibatkan dan disepakati anggota

-Pembagian tugas dan tanggungjawab dipahami dan dimengerti oleh anggota -Tersedia prosedur pelaksanaan tugas dan dipahami serta diindahkan anggota -Arus informasi kegiatan kelompok mengalir dengan lancar

3 Fungsi / tugas kelompok

-Tingkat kepuasan anggota atas pencapaian tujuan kelompok rendah

-Informasi tentang kegiatan kelompok tidak sampai pada anggota

-Anggota tidak mampu memahami sehingga tidak melakukan tugasnya

-Anggota tidak paham hubungan antara kegiatan dalam kelompok

-Anggota mencapai kepuasan yang tinggi atas pencapaian tujuan kelompok -Anggota menerima informasi kegiatan kelompok secara lengkap dan jelas -Anggota memahami dan mampu melakukan tugasnya dengan baik

-Anggota sangat paham dengan hubungan antara kegiatan dalam kelompok

4 Pembinaan kelompok

-Anggota tidak berpartisipasi dalam kegiatan kelompok -Anggota tidak merasa bertanggung-jawab untuk melakukan tugas kelompok -Anggota tidak mendapat fasilitas dalam melakukan kegiatan kelompok

-Tidak ada kejelasan aturan kelompok bagi anggota

-Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok

-Anggota memiliki tanggungjawab yang tinggi dalam melakukan tugas kelompok -Anggota memperoleh fasilitas untuk melakukan kegiatan kelompok -Aturan kelompok telah ditetapkan, dipahami dan dipatuhi anggotanya

5 Kekompakan kelompok

-Anggota tidak merasa bangga menjadi bagian dari kelompok -Tidak ada kebersamaan anggota dalam melakukan kegiatan kelompok

-Tidak ada rasa solidaritas / saling membantu antar sesama anggota

-Anggota merasa sangat bangga menjadi bagian dari kelompok

-Adanya kebersamaan yang tinggi dalam melakukan kegiatan kelompok

-Anggota saling membantu dan saling kerjasama dalam kehidupan dan kegiatan kelompok

6 Suasana kelompok

-Anggota tidak memiliki semangat melakukan pekerjaan kelompok

-Suasana keakraban tidak muncul diantara anggota kelompok -Anggota tidak nyaman dalam melakukan kegiatan kelompok karena selalu diawasi pengurus

-Anggota sangat bersemangat bekerja dalam kegiatan kelompok

-Suasana jalinan keakraban antar anggota tinggi

-Anggota merasa nyaman melakukan kegiatan tanpa harus diawasi secara ketat

Tabel 4 (lanjutan)

No Aspek-aspek Kelompok yang tidak Dinamis Kelompok yang Dinamis

7 Tegangan kelompok

-Anggota yang berprestasi tidak diberikan penghargaan

-Anggota yang melanggar aturan tidak diberi sanksi

-Tidak ada tantangan bagi anggota untuk bekerja lebih keras

-Tidak umpan balik bagi anggota atas hasil kerjanya

- Anggota yang berprestasi diberikan penghargaan dengan baik

-Anggota kelompok yang melanggar aturan diberikan sanksi

-Anggota merasa tertantang untuk bekerja lebih keras

-Anggota diberikan umpan balik atas hasil kerjanya

8 Keefektifan kelompok

-Tujuan kelompok tidak tercapai sesuai harapan anggota

-Anggota kelompok tidak puas atas pencapaian tujuan kelompoknya.

-Pencapaian tujuan kelompok sesuai harapan anggota

-Anggota merasa puas atas tujuan kelompok yang bisa dicapainya 9 Maksud

tersembunyi

-Pengurus tidak mempunyai maksud tersembunyi yang menunjang tujuan kelompok -Anggota tidak mempunyai maksud tersembunyi yang menunjang tujuan kelompok

-Pengurus mempunyai maksud tersembunyi yang sangat menunjang tujuan kelompok

-Anggota mempunyai maksud

tersembunyi yang sejalan dengan tujuan kelompok

10 Perkembangan usaha

kelompok

-Tidak ada upaya

mengembangkan usaha kelompok -Skala usaha kelompok tidak pernah berkembang

-Tidak ada aset dan keuntungan yang dikumpulkan dari usaha kelompok

-Ada upaya nyata dan terencana untuk mengembangkan usaha kelompok

-Skala usaha kelompok selalu berkembang semakin maju

-Aset dan keuntungan yang dikumpulkan dari usaha kelompok semakin banyak Keterangan :

Diadaptasi dari Shepperd (1964); Beal et al. (1974); Cartwright & Zander (1968); Soebiyanto (1998); Slamet (2006).

Kelompok yang semakin dinamis diduga akan berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan para anggotanya. Hal ini karena interaksi yang terjadi diantara anggota kelompok akan menjadikan mereka saling belajar sehingga bisa terjadi perubahan perilaku dan kemampuan para anggotanya. Pemikiran ini didukung hasil penelitian Soebiyanto (1998) yang pada intinya menyatakan bahwa peran kelompok tani perlu lebih difungsikan sebagai wahana belajar, unit produksi usahatani dan kerjasama yang dinamis agar terjadi peningkatan kemandirian petani dan ketangguhannya berusahatani (keberdayaan petani). Selanjutnya temuan Tampubolon (2006) juga menunjukkan bahwa dinamika kehidupan kelompok (kasus program Kelompok Usaha Bersama Ekonomi) berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan kelompok yang meliputi keberhasilan ekonomi dan sosial.

Oleh karena itu di bawah ini akan diuraikan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan tingkat keberdayaan anggota dalam kelompok.

Tingkat Keberdayaan Anggota dalam Kelompok

Keberdayaan merupakan hasil dari proses pemberdayaan yang telah dilakukan. Hasil pemberdayaan pada level individu merupakan kemampuan individu mengontrol situasi dan ketrampilannya memobilisasi sumber-sumberdaya. Tingkat keberdayaan juga bisa dipandang secara lebih luas yang meliputi keterkaitan dari segi daya personal dari dalam diri individu (power-from within), kapasitas untuk mengambil tindakan (power to), dorongan kolektif untuk mencapai tujuan (power with), dan kekuatan bertahan terhadap daya dominan dan struktur yang tidak menguntungkan (power over) (Perkins & Zimmerman, 1995; Wong, 2003; Suharto, 2005). Dalam konteks masyarakat sekitar hutan, Sardjono (2004) menyatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang memiliki kapasitas dalam menetapkan prioritas dan pengendalian atas sumberdaya hutan yang sangat penting bagi upaya untuk menentukan nasib mereka.

Mengacu kepada pendapat Perkins dan Zimmerman (1995) dan Wong (2003) tersebut, dalam penelitian ini tingkat keberdayaan adalah hasil dari proses pember-dayaan yang merupakan keterkaitan dari kemampuan personal individu yang berupa persepsi terhadap kapasitasnya dan pengertian kritis terhadap lingkungannya, kapasitas untuk mengambil tindakan, kemampuan kolektif untuk

Dokumen terkait