• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Berpikir

Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk- bentuk simbolik melalui mana manusia be rkomunikasi, mengekalkan dan memperkembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini. Rumusan kebudayaan Geertz ini lebih menitikberatkan pada simbol, yaitu bagaimana manusia berkomunikasi lewat simbol. Di satu sisi, simbol terbentuk melalui dinamisasi interaksi sosial, merupakan realitas empiris, yang kemudian diwariskan secara historis, bermuatan nilai-nilai; dan di sisi lain simbol merupakan acuan wawasan, memberi “petunjuk” bagaimana warga budaya tertentu menjalani hidup, media sekaligus pesan komunikasi dan representasi realitas sosial.

Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.

Semua unit sosial membangun sebuah budaya. Dalam suatu hubungan interpersonal antara dua orang, mereka memiliki sebuah kebiasaan bersama yang dikembangkan dalam suatu waktu. Mereka membangun sebuah adat kebiasaan, pola bahasa, ritual-ritual dan adat istiadat yang dikembangkan dalam pola hubungan yang memiliki sebuah karakter tersendiri.

Banyak hal yang ikut menentukan kepatuhan warga Tengger terhadap keberadaan nilai-nilai sosial budaya. Pemimpin atau tokoh adat merupakan panutan sentral bagi warga, sehingga kemungkinan kecil terdapat perilaku-perilaku sosial budaya masyarakat yang menyimpang dari kebiasaan yang ada.

Ritus dan upacara religi secara universal pada azasnya berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan kembali semangat kehidupan sosial antara warga

masyarakat. Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa, roh atau makhluk halus lain dengan tujuan untuk berkomunikasi. Ritus atau upacara religi itu biasanya berlangsung berulang-ulang baik setiap hari, setiap musim atau kadang-kadang saja. Tergantung dari isi acaranya, suatu ritus atau upacara religi biasanya terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu-dua atau beberapa tindakan, seperti: berdo’a, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, menari dan menyanyi, berprosesi, berseni-drama suci, berpuasa, bertapa dan bersamadi. Dala m ritus dan upacara religi biasanya dipergunakan bermacam-macam sarana dan peralatan, seperti: tempat atau gedung pemujaan, payung dewa, alat bunyi- bunyian suci (orgel, genderang suci, gong, seruling suci, gamelan suci, lonceng dan lain-lain). Selain itu para pelaku upacara seringkali harus mengenakan pakaian yang juga dianggap mempunyai sifat suci, seperti jubah pendeta, jubah biksu dan lain-lain).

Hubungan antara komunikasi dan budaya sangat kompleks dan erat. Budaya telah menciptakan sebuah komunikasi spesifik, artinya budaya dapat diartikan sebagai sebuah interaksi manusia yang cukup cermat dimana karakteristik-karakteristik budaya, apakah itu adat-istiadat, peranan, pola perilaku, ritual-ritual dan hukum diciptakan dan dipertukarkan. Dengan kata lain budaya adalah hasil dari sebuah komunikasi sosial. Tanpa komunikasi budaya tidak akan mungkin terpelihara dan bertahan dalam suatu tempat dan suatu waktu yang lain. Budaya telah tercipta, terbentuk, dipindahkan atau ditransmisikan dan dipelajari melalui proses komunikasi.

Nilai-nilai budaya masyarakat Tengger khususnya berkaitan erat dengan ritual upacara/ adat-istiadat masih dipegang teguh oleh masyarakatnya sampai saat ini. Hal ini terkait dengan adanya sosialisasi yang dilakukan oleh masyarakat Tengger berupa pewarisan atau transmisi budaya yang dilakukan oleh masyarakat Tengger. Pewarisan budaya Tengger berlangsung baik secara natural maupun secara indoktrinasi. Secara natural, yaitu melalui suatu proses komunikasi yang terjadi dalam masyarakat dengan keikutsertaan mereka dalam setiap upacara adat Tengger terjadi suatu proses pembelajaran secara natural. Secara indoktrinasi dapat melalui keluarga, dimana komunikasi yang intensif terjadi akibat adanya

homogenitas pendidikan, pekerjaan dan juga karena intensitas pertemuan yang tinggi diantara mereka. Kepatuhan yang tinggi kepada generasi tua ini menyebabkan lebih memudahkan proses komunikasi vertikal dari orang tua kepada anak atau dari generasi tua kepada generasi muda. Selain itu pola komunikasi yang berlangsung secara indoktrinasi vertikal juga terjadi dari pemimpin terhadap warga masyarakat, yang pada akhirnya ikut membentuk sikap penerimaan terhadap budaya Tengger.

Pola sikap yang merupakan sebuah wujud idiil dari kebudayaan, sikap masyarakat yang terbentuk dapat berupa penerimaan maupun penolakan terhadap adat-istiadat yang mereka jalani. Terbentuknya sikap tersebut selain berasal dari pola komunikasi yang diterapkan juga dipengaruhi oleh sikap masyarakat Tengger sendiri terhadap pendidikan maupun terhadap uang. Sikap masyarakat Tengger terhadap pendidikan menimbulkan inisiatif pada masyarakat untuk terus mempertahankan budaya Tengger. Inisiatif tersebut akan menghasilkan berbagai upaya untuk terus meningkatkan kecintaan kepada adat dan tradisi mereka. Sedangkan sikap masyarakat Tengger terhadap uang diasumsikan akan mendorong sikap penerimaan mereka terhadap proses komunikasi budaya tersebut, sebab sebagai kawasan wisata hal ini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat dari sektor pariwisata. Disamping itu pelaksanaan upacara adat yang cukup besar dalam sebuah keluarga akan meningkatkan prestise tersendiri bagi keluarga yang bersangkutan.

Pola kelakuan masyarakat Tengger dalam pelestarian tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat dapat dilihat dari pelaksanaan berbagai tradisi tersebut, yaitu berupa berbagai kegiatan yang masih sering dilakukan seperti melakukan pengkomunikasian terhadap seluruh warga sebelum pelaksanaan suatu upacara adat. Sedangkan pola sarana/ kebendaan masyarakat Tengger dalam sosialisasi tradisi Entas -Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat merupakan wujud fisik dari kebudayaan tersebut. Pola sarana/kebendaan ini dapat berupa tanaman-tanaman khusus yang dilestarikan, bangunan-bangunan yang tujukan sebagai salah satu bagian ritual upacara yang mereka jalankan, khususnya ketiga

ritual tersebut, seperti alat-alat, sarana upacara atau tempat khusus yang dibangun untuk upacara. Bagan alur berpikir secara lengkap dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Alur Berpikir Mengenai Pola Komunikasi Masyarakat Tengger Dalam Sosialisasi Tradisi Entas -Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat.

POLA KOMUNIKASI