• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel penelitian. Kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.3.1 Pengaruh kegiatan literasi terhadap keterampilan bahasa reseptif

Pada usia dini mengalami perkembangan kemampuan secara pesat, salah satunya adalah perkembangan bahasa. Pada usia tersebut, anak dapat mengikuti

arahan atau instruksi sederhana. Slavin (dalam Rusijono,2007) mengatakan anak usia 3 tahun sudah dapat membedakan tulisan dan lukisan. Pengajaran pada anak tentunya harus menyenangkan, karena pembelajaran yang tidak menggunakan, media atau bermain kurang dapat mengoptimalkan fungsi psikis, fisik dan sensoris anak yang tengah berkembang pesat. Anak membutuhkan kesempatan untuk bereksplorasi, bergerak, serta kebutuhan utama untuk bermain.

Vygotsky (1978) berpendapat bahwa kecerdasan anak tumbuh bersama dengan interaksinya 3 dengan lingkungan Menurut Vygotsky, anak akan secara aktif menyusun pengetahuan dan memberi focus pada bagaimana pentingnya interaksi sosial budaya terhadap perkembangan kognitif mereka. Dengan demikian, perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh pola interaksi dengan orang-orang terdekat anak, yaitu bagaimana orangtua memberikan stimulasi kemampuan literasi pada anak. Lebih spesifik disebutkan bahwa keterlibatan orangtua tersebut berupa interaksi langsung dengan anak (Fantuzzo,Perry & McDermott,2004). Pengalaman aktivitas literasi yang dapat mengembangkan kemampuan anak antara lain dibacakan buku cerita, anak diminta menceritakan kembali suatu kisah, menggambar dan menulis, bermain peran, dan bernyanyi. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat dilakukan oleh orangtua bersama anak di rumah. Survei yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa masih terdapat permasalahan dalam pendidikan anak Indonesia, yaitu kurangnya stimulasi yang diberikan lingkungan pada anak sejak usia sedini mungkin.

Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran.

Oleh karenanya, sangat penting untuk mengenalkan aktivitas literasi pada anak sejak dini. Bagi anak,rumah adalah sekolah pertama, dengan orangtua sebagai guru dan membaca adalah pelajaran pertamanya. Hal tersebut menunjukan bahwa apabila anak distimulasi sejak dini maka dapat dipastikan Anak akan mampu menguasai kemampuan literasi selanjutnya dengan lebih mudah. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kegiatan terstruktur dalam suatu program untuk menerapkan aktivitas literasi pada anak di rumah secara konsisten, terarah dan tepat. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa dalam memberikan stimulasi literasi pada anak harus sesuai dengan karakteristik anak yang berorientasi pada kegiatan menyenangkan.

Literacy erat kaitannya dengan istilah kemahirwacanaan. Literasi secara luas dimaknai sebagai kemampuan berbahasa yang mencakup kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, serta kemampuan berpikir yang menjadi elemen di dalamnya. Tompkins (1991:18) mengemukakan bahwa literacy merupakan kemampuan menggunakan membaca dan menulis dalam melaksanakan tugas-tugas yang bertalian dengan dunia kerja dan kehidupan di luar sekolah. Sementara itu, Wells mengemukakan bahwa literacy merupakan kemampuan bergaul dengan wacana sebagai representasi pengalaman, pikiran, perasaan, dan gagasan secara tepat sesuai dengan tujuan.

Perkembangan literasi pada anak berhubungan erat dengan kemampuan berbahasa atau berkomunikasi. Komunikasi dimaksudkan untuk memenuhi fungsi pertukaran pikiran dan perasaan. Menurut Harlock (1978, hal.178) terdapat dua unsur penting dalam berkomunikasi pada anak usia dini. Pertama, anak harus

menggunakan bentuk bahasa yang bermakna bagi orang yang mereka ajak komunikasi. Kedua, dalam berkomunikasi anak harus memahami bahasa yang digunakan orang lain, sehingga kemampuan berbicara mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa literasi berhubungan erat dengan keterampilan berbahasa. Kemampuan menulis dan membaca pada anak dimulai dengan kemampuan berbahasa atau berkomunikasi.

2.3.2 Pengaruh read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif

Bahasa merupakan bagian penting dalam berkomunikasi sehari-hari untuk mengungkapkan ekspresi dan keinginan. Berkomunikasi dan aktivitas menyimak adalah hal yang selalu dilakukan anak setiap hari. Oduolowu & Oluwakemi (2014) mengungkapkan bahwa, menyimak adalah keterampilan bahasa pertama anak-anak yang berkembang dan keterampilan komunikasi yang paling dominan dalam kelas dan kehidupan sehari-hari. Keterampilan menyimak termasuk dalam aspek perkembangan bahasa reseptif anak usia dini. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) yang terdapat di dalam Permendikbud No.146 tahun 2014, menyebutkan anak usia 5-6 tahun khususnya, sudah mampu menceritakan kembali apa yang ia dengar dan melaksanakan perintah yang lebih kompleks, yang secara tidak langsung keterampilan menyimak berpengaruh pada cara berkomunikasi anak.

Penekanan yang kurang dalam pembelajaran pada keterampilan menyimak telah menyebabkan masalah yang dihadapi oleh anak untuk memahami teks yang mereka dengarkan, ditambah dengan kurangnya bantuan visual yang

menyebabkan anak menjadi frustasi (Soureshjani & Etemadi, 2012). Anak yang frustasi tidak akan memperhatikan pembelajaran dengan baik. Seperti Renukadevi (2014) yang menyatakan bahwa keterampilan menyimak yang tidak dapat dicapai dengan baik menyebabkan belajar tidak mendapat perbaikan apapun dan tidak ada komunikasi yang dapat dicapai.

Anak dikatakan secara aktif melakukan proses menyimak, apabila anak merespon dan menaruh perhatian pada apa yang mereka dengar termasuk sebuah cerita. Wolf, Marsnik, Tacey dan Nicholas (Bilican, Kutlu, & Yildirim, 2012) menyatakan bahwa menyimak sebagai alat belajar yang didefinisikan sebuah proses aktif yang melibatkan: mendengar, memahami, mengintegrasikan informasi dan adanya sebuah respon.

Perlu adanya stimulasi untuk mengembangkan keterampilan menyimak anak. Fisher, Flood, Lapp, dan Frey (2004) menemukan bahwa read aloud efektif meningkatkan perkembangan dasar anak dan keterampilan menyimak. Al-Mansour dan Al-Shorman (2011) juga menyatakan pendapatnya bahwa temuan penelitian menunjukkan menyimak sebuah cerita dengan read aloud membantu anak mengembangkan kebiasaan menyimak dan pada saat yang sama memberikan pelatihan khusus untuk memahami melalui isi yang menarik dan makna dari cerita.

Studi Strachan (2015) menyatakan bahwa, selama pembelajaran read aloud, guru memberikan pengertian kepada anak-anak dan mendukung

pembelajaran mereka dari hal baru melalui instruksi langsung, mengajukan pertanyaan sebelum, selama, dan setelah membaca, membantu anak-anak

membuat hubungan antara buku dan kehidupan mereka sendiri atau dunia, dan memperluas respon anak-anak.

Berdasarkan kajian pustaka dan kajian teoretik yang telah diuraikan, keterampilan berbahasa reseptif dipengaruhi oleh berbagai variabel, diantaranya kegiatan liteasi dan read aloud. Adapun alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir

Dokumen terkait