• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEGIATAN LITERASI DAN READ ALOUD TERHADAP KETERAMPILAN BAHASA RESEPTIF ANAK USIA DINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEGIATAN LITERASI DAN READ ALOUD TERHADAP KETERAMPILAN BAHASA RESEPTIF ANAK USIA DINI"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

i

KETERAMPILAN BAHASA RESEPTIF

ANAK

USIA DINI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

Oleh

Lely Diah Eko Priyantini

0103515037

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2020

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

“Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

Persembahan:

Tesis ini saya persembahkan untuk: ❖ Almamaterku Universitas

Negeri Semarang

❖ Keluarga yang selalu memberikan doa dan semangat ❖ Teman –teman yang selalu

(5)

v

engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

Persembahan:

Tesis ini saya persembahkan untuk: ❖ Almamaterku Universitas

Negeri Semarang

❖ Keluarga yang selalu memberikan doa dan semangat ❖ Teman-teman yang selalu

(6)

vi

Priyantini. Lely Diah Eko. 2020. “Pengaruh Kegiatan Literasi dan Read Aloud terhadap Keterampilan Bahasa Reseptif Anak Usia Dini”. Tesis. Program Studi Pendidikan Dasar. Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Sarwi, M.Si., Pembimbing II Dr. Amin Yusuf, M.Si.

Kata Kunci: literasi, read aloud, bahasa reseptif

Salah satu keterampilan yang memegang peran penting dalam perkembangan bahasa anak merupakan keterampilan bahasa reseptif. Idealnya seorang anak memperoleh stimulasi agar perkembangan bahasa reseptif anak dapat berkembang. Namun, selama ini rangsangan terhadap perkembangan bahasa reseptif anak masih jarang dilakukan. Peningkatan keterampilan bahasa reseptif anak dipengaruhi intervensi dari orangtua maupun guru, yaitu dapat dilakukan melalui kegiatan literasi maupun read aloud. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

Sampel pada penelitian ini berjumlah 138 anak usia dini, yang berasal dari 4 sekolah di Kota Purwokerto yaitu TK Diponegoro 173, TK Aisyiyah XV, dan TK Al Irsyad Purwokerto, PAUD Wadas Kelir. Sampel yang terlibat pada penelitian ini telah bersedia dan memperoleh persetujuan dari orangtua dan guru untuk terlibat dalam penelitian ini. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Skor keterampilan bahasa reseptif anak, kegiatan literasi, dan read aloud diperoleh melalui observasi. Analisis data menggunakan analisis regresi dengan bantuan SPSS 23.0 for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan literasi dan read aloud memiliki pengaruh terhadap keterampilan bahasa reseptif. Pengaruh kegiatan literasi terhadap keterampilan bahasa reseptif sebesar 24,50%. Adapun pengaruh kegiatan read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif sebesar 32,49%.

Kegiatan literasi dilakukan supaya anak memiliki kemampuan dalam menggunakan informasi tertulis maupun lisan. Sedangkan, kegiatan read aloud dapat menarik perhatian anak sehingga anak dapat menyimak informasi secara baik. Anak yang memiliki keterampilan bahasa reseptif mampu memahami informasi baik tertulis maupun lisan. Semakin baik implementasi kegiatan literasi dan semakin baik implementasi read aloud maka semakin baik keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

(7)

vii

Education Study Program. Postgraduate. Universitas Negeri Semarang. Supervisor I Prof. Dr. Sarwi, M.Si., Supervisor II Dr. Amin Yusuf, M.Si.

Keywords: literacy, read aloud, receptive language

One of the skills that plays an important role in children's language development is receptive language skills. Ideally a child gets stimulation so that the child's receptive language development can develop. However, during this time the stimulation of receptive language development in children is still rarely done. The improvement of children's receptive language skills is influenced by intervention from parents and teachers, which can be done through literacy activities and read aloud. This study aims to analyze the effect of literacy and read aloud activities on receptive language skills in early childhood.

The sample in this study amounted to 138 early childhood, who came from 4 schools in Purwokerto, namely TK Diponegoro 173, TK Aisyiyah XV, dan TK Al Irsyad Purwokerto, PAUD Wadas Kelir. The sample involved in this study was willing and obtained approval from parents and teachers to be involved in this study. The sampling technique uses cluster random sampling. Scores for children's receptive language skills, literacy activities, and read aloud are obtained through observation. Data analysis using regression analysis with the help of SPSS 23.0 for windows.

The results showed that literacy and read aloud activities had an influence on receptive language skills. The effect of literacy activities on receptive language skills is 24.50%. The effect of read aloud activities on receptive language skills is 32.49%.

Literacy activities are carried out so that children have the ability to use written and oral information. Meanwhile, read aloud activities can attract the attention of children so that children can listen to information well. Children who have receptive language skills are able to understand information both written and oral. The better the implementation of literacy activities and the better the implementation of read aloud, the better the receptive language skills of early childhood.

(8)

viii

dan Read Aloud terhadap Keterampilan Bahasa Reseptif Anak Usia Dini”. Tesis ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, diantaranya:

1. Direksi Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama penyelesaian studi magister pendidikan dasar.

2. Ketua Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam penulisan tesis ini.

3. Prof. Dr. Sarwi, M.Si dan Dr. Amin Yusuf, M.Si yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan dalam penelitian tesis ini

4. Kedua orang tua dan saudara kandung, yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan doa dalam menyelesaikan studi dan penyelesaian penelitian dan penulisan tesis ini.

5. Teman-teman Pascasarjana Program Studi Pendidikan Dasar (Pendidikan Anak Usia Dini).

6. Berbagai pihak yang telah membantu penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan merupakan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Semarang, Februari 2020

(9)

ix

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... ivv

ABSTRAK ... v ABSTRACT ... vii PRAKATA ... viii DAFTAR ISI ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 5 1.1 Latar Belakang ... 5 1.2 Identifikasi Masalah ... 14 1.3 Cakupan Masalah ... 15 1.4 Rumusan Masalah ... 15 1.5 Tujuan Penelitian ... 15 1.6 Manfaat Penelitian ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 17

2.1 Kajian Pustaka ... 17

2.2 Kajian Teori ... 25

2.2.1 Keterampilan Berbahasa Reseptif ... 25

2.2.1.1 Definisi Keterampilan Berbahasa Reseptif ... 25

2.2.1.2 Aspek Keterampilan Berbahasa Reseptif ... 27

2.2.1.3 Indikator Keterampilan Bahasa Reseptif ... 29

2.2.1.4 Faktor-faktor yang Mengefektifkan Proses Berbahasa ... 30

2.2.1.5 Tahapan Kemampuan Membaca pada Anak Usia Dini ... 34

2.2.2 Literasi... 39

2.2.2.1 Definisi Literasi ... 39

(10)

x Anak 46

2.2.3.3 Indikator Read Aloud ... 47

2.3 Kerangka Berpikir ... 47

2.3.1 Pengaruh kegiatan literasi terhadap keterampilan bahasa reseptif ... 47

2.3.2 Pengaruh read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif ... 50

2.4 Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN... 53

3.1 Desain Penelitian ... 53

3.2 Populasi dan Sampel ... 54

3.2.1 Populasi ... 54

3.2.2 Sampel ... 55

3.3 Variabel Penelitian ... 57

3.3.1 Variabel Bebas ... 57

3.3.2 Variabel Terikat ... 57

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 58

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.5 Teknik Analisis Data ... 61

3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Data ... 61

3.6 Analisis Data ... 63

3.6.1 Analisis Data Deskriptif ... 64

3.6.2 Analisis Data Inferensial ... 64

3.6.3 Uji Hipotesis ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 71

4.1.1 Keterampilan Bahasa Reseptif Anak Usia Dini ... 72

4.1.2 Kegiatan Literasi Anank Usia Dini ... 74

(11)

xi

Anak Usia Dini ... 85

4.2.3 Kegiatan Literasi dan Read Aloud Berpengaruh terhadap Keterampilan Bahasa Reseptif Anak Usia Dini ... 86

BAB V PENUTUP ... 88

5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Saran ... 88

(12)

1

DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak Usia 4-6

Tahun ... 38

Tabel 2.3 Kurikulum 2013 Pendidikan Aak Usia Dini ... 39

Tabel 3.1 Rincian Sampel Masing-masing Sekolah ... 56

Tabel 3.2 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 58

Tabel 3.3 Kisi-kisi Keterampilan Berbahasa Reseptif ... 59

Tabel 3.4 Kisi-kisi Kegiatan Literasi ... 60

Tabel 3.5 Kisi-kisi Read Aloud ... 60

Tabel 3.6 Kriteria Validitas Instrumen ... Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Variabel Kegiatan literasi ... 61

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Read Aloud ... 62

Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Variabel Keterampilan Bahasa Reseptif ... 62

Tabel 3.10 Uji Reliabilitas ... 63

Tabel 3.11 Uji Normalitas ... 65

Tabel 3.12. Hasil Uji Multikolonieritas ... 67

Tabel 3.13. Hasil Analisis Durbin Watsson ... 69

Tabel 4.1 Profil Responden Penelitian ... 71

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Varibel Penelitian ... 72

Tabel 4.3 Hasil Uji Simultan (Uji F) Variabel X1 dan X2 Terhadap Y ... Tabel 4.4 Hasil Uji Parsial (Uji T) Variabel X1 dan X2 Terhadap Y ... Tabel 4.5 Hasil Uji Determinasi Simultan dan Parsial Variabel X1, X2 Terhadap Y ... 82

(13)

2

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir ... 52

Gambar 3.1 Grafik Normalitas P-Plot... 66

Gambar 3.2 Grafik Histogram Uji Normalitas ... 66

Gambar 3.3 Scatterplot ... 68

Gambar 4.1 Grafik Keterampilan Bahasa Reseptif Anak Usia Dini... 73

Gambar 4.2 Grafik Kegiatan Literasi Anak Usia Dini ... 74

(14)

3

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian PAUD Wadas Kelir ... 100

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian TK Diponegoro 173 Teluk ... 101

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian TK Aisyiyah Bustanul Athfal XV Teluk ... 102

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian TK Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto ... 103

Lampiran 5. Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian PAUD Wadas Kelir ... 104

Lampiran 6. Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian TK Diponegoro 173 Teluk ... 105

Lampiran 7. Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian TK Aisyiyah Bustanul Athfal XV Teluk ... 106

Lampiran 8. Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian TK Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto ... 107

Lampiran 9. Lembar Observasi Keterampilan Bahasa Reseptif ... 108

Lampiran 10. Rubrik Penilaian Lembar Observasi Keterampilan Bahasa Reseptif ... 109

Lampiran 11. Lembar Observasi Kegiatan Literasi ... 110

Lampiran 12. Rubrik Penilaian Lembar Observasi Kegiatan Literasi ... 111

Lampiran 13. Lembar Observasi Read Aloud ... 113

Lampiran 14. Rubrik Penilaian Lembar Observasi Read Aloud ... 114

Lampiran 15. Data Sampel Anak Usia Dini Uji Coba Instrumen Observasi ... 115

Lampiran 16. Hasil Lapangan Uji Instrumen Kegiatan Literasi ... 116

Lampiran 17. Hasil Lapangan Uji Instrumen Read Aloud ... 117

Lampiran 18. Hasil Lapangan Uji Instrumen Keterampilan Bahasa Reseprif .... 118

Lampiran 19. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kegiatan Literasi ... 119

Lampiran 20. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Read Aloud ... 120

Lampiran 21. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Keterampilan Bahasa Reseptif ... 121

Lampiran 22. Data Sampel Anak Usia Dini Pada Penelitian ... 122

Lampiran 23. Tabulasi Data Penelitian Kegiatan Literasi ... 126

(15)

4

Lampiran 25. Tabulasi Data Keterampilan Bahasa Reseptif ... 136

Lampiran 26. Hasil Uji Normalitas ... 141

Lampiran 27. Hasil Uji Moltikolinieritas ... 143

Lampiran 28. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 144

Lampiran 29. Hasil Uji Autokorelasi ... 145

Lampiran 30. Hasil Uji Hipotesis ... 146

(16)

BAB I

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu aspek pada anak usia dini yang penting untuk distimulasi adalah aspek perkembangan bahasa (Saputri & Sri, 2016). Perkembangan bahasa pada anak usia dini adalah langkah yang penting dalam perkembangan kemampuannya untuk berpikir dan belajar, dan akan berpengaruh signifikan terhadap pendidikannya secara keseluruhan (Hasanah, 2018). Oleh karena itu, kemampuan bahasa perlu dikembangkan pada anak sejak usia dini (Kurnia dkk, 2015). Stimulasi terhadap aspek perkembangan bahasa diperlukan karena kehidupan manusia tidak lepas dari penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa.

Bahasa merupakan alat komunikasi manusia untuk saling berinteraksi (Aniati, 2017; Susilaningsih dkk, 2018). Selain itu, bahasa merupakan suatu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Bahasa memungkinkan manusia dapat memikirkan suatu permasalahan secara teratur, terus-menerus, dan berkelanjutan. Sebaliknya, tanpa bahasa peradaban manusia tidak dapat berkembang dengan baik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Pasal 1, Tingkat Pencapain Perkembangan Bahasa anak usia 4 sampai 6 tahun terbagi menjadi 3 bagian yaitu memahami bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan. Menurut Piaget (Vygotsky, 1986) anak usia dini, khususnya anak

(17)

yang berusia 2-7 tahun adalah anak yang berada pada tahap pra-operasional. Pada tahap pra-operasional, anak memiliki ciri khusus diantaranya adalah memiliki pemikiran simbolis, egosentris, animisme dan intuitif. Sejalan dengan pemikiran ini, tokoh lain yaitu Vygotsky (1986) berpendapat, bahwa dalam berbicarapun anak melaksanakan tahap eksternal, egosentris, dan internal. Proses berbicara yang merupakan wujud pemikiran anak dari tahapan eksternal bersumber dari arahan orang dewasa, lalu anak berbicara sesuai dengan jalan pikirannya hingga berlanjut pada berpikir sebelum berucap. Proses berbicara yang terjadi bersumber dari berbagai dorongan yaitu insting, batin, dan juga dorongan berfikir (Ciptarja, 2008). Dorongan-dorongan tersebut mengantarkan anak untuk bisa mengkomunikasikan segala kebutuhan, kehendak, serta gagasan dalam bentuk verbal yakni dengan berbicara sehingga memudahkan anak untuk berinteraksi, berkomunikasi, berekspresi, dan juga menjelajah dunianya secara lebih menyenangkan.

Faktor genetika, lingkungan, peluang berkomunikasi mempengaruhi kemampuan berbicara. Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2007) bahwa belajar berbicara dipengaruhi oleh faktor tersebut dan juga bisa dilakukan melalui bantuan orang dewasa melalui percakapan. Proses percakapan ada komunikasi dua arah, dari pembicara sebagai pengirim ide (sender) dan pendengar sebagai penerima gagasan (receiver). Percakapan dan komunikasi tersebut dibutuhkan sejumlah keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh anak. Keterampilan berbahasa yang dimaksud adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Anjarsari et al, 2013; Nurlohot, 2017). Keterampilan berbahasa dapat dikatakan

(18)

seseorang yang terampil memilih bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, serta tekanan dan nada) secara tepat serta memformulasikannya secara tepat pula guna menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, fakta, perbuatan dalam suatu konteks komunikasi tertentu (Mulyati, 2014). Implementasi dari teori itu terutama untuk anak usia dini terlihat ketika sebelum anak dapat berbicara, anak memperoleh peluang menyimak berbagai informasi dalam konteks interaksi. Informasi sering disimak anak dalam kehidupan sehari-hari bahkan sebelum anak dilahirkan dia telah menyimak informasi dari sang ibu dan lingkungannya.

Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek yaitu, membaca, menulis, menyimak, dan berbicara (Nuryani, 2018). Empat aspek tersebut dibagi menjadi dua kategori, yakni keterampilan berbahasa reseptif dan keterampilan berbahasa produktif. Keterampilan berbahasa reseptif adalah keterampilan bahasa yang diaplikasikan untuk memahami sesuatu yang disampaikan melalui bahasa lisan dan tulisan (Adini, 2016). Adapun yang termasuk bahasa reseptif adalah kegiatan menyimak dan membaca. Sedangkan, Keterampilan berbahasa produktif adalah keterampilan bahasa yang diaplikasikan untuk menyampaikan informasi baik secara tertulis maupun lisan. Adapun yang termasuk bahasa produktif adalah kegiatan menulis dan berbicara (Sastromiharjo, 2012). Seorang anak pada dasarnya menerapkan keterampilan bahasa yang ia miliki sejak kecil (menyimak dan berbicara) pada saat anak belajar membaca dan menulis (Defina, 2017).

Keterampilan berbahasa menurut Moeslichatoen (2004), melibatkan dua kemampuan berbahasa yakni, kemampuan reseptif (menerima, menyimak), dan produktif (menghasilkan, berbicara, menulis). Bercakap-cakap dapat berarti

(19)

komunikasi lisan antara anak dan guru atau antara anak dengan anak lain melalui kegiatan monolog dan dialog. Vygotsky (1986) percaya bahwa dialog adalah alat penting dalam meningkatkan kemampuan bercakap-cakap karena anak sebenarnya kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan sehingga dengan dialog anak diajak untuk berpikir sistematis, logis, dan rasional. Disimpulkan bahwa dengan bercakap-cakap secara dialogis ini maka anak diharapkan bisa menangkap makna bicara orang lain dan mampu menanggapi pembicaraan orang lain secara lisan. Penjelasan para ahli di atas menegaskan betapa pentingnya kemampuan berbicara yang didasarkan pada kemampuan menyimak. Dengan semakin baiknya kemampuan menyimak, kemampuan berbicaranya pun berkembang dengan baik.

Penelitian Golstein (1984) kecenderungan respons anak-anak dan peran peristiwa stimulus yang telah memfasilitasi perkembangan bahasa reseptif di antara individu normal. Ketika anak-anak mendapatkan pengetahuan tentang lingkungan anak secara umum, anak mengembangkan harapan yang semakin membatasi interpretasi anak terhadap pesan linguistik. Harapan-harapan ini dan kemampuan anak-anak untuk menafsirkan beberapa kata isi mungkin sangat menentukan tindakan yang akan dilakukan anak-anak sebagai tanggapan terhadap ucapan orang dewasa.

Penggunaan media belajar big book berupa huruf yang dibesarkan, gambar yang menarik serta kosakata yang sering ditemui oleh anak mampu menarik perhatian anak sehingga anak melakukan kegiatan menyimak pada saat proses

(20)

pembelajaran. hal ini tentunya tanpa terlepas dari penggunaan gaya komunikasi guru dan model pertanyaan yang digunakan (Fitriani, 2019).

Idealnya seorang anak memperoleh stimulasi agar perkembangan bahasa reseptif anak dapat berkembang. Namun, selama ini rangsangan terhadap perkembangan bahasa reseptif anak masih jarang dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan bahasa reseptif anak usia dini adalah melalui kegiatan literasi dan read aloud.

Penelitian Faradina (2017) menunjukkan bahwa program gerakan literasi berpengaruh secara signifikan terhadap minat baca siswa di SD Islam Terpadu An-Najah Jatinom Klaten. Hal tersebut menunjukkan bahwa program gerakan literasi dapat meningkatkan kemampuan bahasa reseptif anak karena, anak memiliki minat untuk membaca. Anak yang memiliki minat untuk membaca artinya anak tersebut akan menginterpretasikan simbol atau lambang dalam yang terdapat dalam bacaan. Minat membaca yang membudaya pada anak sejak usia dini akan berdampak pada peluang kesuksesan anak yang lebih baik (Rohman, 2017).

Peningkatan keterampilan berbahasa reseptif dipengaruhi intervensi literasi yang dilakukan sekolah dalam mendukung perkembangan bahasa anak (Lonigan, 2011). Literasi merupakan salah satu tugas perkembangan pada anak usia dini yang sangat penting untuk distimulasi (Husnaini, 2018). Pengembangan literasi pada anak harus diintegrasikan dengan pengembangan kemampuan anak yang lain (Wirman dkk, 2018).

(21)

Literasi dapat didefinisikan sebagai suatu perkembangan membaca dan menulis ataupun suatu tindakan kreatif dalam memahami suatu teks serta perkembangan membaca dan menulis (Wasik & Carol, 2008; Lemos, 2002). Pendapat lain dikemukakan oleh Widyastuti (2017) bahwa literasi bersifat kontinum dinamis, yaitu merupakan kemampuan membaca, kemudian membaca dan menulis, berpikir kritis dan berbahasa lisan yang dimanfaatkan untuk belajar sepanjang hayat baik di rumah, di tempat kerja, maupun dalam masyarakat. Menurut Sari (2017) literasi perlu dikembangkan karena literasi merupakan modal dasar bagi anak untuk dapat belajar dan memperoleh pengetahuan pada saat anak mulai memasuki usia sekolah.

Komponen dari literasi menurut Bingham dan Terry (2013) meliputi: kesadaran fonemik, pengetahuan tentang bentuk huruf, mengetahui dan mengerti akan buku. Kesuksesan membaca anak seluruhnya di sekolah dasar dapat diprediksi dari kemampuan literasi dasar. Kemampuan membaca dan menulis di awal tahap masa prasekolah atau literasi dini memiliki peranan penting dalam kehidupan seorang anak, terutama untuk kesuksesan akademisnya (Wilson & Lonigan, 2010). Adapun ciri khas dari literasi dini yaitu kegiatan pembelajaran dilakukan secara informal dan hal yang diajarkan adalah hal-hal yang dekat dengan kehidupan anak (Permatasari dkk, 2017).

Aktivitas membaca dan menulis merupakan kunci penting dalam perkembangan anak-anak dalam masyarakat yang terpelajar. Anak-anak yang lebih awal belajar membaca dan tidak mengalami hambatan yang berat akan lebih mudah menjadi pembaca yang aktif daripada anak-anak yang mengalami

(22)

hambatan yang berat dalam belajar membaca (Ruhaena, 2013). Membaca dan menulis berada pada golden age tepatnya pada usia 4 – 6 tahun, hal ini membuat banyak orangtua yang merasa bangga bila putra-putri mereka yang belum genap lima tahun dapat membaca dan menulis. Frekuensi orang tua dalam membaca serta cara mereka melakukannya dapat mempengaruhi perkembangan literasi. Anak yang belajar membaca sejak dini biasanya adalah mereka yang orang tuanya sering membacakan mereka ketika mereka masih kecil (Papalia, 2009).

Program intervensi literasi dini didasarkan pada bukti empiris yang menggambarkan bahwa kinerja literasi dini anak-anak di prasekolah adalah salah satu prediktor awal yang paling penting dari keberhasilan sekolah berikutnya. Sejumlah penelitian yang berkembang mendukung keyakinan ini dan menyarankan bahwa anak-anak yang mulai bersekolah dengan keterampilan literasi awal yang terbatas seringkali tidak mengejar ketinggalan anak-anak yang mulai bersekolah dengan keterampilan melek huruf awal yang lebih kuat (Alexander & Entwisle, 1988; Juel, 1988)

Sementara itu, para peneliti telah menemukan perbedaan dalam keterampilan awal literasi anak-anak ketika mereka memasuki TK cenderung tetap sama atau meningkat selama tahun-tahun sekolah dasar (Cabell, Justice, Konold, & McGinty, 2011). Anak-anak usia dini dapat mengalami keberhasilan literasi awal yang signifikan ketika mereka menerima pengajaran bahasa dan melek huruf yang komprehensif (Bingham, Hall-Kenyon, & Culatta, 2010).

Reading aloud (membaca nyaring) merupakan kegiatan membaca dengan

(23)

(Mahartika & Dimas, 2017). Menurut Ustianingsih & Luluk (2016) reading aloud bermanfaat bagi anak karena anak dapat berbagi pengalaman yang menyenangkan dan memberikan kesempatan bagi anak untuk mendiskusikan bacaan. Selanjutnya kondisi tersebut dapat merangsang untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Read aloud (membaca nyaring), selain menekankan penglihatan dan ingatan, juga

turut aktif auditory memory (ingatan pendengaran) serta motor memory (ingatan yang bersangkut paut dengan otot-otot tubuh) (Moulton, 1970). Irfadila (2014) berpendapat bahwa kegiatan membaca bersuara (reading aloud) penting dilakukan karena memiliki beberapa manfaat yaitu membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan berbahasa peserta didik, dan memfasilitasi peserta didik tentang kemampuan menyimak, memahami bacaan, meningkatkan pengenalan kata, serta pengungkapan kata. Memang harus diakui bahwa hanya sedikit tujuan yang tercapai pada read loud (membaca nyaring) apabila buku yang dibacakan tidaklah menarik dan menyenangkan bagi anak. Read aloud adalah sebuah kegiatan yang dapat memuaskan serta memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah keterampilan serta minat anak salah satunya adalah minat baca. Oleh karena itu dalam mengajarkan keterampilan – keterampilan read aloud (membaca nyaring) guru harus memahami proses komunikasi dua arah (Sumitra, 2019).

Seorang pembaca nyaring yang baik biasanya berhasrat sekali menyampaikan sesuatu yang penting kepada para pendengarnya. Sesuatu yang penting itu dapat berupa informasi yang baru, pengalaman berharga, dan karakter yang menarik hati. Tanpa ada dorongan yang kuat untuk pembaca nyaring maka

(24)

bacaan yang dibacakannya akan terasa hambar dan tidak hidup. Pembaca nyaring hendaklah mengetahui serta mendalami keinginan dan kebutuhan para pendengarnya, serta menginterpretasikan bahan bacaan itu secara tepat (Nuryanto, 2017). Dalam hal ini pendengarnya adalah anak usia dini, sehingga pembaca harus bisa memilih bahan bacaan yang tepat dan menarik minat anak.

Penelitian Harjanty (2019) kemampuan membaca permulaan anak kelompok B melalui membaca nyaring meningkat. Tingkat capaian perkembangan kemampuan membaca permulaan anak pada pra-intervensi sebesar 32,74. Pada siklus satu menunjukkan peningkatan menjadi 42,07. Selanjutnya pada siklus dua meningkat menjadi 50. Proses membaca nyaring dilakukan guru dengan ekspresi, dramatisasi dan suara yang ekspresif untuk menarik minat anak.

Penelitian Dickinson (1994) telah menunjukkan bahwa read-alouds yang paling efektif adalah dimana anak-anak terlibat aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dan membuat prediksi daripada mendengarkan secara pasif.

Penelitian Mcgee (2007) membaca nyaring yang efektif mencakup pendekatan sistematis yang menggabungkan pemodelan guru dari pemikiran tingkat tinggi, mengajukan pertanyaan bijaksana yang menyerukan pembicaraan analitik, mendorong anak-anak untuk mengingat cerita dengan cara tertentu dalam kerangka waktu yang masuk akal, membaca satu buku berulang kali, dan membaca buku yang berhubungan dengan topik. Ini juga melibatkan pendekatan sistematis untuk mengembangkan pemahaman anak tentang kosa kata, seperti memasukkan definisi kata dan frasa pendek selama membaca.

(25)

Paparan mengenai research gap dan dukungan teori yang dikemukakan di atas menjadi latar belakang pengajuan riset ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kegiatan Literasi dan Kegiatan Read Aloud terhadap Keterampilan Bahasa Reseptif Anak Usia Dini”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah yang dikemukakan, peneliti hanya akan memfokuskan pada masalah yang ada pada latar belakang sebelumnya, ditemukan beberapa masalah sebagai berikut:

1) Keterampilan bahasa reseptif anak dapat diperoleh anak melalui kegiatan maupun ucapan orang lain.

2) Frekuensi orang tua dalam membaca serta cara mereka melakukannya dapat mempengaruhi perkembangan literasi anak.

3) Rendahnya minat anak terhadap buku, hal ini dapat dibuktikan dengan aktivitas luang anak yang tidak memilih buku sebagai teman mainnya.

4) Pembelajaran literasi anak usia dini tidak melalui pengajaran tetapi melalui perilaku sederhana dengan mengamati dan berpartisipasi pada aktivitas yang berkaitan dengan literasi salah satunya melalui read aloud

5) Masih memerlukan pembuktian empiris peran kegiatan literasi terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

6) Masih memerlukan pembuktian empiris peran rasa percaya diri terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

(26)

1.3 Cakupan Masalah

Penelitian ini mencakup faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini. Penelitian ini terbatas pada dua variabel independen yaitu kegiatan literasi dan read aloud dan variable dependen (keterampilan bahasa reseptif). Penelitian terbatas pada anak usia 4-6 tahun di Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1) Seberapa besar pengaruh kegiatan literasi terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini?

2) Seberapa besar pengaruh read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini?

3) Seberapa besar pengaruh kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis data tentang: 1) Pengaruh kegiatan literasi terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia

dini.

2) Pengaruh kegiatan read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

(27)

3) Pengaruh kegiatan literasi dan kegiatan read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

1.6 Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

a. Nilai akademis (teoritis) penelitian ini sangat berkepentingan mengkaji dan menguji kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan bagi para peneliti dan pengamat masalah pendidikan terkait dengan peran kegiatan literasi, dan read aloud pada anak usia dini.

2) Manfaat Praktis

a. Nilai praktis penelitian ini berhubungan dengan sumbangan dalam cara-cara kegiatan literasi dan rasa percaya diri terhadap, keterampilan bahasa reseptif anak usia dini. Temuan penelitian diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti terhadap perbaikan stimulus rasa keterampilan bahasa anak usia dini di Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas.

b. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian bisa digunakan sebagai pijakan untuk meneliti efektivitas kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

c. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian baru dalam meningkatkan keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

(28)

17

BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh peneliti sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian. Penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

Penelitian yang dilakukan Faradina (2017) tentang pengaruh program gerakan literasi terhadap minat baca siswa di SD Islam Terpadu An-Najah Jatinom Klaten. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program gerakan literasi berpengaruh secara signifikan terhadap minat baca siswa di SD Islam Terpadu An-Najah Jatinom Klaten. Hal tersebut menunjukkan bahwa program gerakan literasi dapat meningkatkan kemampuan bahasa reseptif anak karena, anak memiliki minat untuk membaca. Anak yang memiliki minat untuk membaca artinya anak tersebut akan menginterpretasikan simbol atau lambang dalam yang terdapat dalam bacaan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan terletak pada variabel independen yaitu variabel literasi. Perbedaanya, pada penelitian tersebut hanya melihat efek dari kegiatan gerakan literasi terhadap minat baca siswa SD, sedangkan pada penelitian yang dilakukan melihat efek kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan berbahasa reseptif anak usia dini pada anak usia dini.

(29)

Puspitadewi & Erny (2018) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh program literasi terhadap minat baca dan tulis di siswa SMP Negeri Se-kecamatan Lakarsantri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program literasi dapat meningkatkan minat baca dan minat menulis di siswa SMP Negeri Se-kecamatan Lakarsantri. Hal tersebut menunjukkan bahwa program literasi dapat meningkatkan perkembangan bahasa pada anak karena anak memiliki minat untuk membaca dan menulis. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan yaitu terletak pada variabel program literasi. Perbedaanya, pada penelitian tersebut melihat efek program literasi terhadap minat membaca dan menulis anak, sedangkan pada penelitian yang dilakukan melihat efek kegiatan literasi terhadap perkembangan bahasa reseptif anak. Hasil pada penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan berbahasa reseptif anak usia dini.

Read aloud dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak (Gatot &

Muhammad, 2018). Tujuan dari penelitian yaitu untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak dengan read aloud. Hasil penelitian menunjukkan bahwa read aloud dapat meningkatkan kemampuan bahasa pada anak sebesar 83%. Kemampuan bahasa yang dimaksud pada penelitian tersebut meliputi kemampuan mendengar, kemampuan berbicara, kemampuan membaca, serta kemampuan menulis. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada variabel yang diteliti yaitu read aloud dan keterampilan berbahasa. Perbedaannya, pada penelitian yang dilakukan lebih memfokuskan pada keterampilan bahasa

(30)

reseptif. Selain itu, subjek pada penelitian tersebut yaitu anak usia 4-5 tahun, sedangkan subjek pada penelitian yang dilakukan yaitu anak usia 4-6 tahun. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan referensi dalam penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan berbahasa reseptif anak usia dini.

Read aloud yang digunakan dapat mengembangkan keterampilan

membaca dan menyimak pada anak (Yumnah, 2018). Apabila anak memiliki keterampilan membaca dan menyimak, akan berpengaruh terhadap keterampilan bahasa anak. Penggunaan read aloud akan dapat menumbuhkan kecintaan anak pada membaca, dan membangun keterampilan literasi yang diperoleh melalui bunyi, intonasi, membaca, berbicara, dan kemampuan mendengar.

Liastuti & Luluk (2016) juga melakukan penelitian mengenai read aloud. Penelitian yang dilakukan melihat efek dari read aloud terhadap kemampuan membaca pemahaman mahasiswa jurusan bahasa jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reading aloud dapat mempermudah mahasiswa dalam memahami wacana bahasa jepang. Reading aloud dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam membaca sehingga mempermudah mahasiswa untuk memahami wacana bahasa jepang. Persamaan penelitian yaitu terletak pada penggunaan reading aloud. Perbedaanya, pada penelitian tersebut melihat efek read aloud pada pemahaman wacana bahasa jepang mahasiswa. Sedangkan pada

penelitian yang dilakukan melihat efek read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

(31)

Penelitian mengenai keefektifan read aloud dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca teks juga dilakukan oleh Hardianto (2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan read aloud mampu meningkatkan kemampuan siswa SD kelas III dalam membaca teks. Peningkatan kemampuan membaca siswa dalam penelitian tersebut dilihat dari peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Adanya peningkatan kemampuan siswa dalam membaca teks menunjukkan bahwa siswa memiliki keterampilan bahasa reseptif yaitu mampu memahami informasi yang terdapat dalam buku teks. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada penggunaan read aloud. Perbedaanya, pada penelitian tersebut melihat efek metode terhadap kemampuan membaca teks siswa. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan melihat efek read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif. Selain itu, subjek pada penelitian tersebut adalah siswa kelas III SD, sedangkan pada penelitian yang dilakukan yaitu anak usia dini. Read aloud dapat meningkatkan keterampilan membaca dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Penelitian tersebut dilakukan oleh Noor dkk (2014) dengan tujuan untuk mendeskripsikan perencanaan pembelajaran menggunakan read aloud, mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan read aloud, serta mendeskripsikan peningkatan hasil keterampilan membaca siswa dengan read aloud. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil keterampilan membaca siswa setelah diberikan intervensi berupa read aloud. Sehingga dapat disimpulkan bahwa read aloud efektif dalam meningkatkan hasil keterampilan membaca siswa. Keterampilan

(32)

membaca juga termasuk dalam keterampilan bahasa reseptif, Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada variabel read aloud. Namun, pada penelitian tersebut melihat efek read aloud terhadap keterampilan membaca. Sedangkan pada penelitian ini melihat efek read aloud pada keterampilan bahasa reseptif yaitu menyimak. Penelitian tersebut dilakukan pada anak sekolah dasar, sedangkan penelitian ini dilakukan pada anak usia dini.

Read aloud juga berpengaruh terhadap keterampilan menyimak anak usia

5-6 tahun. Penelitian tersebut dilakukan oleh Kusuma, Siti, & Munif (2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa read aloud efektif dalam meningkatkan keterampilan menyimak anak. Read aloud memberikan sumbangan efektif terhadap keterampilan menyimak anak usia dini sebesar 75,25. Keterampilan menyimak merupakan salah satu perkembangan bahasa pada anak usia dini. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan yaitu terletak pada penggunaan read aloud dan melihat efek dari read aloud terhadap perkembangan bahasa anak yaitu keterampilan menyimak.

Literasi membaca berpengaruh terhadap pemahaman bacaan. Penelitian tersebut dilakukan oleh Chairunnisa (2017). Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi membaca memiliki hubungan positif terhadap pemahaman bacaan. Semakin tinggi literasi membaca seseorang, maka semakin tinggi pemahaman bacaan seseorang. Seseorang yang dapat memahami bacaan dengan baik menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kemampuan bahasa reseptif. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk dapat meningkatkan keterampilan bahasa reseptif anak usia dini dapat dilakukan kegiatan literasi membaca. Oleh karena itu,

(33)

untuk meningkatkan keterampilan bahasa reseptif anak maka kegiatan literasi membaca pada anak usia dini juga harus ditingkatkan. Kegiatan literasi membaca dapat meningkatkan pemahaman membaca anak sehingga meningkatkan keterampilan bahasa reseptif anak. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut yaitu terletak pada variabel literasi. Namun, pada penelitian tersebut mengukur keterampilan pemahaman bacaan pada mahasiswa, sedangkan pada penelitian ini mengukur keterampilan menyimak pada anak usia dini.

Hasil penelitian Lawalata & Muhammad (2019) menunjukkan bahwa program literasi sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat baca dan prestasi belajar siswa SMP Islam Al-Azhar Tulungagung. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya program literasi siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk memahami bacaan. Kemampuan siswa untuk memahami bacaan dapat meningkatkan kemampuan akademik. Oleh karena itu program literasi dapat meningkatkan minat baca dan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terlatak pada variabel literasi. Namun, pada penelitian melihat efek literasi terhadap variabel minat baca dan prestasi belajar, sedangkan pada penelitian ini melihat efek literasi terhadap variabel keterampilan bahasa reseptif. Hasil penelitian tersebut menjadi bahan referensi dan pembanding pada penelitian ini.

Sumaryati (2018) melakukan penelitian mengenai membudayakan literasi pada anak usia dini melalui metode dongeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya literasi harus dikembangkan pada anak sejak usia dini salah satunya melalui karya sastra yaitu dongeng. Dongeng efektif dalam

(34)

mengembangkan karakter dan moral anak usia dini. Budaya literasi pada anak tidak hanya membaca dan menulis, namun juga meliputi berbicara dan menyimak. Salah satunya menyimak cerita maupun dongeng. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti mengenai literasi pada anak usia dini. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian mengenai pengaruh kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

Literasi memiliki peran penting untuk pendidikan anak usia dini (Armia & Zuriana, 2017). Alasan pentingnya literasi bagia anak usia dini dikarenakan literasi memiliki beberapa manfaat yaitu (1) dapat mengembangkan kemampuan bahasa anak yaitu untuk membaca serta menulis; (2) mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak usia dini, hal tersebut disebabkan karena melalui literasi anak akan belajar untuk menerima dan menyerap informasi yang diterimanya; (3) anak menjadi lebih siap dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Selain itu, anak yang dikenalkan dengan literasi sejak dini akan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi lebih baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlunya kegiatan literasi pada anak sejak usia dini. Penelitian ini merespon pentingnya literasi bagi anak usia dini dengan menganalisis pengaruhnya terhadap keterampilan bahasa reseptif pada anak usia dini.

Implementasi metode read aloud dapat meningkatkan kemampuan bercerita serta keefektifan pembelajaran. Penelitian tersebut dilakukan oleh Rahimah dkk (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan bercerita pada anak kelompok B di TK Nur Rahimah Banjarbaru.

(35)

Selain itu,, keefektifan pembelajaran pada anak kelompok B di TK Nur Rahimah Banjarbaru semakin meningkat setalah diterapkan metode read aloud. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode read aloud memberikan dampak terhadap kemampuan berbicara dan keefektifan pembelajaran pada anak kelompok B di TK Nur Rahimah Banjarbaru. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada variabel read aloud. Perbedaanya, pada penelitian tersebut mengukur efeknya terhadap kemampuan berbicara, sedangkan pada penelitian ini mengukur efeknya terhadap keterampilan bahasa reseptif yaitu menyimak. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah penelitian tindakan kelas, sedangkan penelitian ini menggunakan metode survey.

Hasil telaah terhadap penelitian yang relevan dengan penelitian ini, dapat memberikan gambaran bagi peneliti mengenai tujuan, teori, variabel, serta metode yang digunakan dalam penelitian. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa literasi memiliki peran yang sangat penting bagi anak usia dini serta berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak seperti membaca, menyimak, menulis, dan berbiacara. Selain itu, beberapa penelitian terdahulu juga menyatakan bahwa read aloud juga berpengaruh terhadap keterampilan bahasa anak.

Berdasarkan hasil telaah terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, maka dapat dsimpulkan bahwa penelitian terdahulu menggambarkan peran kegiatan literasi dan read aloud terhadap keterampilan bahasa anak. Namun, terdapat perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini, yaitu keterampilan bahasa yang dimaksud masih umum. Sedangkan, pada

(36)

penelitian ini memfokuskan pada keterampilan bahasa reseptif yaitu menyimak. Baik menyimak informasi lisan maupun tertulis.

Penelitian ini juga merespon penelitian terdahulu untuk melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan variabel literasi, read aloud, dan keterampilan bahasa reseptif. Penelitian ini dilakukan mengingat penelitian yang berkaitan dengan variabel tersebut juga masih terbatas. Selain itu, pada penelitian ini mengkombinasikan efek kegiatan literasi dan efek read aloud pada keterampilan bahasa reseptif anak usia dini.

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Keterampilan Berbahasa Reseptif

2.2.1.1 Definisi Keterampilan Berbahasa Reseptif

Inerna dalam Albantani (2014), bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa sendiri adalah proses menyampaikan informasi dalam berkomunikasi itu. Proses berbahasa adalah proses mental yang terjadi pada waktu kita berbicara ataupun proses mental yang menjadi dasar pada waktu kita mendengar, mengerti, dan mengingat dapat diterangkan dengan suatu sistem kognitif yang ada pada manusia. Manusia mempunyai suatu sistem penggunaan bahasa dan psikologi bahasa yang mempelajari cara kerja dari sistem ini. Sistem ini dapat menerangkan misalnya, bagaimana manusia dapat menyampaikan pikiran dengan kata-kata (produksi bahasa) dan bagaimana manusia mengerti “isi’ pikiran atau makna dari suatu kalimat yang diucapkan atau ditulis (persepsi bahasa).

(37)

Ada dua jenis dalam keterampilan atau kemampuan berbahasa, yakni keterampilan berbahasa reseptif dan keterampilan berbahasa ekspresif. Fungsi reseptif terlihat dengan adanya reaksi terhadap suara, sedangkan fungsi ekspresif muncul berupa mengeluarkan suara tenggorok (Mustika, 2017). Bahasa reseptif merupakan penerimaan bahasa yang diperoleh anak melalui indra pendengaran (Alam & Lestari, 2019). Keterampilan berbahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar untuk meningkatkan kemampuan merespon setiap komunikasi (Fatwikiningsih, 2014). Menurut Alam & Ririn (2020) bahasa reseptif diperoleh dari pengalaman belajar anak yang menghubungkan lambang bahasa melalui pendengaran dan bertujuan untuk memahami mimik serta nada suara yang kemudian mengerti arti kata. Adapun keterampilan bahasa reseptif pada anak usia dini merupakan kemampuan untuk menyimak perkataan orang lain atau menerima bahasa yang meliputi, kemampuan menceritakan kembali cerita, kemampuan mengenal tokoh dalam cerita, kemampuan memahami dan menjelaskan pesan moral dalam cerita, serta kemampuan mengungkapkan kembali judul cerita (Adini, 2016). Anak yang memiliki kemampuan bahasa reseptif yang baik akan mampu memahami cerita, kata-kata, kalimat, dan peraturan (Fitriani dkk, 2020). Sedangkan keterampilan berbahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara verbal dan non-verbal (Saputra & Sri, 2016; Sumiyati, Ari, & Dinar, 2018). Anak yang memiliki kemampuan berbahasa ekspresif akan mampu berkomunikasi baik simbolis maupun visual (memberi tanda dan menulis) atau auditorik. Berdasarkan pendapat beberapa ahli mengenai definisi keterampilan bahasa reseptif, maka

(38)

dapat disimpulkan bahwa keterampilan bahasa reseptif pada anak usia dini merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seorang anak untuk memahami dan merespon informasi atau cerita yang didengar. Bahasa reseptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahasa yang diperoleh melalui indra pendengaran.

2.2.1.2 Aspek Keterampilan Berbahasa Reseptif

Albantani (2014), Aspek keterampilan berbahasa reseptif meliputi mendengarkan/menyimak dan membaca.

1. Menyimak

Menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk reseptif lisan (Tantri, 2018). Menyimak merupakan aktivitas penggunaan alat pendengaran yang dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk memperoleh pesan atau makna dari apa yang disimak (Khoiriyah, 2019). Menyimak adalah mendengarkan lambang-lambang bunyi yang dilakukan dengan sengaja dan penuh perhatian disertai pemahaman, apresiasi, interpretasi, reaksi, dan evaluasi untuk memperoleh pesan, informasi, menangkap isi, dan merespon makna yang terkandung di dalamnya (Rosdia, 2014).

Menyimak dapat terjadi dalam 2 situasi yang berbeda, yaitu secara interaktif dan non-interaktif. Menyimak secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka melalui telepon/sejenisnya dimana komunikasi terjadi secara bergantian antara penutur yang satu dengan penutur yang lainnya (2 orang/lebih) yang melakukan aktivitas menyimak dan berbicara sehingga memiliki kesempatan

(39)

bertanya guna mendapatkan penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang telah diucapkan/meminta penutur untuk melambatkan tempo bicaranya.

Menyimak secara non-interaktif berlangsung tanpa ada penutur yang berhadapan langsung dengan penuturnya. Situasi ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak dapat meminta pembicara mengulangi apa yang diucapkannya, dan tidak dapat meminta pembicaraan diperlambat.

2. Mendengar

Kemampuan mendengarkan merupakan proses pemahaman secara aktif untuk mendapatkan informasi, dan sikap dari pembicara yang tujuannya untuk memahami pembicaraan tersebut secara objektif (Wulan Sari, 2016). Mendengar merupakan suatu proses fisiologis sementara mendengarkan menyangkut penerimaan rangsangan. Pengertian menerima di sini menegaskan bahwa seseorang dalam aktivitas mendengarkan itu berarti menyerap rangsangan yang diterima lalu kemudian memprosesnya dengan cara tertentu (Martoredjo, 2014). 3. Membaca

Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis yang bertujuan untuk memahami isi bacaan dan maksud penulisnya (Mulyati, 2008). Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang (Irdawati, 2017). Membaca merupakan kegiatan melisankan atau hanya dalam hati dengan melihat tulisan pada sebuah teks bacaan (Khotimah, Djuanda, & Kurnia, 2016). Membaca

(40)

merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk reseptif tulis. Keterampilan membaca merupakan modal dasar yang sangat krusial untuk menunjang keberhasilan belajar siswa. Kurang terampilnya siswa dalam membaca dapat menyebabkan terhambatnya siswa untuk mempelajari bidang studi lain.

Membaca dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan adalah tahap awal dalam belajar membaca yang difokuskan kepada mengenal simbol-simbol atau tanda-tanda yang berkaitan dengan huruf-huruf, sehingga menjadi pondasi agar dapat melanjutkan ke tahap membaca lanjut (Dalwadi, 2002). Sedangkan membaca lanjut adalah anak tidak sekedar mengenal simbol atau tanda-tanda tapi sudah mulai mempergunakannya untuk membaca kata atau kalimat sehingga anak memahami apa yang dibacanya (Amin, 1995).

Pada tahap membaca permulaan anak lebih diarahkan kepada membaca huruf atau kata (Shodiq, 1996). Tahap membaca permulaan dilakukan pada masa peka yaitu usia enam atau tujuh tahun bagi anak normal dan sembilan tahun bagi anak tunagrahita. Tahap membaca permulaan merupakan saat kritis dan strategis dikembangkannya kemampuan membaca tanpa teks yaitu membaca dengan cara menceritakan gambar situasional yang tersedia.

2.2.1.3 Indikator Keterampilan Bahasa Reseptif

Menurut Levey (2011) indikator keterampilan bahasa reseptif pada anak antara lain, mendengarkan, memahami aturan, memahami perintah. Sedangkan menurut Rusniah indikator keterampilan bahasa reseptif pada anak usia dini yaitu

(41)

menyimak perkataan orang lain dan memahami cerita yang dibacakan oleh guru. Pendapat yang lain diungkapkan oleh Adini (2016) bahwa terdapat 6 indikator keterampilan bahasa reseptif pada anak usia dini antara lain kemampuan mengungkapkan kembali judul cerita, kemampuan mengenal tokoh dalam cerita, kemampuan menceritakan kembali sesuai dengan alur cerita, kemampuan memahami pesan moral yang terdapat dalam cerita, kemampuan memahami peraturan tertulis, dan kemampuan memahami peraturan tidak tertulis. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh ahli maka dapat disimpulkan bahwa indikator keterampilan berbahasa reseptif pada penelitian ini merujuk pada pendapat Levey (2011) antara lain mendengarkan, memahami aturan, dan memahami perintah.

2.2.1.4 Faktor-faktor yang Mengefektifkan Proses Berbahasa

Proses berbahasa adalah bagaimana sang pembicara menyampaikan pesan kepada penerimanya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna antara pembicara dengan penerimanya. Proses berbahasa ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya). Yang terpenting dalam berbahasa efektif adalah bagaimana kode bahasa yang diterima oleh penerima proses berbahasa harus sama dengan kode bahasa yang dikirim oleh pembicara. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi keefektifan proses berbahasa. Faktor-faktor ini terdapat pada setiap unsur komunikasi seperti: komunikator, pesan, medium dan resipiens.

(42)

1) Pada Pembicara

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses berbahasa adalah: a) Pengetahuan tentang berbahasa dan keterampilan berkomunikasi.

Yang dimaksudkan adalah penguasaan komunikasi dan keterampiIan mempergunakan bahasa; keterampilan mempergunakan media komunikasi untuk mempermudah proses pengertian pada resipiens; kemampuan untuk mengenal dan menganalisis situasi pendengar sehingga dapat memberikan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu jenis hubungan antara komunikator dan resipiens dapat juga mempengaruhi efektivitas proses komunikasi.

b) Sikap komunikator

Sikap komunikator seperti agresif (menyerang) atau cepat membela diri, sikap yang mantap dan meyakinkan; sikap rendah hati, rela mendengar dan menerima anjuran dapat memberi dampak yang besar dalam proses komunikasi retoris.

c) Pengetahuan umum

Demi efektivitas dalam komunikasi retoris, komunikator sebaiknya memiliki pengetahuan umum yang luas, karena dengan begitu dia dapat mengenal dan menyelami situasi pendengar dan dapat mengerti mereka secara lebih baik. Dia harus mengetahui dan menguasai bahan yang dibeberkan secara mendalam, teliti dan tepat. Dia juga hendaknya mengetahui dan mengerti hal-hal praktis dari kehidupan harian para pendengarnya, supaya dapat menyampaikan sesuatu yang mampu menggugah hati mereka.

(43)

d) Sistem sosial

Setiap komunikator berada dan hidup di dalam sistem masyarakat tertentu. Posisi, pangkat atau jahatan yang dimiliki komunikator di dalam masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris (misalnya: sebagai pemimpin atau bawahan; sebagai orang yang berpengaruh atau tidak).

e) Sistem kebudayaan

Di samping sistem sosial, sistem kebudayaan yang dimiliki seorang komunikator juga dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris. Tingkah laku, tata adab dan pandangan hidup yang diwarisinya dari suatu kebudayaan tertentu akan juga mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasi retoris dengan manusia lain.

2) Pada Resipiens

Faktor-faktor ini pada umurnnya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi komunikator.

a) Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan berkomunikasi

Supaya dapat terjadi komunikasi, resipiens harus menguasai bahasa yang dipergunakan. Keduanya hanya dapat saling berkomunikasi dan saling mengerti apabila mereka mempergunakan perbendaharaan kata yang sama dan yang dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi tidak akan terjadi apabila bahasa yang dipergunakan oleh komunikator tidak dimengerti oleh resipiens. Dalam hubungan dengan hal ini, perlu diperhatikan bahwa pendengar mempunyai cara mendengar dan mengerti sendiri, yang dapat berbeda dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh komunikator.

(44)

b) Sikap resipiens

Faktor ini juga ikut menentukan efektivitas komunikasi retoris. Sikap-sikap positif seperti terbuka, senang, tertarik dan simpatik akan memberi pengaruh positif dalam proses komunikasi; Sebaliknya sikap-sikap negatif seperti tertutup, jengkel, tidak simpatik terhadap komunikator akan mendatangkan pengaruh negatif.

c) Sistem sosial dan kebudayaan

Sistem sosial dan kebudayaan tertentu dapat menghasilkan sifat dan karakter khusus pada resipiens. Orang dapat bersifat patuh, rendah hati. suka mendengar, tidak banyak bicara atau tidak berani menantang. Di lain pihak orang bisa menjadi kritis, suka memhantah dan tidak mudah tunduk kepada pimpinan. Juga cara menyampaikan sesuatu tidak sama di antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Sebab itu komunikator harus memperhatikan segala faktor ini. apabila dia mau mengharapkan efek yang besar dalam proses komunikasi dengan para pendengarnya.

3) Pada Pesan Dan Medium

a) Antara komunikator dan resipiens ada pesan dan medium.

Kedua faktor ini perlu diperhatikan oleh komunikator secara khusus dalam proses komunikasi retoris. Elemen-elemen Pesan Komunikator menerjemahkan pesan dengan mempergunakan medium. Dalam proses ini, komunikator harus memperhatikan elemen-elemen yang membentuk pesan, supaya komunikasi dapat membawa efek yang besar. Elemen-elemen itu berupa kata-kata dan kalimat, pikiran atau ide yang dibeberkan, alat peraga yang dipakai untuk

(45)

mengkonkretisasi pesan, suara, tekanan suara, artikulasi, mimik dan gerak-gerak untuk memperjelas pesan yang disampaikan.

b) Struktur Pesan

Struktur pesan yang ingin disampaikan juga dapat mempengaruhi efektivitas proses komunikasi retoris. Yang perlu diperhatikan adalah susunan organis di mana elemen-elemen itu dikedepankan untuk mengungkapkan pesan. Pada prinsipnya struktur atau susunan pesan harus jelas dan mudah dimengerti. c) Isi Pesan

Isi pesan yang di ungkapkan lewat medium harus disesuaikan dengan situasi resipiens. Isi pesan seharusnya mudah ditangkap, tidak boleh terlalu sulit, karena dapat membingungkan resipiens. Sebaiknya isi pesan dibatasi pada satu atau dua pokok pikiran yang diuraikan secara jelas, terinci dan tepat sasaran. d) Proses Pembeberan

Yang dimaksudkan adalah cara membawakan dan mengemukakan pesan dari komunikator. Ada tiga kemungkinan yang dapat dipilih, yaitu membawakan secara bebas, tanpa teks, terikat pada teks, atau setengah bebas. Ketiga kemungkinan ini membawa efek yang berbeda dalam proses komunikasi. Tentang hal ini akan dibicarakan lebih lanjut.

2.2.1.5 Tahapan Kemampuan Membaca pada Anak Usia Dini

Nurbiana (2005:3.15) mengatakan bahwa tahapan pertama dalam membaca adalah dengan melihat tulisan dan memprediksi artinya. Tahap kedua adalah memastikan arti tulisan yang diprediksinya sehingga diperoleh keputusan

(46)

untuk melanjutkan bacaan berikutnya meskipun terdapat kemungkinan kesalahan dalam memprediksi. Tahap katiga adalah mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman sebelumnya. Dengan demikian pemahaman tentang bacaan dapat diperoleh setelah anak membaca seluruh teks. Tingkat pemahaman anak dalam membaca sangat dipengaruhi oleh kualitas prediksi, contoh tulisan dan pengetahuan anak.

Selanjutnya Raines dan Canad dalam Nurbiana (2005:3.15) mengatakan bahwa perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa tahapan sebagai berikut:

a. Tahap Fantasi (Magical Stage). Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku, melihat dan membalik lembaran buku, ataupun membawa buku kesukaannya.

b. Tahap Pembentukan Konsep Diri (Self Concept Stage). Pada tahap ini anak mulai memandang dirinya sebagai ‘pembaca’ dimana terlihat keterlibatan anak dalam kegiatan membaca, berpura-pura membaca buku, memaknai gambar berdasarkan, pengalaman yang diperoleh sebelumnya, dan menggunakan bahasa baku yang tidak sesuai dengan tulisan.

c. Tahap membaca gambar (Bridging Reading Stage). Pada tahap ini pada diri anak mulai tumbuh kesadaran akan tulisan dalam buku dan menemukan kata yang pernah ditemuinya sebelumnya, dapat mengungkapkan kata-kata yang bermakna dan berhubungan dengan dirinya, sudah mengenal tulisan kata-kata puisi, lagu, dan sudah mengenal abjad.

(47)

d. Tahap pengenalan bacaan (Take off Reader Stage). Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponik, semantic, dan sintaksis). Anak mulai tertarik pada bacaan, dapat mengingat tulisan dan konteks tertentu, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan, serta membaca berbagai tanda seperti pada papan iklan, kotak susu, pasta gigi, dan lainnya.

e. Tahap membaca lancar (Independent Reader Stage). Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku.

Morrisson (2012: 260) menyatakan bahwa kemampuan baca tulis berarti kemampuan untuk membaca, menulis, berbicara dan mendengarkan. Para ahli memandang kemampuan baca-tulis sebagai proses yang dimulai pada saat lahir (mungkin sebelumnya) dan terus berkembang selama hidup, selama masa sekolah. Proses menjadi mampu membaca dan menulis juga dipandang sebagai proses alami, membaca dan menulis adalah proses yang diikuti anak secara alami, jauh sebelum mereka bersekolah. Tidak mengherankan jika Anda telah bekerja dengan atau mengenal balita dan murid prasekolah yang mengenal tulisan. Mereka “membaca” semua jenis tulisan dilingkungan sekitar seperti papan tanda (rumah sakit daerah), label (selamat jalan), dan menu dan simbol-simbol lain dilingkungan mereka.

Suyanto (2005:162) mengatakan bahwa kemampuan membaca dan menulis secara bermakna sebagai kebutuhan untuk memahami lingkungannya disebut dengan Literasi. Nigel Hall dalam Suyanto (2005:162) mengatakan bahwa kemampuan membaca bukan dimulai sejak TK tetapi jauh sebelum anak masuk

(48)

TK. Menurutnya anak sudah berlatih membaca dan menulis (literasi) sejak kecil dari lingkungannya.

Terdapat beberapa tahap dalam proses belajar membaca. Initial reading (membaca permulaan) merupakan tahap kedua dalam membaca menurut Merce (Abdurrahman, 2002:201). Membaca secara teknis juga mengandung makna bahwa dalam tahap ini anak belajar mengenal fonem dan menggabungkan (blending) fonem menjadi suku kata atau kata (Mar’at, 2005:80). Kemampuan membaca ini berbeda dengan kemampuan membaca secara formal (membaca pemahaman), di mana seseorang telah memahami makna suatu bacaan. Tidak ada rentang usia yang mendasari pembagian tahapan dalam proses membaca, karena hal ini tergantung pada tugas – tugas yang harus dikuasai pembaca pada tahapan tertentu.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini mencantumkan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak yaitu kriteria tentang kemampuan yang dicapai anak pada seluruh aspek perkembangan dan pertumbuhan, mencakup aspek nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional serta seni.

(49)

Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak Usia 4-6 Tahun

Lingkup Perkembangan

Tingkat Pencapaian Perkembangan

Usia 4-5 tahun Usia 5-6 tahun

Bahasa

Memahami Bahasa

1. Menyimak perkataan orang lain (bahasa ibu atau bahasa lainnya)

2. Mengerti dua perintah yang diberikan bersamaan 3. Memahami cerita yang

dibacakan

4. Mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat (nakal,pelit,baik,berani,jele k,dsb)

5. Mendengar dan membedakan bunyi-bunyian dalam Bahasa Indonesia (contoh bunyi dan ucapan harus sama)

1. Mengerti beberapa perintah secara bersamaan

2. Mengulang kalimat yang lebih kompleks

3. Memahami aturan dalam suatu permainan

4. Senang dan menghargai bacaan

Mengung kapkan Bahasa

1. Mengulang kalimat sederhana

2. Bertanya dengan kalimat yang benar

3. Menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan

4. Mengungkapkan perasaan dengan kata sifat

5. Menyebutkan kata-kata yang dikenal

6. Mengutarakan pendapat kepada orang lain 7. Menyatakan alasan

terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan 8. Menceritakan kembali

cerita/dongeng yang pernah didengar 9. Memperkaya perbendaharaan kata 10. Berpartisipasi dalam percakapan 1. Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks 2. Menyebutkan kelompok

gambar yang memiliki bunyi yang sama 3. Berkomunikasi secara

lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal symbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.

4. Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap

5. Memiliki lebih banyak kata-kata untuk

mengekspresikan ide pada orang lain 6. Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan 7. Menunjukan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita

(50)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini terdiri dari Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.

Tabel 2.2 Kurikulum 2013 Pendidikan Aak Usia Dini

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

KI-4. Menunjukkan yang diketahui, dirasakan, dibutuhkan, dan dipikirkan melalui bahasa, musik, gerakan, dan karya secara produktif dan kreatif, serta mencerminkan perilaku anak berakhlak mulia

4.10. Menunjukkan kemampuan berbahasa reseptif (menyimak dan membaca)

4.11. Menunjukkan kemampuan berbahasa ekspresif (mengungkapkan bahasa secara verbal dan non-verbal) 4.12. Menunjukkan kemampuan

keaksaraan awal dalam berbagai bentuk karya

2.2.2 Literasi

2.2.2.1 Definisi Literasi

Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya Literacy berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan

dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Kendatipun demikian, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Lebih lanjut Literasi merupakan kemampuan yang terkait dengan kemampuan membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Sependapat yang disampaikan oleh Laurie & Whitehead (2004) mengemukakan bahwa literasi anak merupakan kemampuan yang berkaitan dengan, membaca, menulis, menyimak dan berbicara.

Gambar

Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa   Anak Usia 4-6 Tahun
Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir
Tabel 4.1 Profil Responden Penelitian
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Varibel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang pengaruh metode floortime bermedia permainan menara hanoi terhadap kemampuan bahasa reseptif anak autis,

Mungkin pada anak usia 12 tahun dengan latar belakang bahasa orang tua berbahasa daerah, anak tersebut masih mengikuti latar belakang bahasa orang tua, meskipun

Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan di TK Abdul Azis mengenai bahasa reseptif pada kelompok B-2 pada saat proses pembelajaran berlangsung menunjukkan

Sebagai orang tua harus memberikan motivasi agar anak menyukai kegiatan membaca buku sejak dini, karena perpustakaan sekolah merupakan perangkat kelengkapan

Keterampilan berbahasa tersebut yaitu keterampilan reseptif (menyimak dan membaca) dan keterampilan produktif (menulis dan berbicara). Pengajaran bahasa diawali..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan keterampilan membaca antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe reseptif

Gaya-gaya pengasuhan ini memiliki pengaruh pada cara orang tua berkomunikasi dengan anak, penggunaan bahasa, serta cara mereka menyampaikan nilai-nilai yang akan membentuk pola

Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Encang yang mengajak anak untuk membaca di taman bacaan akan membantu guru dan orang tua untuk lebih mudah dalam mengenalkan kepada anak