• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA

RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK

TUNARUNGU USIA SEKOLAH

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Khusus

Oleh :

ANNISA NUGRAHA WAHIDAH 1302960

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Oleh

Annisa Nugraha Wahidah

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Khusus

© Annisa Nugraha Wahidah 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

(3)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ANNISA NUGRAHA WAHIDAH

NIM. 1302960

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Pembimbing

Dr. Permanarian Somad, M.Pd. NIP. 195404081981032001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Khusus Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)
(5)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Annisa Nugraha Wahidah NIM. 1302960/Prodi PKKh-SPs-UPI

Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang tidak tersedia bagi anak tunarungu usia sekolah mengakibatkan layanan pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan dalam perkembangan bahasanya. Instrumen asesmen dikembangkan berdasarkan teori perkembangan bahasa yang dikemukakan oleh Myklebust dan Lewis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pada tahap I dan metode kuantitatif pada tahap II dan III. Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif divalidasi yang memperoleh nilai 100% dan dihitung reliabilitasnya yang memperoleh nilai 0,93 (korelasi sangat tinggi). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sudah valid, reliabel dan fungsional digunakan untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

(6)

ABSTRACT

DEVELOPING THE ASSESSMENT INSTRUMENT RECEPTIVE LANGUAGE AND EXPRESSIVE LANGUAGE OF CHILDREN WITH

HEARING IMPAIRMENT SCHOOL AGE

Annisa Nugraha Wahidah NIM. 1302960 / Prodi PKKh-SPs-UPI

Assessment instruments receptive language and expressive language that is not available to children with hearing impairmnent of school age result in educational services rendered in accordance with the needs in language development. Assessment instrument was developed based on the theory of language development proposed by Myklebust and Lewis. This study used qualitative methods in stage I and quantitative methods in stage II and III. Assessment instruments receptive language and expressive language validated that scored 100% and the calculated reliability that scored 0.93 (correlation is very high). Based on the research results, we concluded that the assessment instrument receptive language and expressive language is valid, reliable and functional is used to determine the development of receptive language and expressive language of children with hearing impairment school age.

(7)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. i

UCAPAN TERIMA KASIH……….…... ii

KATA PENGANTAR…….……….. iii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR DIAGRAM ……….. ix

DAFTAR GAMBAR………. x

DAFTAR BAGAN……… xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian….…….……….. 5

C. Tujuan Penelitian………. 5

D. Manfaat Penelitian….……….. 5

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Dasar Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif………… 7

1. Sistem Pemerolehan Bahasa………..……… 7

2. Perkembangan Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif……. 10

B. Konsep Dasar Anak Tunarungu Usia Sekolah……….……..…. 15

1. Pengertian Anak Tunarungu ….………..……….. 15

2. Definisi Usia Sekolah…... ………. 17

(8)

D. Konsep Dasar Asesmen……….……… 23

1. Definisi Asesmen……….……… 23

2. Pengembangan Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif Anak Tunarungu Usia Sekolah…...…… 26

E. Penelitian Yang Relevan……….… 29

F. Kerangka Berpikir………..………….………..…. 30

G. Hipotesis Penelitian……….……… 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan desain Penelitian………..…. 31

B. Lokasi dan Subjek Penelitian...……..………. 33

C. Prosedur Penelitian….……….………...….… 35

D. Teknik Pengumpulan Data……….. 37

E. Teknik Analisis Data………..……. 42

F. Penjelasan Istilah Penelitian……… 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….. 52

B. Pembahasan ……… 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………. 102

B. Rekomendasi……… 105

DAFTAR PUSTAKA ……….. xii

LAMPIRAN-LAMPIRAN: 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian dan Instrumen Penelitian……… 107

2. Hasil Judgement……….. 162

(9)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Perhitungan Reliabilitas……….. 185

5. Hasil Uji Coba Instrumen……….……….. 198

6. Dokumentasi Kegiatan………...………... 339

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan berkebutuhan khusus merupakan layanan pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus yang berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan yang

terdapat pada anak kebutuhan khusus tersebut. Upaya dalam memahami

kebutuhan dan masalah yang dialami oleh seorang anak, guru memerlukan

informasi, sumber data yang berkenaan dengan kebutuhan dan masalah pada

peserta didiknya.

Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai kebutuhan

dari masalah yang dihadapi, guru dapat melakukannya melalui kegiatan yang

disebut dengan asesmen. Asesmen dapat dipandang sebagai upaya yang

sistematis untuk mengetahui kemampuan, kesulitan dan kebutuhannya anak

pada aspek tertentu, data yang diperoleh dari hasil asesmen, selanjutnya dapat

dijadikan bahan dasar dalam penyusunan program pembelajaran, program

intervensi, bahan pertimbangan atau gambaran untuk ahli lainnnya seperti

terapis.

Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan dan kemampuan dalam

berbagai aspek perkembangan, salah satunya adalah aspek bahasa. Aspek

perkembangan bahasa sangat erat kaitannya dengan aspek perkembangan

kognitif, begitu pula dengan anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam

pemerolehan bahasa sehingga berdampak besar pada kemampuan komunikasi

dan kognitifnya. Kesulitan dalam perkembangan bicara dan bahasa menjadi

salah satu karakteristik dari anak dengan hambatan intelektual, setidaknya ada

sedikit upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik

perkembangan bahasa pada anak-anak.

Bahasa diperoleh hasil dari proses diterimanya getaran suara melalui

telinga kemudian disampaikan pada otak lalu suara tersebut memiliki makna

(11)

2

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perkembangan bahasanya sehingga sering ditemui kasus anak tunarungu yang

tidak mampu mengungkapkan apa yang diinginkannya karena keterbatasan

dalam aspek bahasanya itu, baik pada bahasa reseptif maupun bahasa ekspresif. Adapun definisi yang dikemukakan oleh Santrock (2012) “language is a form of communication – whether spoken, written, or signed – that is

based on a system of symbols. Language consist of the words used by a community and the rules for varying and combining them”. Berdasarkan dari definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa bahasa adalah suatu bentuk

komunikasi – entah itu lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu

sistem dari simbol-simbol.

Anak tunarungu usia sekolah merupakan usia dasar atau awal kesiapan

anak yang dirasa sudah cukup dan mampu untuk memasuki sekolah dasar.

Pada usia sekolah anak mulai bersekolah dan pengalaman anak dalam

berbahasa semakin meningkat, begitu pula dengan anak tunarungu yang

mengharuskan dirinya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

Anak pada umumnya mulai mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh

orang lain kemudian proses selanjutnya yaitu meniru ucapan, karena proses

pertamanya dia mendengar dan menyimak ucapan-ucapan tersebut (reseptif),

kata-kata menjadi miliknya kemudian diucapkan lagi (ekspresif), dengan

proses tersebut bahasa terbentuk pada anak. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sadjaah (2005) “meninjau fungsi pendengaran yang erat hubungannya dengan berbicara dan bahasa, pertama akan membentuk bahasa

reseptif, kemudian melalui pendengaran pula sesudah bahasa reseptif

berkembang, seseorang mulai belajar mengekspresikan diri dengan kata-kata”.

Secara umum perkembangan bahasa yang digambarkan oleh Myklebust

(1960) meliputi tujuh tahap, yaitu; Experience, Inner Language (auditory

symbol), Auditory Receptive Language (spoken word), Auditory Expresive

Language (speaking), Visual Receptive Language (reading), Visual

Expressive Language (writing), dan Visual Symbolic Behavior. Teori

(12)

pengalaman anak itu sendiri. Pada tiap tahapan perkembangan tersebut ada

beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai oleh anak.

Berdasarkan hasil dari studi lapangan yang telah peneliti lakukan pada

beberapa sekolah di kota Bandung, menunjukkan bahwa instrumen asesmen

pada setiap sekolah berbeda dalam butir-butir instrumennya namun tujuan dari

instrumen-instrumen tersebut tetap sama, yaitu untuk mengetahui kebutuhan

dan kemampuan anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak tunarungu

dalam segala aspek perkembangan. Sedangkan instrumen asesmen untuk

mengungkapkan perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif itu

sendiri belum tersedia pada setiap sekolahnya. Sehingga peneliti merasa

dengan instrument asesmen yang telah disediakan pada setiap sekolah, dapat

dikatakan instrument asesmen tersebut belum dapat menemukan dan

mengungkap kebutuhan dasar dari setiap anak tunarungu khususnya pada

aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sehingga layanan pendidikan yang

diberikan tidak sesuai dengan kebutuhannya.

Instrumen asesmen yang tidak fungsional akan berdampak pada seluruh

aspek perkembangan anak tunarungu karena layanan pendidikan dalam proses

pembelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah tidak dapat memenuhi

kebutuhannya, sehingga dapat mengakibatkan anak tunarungu akan

mengalami ketertinggalan atau kemunduran dalam aspek bahasa yang

berkaitan dengan aspek kognitif, dan aspek perkembangan lainnya.

Berdasarkan kondisi faktual yang muncul apabila anak mengalami

hambatan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, maka sangatlah penting

sebagai pendidik, khususnya di bidang pendidikan kebutuhan khusus,

memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak

tunarungu yang diperoleh dengan cara asesmen.

Asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif adalah

serangkaian instrumen untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Asesmen ini diperlukan untuk

(13)

4

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bahasa ekspresif pada anak tunarungu sebagai bahan acuan dasar untuk

memberikan layanan pendidikan dalam proses pembelajaran pada anak

tunarungu. Oleh karena itu, untuk memudahkan mengetahui kebutuhan dan

kemampuan serta gambaran dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif anak tunarungu usia sekolah perlu dikembangankannya instrumen

asesmen yang disesuaikan dengan seluruh aspek perkembangan bahasa

reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Instrumen asesmen

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini dapat menggambarkan

kondisi objektif perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada tiap

aspek anak tunarungu usia sekolah secara rinci, terutama kekuatan dan

kelemahan pada tiap-tiap aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif yang dimilikinya, yang selanjutnya dijadikan dasar di dalam

penyusunan program dalam pembelajaran.

Hasil asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif harus secara terus

menerus disampaikan dari guru yang mengajarnya ketika ia mulai bersekolah

dan diteruskan pada guru selanjutnya yang akan mengajarnya agar kemajuan

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dapat terlihat secara jelas.

Jika sudah dapat memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif pada anak tunarungu, semakin cepat intervensi dapat diberikan,

sehingga dampak yang terjadi dapat segera diminimalisir agar kemampuan

bahasa reseptif dan bahasa ekspresif berkembang dengan optimal.

Mengingat pentingnya instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif ini, maka peneliti bermaksud untuk mengembangkan

instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak

tunarungu yang didasarkan pada kondisi objektif, teori Myklebust (1960) dan

teori Lewis yang membahas tentang perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

(14)

B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

dirumuskan bahwa permasalahan pokok dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak tunarungu usia sekolah?”

Untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian maka dirumuskan beberapa

pertanyaan penelitian seperti di bawah ini :

1. Bagaimana kondisi objektif instrumen asesmen perkembangan bahasa

reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah?

2. Bagaimana hasil analisis kondisi objektif dengan literatur teori Myklebust

dan teori Lewis?

3. Apakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif hasil

pengembangan dari teori Myklebust dan teori Lewis fungsional digunakan

oleh guru untuk mengungkapkan perkembangan bahasa anak tunarungu?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan instrumen asesmen

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak

tunarungu usia sekolah.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi hasil

belajar anak tunarungu, serta pemikiran dan informasi ilmiah yang objektif

(15)

6

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebutuhan khusus yang berkaitan dengan asesmen bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian tentang pengembangan instrumen asesmen bahasa

reseptif dan bahasa ekspresif ini diharapkan juga dapat digunakan dan

fungsional untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif pada anak tunarungu usia, yang hasilnya akan dijadikan acuan

dalam penyusunan program intervensi atau program pembelajaran.

a. Manfaat bagi Lembaga

1) Sebagai masukan dalam kelengkapan administrasi sekolah

2) Meningkatkan profesionalisme guru

3) Menumbuhkan motivasi untuk mengawali prosedur pembelajaran

yang benar dengan asesmen

b. Manfaat bagi guru

1) Peningkatan kinerja guru dan kualitas dalam pembelajaran pada

anak tunarungu usia sekolah

2) Memberikan wawasan dan gambaran yang lebih jelas mengenai

asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu

usia sekolah

3) Menjadi bahan acuan dalam menyusun program intervensi atau

program pembelajaran dan rencana pembelajaran selanjutnya

c. Bagi Orang Tua

1) Menambah wawasan orang tua terhadap perkembangan bahasa

reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah

2) Menjalin kerjasama dengan guru dan meyusun program intervensi

(16)

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak

(17)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian dalam sebuah penelitian memiliki peran penting, untuk

membantu peneliti dalam menjelaskan langkah-langkah yang diambil peneliti

dalam mencapai tujuan sebuah penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

sebuah instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

yang fungsional pada anak tunarungu usia sekolah. Penelitian dilaksanakan

dalam III tahap yang saling berkaitan antara tahapan yang satu dengan tahap

yang lainnya, dimana untuk melakukan tahap selanjutnya maka harus

dilakukan terlebih dahulu tahap sebelumnya. Dalam setiap tahapan akan

memperoleh hasil yang akan menjadi dasar untuk melanjutkan penelitian pada

tahap selanjutnya.

Penelitian ini menggunakan metode yang berbeda dalam setiap tahapannya,

yaitu metode kualitatif (tahap I dan tahap II). Sugiyono (2013)

mengemukakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian yang

digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti

adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara

triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Metode penelitian

kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) menyatakan

bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati. Sedangkan metode kualitatif menurut (Creswell, 2010)

adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada

metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena social dan masalah manusia.

Peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan

terinci dari pandangan responden dan melakukan studi pada situasi yang

(18)

Penelitian pada tahap III menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa pendekatan kuantitatif yang

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/

statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif,

yang dilakukan secara bersamaan karena masing-masing metode penelitian

dalam setiap tahapannya dapat mewakili data yang ingin peniliti peroleh saat

dilapangan. Penggabungan metode kualitatif dan kuantitaif ini dapat dilakukan

dengan beberapa alasan tertentu. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh

Susan Stainback dalam Sugiyono (2011) each methodology can be used to

complement the other within the same area of inquiry, since they have

different purposes or aims. Dapat digunakan secara bergantian. Pada tahap

pertama menggunakan metode kualitatif, sehingga ditemukan hipotesis,

Selanjutnya hipotesis tersebut diuji dengan metode kuantitatif. penelitian

dilakukan dengan melakukan tiga tahap, dengan pola penelitian kualitatif yang

dilanjutkan dengan penelitian kuantitatif (Eksploratory Reseach Design).

Pada tahap I yaitu mengenai studi pendahuluan yang bertujuan untuk

mendapatkan kondisi objektif di lapangan, sedangkan pada tahap II yaitu

mengenai pengembangan draft instrument asesmen yang akan divalidasi oleh

expert judgement atau para ahli pada bidang pendidikan kebutuhan khusus

yang akan menghasilkan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif yang telah divalidasi. Adapun pengertian metode kualitatif yaitu

metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah (Sugiyono; 2011). Untuk tahap III mengenai uji keterlaksanaan

asesmen di lapangan, menggunakan instrumen asesmen bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif yang telah divalidasi untuk mengetahui fungsionalitas dari

(19)

33

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Peenelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif ini diawali dengan penelitian tahap I sejak 27 April 2015

yang selanjutnya akan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan

sampai penelitian dapat dinyatakan selesai. Penelitian ini dilakukan pada

beberapa lokasi yaitu lokasi dalam penelitian ini adalah beberapa SLB-B yang

berada di kota Bandung.

Yang menjadi informan atau sumber data adalah guru, orang tua dan siswa

tunarungu usia sekolah (anak tunarungu tingkat dasar yang dirasa sudah

mampu untuk mengikuti pembelajaran di sekolah atau tingkat paling dasar).

Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik sampling purposive adalah

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011).

Adapun subjek penelitian ini dibatasi pada siswa tunarungu kelas dasar di

SLB-B Bandung, orang tua anak tunarungu yang, dan guru yang mengajar di

SLB tersebut. Kriteria pengambilan subjek yaitu siswa yang sudah berusia 6-8

tahun atau siswa sekolah dasar. Di SLB ke 1 anak tunarungu yang duduk di

kelas dasar yaitu 3 orang dengan kisaran usia 7-8 tahun, dan di SLB ke 2

jumlah anak tunarungu 3 orang kisaran usia 7-8 tahun, dan di SLB ke 3 yang

memiliki 2 anak tunarungu kelas dasar dengan kisaran usia 7-9 tahun.

Pertimbangan atau alasan dalam memilih anak tunarungu usia sekolah

adalah di usia sekolah anak tersebut dirasa sudah cukup mampu untuk mulai

mengikuti pembelajaran di sekolah sehingga perkembangan bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif sangat meningkat atau sangat diperlukan untuk

berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, terutama di sekolah.

Sedangkan alasan untuk memilih orang tua anak tunarungu yaitu dikarekan

peneliti ingin mengetahui atau menggali lebih dalam mengenai informasi

(20)

tunarungu tersebut, dan memilih guru karena dengan adanya guru yang

mampu merasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa tunarungu

usia sekolah. Anak tunarungu usia sekolah yang menjadi subjek pnelitian ini

ialah 3 orang anak tunarungu yang dipilih salah satu dari setiap sekolahnya,

dari 2 sekolah dipilih salah satu anak yang menunjukkan keterlambatan dalam

bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya dan dari satu sekolah dipilih satu anak

yang dianggap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya lebih

baik jika dibandingkan dengan teman sekelasnya, agar ia dapat dijadikan

contoh dan acuan bagi perkembangan anak yang lainnya.

1) SLB I

Nama Siswa : YF

Usia : 7 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Karakteristik : Anak terlihat lebih aktif jika dibandingkan dengan

teman sekelasnya yang lain. Ketika diajak berkomunikasi, anak cepat

mengerti dengan yang disampaikan oleh rang lain, terlihat ketika proses

pembelajaran berlangsung, anak dapat mengerti dengan penjelasan yang

disampaikan oleh guru.

2) SLB II

Nama Siswa : AL

Usia : 8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Karakteristik : Anak terlihat mencari perhatian kepada siapapun,

baik guru atau teman-temannya, diperkirakan karena kondisi orang tua

yang berada dinegara lain dan jauh dari anak sehingga anak merasa kurang

diperhatikan.

3) SLB III

Nama Siswa : KK

(21)

35

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Jenis Kelamin : Perempuan

Karakteristik : KK sering terlihat tidak mengerti dengan apa yang

disampaikan oleh orang lain ketika mengajaknya berkomunikasi, ia hanya

mengangguk-anggukan ketika ada orang yang bertanya pada dirinya,

kemudian ia terlihat kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu, seperti

ketika menginginkan sebuah benda, ia tidak mampu mengungkapkan.

C. Prosedur Penelitian

TAHAP I : STUDI PENDAHULUAN

(22)

Bagan 3.1

Alur Penelitian Pengembangan Instrumen Asesmen Perkembangan Bahsa

Reseptif dan Bahasa Ekspresif usia Sekolah

Adapun penjelasan dari setiap tahapan-tahapan prosedur penelitian sebagai

berikut :

1. Tahap I : Studi Pendahuluan

Penelitian ini diawali dengan melakukan studi lapangan tentang

pelaksanaan asesmen bahasa pada anak tunarungu usia sekolah. Studi

lapangan ini terdiri dari wawancara guru, wawancara orang tua, dan

observasi. Tahap ini penting karena akan dijadikan sebagai latar belakang

pentingnya pengembangan instrumen asesmen bahasa, serta dijadikan

acuan dalam penyusunan instrumen asesmen bahasa pada anak tunarungu

usia sekolah.

Setelah mendapatkan informasi mengenai kondisi objektif di lapangan,

maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah studi

literatur. Studi literature ini bertujuan untuk mendapatkan konsep dasar

mengenai asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

serta teori yang berhubungan dengan perkembangan bahasa anak.

2. Tahap II : Perencanaan

Tahap kedua pada penelitian ini adalah pengembangan instrumen

asesmen perkembangan bahasa. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap I

yang berupa kondisi objektif di lapangan serta konsep dasar mengenai

perkembangan bahasa pada anak tunarungu usia sekolah, maka disusunlah

(23)

37

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemudian, draf instrumen tersebut dilakukan validitas isi dan validitas

konstruk melaui expert judgement. Hasil akhir pada tahap ini berupa draft

instrumen yang sudah divalidasi.

3. Tahap III

Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah uji coba draft instrumen

yang sudah divalidasi. Pendekatan yang digunakan pada tahap ini adalah

kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Uji coba instrument

dilakukan untuk mengetahui fungsionalitas dari instrument asesmen.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Kualitatif

a. Teknik pengumpulan data pada tahap pendahuluan adalah studi

lapangan dengan cara observasi dan wawancara tidak terstruktur.

Wawancara ini dikonstruksi untuk memperoleh data tentang

pelaksanaan asesmen bahasa di lapangan. Konstruksi wawancara ini

didasarkan pada proses pelaksanaan asesmen bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif, proses pembelajaran di kelas, serta proses

komunikasi dengan orang tua, sehingga wawncaea ini dilakukan pada

guru kelas dan orang tua anak tunarungu.

b. Studi literature dilakukan dengan mengkaji pustaka dari beberapa ahli

yang membahas tentang asesmen dan teori mengenai perkembangan

bahasa, serta hakikat anak tunarungu. Tujuan utama dilakukannya

studi literature adalah mendapatkan konsep dasar dari perkembangan

bahasa pada anak tunarungu usia sekolah.

c. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tahap perencanaan

yaitu teknik delphie. Menurut Bombana (2010) mengemukakan bahwa

teknik delphie adalah suatu proses kelompok yang digunakan untuk

(24)

individu. Ini dimaksudkan untuk mengumpulkan pendapat dari

sejumlah individu dalam rangka meningkatkan mutu pengambilan

keputusan. Delphi tidak memerlukan pertemuan langsung (Face to

face), bagaimanapun juga, ini bermanfaat untuk melibatkan para ahli, pengguna-pengguna, pengontrol sumber daya, atau pengurus yang

tidak bisa datang bersama-sama.

Kuisioner kelayakan instrumen asesmen disusun dalam rangka

memperoleh data dari ahli pendidikan kebutuhan khusus dan dari para

praktisi sekolah baik untuk kelayakan isi maupun praktis instrumen

asesmen. Data ini diperlukan dalam rangka pengembangan draft

instrumen awal menjadi draft instrumen asesmen operasional yang

layak uji. Kuisioner ini dikonstruksikan berdasarkan komponen isi,

praktis, dan rasional instrumen asesmen yang dikembangkan.

Kuisioner ini dirancang dalam bentuk skala bertingkat menurut tingkat

kalayakannya, yaitu: tidak layak, layak, sangat layak. Masing-masing

aspek diberi kolom tanggapan sebagai saran dan kritik untuk perbaikan

instrumen.

1) Pemilihan Kelompok Delphi

Dalam studi Delphi, peneliti memilih individu-individu

yang memiliki pengetahuan luas dan berpengalaman yang sesuai

dengan pengetahuan yang diperlukan (para ahli) untuk

menganalisis masalah tertentu. Peneliti menggunakan tehnik

purposive sampling untuk memilih kelompok Delphi. Peneliti

memiliki beberapa pertimbangan dalam pemilihan kelompok

Delphi untuk penelitian berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a) Memiliki pemahaman yang luas dan pengalaman terhadap teori

perkembangan anak tunarungu

b) Memiliki pemahaman dan pengalaman terhadap cara-cara

(25)

39

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2) Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen

Untuk mengumpulkan data kualitatif, peneliti menurunkan

konsep teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

anak tunarungu usia sekolah Myklebust kedalam draf kisi-kisi

instrumen asesmen. Selanjutnya, melakukan studi Delphi dengan

membagikan kuesioner/angket tentang draf rancangan instrumen

asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif kepada para ahli.

Langkah – langkah yang dilakukan dalam teknik ini adalah

(Dermawan,2004):

a) Para pembuat keputusan melalui proses Delphi dengan

identifikasi isu dan masalah pokok yang hendak diselesaikan.

b) Kemudian kuesioner dibuat dan para peserta teknik Delphi,

para ahli, mulai dipilih.

c) Kuesioner yang telah dibuat dikirim kepada para ahli, baik

didalam maupun luar organisasi, yang di anggap mengetahui

dan menguasai dengan baik permasalahan yang dihadapi.

d) Para ahli diminta untuk mengisi kuesioner yang dikirim,

menghasilkan ide dan alternatif solusi penyelesaian masalah,

serta mengirimkan kembali kuesioner kepada pemimpin

kelompok, para pembuat keputusan akhir.

e) Sebuah tim khusus dibentuk merangkum seluruh respon yang

muncul dan mengirimkan kembali hasil rangkuman kepada

partisipasi teknik ini.

f) Pada tahap ini, partisipan diminta untuk menelaah ulang hasil

rangkuman, menetapkan skala prioritas atau memperingkat

alternatif solusi yang dianggap terbaik dan mengembalikan

seluruh hasil rangkuman beserta masukan terakhir dalam

(26)

g) Proses ini kembali diulang sampai para pembuat keputusan

telah mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna mencapai

kesepakatan untuk menentukan satu alternatif solusi atau

tindakan terbaik

2. Pengumpulan Data Kuantitatif

Data kuantitatif ini disusun berdasarkan hasil studi Delphi yang telah

disusun sebelumnya, sehingga memperoleh hasil sebuah instrumen

asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak

tunarungu usia sekolah. Untuk mengetahui sejauh mana fungsionalitas

instrmen asesmen ini atau reliabilitas yang tinggi, maka untuk mengukur

reliabilitas instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada

anak tunarungu usia sekolah ini diperlukan data kuantitatif hasil uji coba,

Uji coba ini dilakukan pada 3 SLB tunarungu di Kota Bandung.

a. Pemilihan Sampel

Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. .

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu. Penarikan sampel bertujuan ini peneliti pilih

berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan peneliti. Adapun

sampel dalam penelitian yaitu anak tunarungu usia sekolah yang

bersekolah di SLB tunarungu kota Bandung.

b. Teknik dan Instrumen

Teknik pengumpulan data pada tahap ini menggunakan angket.

Angket yang tercantum didalam instrumen asesmen dan disusun

dalam rangka memperoleh data dari guru akan instrumen asesmen

dalam mengukur bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak

(27)

41

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peneliti dapat menilai ketergunaan atau fungsionalitas dari instrumen

asesmen bahasa resptif dan bahasa ekspresif yang telah disusun, maka

peneliti memerlukan validitas yang sebelumnya telah diperoleh dari

kelompok delphie. Kemudian peneliti memerlukan taraf kepercayaan

atau reliabilitas yang tinggi, maka untuk mengukur realibilitas

instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak

tunarungu usia sekolah tersebut diperlukan data kuantitatif hasil

penilaian guru kelas melalui angket yang menunjukkan kelayakan

terhadap instrumen asesmen tersebut atau dapat terlihat dari hasil uji

coba instrumen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada saat di

lapangan.

Adapan bagan instrumen pengumpulan data, untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada table dibawah ini :

N

(28)

3. Orang tua

Kemampuan bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif

menurut orang tua

Observasi Pedoman wawancara

4. Guru Kelas

Ketergunaan instrumen

asesmen bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif pada anak

tunarungu usia sekolah

Tes Angket

Tabel 3.1

Instrumen Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data kuantitatif, maka hasil pengisian instrumen

tersebut dikuantifikasikan dengan menggunakan Ms. Excel yang kriteria

penilaiannya seperti ; mandiri, dengan bantuan, dan belum mampu. Dari

hasil ujicoba tersebut maka akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu

usia sekolah pada yang dapat dilihat dari sebuah grafik.

E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif

Pada tingkat yang paling sederhana, analisis data kualitatif dapat

dikatakan sebagai upaya untuk memeriksa kumpulan data yang relevan

guna mengetahui bagaimana data tersebut dapat menjawab pertanyaan

penelitian. Dalam penelitian ini, data yang sudah di peroleh atau

terkumpul kemudian diolah, dianalisis dan dideskripsikan agar sesuai

dengan pertanyaan penelitian yang di angkat. Di dalam penelitian

(29)

43

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang telah dikatakan orang, mencari pola-pola, mengaitkan apa yang

dikatakan orang di satu tempat dengan apa yang dikatakannya di tempat

lain, dan memadukan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang

berbeda-beda (Patton, 1990 dalam Donna 2011). Analisis data secara kualitatif

dilakukan dengan cara melihat, memeriksa, membandingkan, dan

menafsirkan pola-pola atau tema-tema yang bermakna yang muncul dalam

data penelitian (Frechtling & Sharp, 1997 dalam Donna, 2011).

Teknik analisis data yang digunakan menggunakan kerangka yang

dikembangkan oleh Miles dan Huberman baik untuk studi literature

maupun validasi instrumen asesmen. Teknik analisis dalam penelitian ini

menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman

(Brannen, 2008) yang terdiri dari tiga fase, yaitu reduksi data (data

reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan.

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan

polanya. Penyajian (display) data adalah menentukan bagaimana data itu

akan disajikan. penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Penyajian data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif

2. Analisis Data Kuantitatif

Teknik analisis data pada tahap ini menggunakan teknik kuantitatif.

Data hasil ujicoba instrumen akan diolah untuk mengetahui apakah

instrumen asesmen yang telah dikembangkan dapat mengukur kemampuan

bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

Scoring data artinya peneliti menetapkan nilai numerik pada

(30)

digunakan dalam pengumpulan data (Creswell, 2010). Scoring pada

penelitian ini menggunakan Ms. Excel dengan format yang telah peneliti

sediakan, sehingga ketika hasil ujicoba instrumen asesmen bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif diinputkan, maka secara otomatis hasilnya akan

tergambarkan secara jelas pada sebuah diagram.

Setelah uji keterlaksanaan dilaksanakan, maka peneliti akan

melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas. Yang dimana validitas

dan reliabilitas menurut Susetyo (2011) validitas adalah sejauh mana hasil

pengukuran dapat diinterpretasikan sebagai cerminan sasaran ukur yang

berupa kemampuan, karakteristik atau tingkah laku yang diukur melalui

alat ukur yang tepat. Sedangkan reliabilitas adalah alat ukur yang hasilnya

tidak berubah atau hasilnya relatif sama jika dilakukan pengetesan secara

berulang-ulang. Tolak ukur hasil pengembangan instrumen asesmen ini

dilihat dari tingkat fungsional kegunaannya instrumen dalam mengungkap

kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu

usia sekolah yang diukur melalui validitas dan reliabilitas instrumen.

Menurut Sugiyono (2011) menyebutkan bahwa uji validitas adalah

suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu

instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang

digunakan dalam suatu penelitian. Sedangkat reliabilitas adalah

serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki

konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan

secara berulang.

a. Validitas

Instrumen penelitian dapat dikatakan baik jika instrumen tersebut

valid. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan susatu instrumen karena suatu instrumen

(31)

45

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hasil data, informasi serta tujuan penelitian yang ingin

dicapai, maka validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas

konstruk yang dapat mengukur setiap item atau butir-butir dalam

instrumen. Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah

validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu

mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan

konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.

Proses validasi sebuah instrumen harus dilakukan melalui

penelaahan atau justifikasi pakar atau melalui penilaian sekelompok

panel yang terdiri dari orang-orang yang menguasai substansi atau

konten dari variabel yang hendak diukur.

Validitas ini akan menghasilkan sebuah instrumen yang telah

dikembangkan. Untuk mengetahui kriteria tingkat validitas dari sebuah

instrumen asesmen ini menggunakan studi Delphie yang dilakukan

oleh beberapa ahli yang memberi penilaian terhadap butir-butir

instrumen yang peneliti kembangkan, kemudian direvisi kembali

sampai butir-butir instrumen dalam asesmen disetujui oleh seluruh ahli

pada bidang pendidikan kebutuhan khusus.

Setelah instrumen di judgement, kemudian validitasnya dihitung

dengan menggunakan rumus:

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui hasil konsistensi

(32)

instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara

eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability),

equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas

instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang

ada pada instrumen dengan teknik tertentu (sugiyono, 2011).

Setelah instrumen divaliditas, maka langkah selanjutnya ialah

menghitung reliabilitas. Instrumen tidak hanya memerlukan kevalidan

tetapi harus teruji juga kereliabilitasannya. Arikunto (2010; 221)

mengemukakan bahwa dapat dikatakan reliabilitas jika suatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dengan internal

consistency, yang dilakukan dengan mencobakan instrumen sekali.

Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahsa ekspresif dihitung dan

dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Perhitungan

reliabilitas dengan rumus alpha cronbach menganggap semua butir tes

dalam suatu perangkat ukur adalah setara satu sama lainnya.

Perhitungan alpha Cronbach menggunakan variansi, yaitu variansi skor

responden dan variansi skor butir (Susetyo, 2011). Rumus yang

digunakan pada pengujian reliabilitas ini adalah:

ρ

α

=

�−

(1 −

∑��

2

2

)

Keterangan :

∑�

=

jumlah seluruh variansi butir

= variansi skor responden

= Jumlah butir yang setara

ρ

α = koefisien reliabilitas

(33)

47

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk menghitung koefisien reliabilitas menggunakan rumus alpha

Cronbach, maka terlebih dahulu memerlukan perhitungan variansi total

skor responden (A), dengan rumus:

=

�∑ 2 − ∑ 2

�2

Sedangkan rumus untuk varian butir ialah:

Σ

σB2

=

∑ �

2

2 �²

Keterangan :

� = jumlah kuadrat seluruh butir

= jumlah total skor butir kuadrat

N = jumlah seluruh responden

Dengan klasifikasi reliabilitas

Derajat Reliabilitas Interpretasi 0,90 ≤ ᵣ₁₁≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,90 Tinggi 0,40 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,70 Sedang 0,20 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,40 Rendah

(34)

F. Penjelasan Istilah Penelitian 1. Definisi Konsep Variabel

a. Variabel Independen (Bebas)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah

pengembangan instrumen asesmen. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) menyebutkan bahwa pengembangan yaitu proses, cara,

perbuatan mengembangkan, atau suatu upaya untuk meningkatkan

mutu, dan instrumen/in·stru·men/ /instrumén/ n 1 alat yg dipakai untuk

me-ngerjakan sesuatu (spt alat yg dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat

kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; 2 sarana penelitian (berupa

seperangkat tes dsb) untuk mengumpul-kan data sbg bahan

pengolahan; 3 alat-alat musik (spt piano, biola, gitar, suling,

trompet); 4 ki orang yg dipakai sbg alat (diperalat) orang lain (pihak

lain); 5 dokumen resmi spt akta, surat obligasi. Sedangkan asesmen

berasal dari bahasa Inggris to assess (kk.menaksir); Assessment

(kb:taksiran).

Moh. Amin (1995) mengemukakan tentang perlunya asesmen

dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Menurut Lerner (1988)

dalam Abdurrahman (2003: 46) mengemukakan asesmen adalah suatu

proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan

digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang

berhubungan dengan anak tersebut. Asesmen adalah proses sistematis

dalam mengumpulkan data seorang anak. Dalam konteks pendidikan

asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang

dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang

sesungguhnya dibutuhkan (Rochyadi, 2005).

Berdasarkan batasan yang telah dikemukakan diatas dapat

(35)

49

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

butir-butir instrumen yang dikembangkan sesuai dengan aspek-aspek

perkembangan tertentu yang mengacu pada sebuah teori

perkembangan beserta dengan tugas perkembangannya. Setiap aspek

perkembangan pada individu, terutama anak tunarungu terdapat

teori-teori khusus yang membahas perkembangan tersebut. Maka instrumen

asesmen ini disesuaikan dengan teori-teori para ahli dalam setiap aspek

perkembangan tersebut.

b. Variabel Dependen (Terikat)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah

kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia

sekolah. Menurut Tilton (dalam Yuwono, 2009, hlm. 61)

mengemukakan “bahasa reseptif adalah kemampuan pikiran manusia

untuk mendengarkan bahasa bicara dari orang lain dan menguraikan

hal tersebut dalam gambaran mental yang bermakna atau pola pikiran,

dimana dipahami dan digunakan oleh penerima”. Dapat disimpulkan

bahwa bahasa reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan

bereaksi terhadap tingkah laku seseorang, terhadap kejadian

lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan

akhirnya mengerti kata-kata yang diucapkan seseorang. Fungsi reseptif

dapat terlihat dengan adanya reaksi terhadap suara. Dalam gangguan

bahasa reseptif, anak tidak memahami apa yang dibicarakan atau

makna kata yang disampaikan.

Yuwono (2009, hlm. 66), mengungkapkan “bahasa ekspresif

diartikan sebagai kemampuan anak dalam menggunakan bahasa baik

secara verbal, tulisan, symbol, isyarat ataupun gesture”. Dapat

disimpulkan bahwa bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk

berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda)

atau auditorik. Fungsi bahasa ekspresif adalah kemampuan anak

(36)

anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekpresi wajah, gerakan

tubuh, isyarat, dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau

komunikasi verbal. Dalam gangguan berbahasa ekspresif, anak

mengalami kesulitan mengekspresikan dirinya dan mengungkapkan

keinginannya, sehingga sering terjadi kesalahan dalam berkomunikasi.

2. Definisi Operasional Variabel a. Variabel bebas

Variabel independen atau bebas ini sering disebut variabel stimulus

atau input yang dapat mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas

adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat

(Sugiyono, 2011).

Pengembangan instrumen dilakukan berdasarkan teori

perkembangan pada salah satu aspek perkembangan sehingga

instrumen asesmen yang dibuat akan lebih fokus atau khusus untuk

memperoleh informasi mengenai salah satu aspek perkembangan

tersebut. Setelah instrumen asesmen dirumuskan sesuai dengan teori

perkembangan yang menjadi acuan, maka instrumen asesmen yang

telah divalidasi tersebut akan diserahkan kepada guru, untuk dilakukan

uji coba disetiap sekolahnya. Instrumen asesmen dapat dikatakan

fungsional jika menurut guru butir-butir instrumen yang terdapat

dalam asesmen tersebut dapat menggali kemampuan, kebutuhan dan

perkembangan anak tersebut.

Intrumen asesmen yang peneliti susun ditujukan pada anak

tunarungu usia sekolah yang usianya berkisar 7-9 tahun. Instrumen

asesmen ini disusun sebagai alat untuk mengetahui perkembangan

bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Butir

instrumen yang menjadi tugas perkembangangan di setiap tahapan

(37)

51

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta

dikembangkan dari teori Lewis mengenai teori perkembangan bahasa

pada anak tunarungu. Adapun pelaksanaan penelitian mengenai

pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah sebagai berikut:

1. Melihat proses pembelajaraan yang sedang berlangsung di sekolah

untuk memperoleh kondisi objektif mengenai bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif pada anak tunarungu saat di kelas

2. Melakukan wawancara guru dan orang tua untuk mengetahui

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak

tunarungu usia sekolah pada saat diluar pembelajaran

3. Melakukan studi literatur mengenai teori-teori perkembangan

bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, yaitu teori Myklebust dan

teori Lewis

4. Melakukan analisis kondisi objektif anak tunarungu usia sekolah di

lapangan dengan teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif menurut para ahli

5. Membuat kisi-kisi instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif berdasarkan analisis hasil temuan

6. Merumuskan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif

b. Variabel Terikat

Variabel independen atau terikat ini disebut juga sebagai output,

hasil, atau konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas

(Sugiyono, 2011).

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Bahasa reseptif

(38)

tahap-tahap yang anak tunarungu lewati dalam perkembangan bahasa

reseptif dan bahasa ekspresifnya seperti yang dikemukakan pada teri

Myklebust. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif selanjutnya ditunrunkan ke aspek-aspek

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ,seperti fungsi

simbol, penguasaan kosakat. Kemampuan menyelesaikan tugas,

ketepatan bentuk, ketepatan tulisan, kesadaran bunyi, ketepatan

pengucapan bunyi, komunikasi, kemampuan anak bertanya,

keamampuan anak bercerita, artikulasi, membaca ujaran, berisyarat

atau memberi tanda. Teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif yang dijadikan sebagai dasar untuk selanjutnya

dikembangkan ialah teori perkembangan Myklebust dan Lewis. Aspek

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak

tunarungu usia sekolah kemudian dibuat menjadi beberapa indikator

yang akan diukur dalam instrumen asesmen dan menjadi butir-butir

instrumen asesmen.

Dirumuskannya instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang sezsuai dengan

kondisi objektif maka dapat diketahuinya perkembangan bahasa

reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah serta

dapat terungkapnya kemampuan, kebutuhan serta hambatan bahasa

reseptif dan ekspresif pada nak tunarungu usia sekolah.

Penilaian dalam pelaksanaan ujicoba asesmen yang dilakukan oleh

guru berdasarkan yang tercantum dalam instrumen asesmen yang telah

disediakan. Anak tunarungu diberikan nilai 3 ketika mampu

melakukan instruksi secara mandi, diberikan nilai 2 ketika mampu

melakukan instruksi dengan bantuan, dan diberikan nilai 1 ketika anak

tidak mampu melakukan sesuai dengan yang diinstruksikan walaupun

(39)

53

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab IV,

maka pada bab ini akan ditarik sebuah kesimpulan hasil dari penelitian dan

pembahasan yang sudah dilakukan, serta akan dibahas mengenai rekomedasi dari

hasil penelitian ini.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Kondisi objektif instrumen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif anak tunarungu usia sekolah.

Kondisi objektif pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah menunjukkan

bahwa belum tersedianya instrumen asesmen yang secara mendalam untuk

membahas perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak

tunarungu sehingga perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

belum tergambarkan dengan jelas. Kemampuan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif anak tunarungu berbeda-beda dari anak tunarungu yang satu

dengan anak tunarungu lainnya, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan

pada anak tunarungu dalam aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya

pun juga berbeda-beda, perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif dipengaruhi oleh lingkungan sekitar anak tunarungu yang

memberikan dampak, baik positif maupun negatif terhadap perkembangan

bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu.

Meskipun bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu sudah

mulai terbentuk saat anak berada di usia sekolah, tetapi ada beberapa anak

tunarungu yang menunjukkan keterlambatannya dalam perkembangan

bahasanya, hal ini dapat terlihat ketika proses pembelajaran sedang

(41)

103

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dibandingkan dengan temannya yang lain, memalingkan muka saat diajak

berkomunikasi,dan sebagainya.

2. Analisis hasil kondisi objektif dan literatur teori Myklebust dan teori

Lewis

Penelitian yang dilakukan di tiga sekolah menunjukkan bahwa

terdapat satu sekolah yang tidak memiliki instrumen asesmen, dan dua

sekolah lainnya yang memiliki instrumen asesmen tetapi seluruh aspek

perkembangan dikemas dalam satu instrumen asesmen termasuk aspek

bahasa sehingga perkembangan anak tidak tergambar dengan jelas atau

masih belum dapat tergali. Pada sekolah yang kedua terdapat kolom aspek

bahasa pada instrumen asesmennya, namun hal yang diasesmen pada

aspek bahasa ini hanyalah komponen mendengar, berbicara, dan

penggunaan alat si saja tanpa adanya pengembangan dari komponen

tersebut. Jika dilihat dari sudut pandang teori Myklebust maka hanya dua

aspek saja sesuai dengan teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif.. Dan di sekolah ketiga terdapat instrumen penelitian pada aspek

bahasa namun hanya terdapat aspek bahasa verbal dan bahasa non verbal

yang dikembangkan menjadi beberapa item instrumen sehingga aspek

perkembangan bahasa belum cukup tergali dengan menggunakan asesmen

tersebut.

Setelah mengetahui kondisi objektif instrumen asesmen

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang belum tersedia

disetiap sekolah, maka langkah selanjutnya peneliti melakukan studi

literatur mengenai teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif pada anak tunarungu yang dikemukakan oleh Myklebust dan

Lewis.

Dalam teori Myklebust terdapat tujuh tahapan perkembangan

bahsa reseptif dan bahasa ekspresif, sedangkan pada teori Lewis terdapat

tugas perkembangan untuk anak tunarungu. Berdasarkan pada kondisi

(42)

aspek dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak

tunarungu usia sekolah yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan anak

tunarungu dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya.

3. Fungsionalitas Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif

Pada Anak Tunarungu Usia Sekolah

a. Bentuk Draf Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa

Ekspresif Pada Anak Tunarungu Usia Sekolah

Berdasarkan pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif

dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang peneliti amati,

terlihat pentingnya kebutuhan akan adanya instrumen yang bisa

menggali dan menemukan kebutuhan anak tunarungu usia sekolah

dalam perkembangan bahsa reseptif dan bahasa ekspresif. Maka pada

penelitian ini terumuskan draf pengembangan instrumen asesmen

bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

Bentuk draf pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan

ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah, yaitu berbentuk angket

dan dikemas menjadi buku panduan pelaksanaan asesmen yang diisi

oleh guru, dan buku kerja anak yang diisi oleh anak daaat proses

asesmen sedang dilakasanakan.

Terdapat tiga belas aspek perkembangan bahasa dalam instrumen,

yaitu aspek fungsi simbol, penguasaan kosakata, menyelesaikan tugas,

ketepatan bentuk, ketepatan tulisan, kesadaran bunyi, ketepatan

pengucapan bunyi, komunikasi, kemampuan bertanya, kemampuan

bercerita, artikulasi, membaca ujaran, dan berisyarat atau memberi

tanda. Asperkembangan bahsa tersebut selanjutnya akan dijadikan

indikator yang harus dicapai dalam instrumen asesmen bahasa reseptif

dan bahsa ekspresif anak tunarungu usia sekolah.

b. Produk Akhir (pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan

(43)

105

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Produk akhir penelitian ini adalah tersusunnya sebuah

pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada

anak tunarungu usia sekolah yang dikemas menjadi sebuah buku

panduan yang didalamnya terdapat cara melakukan asesmen dan

instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahsa ekspresif,

dan buku kerja siswa yang diisi oleh siswa dan didalamya terdapat

soal daributir-butir instrumen siswa yang harus dikerjakan oleh siswa

pada saat asesmen sedang berlangsung.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan dari hasil uji keterlaksanaan yang telah peneliti lakukan,

terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam instrumen asesmen

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini, maka berdasarkan

pengalaman yang peneliti temui saat melakukan penelitian, peneliti

memberikan beberapa rekomendasi pada beberapa pihak agar pengembangan

instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang serupa dapat

dirumuskan menjadi lebih baik lagi. Adapun rekomendasi yang diberikan

kepada :

1. Pihak Sekolah

Pada pihak sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan hasil

penelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

perkembangan bahasa resepti dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia

sekolah yang akan berdampak pula pada hasil belajarnya di kelas, dengan

cara memberikan printout hasil penelitian kepada setiap guru. Bagi

lembaga-lembaga yang menyelenggarakan layanan Pendidikan khusus

diharapkan untuk mengujicobakan dan menggunakan pengembangan

instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu

(44)

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu

usia sekolah.

2. Bagi Guru

Pada pihak guru khususnya, perlu menyadari pentingnya asesmen dan

hasil asesmen, sehingga asesmen dilakukan pada setiap anak dan hasil

asesmen akan dijadikan sebagai acuan dalam menyusun program

pembelajaran selanjutnya agar kebutuhan anak tunarungu dalam bahasa

reseptif dan bahasa ekspresif dapat terpenuhi. Hasil asesemen juga perlu

untuk disampaikan pada guru selanjutnya yang akan mengajar ank

tunarungu usia sekolah tersebut, agar guru selanjutnya mengetahui sejauh

mana perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak

tunarungu usia sekolah yang akan menjadi peserta didiknya. Dalam

menggunakan asesmen ini, hendaknya asesor berkolaborasi dengan

orangtua. Asesmen sebaiknya digunakan diawal kali masuk sekolah,

sehingga kelebihan dan hambatan dalam perkembangan bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif anak dapat segera diketahui dan intervensi segera

diberikan.

3. Orang Tua

Bagi orang tua anak tunarungu usia sekolah dapat memberikan

stimulus yang positif pada saat anak berada di rumah dengan

mengajaknya ia berkomunikasi dan mengenal banyak hal yang ada di

lingkungan sekitarnya, agar anak dapat lebih aktif dalam bersosialisasi.

Dan sebaiknya orangtua menjalin komunikasi dengan guru di sekolah

untuk mengetahui perkembangan pada anaknya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian serta pengalaman peneliti selama

penelitian berlangsung, peneliti menyadari keterbatasan informasi yang

diperoleh dari hasil penelitian. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian

lebih lanjut mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

(45)

107

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian yang berbeda, kelas yang berbeda serta lokasi penelitian yang

berbeda pula, karena diharapkan hasil penelitian ini berlaku bagi seluruh

anak tunarungu usia sekolah. Peneliti berikutnya dapat melakukan

pengembangan terhadap instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif dengan jangka waktu pelaksanaan yang lebih lama. Sehingga

dapat memberikan gambaran yang lebih baik dan dapat menemukan

penemuan baru yang dapat melengkapi kekurangan pada penelitian yang

Gambar

Tabel 3.1 Instrumen Pengumpulan Data
Tabel 3.3 klasifikasi reliabilitas

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada penggunaan media komunikasi visual berupa tulisan dan gambar untuk meningkatkan bahasa reseptif yang terdiri dari

Berdasarkan data keseluruhan dari hasil penelitian mengenai pengaruh terapi musik Mozart dalam meningkatkan kemampuan bahasa reseptif dan ekpresif, peneliti

Diharapkan perancangan media pembelajaran buku dan kartu peraga mengenai meningkatkan kemampuan bahasa reseptif pada anak tunarungu di mata pelajaran matematika dapat

Rasionalisasi pemilihan pengembangan instrumen asesmen autentik pada ranah keterampilan dengan teknik asesmen kinerja, proyek, serta portofolio didasarkan pada hasil

Faktor-faktor pendukung selama proses pengembangan instrumen asesmen kinerja pada praktikum pe- ngaruh konsentrasi terhadap laju reaksi adalah sebagai berikut: (a) res-

Karakteristik instrumen asesmen berbasis representasi kimia pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit ini yaitu berdasarkan aspek kesesuaian, instrumen asesmen

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa pada pengujian hipotesis yaitu variabel parental belief dan kemampuan bahasa ekspresif anak

Oleh karena itu, peneliti bertujuan untuk mengembangkan instrumen asesmen tes testlet pada materi suhu dan kalor untuk siswa kelas X SMA dengan kategori valid dan