Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA
RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK
TUNARUNGU USIA SEKOLAH
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Khusus
Oleh :
ANNISA NUGRAHA WAHIDAH 1302960
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS SEKOLAH PASCA SARJANA
2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Oleh
Annisa Nugraha Wahidah
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Khusus
© Annisa Nugraha Wahidah 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ANNISA NUGRAHA WAHIDAH
NIM. 1302960
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:
Pembimbing
Dr. Permanarian Somad, M.Pd. NIP. 195404081981032001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Khusus Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Annisa Nugraha Wahidah NIM. 1302960/Prodi PKKh-SPs-UPI
Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang tidak tersedia bagi anak tunarungu usia sekolah mengakibatkan layanan pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan dalam perkembangan bahasanya. Instrumen asesmen dikembangkan berdasarkan teori perkembangan bahasa yang dikemukakan oleh Myklebust dan Lewis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pada tahap I dan metode kuantitatif pada tahap II dan III. Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif divalidasi yang memperoleh nilai 100% dan dihitung reliabilitasnya yang memperoleh nilai 0,93 (korelasi sangat tinggi). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sudah valid, reliabel dan fungsional digunakan untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.
ABSTRACT
DEVELOPING THE ASSESSMENT INSTRUMENT RECEPTIVE LANGUAGE AND EXPRESSIVE LANGUAGE OF CHILDREN WITH
HEARING IMPAIRMENT SCHOOL AGE
Annisa Nugraha Wahidah NIM. 1302960 / Prodi PKKh-SPs-UPI
Assessment instruments receptive language and expressive language that is not available to children with hearing impairmnent of school age result in educational services rendered in accordance with the needs in language development. Assessment instrument was developed based on the theory of language development proposed by Myklebust and Lewis. This study used qualitative methods in stage I and quantitative methods in stage II and III. Assessment instruments receptive language and expressive language validated that scored 100% and the calculated reliability that scored 0.93 (correlation is very high). Based on the research results, we concluded that the assessment instrument receptive language and expressive language is valid, reliable and functional is used to determine the development of receptive language and expressive language of children with hearing impairment school age.
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
ABSTRAK……….. i
UCAPAN TERIMA KASIH……….…... ii
KATA PENGANTAR…….……….. iii
DAFTAR ISI ………. iv
DAFTAR TABEL ………. vi
DAFTAR DIAGRAM ……….. ix
DAFTAR GAMBAR………. x
DAFTAR BAGAN……… xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian….…….……….. 5
C. Tujuan Penelitian………. 5
D. Manfaat Penelitian….……….. 5
BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Dasar Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif………… 7
1. Sistem Pemerolehan Bahasa………..……… 7
2. Perkembangan Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif……. 10
B. Konsep Dasar Anak Tunarungu Usia Sekolah……….……..…. 15
1. Pengertian Anak Tunarungu ….………..……….. 15
2. Definisi Usia Sekolah…... ………. 17
D. Konsep Dasar Asesmen……….……… 23
1. Definisi Asesmen……….……… 23
2. Pengembangan Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif Anak Tunarungu Usia Sekolah…...…… 26
E. Penelitian Yang Relevan……….… 29
F. Kerangka Berpikir………..………….………..…. 30
G. Hipotesis Penelitian……….……… 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan desain Penelitian………..…. 31
B. Lokasi dan Subjek Penelitian...……..………. 33
C. Prosedur Penelitian….……….………...….… 35
D. Teknik Pengumpulan Data……….. 37
E. Teknik Analisis Data………..……. 42
F. Penjelasan Istilah Penelitian……… 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….. 52
B. Pembahasan ……… 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………. 102
B. Rekomendasi……… 105
DAFTAR PUSTAKA ……….. xii
LAMPIRAN-LAMPIRAN: 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian dan Instrumen Penelitian……… 107
2. Hasil Judgement……….. 162
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. Perhitungan Reliabilitas……….. 185
5. Hasil Uji Coba Instrumen……….……….. 198
6. Dokumentasi Kegiatan………...………... 339
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan berkebutuhan khusus merupakan layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yang berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan yang
terdapat pada anak kebutuhan khusus tersebut. Upaya dalam memahami
kebutuhan dan masalah yang dialami oleh seorang anak, guru memerlukan
informasi, sumber data yang berkenaan dengan kebutuhan dan masalah pada
peserta didiknya.
Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai kebutuhan
dari masalah yang dihadapi, guru dapat melakukannya melalui kegiatan yang
disebut dengan asesmen. Asesmen dapat dipandang sebagai upaya yang
sistematis untuk mengetahui kemampuan, kesulitan dan kebutuhannya anak
pada aspek tertentu, data yang diperoleh dari hasil asesmen, selanjutnya dapat
dijadikan bahan dasar dalam penyusunan program pembelajaran, program
intervensi, bahan pertimbangan atau gambaran untuk ahli lainnnya seperti
terapis.
Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan dan kemampuan dalam
berbagai aspek perkembangan, salah satunya adalah aspek bahasa. Aspek
perkembangan bahasa sangat erat kaitannya dengan aspek perkembangan
kognitif, begitu pula dengan anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam
pemerolehan bahasa sehingga berdampak besar pada kemampuan komunikasi
dan kognitifnya. Kesulitan dalam perkembangan bicara dan bahasa menjadi
salah satu karakteristik dari anak dengan hambatan intelektual, setidaknya ada
sedikit upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik
perkembangan bahasa pada anak-anak.
Bahasa diperoleh hasil dari proses diterimanya getaran suara melalui
telinga kemudian disampaikan pada otak lalu suara tersebut memiliki makna
2
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perkembangan bahasanya sehingga sering ditemui kasus anak tunarungu yang
tidak mampu mengungkapkan apa yang diinginkannya karena keterbatasan
dalam aspek bahasanya itu, baik pada bahasa reseptif maupun bahasa ekspresif. Adapun definisi yang dikemukakan oleh Santrock (2012) “language is a form of communication – whether spoken, written, or signed – that is
based on a system of symbols. Language consist of the words used by a community and the rules for varying and combining them”. Berdasarkan dari definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa bahasa adalah suatu bentuk
komunikasi – entah itu lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu
sistem dari simbol-simbol.
Anak tunarungu usia sekolah merupakan usia dasar atau awal kesiapan
anak yang dirasa sudah cukup dan mampu untuk memasuki sekolah dasar.
Pada usia sekolah anak mulai bersekolah dan pengalaman anak dalam
berbahasa semakin meningkat, begitu pula dengan anak tunarungu yang
mengharuskan dirinya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.
Anak pada umumnya mulai mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh
orang lain kemudian proses selanjutnya yaitu meniru ucapan, karena proses
pertamanya dia mendengar dan menyimak ucapan-ucapan tersebut (reseptif),
kata-kata menjadi miliknya kemudian diucapkan lagi (ekspresif), dengan
proses tersebut bahasa terbentuk pada anak. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sadjaah (2005) “meninjau fungsi pendengaran yang erat hubungannya dengan berbicara dan bahasa, pertama akan membentuk bahasa
reseptif, kemudian melalui pendengaran pula sesudah bahasa reseptif
berkembang, seseorang mulai belajar mengekspresikan diri dengan kata-kata”.
Secara umum perkembangan bahasa yang digambarkan oleh Myklebust
(1960) meliputi tujuh tahap, yaitu; Experience, Inner Language (auditory
symbol), Auditory Receptive Language (spoken word), Auditory Expresive
Language (speaking), Visual Receptive Language (reading), Visual
Expressive Language (writing), dan Visual Symbolic Behavior. Teori
pengalaman anak itu sendiri. Pada tiap tahapan perkembangan tersebut ada
beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai oleh anak.
Berdasarkan hasil dari studi lapangan yang telah peneliti lakukan pada
beberapa sekolah di kota Bandung, menunjukkan bahwa instrumen asesmen
pada setiap sekolah berbeda dalam butir-butir instrumennya namun tujuan dari
instrumen-instrumen tersebut tetap sama, yaitu untuk mengetahui kebutuhan
dan kemampuan anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak tunarungu
dalam segala aspek perkembangan. Sedangkan instrumen asesmen untuk
mengungkapkan perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif itu
sendiri belum tersedia pada setiap sekolahnya. Sehingga peneliti merasa
dengan instrument asesmen yang telah disediakan pada setiap sekolah, dapat
dikatakan instrument asesmen tersebut belum dapat menemukan dan
mengungkap kebutuhan dasar dari setiap anak tunarungu khususnya pada
aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sehingga layanan pendidikan yang
diberikan tidak sesuai dengan kebutuhannya.
Instrumen asesmen yang tidak fungsional akan berdampak pada seluruh
aspek perkembangan anak tunarungu karena layanan pendidikan dalam proses
pembelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah tidak dapat memenuhi
kebutuhannya, sehingga dapat mengakibatkan anak tunarungu akan
mengalami ketertinggalan atau kemunduran dalam aspek bahasa yang
berkaitan dengan aspek kognitif, dan aspek perkembangan lainnya.
Berdasarkan kondisi faktual yang muncul apabila anak mengalami
hambatan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, maka sangatlah penting
sebagai pendidik, khususnya di bidang pendidikan kebutuhan khusus,
memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
tunarungu yang diperoleh dengan cara asesmen.
Asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif adalah
serangkaian instrumen untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Asesmen ini diperlukan untuk
4
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bahasa ekspresif pada anak tunarungu sebagai bahan acuan dasar untuk
memberikan layanan pendidikan dalam proses pembelajaran pada anak
tunarungu. Oleh karena itu, untuk memudahkan mengetahui kebutuhan dan
kemampuan serta gambaran dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif anak tunarungu usia sekolah perlu dikembangankannya instrumen
asesmen yang disesuaikan dengan seluruh aspek perkembangan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Instrumen asesmen
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini dapat menggambarkan
kondisi objektif perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada tiap
aspek anak tunarungu usia sekolah secara rinci, terutama kekuatan dan
kelemahan pada tiap-tiap aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif yang dimilikinya, yang selanjutnya dijadikan dasar di dalam
penyusunan program dalam pembelajaran.
Hasil asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif harus secara terus
menerus disampaikan dari guru yang mengajarnya ketika ia mulai bersekolah
dan diteruskan pada guru selanjutnya yang akan mengajarnya agar kemajuan
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dapat terlihat secara jelas.
Jika sudah dapat memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif pada anak tunarungu, semakin cepat intervensi dapat diberikan,
sehingga dampak yang terjadi dapat segera diminimalisir agar kemampuan
bahasa reseptif dan bahasa ekspresif berkembang dengan optimal.
Mengingat pentingnya instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif ini, maka peneliti bermaksud untuk mengembangkan
instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak
tunarungu yang didasarkan pada kondisi objektif, teori Myklebust (1960) dan
teori Lewis yang membahas tentang perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan bahwa permasalahan pokok dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak tunarungu usia sekolah?”
Untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian maka dirumuskan beberapa
pertanyaan penelitian seperti di bawah ini :
1. Bagaimana kondisi objektif instrumen asesmen perkembangan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah?
2. Bagaimana hasil analisis kondisi objektif dengan literatur teori Myklebust
dan teori Lewis?
3. Apakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif hasil
pengembangan dari teori Myklebust dan teori Lewis fungsional digunakan
oleh guru untuk mengungkapkan perkembangan bahasa anak tunarungu?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan instrumen asesmen
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak
tunarungu usia sekolah.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi hasil
belajar anak tunarungu, serta pemikiran dan informasi ilmiah yang objektif
6
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kebutuhan khusus yang berkaitan dengan asesmen bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian tentang pengembangan instrumen asesmen bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif ini diharapkan juga dapat digunakan dan
fungsional untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif pada anak tunarungu usia, yang hasilnya akan dijadikan acuan
dalam penyusunan program intervensi atau program pembelajaran.
a. Manfaat bagi Lembaga
1) Sebagai masukan dalam kelengkapan administrasi sekolah
2) Meningkatkan profesionalisme guru
3) Menumbuhkan motivasi untuk mengawali prosedur pembelajaran
yang benar dengan asesmen
b. Manfaat bagi guru
1) Peningkatan kinerja guru dan kualitas dalam pembelajaran pada
anak tunarungu usia sekolah
2) Memberikan wawasan dan gambaran yang lebih jelas mengenai
asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu
usia sekolah
3) Menjadi bahan acuan dalam menyusun program intervensi atau
program pembelajaran dan rencana pembelajaran selanjutnya
c. Bagi Orang Tua
1) Menambah wawasan orang tua terhadap perkembangan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah
2) Menjalin kerjasama dengan guru dan meyusun program intervensi
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian dalam sebuah penelitian memiliki peran penting, untuk
membantu peneliti dalam menjelaskan langkah-langkah yang diambil peneliti
dalam mencapai tujuan sebuah penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah
sebuah instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif
yang fungsional pada anak tunarungu usia sekolah. Penelitian dilaksanakan
dalam III tahap yang saling berkaitan antara tahapan yang satu dengan tahap
yang lainnya, dimana untuk melakukan tahap selanjutnya maka harus
dilakukan terlebih dahulu tahap sebelumnya. Dalam setiap tahapan akan
memperoleh hasil yang akan menjadi dasar untuk melanjutkan penelitian pada
tahap selanjutnya.
Penelitian ini menggunakan metode yang berbeda dalam setiap tahapannya,
yaitu metode kualitatif (tahap I dan tahap II). Sugiyono (2013)
mengemukakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Metode penelitian
kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) menyatakan
bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Sedangkan metode kualitatif menurut (Creswell, 2010)
adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena social dan masalah manusia.
Peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan
terinci dari pandangan responden dan melakukan studi pada situasi yang
Penelitian pada tahap III menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa pendekatan kuantitatif yang
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/
statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif,
yang dilakukan secara bersamaan karena masing-masing metode penelitian
dalam setiap tahapannya dapat mewakili data yang ingin peniliti peroleh saat
dilapangan. Penggabungan metode kualitatif dan kuantitaif ini dapat dilakukan
dengan beberapa alasan tertentu. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Susan Stainback dalam Sugiyono (2011) each methodology can be used to
complement the other within the same area of inquiry, since they have
different purposes or aims. Dapat digunakan secara bergantian. Pada tahap
pertama menggunakan metode kualitatif, sehingga ditemukan hipotesis,
Selanjutnya hipotesis tersebut diuji dengan metode kuantitatif. penelitian
dilakukan dengan melakukan tiga tahap, dengan pola penelitian kualitatif yang
dilanjutkan dengan penelitian kuantitatif (Eksploratory Reseach Design).
Pada tahap I yaitu mengenai studi pendahuluan yang bertujuan untuk
mendapatkan kondisi objektif di lapangan, sedangkan pada tahap II yaitu
mengenai pengembangan draft instrument asesmen yang akan divalidasi oleh
expert judgement atau para ahli pada bidang pendidikan kebutuhan khusus
yang akan menghasilkan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif yang telah divalidasi. Adapun pengertian metode kualitatif yaitu
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah (Sugiyono; 2011). Untuk tahap III mengenai uji keterlaksanaan
asesmen di lapangan, menggunakan instrumen asesmen bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif yang telah divalidasi untuk mengetahui fungsionalitas dari
33
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Peenelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif ini diawali dengan penelitian tahap I sejak 27 April 2015
yang selanjutnya akan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan
sampai penelitian dapat dinyatakan selesai. Penelitian ini dilakukan pada
beberapa lokasi yaitu lokasi dalam penelitian ini adalah beberapa SLB-B yang
berada di kota Bandung.
Yang menjadi informan atau sumber data adalah guru, orang tua dan siswa
tunarungu usia sekolah (anak tunarungu tingkat dasar yang dirasa sudah
mampu untuk mengikuti pembelajaran di sekolah atau tingkat paling dasar).
Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik sampling purposive adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011).
Adapun subjek penelitian ini dibatasi pada siswa tunarungu kelas dasar di
SLB-B Bandung, orang tua anak tunarungu yang, dan guru yang mengajar di
SLB tersebut. Kriteria pengambilan subjek yaitu siswa yang sudah berusia 6-8
tahun atau siswa sekolah dasar. Di SLB ke 1 anak tunarungu yang duduk di
kelas dasar yaitu 3 orang dengan kisaran usia 7-8 tahun, dan di SLB ke 2
jumlah anak tunarungu 3 orang kisaran usia 7-8 tahun, dan di SLB ke 3 yang
memiliki 2 anak tunarungu kelas dasar dengan kisaran usia 7-9 tahun.
Pertimbangan atau alasan dalam memilih anak tunarungu usia sekolah
adalah di usia sekolah anak tersebut dirasa sudah cukup mampu untuk mulai
mengikuti pembelajaran di sekolah sehingga perkembangan bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif sangat meningkat atau sangat diperlukan untuk
berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, terutama di sekolah.
Sedangkan alasan untuk memilih orang tua anak tunarungu yaitu dikarekan
peneliti ingin mengetahui atau menggali lebih dalam mengenai informasi
tunarungu tersebut, dan memilih guru karena dengan adanya guru yang
mampu merasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa tunarungu
usia sekolah. Anak tunarungu usia sekolah yang menjadi subjek pnelitian ini
ialah 3 orang anak tunarungu yang dipilih salah satu dari setiap sekolahnya,
dari 2 sekolah dipilih salah satu anak yang menunjukkan keterlambatan dalam
bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya dan dari satu sekolah dipilih satu anak
yang dianggap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya lebih
baik jika dibandingkan dengan teman sekelasnya, agar ia dapat dijadikan
contoh dan acuan bagi perkembangan anak yang lainnya.
1) SLB I
Nama Siswa : YF
Usia : 7 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Karakteristik : Anak terlihat lebih aktif jika dibandingkan dengan
teman sekelasnya yang lain. Ketika diajak berkomunikasi, anak cepat
mengerti dengan yang disampaikan oleh rang lain, terlihat ketika proses
pembelajaran berlangsung, anak dapat mengerti dengan penjelasan yang
disampaikan oleh guru.
2) SLB II
Nama Siswa : AL
Usia : 8 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Karakteristik : Anak terlihat mencari perhatian kepada siapapun,
baik guru atau teman-temannya, diperkirakan karena kondisi orang tua
yang berada dinegara lain dan jauh dari anak sehingga anak merasa kurang
diperhatikan.
3) SLB III
Nama Siswa : KK
35
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Jenis Kelamin : Perempuan
Karakteristik : KK sering terlihat tidak mengerti dengan apa yang
disampaikan oleh orang lain ketika mengajaknya berkomunikasi, ia hanya
mengangguk-anggukan ketika ada orang yang bertanya pada dirinya,
kemudian ia terlihat kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu, seperti
ketika menginginkan sebuah benda, ia tidak mampu mengungkapkan.
C. Prosedur Penelitian
TAHAP I : STUDI PENDAHULUAN
Bagan 3.1
Alur Penelitian Pengembangan Instrumen Asesmen Perkembangan Bahsa
Reseptif dan Bahasa Ekspresif usia Sekolah
Adapun penjelasan dari setiap tahapan-tahapan prosedur penelitian sebagai
berikut :
1. Tahap I : Studi Pendahuluan
Penelitian ini diawali dengan melakukan studi lapangan tentang
pelaksanaan asesmen bahasa pada anak tunarungu usia sekolah. Studi
lapangan ini terdiri dari wawancara guru, wawancara orang tua, dan
observasi. Tahap ini penting karena akan dijadikan sebagai latar belakang
pentingnya pengembangan instrumen asesmen bahasa, serta dijadikan
acuan dalam penyusunan instrumen asesmen bahasa pada anak tunarungu
usia sekolah.
Setelah mendapatkan informasi mengenai kondisi objektif di lapangan,
maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah studi
literatur. Studi literature ini bertujuan untuk mendapatkan konsep dasar
mengenai asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif
serta teori yang berhubungan dengan perkembangan bahasa anak.
2. Tahap II : Perencanaan
Tahap kedua pada penelitian ini adalah pengembangan instrumen
asesmen perkembangan bahasa. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap I
yang berupa kondisi objektif di lapangan serta konsep dasar mengenai
perkembangan bahasa pada anak tunarungu usia sekolah, maka disusunlah
37
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemudian, draf instrumen tersebut dilakukan validitas isi dan validitas
konstruk melaui expert judgement. Hasil akhir pada tahap ini berupa draft
instrumen yang sudah divalidasi.
3. Tahap III
Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah uji coba draft instrumen
yang sudah divalidasi. Pendekatan yang digunakan pada tahap ini adalah
kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Uji coba instrument
dilakukan untuk mengetahui fungsionalitas dari instrument asesmen.
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Kualitatif
a. Teknik pengumpulan data pada tahap pendahuluan adalah studi
lapangan dengan cara observasi dan wawancara tidak terstruktur.
Wawancara ini dikonstruksi untuk memperoleh data tentang
pelaksanaan asesmen bahasa di lapangan. Konstruksi wawancara ini
didasarkan pada proses pelaksanaan asesmen bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif, proses pembelajaran di kelas, serta proses
komunikasi dengan orang tua, sehingga wawncaea ini dilakukan pada
guru kelas dan orang tua anak tunarungu.
b. Studi literature dilakukan dengan mengkaji pustaka dari beberapa ahli
yang membahas tentang asesmen dan teori mengenai perkembangan
bahasa, serta hakikat anak tunarungu. Tujuan utama dilakukannya
studi literature adalah mendapatkan konsep dasar dari perkembangan
bahasa pada anak tunarungu usia sekolah.
c. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tahap perencanaan
yaitu teknik delphie. Menurut Bombana (2010) mengemukakan bahwa
teknik delphie adalah suatu proses kelompok yang digunakan untuk
individu. Ini dimaksudkan untuk mengumpulkan pendapat dari
sejumlah individu dalam rangka meningkatkan mutu pengambilan
keputusan. Delphi tidak memerlukan pertemuan langsung (Face to
face), bagaimanapun juga, ini bermanfaat untuk melibatkan para ahli, pengguna-pengguna, pengontrol sumber daya, atau pengurus yang
tidak bisa datang bersama-sama.
Kuisioner kelayakan instrumen asesmen disusun dalam rangka
memperoleh data dari ahli pendidikan kebutuhan khusus dan dari para
praktisi sekolah baik untuk kelayakan isi maupun praktis instrumen
asesmen. Data ini diperlukan dalam rangka pengembangan draft
instrumen awal menjadi draft instrumen asesmen operasional yang
layak uji. Kuisioner ini dikonstruksikan berdasarkan komponen isi,
praktis, dan rasional instrumen asesmen yang dikembangkan.
Kuisioner ini dirancang dalam bentuk skala bertingkat menurut tingkat
kalayakannya, yaitu: tidak layak, layak, sangat layak. Masing-masing
aspek diberi kolom tanggapan sebagai saran dan kritik untuk perbaikan
instrumen.
1) Pemilihan Kelompok Delphi
Dalam studi Delphi, peneliti memilih individu-individu
yang memiliki pengetahuan luas dan berpengalaman yang sesuai
dengan pengetahuan yang diperlukan (para ahli) untuk
menganalisis masalah tertentu. Peneliti menggunakan tehnik
purposive sampling untuk memilih kelompok Delphi. Peneliti
memiliki beberapa pertimbangan dalam pemilihan kelompok
Delphi untuk penelitian berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a) Memiliki pemahaman yang luas dan pengalaman terhadap teori
perkembangan anak tunarungu
b) Memiliki pemahaman dan pengalaman terhadap cara-cara
39
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2) Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen
Untuk mengumpulkan data kualitatif, peneliti menurunkan
konsep teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif
anak tunarungu usia sekolah Myklebust kedalam draf kisi-kisi
instrumen asesmen. Selanjutnya, melakukan studi Delphi dengan
membagikan kuesioner/angket tentang draf rancangan instrumen
asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif kepada para ahli.
Langkah – langkah yang dilakukan dalam teknik ini adalah
(Dermawan,2004):
a) Para pembuat keputusan melalui proses Delphi dengan
identifikasi isu dan masalah pokok yang hendak diselesaikan.
b) Kemudian kuesioner dibuat dan para peserta teknik Delphi,
para ahli, mulai dipilih.
c) Kuesioner yang telah dibuat dikirim kepada para ahli, baik
didalam maupun luar organisasi, yang di anggap mengetahui
dan menguasai dengan baik permasalahan yang dihadapi.
d) Para ahli diminta untuk mengisi kuesioner yang dikirim,
menghasilkan ide dan alternatif solusi penyelesaian masalah,
serta mengirimkan kembali kuesioner kepada pemimpin
kelompok, para pembuat keputusan akhir.
e) Sebuah tim khusus dibentuk merangkum seluruh respon yang
muncul dan mengirimkan kembali hasil rangkuman kepada
partisipasi teknik ini.
f) Pada tahap ini, partisipan diminta untuk menelaah ulang hasil
rangkuman, menetapkan skala prioritas atau memperingkat
alternatif solusi yang dianggap terbaik dan mengembalikan
seluruh hasil rangkuman beserta masukan terakhir dalam
g) Proses ini kembali diulang sampai para pembuat keputusan
telah mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna mencapai
kesepakatan untuk menentukan satu alternatif solusi atau
tindakan terbaik
2. Pengumpulan Data Kuantitatif
Data kuantitatif ini disusun berdasarkan hasil studi Delphi yang telah
disusun sebelumnya, sehingga memperoleh hasil sebuah instrumen
asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
tunarungu usia sekolah. Untuk mengetahui sejauh mana fungsionalitas
instrmen asesmen ini atau reliabilitas yang tinggi, maka untuk mengukur
reliabilitas instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada
anak tunarungu usia sekolah ini diperlukan data kuantitatif hasil uji coba,
Uji coba ini dilakukan pada 3 SLB tunarungu di Kota Bandung.
a. Pemilihan Sampel
Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. .
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Penarikan sampel bertujuan ini peneliti pilih
berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan peneliti. Adapun
sampel dalam penelitian yaitu anak tunarungu usia sekolah yang
bersekolah di SLB tunarungu kota Bandung.
b. Teknik dan Instrumen
Teknik pengumpulan data pada tahap ini menggunakan angket.
Angket yang tercantum didalam instrumen asesmen dan disusun
dalam rangka memperoleh data dari guru akan instrumen asesmen
dalam mengukur bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
41
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peneliti dapat menilai ketergunaan atau fungsionalitas dari instrumen
asesmen bahasa resptif dan bahasa ekspresif yang telah disusun, maka
peneliti memerlukan validitas yang sebelumnya telah diperoleh dari
kelompok delphie. Kemudian peneliti memerlukan taraf kepercayaan
atau reliabilitas yang tinggi, maka untuk mengukur realibilitas
instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
tunarungu usia sekolah tersebut diperlukan data kuantitatif hasil
penilaian guru kelas melalui angket yang menunjukkan kelayakan
terhadap instrumen asesmen tersebut atau dapat terlihat dari hasil uji
coba instrumen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada saat di
lapangan.
Adapan bagan instrumen pengumpulan data, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada table dibawah ini :
N
3. Orang tua
Kemampuan bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif
menurut orang tua
Observasi Pedoman wawancara
4. Guru Kelas
Ketergunaan instrumen
asesmen bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif pada anak
tunarungu usia sekolah
Tes Angket
Tabel 3.1
Instrumen Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data kuantitatif, maka hasil pengisian instrumen
tersebut dikuantifikasikan dengan menggunakan Ms. Excel yang kriteria
penilaiannya seperti ; mandiri, dengan bantuan, dan belum mampu. Dari
hasil ujicoba tersebut maka akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu
usia sekolah pada yang dapat dilihat dari sebuah grafik.
E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif
Pada tingkat yang paling sederhana, analisis data kualitatif dapat
dikatakan sebagai upaya untuk memeriksa kumpulan data yang relevan
guna mengetahui bagaimana data tersebut dapat menjawab pertanyaan
penelitian. Dalam penelitian ini, data yang sudah di peroleh atau
terkumpul kemudian diolah, dianalisis dan dideskripsikan agar sesuai
dengan pertanyaan penelitian yang di angkat. Di dalam penelitian
43
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang telah dikatakan orang, mencari pola-pola, mengaitkan apa yang
dikatakan orang di satu tempat dengan apa yang dikatakannya di tempat
lain, dan memadukan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang
berbeda-beda (Patton, 1990 dalam Donna 2011). Analisis data secara kualitatif
dilakukan dengan cara melihat, memeriksa, membandingkan, dan
menafsirkan pola-pola atau tema-tema yang bermakna yang muncul dalam
data penelitian (Frechtling & Sharp, 1997 dalam Donna, 2011).
Teknik analisis data yang digunakan menggunakan kerangka yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman baik untuk studi literature
maupun validasi instrumen asesmen. Teknik analisis dalam penelitian ini
menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman
(Brannen, 2008) yang terdiri dari tiga fase, yaitu reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan
polanya. Penyajian (display) data adalah menentukan bagaimana data itu
akan disajikan. penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Penyajian data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif
2. Analisis Data Kuantitatif
Teknik analisis data pada tahap ini menggunakan teknik kuantitatif.
Data hasil ujicoba instrumen akan diolah untuk mengetahui apakah
instrumen asesmen yang telah dikembangkan dapat mengukur kemampuan
bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.
Scoring data artinya peneliti menetapkan nilai numerik pada
digunakan dalam pengumpulan data (Creswell, 2010). Scoring pada
penelitian ini menggunakan Ms. Excel dengan format yang telah peneliti
sediakan, sehingga ketika hasil ujicoba instrumen asesmen bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif diinputkan, maka secara otomatis hasilnya akan
tergambarkan secara jelas pada sebuah diagram.
Setelah uji keterlaksanaan dilaksanakan, maka peneliti akan
melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas. Yang dimana validitas
dan reliabilitas menurut Susetyo (2011) validitas adalah sejauh mana hasil
pengukuran dapat diinterpretasikan sebagai cerminan sasaran ukur yang
berupa kemampuan, karakteristik atau tingkah laku yang diukur melalui
alat ukur yang tepat. Sedangkan reliabilitas adalah alat ukur yang hasilnya
tidak berubah atau hasilnya relatif sama jika dilakukan pengetesan secara
berulang-ulang. Tolak ukur hasil pengembangan instrumen asesmen ini
dilihat dari tingkat fungsional kegunaannya instrumen dalam mengungkap
kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu
usia sekolah yang diukur melalui validitas dan reliabilitas instrumen.
Menurut Sugiyono (2011) menyebutkan bahwa uji validitas adalah
suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu
instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang
digunakan dalam suatu penelitian. Sedangkat reliabilitas adalah
serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki
konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan
secara berulang.
a. Validitas
Instrumen penelitian dapat dikatakan baik jika instrumen tersebut
valid. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan susatu instrumen karena suatu instrumen
45
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan hasil data, informasi serta tujuan penelitian yang ingin
dicapai, maka validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas
konstruk yang dapat mengukur setiap item atau butir-butir dalam
instrumen. Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah
validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu
mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan
konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Proses validasi sebuah instrumen harus dilakukan melalui
penelaahan atau justifikasi pakar atau melalui penilaian sekelompok
panel yang terdiri dari orang-orang yang menguasai substansi atau
konten dari variabel yang hendak diukur.
Validitas ini akan menghasilkan sebuah instrumen yang telah
dikembangkan. Untuk mengetahui kriteria tingkat validitas dari sebuah
instrumen asesmen ini menggunakan studi Delphie yang dilakukan
oleh beberapa ahli yang memberi penilaian terhadap butir-butir
instrumen yang peneliti kembangkan, kemudian direvisi kembali
sampai butir-butir instrumen dalam asesmen disetujui oleh seluruh ahli
pada bidang pendidikan kebutuhan khusus.
Setelah instrumen di judgement, kemudian validitasnya dihitung
dengan menggunakan rumus:
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui hasil konsistensi
instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability),
equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas
instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang
ada pada instrumen dengan teknik tertentu (sugiyono, 2011).
Setelah instrumen divaliditas, maka langkah selanjutnya ialah
menghitung reliabilitas. Instrumen tidak hanya memerlukan kevalidan
tetapi harus teruji juga kereliabilitasannya. Arikunto (2010; 221)
mengemukakan bahwa dapat dikatakan reliabilitas jika suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dengan internal
consistency, yang dilakukan dengan mencobakan instrumen sekali.
Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahsa ekspresif dihitung dan
dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Perhitungan
reliabilitas dengan rumus alpha cronbach menganggap semua butir tes
dalam suatu perangkat ukur adalah setara satu sama lainnya.
Perhitungan alpha Cronbach menggunakan variansi, yaitu variansi skor
responden dan variansi skor butir (Susetyo, 2011). Rumus yang
digunakan pada pengujian reliabilitas ini adalah:
ρ
α=
�− �(1 −
∑��2
��2
)
Keterangan :∑�
�=
jumlah seluruh variansi butir�
= variansi skor responden�
= Jumlah butir yang setaraρ
α = koefisien reliabilitas47
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk menghitung koefisien reliabilitas menggunakan rumus alpha
Cronbach, maka terlebih dahulu memerlukan perhitungan variansi total
skor responden (A), dengan rumus:
�
=
�∑ 2 − ∑ 2�2
Sedangkan rumus untuk varian butir ialah:
Σ
σB2=
∑ �2
�
−
∑ � 2 �²
Keterangan :
∑
� = jumlah kuadrat seluruh butir∑
� = jumlah total skor butir kuadratN = jumlah seluruh responden
Dengan klasifikasi reliabilitas
Derajat Reliabilitas Interpretasi 0,90 ≤ ᵣ₁₁≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,90 Tinggi 0,40 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,70 Sedang 0,20 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,40 Rendah
F. Penjelasan Istilah Penelitian 1. Definisi Konsep Variabel
a. Variabel Independen (Bebas)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah
pengembangan instrumen asesmen. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) menyebutkan bahwa pengembangan yaitu proses, cara,
perbuatan mengembangkan, atau suatu upaya untuk meningkatkan
mutu, dan instrumen/in·stru·men/ /instrumén/ n 1 alat yg dipakai untuk
me-ngerjakan sesuatu (spt alat yg dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat
kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; 2 sarana penelitian (berupa
seperangkat tes dsb) untuk mengumpul-kan data sbg bahan
pengolahan; 3 alat-alat musik (spt piano, biola, gitar, suling,
trompet); 4 ki orang yg dipakai sbg alat (diperalat) orang lain (pihak
lain); 5 dokumen resmi spt akta, surat obligasi. Sedangkan asesmen
berasal dari bahasa Inggris to assess (kk.menaksir); Assessment
(kb:taksiran).
Moh. Amin (1995) mengemukakan tentang perlunya asesmen
dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Menurut Lerner (1988)
dalam Abdurrahman (2003: 46) mengemukakan asesmen adalah suatu
proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan
digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang
berhubungan dengan anak tersebut. Asesmen adalah proses sistematis
dalam mengumpulkan data seorang anak. Dalam konteks pendidikan
asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang
dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang
sesungguhnya dibutuhkan (Rochyadi, 2005).
Berdasarkan batasan yang telah dikemukakan diatas dapat
49
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
butir-butir instrumen yang dikembangkan sesuai dengan aspek-aspek
perkembangan tertentu yang mengacu pada sebuah teori
perkembangan beserta dengan tugas perkembangannya. Setiap aspek
perkembangan pada individu, terutama anak tunarungu terdapat
teori-teori khusus yang membahas perkembangan tersebut. Maka instrumen
asesmen ini disesuaikan dengan teori-teori para ahli dalam setiap aspek
perkembangan tersebut.
b. Variabel Dependen (Terikat)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah
kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia
sekolah. Menurut Tilton (dalam Yuwono, 2009, hlm. 61)
mengemukakan “bahasa reseptif adalah kemampuan pikiran manusia
untuk mendengarkan bahasa bicara dari orang lain dan menguraikan
hal tersebut dalam gambaran mental yang bermakna atau pola pikiran,
dimana dipahami dan digunakan oleh penerima”. Dapat disimpulkan
bahwa bahasa reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan
bereaksi terhadap tingkah laku seseorang, terhadap kejadian
lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan
akhirnya mengerti kata-kata yang diucapkan seseorang. Fungsi reseptif
dapat terlihat dengan adanya reaksi terhadap suara. Dalam gangguan
bahasa reseptif, anak tidak memahami apa yang dibicarakan atau
makna kata yang disampaikan.
Yuwono (2009, hlm. 66), mengungkapkan “bahasa ekspresif
diartikan sebagai kemampuan anak dalam menggunakan bahasa baik
secara verbal, tulisan, symbol, isyarat ataupun gesture”. Dapat
disimpulkan bahwa bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk
berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda)
atau auditorik. Fungsi bahasa ekspresif adalah kemampuan anak
anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekpresi wajah, gerakan
tubuh, isyarat, dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau
komunikasi verbal. Dalam gangguan berbahasa ekspresif, anak
mengalami kesulitan mengekspresikan dirinya dan mengungkapkan
keinginannya, sehingga sering terjadi kesalahan dalam berkomunikasi.
2. Definisi Operasional Variabel a. Variabel bebas
Variabel independen atau bebas ini sering disebut variabel stimulus
atau input yang dapat mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat
(Sugiyono, 2011).
Pengembangan instrumen dilakukan berdasarkan teori
perkembangan pada salah satu aspek perkembangan sehingga
instrumen asesmen yang dibuat akan lebih fokus atau khusus untuk
memperoleh informasi mengenai salah satu aspek perkembangan
tersebut. Setelah instrumen asesmen dirumuskan sesuai dengan teori
perkembangan yang menjadi acuan, maka instrumen asesmen yang
telah divalidasi tersebut akan diserahkan kepada guru, untuk dilakukan
uji coba disetiap sekolahnya. Instrumen asesmen dapat dikatakan
fungsional jika menurut guru butir-butir instrumen yang terdapat
dalam asesmen tersebut dapat menggali kemampuan, kebutuhan dan
perkembangan anak tersebut.
Intrumen asesmen yang peneliti susun ditujukan pada anak
tunarungu usia sekolah yang usianya berkisar 7-9 tahun. Instrumen
asesmen ini disusun sebagai alat untuk mengetahui perkembangan
bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Butir
instrumen yang menjadi tugas perkembangangan di setiap tahapan
51
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta
dikembangkan dari teori Lewis mengenai teori perkembangan bahasa
pada anak tunarungu. Adapun pelaksanaan penelitian mengenai
pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah sebagai berikut:
1. Melihat proses pembelajaraan yang sedang berlangsung di sekolah
untuk memperoleh kondisi objektif mengenai bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif pada anak tunarungu saat di kelas
2. Melakukan wawancara guru dan orang tua untuk mengetahui
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
tunarungu usia sekolah pada saat diluar pembelajaran
3. Melakukan studi literatur mengenai teori-teori perkembangan
bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, yaitu teori Myklebust dan
teori Lewis
4. Melakukan analisis kondisi objektif anak tunarungu usia sekolah di
lapangan dengan teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif menurut para ahli
5. Membuat kisi-kisi instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif berdasarkan analisis hasil temuan
6. Merumuskan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif
b. Variabel Terikat
Variabel independen atau terikat ini disebut juga sebagai output,
hasil, atau konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas
(Sugiyono, 2011).
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Bahasa reseptif
tahap-tahap yang anak tunarungu lewati dalam perkembangan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresifnya seperti yang dikemukakan pada teri
Myklebust. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif selanjutnya ditunrunkan ke aspek-aspek
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ,seperti fungsi
simbol, penguasaan kosakat. Kemampuan menyelesaikan tugas,
ketepatan bentuk, ketepatan tulisan, kesadaran bunyi, ketepatan
pengucapan bunyi, komunikasi, kemampuan anak bertanya,
keamampuan anak bercerita, artikulasi, membaca ujaran, berisyarat
atau memberi tanda. Teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif yang dijadikan sebagai dasar untuk selanjutnya
dikembangkan ialah teori perkembangan Myklebust dan Lewis. Aspek
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
tunarungu usia sekolah kemudian dibuat menjadi beberapa indikator
yang akan diukur dalam instrumen asesmen dan menjadi butir-butir
instrumen asesmen.
Dirumuskannya instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang sezsuai dengan
kondisi objektif maka dapat diketahuinya perkembangan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah serta
dapat terungkapnya kemampuan, kebutuhan serta hambatan bahasa
reseptif dan ekspresif pada nak tunarungu usia sekolah.
Penilaian dalam pelaksanaan ujicoba asesmen yang dilakukan oleh
guru berdasarkan yang tercantum dalam instrumen asesmen yang telah
disediakan. Anak tunarungu diberikan nilai 3 ketika mampu
melakukan instruksi secara mandi, diberikan nilai 2 ketika mampu
melakukan instruksi dengan bantuan, dan diberikan nilai 1 ketika anak
tidak mampu melakukan sesuai dengan yang diinstruksikan walaupun
53
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab IV,
maka pada bab ini akan ditarik sebuah kesimpulan hasil dari penelitian dan
pembahasan yang sudah dilakukan, serta akan dibahas mengenai rekomedasi dari
hasil penelitian ini.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Kondisi objektif instrumen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif anak tunarungu usia sekolah.
Kondisi objektif pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah menunjukkan
bahwa belum tersedianya instrumen asesmen yang secara mendalam untuk
membahas perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak
tunarungu sehingga perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif
belum tergambarkan dengan jelas. Kemampuan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif anak tunarungu berbeda-beda dari anak tunarungu yang satu
dengan anak tunarungu lainnya, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan
pada anak tunarungu dalam aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya
pun juga berbeda-beda, perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif dipengaruhi oleh lingkungan sekitar anak tunarungu yang
memberikan dampak, baik positif maupun negatif terhadap perkembangan
bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu.
Meskipun bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu sudah
mulai terbentuk saat anak berada di usia sekolah, tetapi ada beberapa anak
tunarungu yang menunjukkan keterlambatannya dalam perkembangan
bahasanya, hal ini dapat terlihat ketika proses pembelajaran sedang
103
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dibandingkan dengan temannya yang lain, memalingkan muka saat diajak
berkomunikasi,dan sebagainya.
2. Analisis hasil kondisi objektif dan literatur teori Myklebust dan teori
Lewis
Penelitian yang dilakukan di tiga sekolah menunjukkan bahwa
terdapat satu sekolah yang tidak memiliki instrumen asesmen, dan dua
sekolah lainnya yang memiliki instrumen asesmen tetapi seluruh aspek
perkembangan dikemas dalam satu instrumen asesmen termasuk aspek
bahasa sehingga perkembangan anak tidak tergambar dengan jelas atau
masih belum dapat tergali. Pada sekolah yang kedua terdapat kolom aspek
bahasa pada instrumen asesmennya, namun hal yang diasesmen pada
aspek bahasa ini hanyalah komponen mendengar, berbicara, dan
penggunaan alat si saja tanpa adanya pengembangan dari komponen
tersebut. Jika dilihat dari sudut pandang teori Myklebust maka hanya dua
aspek saja sesuai dengan teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif.. Dan di sekolah ketiga terdapat instrumen penelitian pada aspek
bahasa namun hanya terdapat aspek bahasa verbal dan bahasa non verbal
yang dikembangkan menjadi beberapa item instrumen sehingga aspek
perkembangan bahasa belum cukup tergali dengan menggunakan asesmen
tersebut.
Setelah mengetahui kondisi objektif instrumen asesmen
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang belum tersedia
disetiap sekolah, maka langkah selanjutnya peneliti melakukan studi
literatur mengenai teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif pada anak tunarungu yang dikemukakan oleh Myklebust dan
Lewis.
Dalam teori Myklebust terdapat tujuh tahapan perkembangan
bahsa reseptif dan bahasa ekspresif, sedangkan pada teori Lewis terdapat
tugas perkembangan untuk anak tunarungu. Berdasarkan pada kondisi
aspek dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak
tunarungu usia sekolah yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan anak
tunarungu dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya.
3. Fungsionalitas Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif
Pada Anak Tunarungu Usia Sekolah
a. Bentuk Draf Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa
Ekspresif Pada Anak Tunarungu Usia Sekolah
Berdasarkan pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif
dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang peneliti amati,
terlihat pentingnya kebutuhan akan adanya instrumen yang bisa
menggali dan menemukan kebutuhan anak tunarungu usia sekolah
dalam perkembangan bahsa reseptif dan bahasa ekspresif. Maka pada
penelitian ini terumuskan draf pengembangan instrumen asesmen
bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.
Bentuk draf pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan
ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah, yaitu berbentuk angket
dan dikemas menjadi buku panduan pelaksanaan asesmen yang diisi
oleh guru, dan buku kerja anak yang diisi oleh anak daaat proses
asesmen sedang dilakasanakan.
Terdapat tiga belas aspek perkembangan bahasa dalam instrumen,
yaitu aspek fungsi simbol, penguasaan kosakata, menyelesaikan tugas,
ketepatan bentuk, ketepatan tulisan, kesadaran bunyi, ketepatan
pengucapan bunyi, komunikasi, kemampuan bertanya, kemampuan
bercerita, artikulasi, membaca ujaran, dan berisyarat atau memberi
tanda. Asperkembangan bahsa tersebut selanjutnya akan dijadikan
indikator yang harus dicapai dalam instrumen asesmen bahasa reseptif
dan bahsa ekspresif anak tunarungu usia sekolah.
b. Produk Akhir (pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan
105
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Produk akhir penelitian ini adalah tersusunnya sebuah
pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada
anak tunarungu usia sekolah yang dikemas menjadi sebuah buku
panduan yang didalamnya terdapat cara melakukan asesmen dan
instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahsa ekspresif,
dan buku kerja siswa yang diisi oleh siswa dan didalamya terdapat
soal daributir-butir instrumen siswa yang harus dikerjakan oleh siswa
pada saat asesmen sedang berlangsung.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan dari hasil uji keterlaksanaan yang telah peneliti lakukan,
terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam instrumen asesmen
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini, maka berdasarkan
pengalaman yang peneliti temui saat melakukan penelitian, peneliti
memberikan beberapa rekomendasi pada beberapa pihak agar pengembangan
instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang serupa dapat
dirumuskan menjadi lebih baik lagi. Adapun rekomendasi yang diberikan
kepada :
1. Pihak Sekolah
Pada pihak sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan hasil
penelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
perkembangan bahasa resepti dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia
sekolah yang akan berdampak pula pada hasil belajarnya di kelas, dengan
cara memberikan printout hasil penelitian kepada setiap guru. Bagi
lembaga-lembaga yang menyelenggarakan layanan Pendidikan khusus
diharapkan untuk mengujicobakan dan menggunakan pengembangan
instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu
usia sekolah.
2. Bagi Guru
Pada pihak guru khususnya, perlu menyadari pentingnya asesmen dan
hasil asesmen, sehingga asesmen dilakukan pada setiap anak dan hasil
asesmen akan dijadikan sebagai acuan dalam menyusun program
pembelajaran selanjutnya agar kebutuhan anak tunarungu dalam bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif dapat terpenuhi. Hasil asesemen juga perlu
untuk disampaikan pada guru selanjutnya yang akan mengajar ank
tunarungu usia sekolah tersebut, agar guru selanjutnya mengetahui sejauh
mana perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
tunarungu usia sekolah yang akan menjadi peserta didiknya. Dalam
menggunakan asesmen ini, hendaknya asesor berkolaborasi dengan
orangtua. Asesmen sebaiknya digunakan diawal kali masuk sekolah,
sehingga kelebihan dan hambatan dalam perkembangan bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif anak dapat segera diketahui dan intervensi segera
diberikan.
3. Orang Tua
Bagi orang tua anak tunarungu usia sekolah dapat memberikan
stimulus yang positif pada saat anak berada di rumah dengan
mengajaknya ia berkomunikasi dan mengenal banyak hal yang ada di
lingkungan sekitarnya, agar anak dapat lebih aktif dalam bersosialisasi.
Dan sebaiknya orangtua menjalin komunikasi dengan guru di sekolah
untuk mengetahui perkembangan pada anaknya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian serta pengalaman peneliti selama
penelitian berlangsung, peneliti menyadari keterbatasan informasi yang
diperoleh dari hasil penelitian. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian
lebih lanjut mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif
107
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penelitian yang berbeda, kelas yang berbeda serta lokasi penelitian yang
berbeda pula, karena diharapkan hasil penelitian ini berlaku bagi seluruh
anak tunarungu usia sekolah. Peneliti berikutnya dapat melakukan
pengembangan terhadap instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif dengan jangka waktu pelaksanaan yang lebih lama. Sehingga
dapat memberikan gambaran yang lebih baik dan dapat menemukan
penemuan baru yang dapat melengkapi kekurangan pada penelitian yang