• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

E. Kerangka Berpikir

Berikut ini adalah kerangka berpikir penulis berdasarkan kajian teori yang telah diterangkan sebelumnya:

39 Model Katekese Khusus Penyandang Tunagrahita

Berbasis Pendidikan Umum Luar Biasa Tingkat Menengah sebagai Upaya Gereja Memajukan Iman Penyandang Tunagrahita

Penyandang Tunagrahita

Iman Mitis Literal - Iman Sintetis Konvensional HASIL

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian berjudul “MODEL KATEKESE KHUSUS PENYANDANG TUNAGRAHITA BERBASIS PENDIDIKAN UMUM LUAR BIASA TINGKAT

MENENGAH SEBAGAI UPAYA GEREJA MEMAJUKAN IMAN

PENYANDANG TUNAGRAHITA” menggunakan jenis penelitian kualitatif yang mengambil bentuk penelitian desain. Alasan penulis menggunakan jenis penelitian ini karena penulis akan membahas suatu hal yang baru di dalam bidang katekese Gereja, yakni katekese khusus umat penyandang tunagrahita. Selain itu, penulis akan merancang sebuah model katekese baru, yakni model katekese khusus umat penyandang tunagrahita sehingga dapat membantu para guru/katekis paroki dalam mengembangkan iman umat penyandang tunagrahita.

Penelitian kualitatif adalah penelitian tradisional yang berfokus pada pembahasan suatu permasalahan atau fenomena secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar belakang alami, serta menggunakan peneliti sebagai instrumen kunci. Menurut Denzin & Lincoln (1994) dalam Anggito & Setiawan (2018:7), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang telah terjadi dengan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif tidak melalui prosedur statistika atau dalam bentuk hitungan lainnya (Sugiarto, 2015:8). Penelitian kualitatif menghasilkan suatu makna mendalam dan logis daripada generalisasi (Anggito & Setiawan, 2018:8).

Menurut Sugiyono (2012: 24-25), penelitian kualitatif dapat dilaksanakan jika subjek berada dalam kondisi sebagai berikut:

1. Masalah penelitian masih belum jelas. Dengan penelitian kualitatif, peneliti memasuki lapangan secara langsung sehingga masalah dapat ditemukan secara langsung.

2. Dalam rangka memahami makna atas fenomena yang terjadi. Dalam penelitian kualitatif, observasi, wawancara mendalam, serta dokumentasi diperlukan untuk mencari makna atas fenomena tersebut.

3. Dalam rangka memahami interaksi sosial. Dengan penelitian kualitatif, peneliti dapat menemukan pola-pola interaksi sosial, terutama yang memiliki interaksi kompleks.

4. Memahami orang lain. Peneliti dapat menggunakan penelitian kualitatif untuk memahami perasaan atau karakter orang lain, dengan bantuan wawancara mendalam serta observasi terlibat.

5. Dalam rangka mengembangkan teori, khususnya teori yang dibangun berdasarkan data lapangan. Peneliti melaksanakan penjelajahan awal, lalu mengumpulkan data untuk dianalisis hingga menghasilkan hipotesis berupa hubungan antargejala yang diteliti. Jika hipotesis ini berhasil melalui proses verifikasi dan terbukti, akan dapat menjadi teori baru.

6. Membuktikan kebenaran data sosial. Dengan penelitian kualitatif melalui prosedur teknik triangulasi, kepastian data akan lebih terjamin dan apa yang dituju dalam penelitian akan ditemukan.

7. Dalam rangka meneliti sejarah perkembangan. Peneliti dapat mendalami sejarah seorang tokoh ataupun masyarakat tertentu menggunakan data dokumentasi serta wawancara mendalam dengan pelaku sejarah yang dianggap tahu, sehingga peneliti mendapatkan data–data penelitian yang dibutuhkan.

Dari tujuh kondisi yang telah penulis jelaskan sebelumnya, penelitian ini memenuhi empat kondisi, yakni:

1. Masalah penelitian masih belum jelas (kondisi no. 1). Masalah yang masih belum jelas adalah masalah perlu tidaknya katekese khusus penyandang tunagrahita dan mampu tidaknya mereka menerima sesuatu yang abstrak seperti gambaran tentang Tuhan.

2. Memahami makna atas fenomena yang terjadi dan memahami orang lain (kondisi no. 2 dan 4). Fenomena yang penulis alami ialah orang difabel seringkali tidak mendapatkan kehadiran dari masyarakat dan kurang diterima. Kebanyakan masyarakat memberi cap kepada mereka sebagai orang tidak mampu secara fisik, pikiran, atau mental dan menganggap mereka pasti akan kesulitan memahami sesuatu yang abstrak seperti iman dan agama.

3. Membuktikan kebenaran data sosial (kondisi no. 6). Data-data yang diperoleh dari wawancara dan literatur dapat menjadi penjelasan bagaimana berkatekese dengan penyandang tunagrahita.

Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol fenomena melalui pengumpulan data terfokus dari data numerik

(Moleong, 2011 dalam Anggito & Setiawan, 2018:14). Secara garis besar, prosedur penelitian kualitatif ialah sebagai berikut (Danim dan Darwis, 2003:80):

1. Tahap 1: merumuskan masalah sebagai fokus penelitian.

2. Tahap 2: mengumpulkan data di lapangan.

3. Tahap 3: menganalisis data.

4. Tahap 4: merumuskan hasil studi.

5. Tahap 5: menyusun rekomendasi untuk pembuatan keputusan.

Dalam penelitian tentang model katekese khusus penyandang tunagrahita ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif untuk menjelaskan desain model konseptual katekese khusus penyandang tunagrahita yang baru dibuat. Selain itu, penelitian kualitatif digunakan untuk menjelaskan semua tahapan penelitian kualitatif yang telah disebutkan sebelumnya.

Penelitian desain dan pengembangan sesungguhnya lahir dari penelitian R&D (Research & Development) dalam sebuah perusahaan. Penelitian desain dan pengembangan adalah penelitian yang mengembangkan produk menjadi lebih berkualitas, relevan dengan kebutuhan, dan dapat memajukan perusahaan (Rusdi, 2018:1). Menurut Rusdi (2018:2), penelitian desain dan pengembangan menjadi sebuah rahasia perusahaan dalam memajukan dirinya, karena penelitian desain dan pengembangan dapat menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru yang diperoleh secara sistematis dari perancangan (design thinking). Rahasia ini tentu tidak akan dibuka untuk perusahaan lain ataupun masyarakat umum, demi meningkatkan daya saing perusahaan. Namun dalam dunia pendidikan, penelitian desain dan pengembangan ini tidak untuk dirahasiakan, melainkan untuk diketahui secara

umum serta diolah terus-menerus (Rusdi, 2018:4). Rusdi mengungkapkan bahwa penelitian desain dan pengembangan pendidikan menjadi suatu kunci penting dalam meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan produk pendidikan secara relevan. Selain itu, penelitian desain dan pengembangan pendidikan dapat menjawab permasalahan pendidikan secara kontekstual.

Menurut Rusdi (2018:5), penelitian desain dan pengembangan pendidikan lebih diunggulkan dalam kegiatan riset penelitian ataupun penulisan tugas akhir pendidikan formal (skripsi, tesis, dan disertasi) daripada penelitian tradisional (kuantitatif dan kualitatif). Penelitian tradisional tidak terlalu memecahkan masalah secara nyata. Selain itu, dalam penelitian tradisional kebanyakan mahasiswa ataupun peneliti mendaur ulang variabel yang ada dan kurang memberi ruang bagi kreativitas serta inovasi baru yang relevan. Akibatnya, hasil penelitian tersebut menjadi tumpukan kertas yang sulit ditemukan unsur kebaruan dan produktivitasnya dalam konteks menjawab permasalahan pendidikan masa kini. Inti perbedaan penelitian desain dan pengembangan dengan penelitian tradisional dalam hal pemecahan masalah adalah penelitian desain lebih berfokus pada penyelesaian masalah secara nyata, sedangkan penelitian tradisional lebih berfokus pada pengungkapan permasalahan.

Penelitian kualitatif yang mengambil bentuk penelitian desain ini penulis lakukan sebagai tanggapan penulis terhadap keadaan iman penyandang tunagrahita yang masih membutuhkan banyak perhatian Gereja dan untuk meningkatkan relevansi penelitian guna melakukan pengambilan kebijakan dan praktik pendidikan.

B. Konsep dan Fokus Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan untuk menulis skripsi ini merupakan penelitian kualitatif yang mengambil bentuk penelitian desain. Sebelum penelitian dilakukan, diperlukan sebuah konsep dan fokus penelitian, agar penelitian menjadi searah dengan tujuan dan dapat menjawab rumusan permasalahan yang ada dalam Bab I.

Konsep penelitian merupakan gambaran luas mengenai apa yang dibuat.

Penelitian ini memusatkan perhatian pada penelitian model katekese khusus penyandang tunagrahita. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas dan merancang sebuah model katekese baru, yakni katekese khusus penyandang tunagrahita. Penelitian ini ingin menjawab permasalahan seputar katekese Gereja yang belum sampai menjangkau kaum disabilitas, salah satunya adalah penyandang tunagrahita. Konsep pelaksanaannya ialah:

1. Kajian pustaka tentang penyandang tunagrahita, pendidikan umum penyandang tunagrahita, pelaksanaan katekese khusus penyandang tunagrahita, dan perkembangan iman penyandang tunagrahita menurut James Fowler (Shelton, 1987:55-61).

2. Setelah kajian pustaka, penulis akan melaksanakan wawancara mendalam dengan guru agama Katolik SLB C sebagai ahli/praktisi. Hal itu diperlukan agar penulis mendapatkan informasi lebih dan cukup untuk membuat komponen model katekese khusus penyandang tunagrahita.

3. Membuat model katekese khusus penyandang tunagrahita dari hasil

kajian pustaka dan wawancara mendalam.

4. Melaksanakan proses validasi internal model katekese khusus penyandang tunagrahita yang baru saja dibuat.

5. Mengujicobakan model katekese khusus penyandang tunagrahita dalam bentuk satuan pendampingan (SP) dan pertemuan katekese.

Fokus penelitian merupakan gambaran spesifik mengenai hal yang hendak penulis lakukan. Penelitian ini berfokus pada tahap pengembangan 1, dari teori-teori menuju desain (Rusdi 2018:14). Tahap pengembangan 1 merupakan tahap pengembangan konsep. Konsep yang ingin dikembangkan menjadi sebuah model katekese khusus penyandang tunagrahita ialah konsep model pembelajaran penyandang tunagrahita secara behavioral dan urutan pelaksanaan pendidikan untuk penyandang tunagrahita. Tahap pengembangan 1 ini menghasilkan desain konseptual. Langkah-langkahnya ialah melalui kajian pustaka dan wawancara mendalam dengan guru agama Katolik SLB C, lalu berlanjut dengan mendesain dan mengembangkan konsep teori-teori dasar. Setelah mendesain sebuah model baru, penulis melaksanakan validasi model katekese khusus penyandang tunagrahita secara internal (dengan guru agama Katolik SLB C). Melaksanakan validasi model berguna untuk mengevaluasi serta memperbaiki model agar lebih sesuai dengan karakteristik penyandang tunagrahita.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini ialah memperoleh model konseptual yang mengandung unsur kebaruan. Dengan memperoleh model katekese khusus penyandang tunagrahita konseptual, diharapkan dapat dikembangkan katekese untuk penyandang tunagrahita dengan lebih baik dan kontekstual, sehingga karya

pelayanan Gereja dapat lebih meluas hingga menjangkau penyandang tunagrahita.

C. Lingkup Penelitian

Area lingkup penelitian yang penulis ambil adalah area pendidikan khusus penyandang tunagrahita di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan berfokus pada materi yang diajarkan, model pendidikan untuk penyandang tunagrahita dan langkah-langkah pengajaran agama untuk penyandang tunagrahita. Alasannya ialah model katekese khusus penyandang tunagrahita belum pernah dibuat oleh siapapun dan model pendidikan khusus penyandang tunagrahita dapat dijadikan pondasi awal merangkai sebuah model katekese yang baru, yakni model katekese khusus penyandang tunagrahita. Penulis mengambil lingkup pendidikan di Sekolah Menengah Pertama dengan alasan bahwa SLB C Karya Bhakti Purworejo, tempat penulis mengadakan penelitian, merupakan sekolah dengan tingkat setara SMP.

Alasan lainnya ialah cara mengajar materi setingkat SMP dan tingkat kesulitan materi SMP masih dapat diterima oleh semua kalangan penyandang tunagrahita.

D. Strategi dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan strategi dan metode berdasarkan jenis dan fase penelitiannya. Dalam hal ini, penulis memilih jenis penelitian model dengan fokus yang mengarah pada pengembangan model. Strategi yang penulis gunakan adalah review literatur dan wawancara mendalam (Richey dan Klein, 2017 dalam Rusdi, 2018:70). Penelitian ini mengambil jenis penelitian model yang bersifat konseptual dan kualitatif. Sifat kualitatif ini dipakai untuk menjelaskan langkah-langkah metode penelitian model konseptual.

Penelitian model konseptual memiliki fase pengembangan konstruksi model dengan dua teknik penelitian, yaitu:

1. Review literatur tentang penyandang tunagrahita, pendidikan umum penyandang tunagrahita, pelaksanaan katekese khusus penyandang tunagrahita, dan perkembangan iman penyandang tunagrahita menurut James Fowler.

2. One-on-one Discussion dengan para praktisi pendidikan iman penyandang tunagrahita.

E. Desain Penelitian

Penelitian ini mengambil langkah desain pengembangan konsep suatu model (conceptual development of model). Alasan utamanya adalah penulis lebih berfokus pada penciptaan sebuah model katekese yang baru dan belum pernah ada di dalam Gereja Katolik Indonesia, yakni model katekese bagi penyandang tunagrahita. Menurut Richey dan Klein (2007) dalam Rusdi (2018:88), terdapat tiga tahapan mendesain sebuah pengembangan model, yakni:

1. Tahap pengembangan model (model development), yakni tahap merancang model secara teoretis atau empiris dalam perancangan yang ilmiah.

2. Tahap validasi model (model validation), yakni tahap melakukan validasi model yang sudah dirancang peneliti oleh para ahli dan praktisi.

3. Tahap menggunakan model yang telah divalidasi (model use), yakni tahap mengujicobakan model yang telah dirancang dan telah divalidasi sebelumnya kepada pengguna untuk mendapatkan informasi mengenai

keefektivan model tersebut serta mendapatkan evaluasi yang dapat menjadi sumbangan pengembangan selanjutnya.

Mengenai diagram prosedur mendesain model telah dijelaskan secara kongkret oleh Sugiyono (2010:409) sebagai berikut:

Dalam diagram prosedur di atas, penulis hanya akan melaksanakan prosedur yang pertama hingga ke sembilan. Produksi massal tidak dilakukan karena model katekese khusus penyandang tunagrahita ini masih membutuhkan tindakan penelitian lebih lanjut.

F. Partisipan Penelitian

Partisipan merupakan pihak yang dijadikan partner atau subjek dalam sebuah penelitian (Rusdi, 2018: 211-212). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian model konseptual desain pembelajaran, maka partisipan yang dibutuhkan adalah ahli teori pembelajaran bagi penyandang tunagrahita, khususnya yang mengajar pendidikan Agama Katolik.

Dalam penelitian ini, penulis memilih beberapa ahli atau praktisi pendidikan

1 2

khusus penyandang tunagrahita untuk menjadi partisipan. Mereka adalah:

1. Seorang guru yang berprofesi sebagai guru agama Katolik khusus SLB/C atau sekolah luar biasa khusus penyandang tunagrahita di SLB/C Karya Bhakti, Purworejo.

2. Seorang katekis khusus penyandang tunagrahita pada saat pelaksanaan sakramen inisiasi. Partisipan ini berprofesi sebagai guru agama Katolik di SLB/G – AB Hellen Keller Indonesia (HKI) Yogyakarta atau Sekolah Luar Biasa khusus tunarungu dan tunaganda.

3. Seorang Pastor Vikep Kategorial Keuskupan Agung Semarang (KAS).

Pastor ini melayani umat di Paroki Hati Santa Maria Tak Bercela, Kumetiran, Yogyakarta.

G. Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti mengambil tiga tempat penelitian. Tempat-tempat penelitian tersebut disesuaikan dengan profesi tiap partisipan yang terpilih. Berikut adalah alamat penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian:

1. SLB/C Karya Bakti Purworejo. Beralamat di Jl. Jogja Km. 4, Borowetan, Kec. Banyu Urip, Kab. Purworejo, Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan pada 12 Agustus 2020, pukul 10.00 WIB.

2. SLB/G – AB Hellen Keller Indonesia. Beralamat di Jl. R.E. Martadinata 88A, Wirobrajan, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada 16 Oktober 2020, pukul 10.00 WIB.

3. Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bercela, Kumetiran. Beralamat di Jl. Kemetiran No. 13, Pringgokusuman, Gedong Tengen, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada 10 Oktober 2020, pukul 19.00 WIB.

H. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses merancang sebuah desain model katekese khusus penyandang tunagrahita, diperlukan teknik pengumpulan data beserta instrumen penelitian.

Secara umum, teknik pengumpulan data penelitian desain sangatlah beragam, misalnya dengan menganalisis dokumen, menganalisis alat peraga dan media pembelajaran, survei, observasi langsung dan merekam informasi yang ingin dicari, wawancara mendalam, atau melalui pengujian (Rusdi, 2018: 229). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam (wawancara satu – satu) dengan jenis instrumen berupa interview protocols atau protokol wawancara.

Melaksanakan wawancara mendalam dengan pedoman wawancara yang tepat dapat mempermudah peneliti dalam menginterpretasikan dan mengolah data dengan baik. Pengolahan data yang baik akan menghasilkan suatu produk yang diharapkan. Selain itu, antara peneliti dengan pihak yang diwawancarai terdapat suatu dialog interaktif mengenai permasalahan penelitian. Menurut Rusdi (2018:

239), peneliti perlu mempersiapkan beberapa langkah penting sebelum melakukan wawancara, yakni:

1. Menentukan pertanyaan wawancara utama dan turunannya.

2. Menentukan informan yang tepat.

3. Meminta izin kepada informan untuk diwawancarai.

4. Menentukan jenis dan strategi wawancara.

5. Mempersiapkan alat rekam untuk merekam jalannya wawancara.

6. Mempersiapkan alat catat yang mencukupi.

7. Melaksanakan wawancara secara natural.

8. Setelah wawancara selesai, segera membuat transkripnya agar dapat segera dianalisis.

Karena penelitian ini mengambil data dengan bentuk wawancara mendalam, maka instrumen penelitiannya adalah pedoman wawancara. Pada subbab berikutnya, penulis akan menyampaikan kisi-kisi instrumen wawancara

I. Kisi-kisi Instrumen Wawancara

Berikut ini adalah kisi-kisi instrumen wawancara yang telah penulis rancang untuk melakukan wawancara mendalam dengan para partisipan. Instrumen wawancara mendalam dapat ditemukan dalam Lampiran ke I hlm. (2).

53

Aspek Fokus Unsur Indikator Jumlah

Butir

a. Menurut para ahli. 1. Pengertian penyandang tunagrahita menurut para ahli.

1 A.a.1

b. Istilah penyebutan penyandang

tunagrahita.

2. Berbagai macam penyebutan atau kata istilah penyandang tunagrahita. fisik atau psikologis (bahkan penyandang tunagrahita turunan).

1 B.a.1

b. Faktor lingkungan hidup.

2. Situasi psikologis yang terjadi pada saat kehamilan,

54

55 belum berfungsi dengan baik.

F. Model a. Model behavioral

1. Implikasi model behavioral dalam pembelajaran agama

1. Langkah mengajarkan Kitab Suci kepada penyandang

56

3. Katekis sebagai figur/contoh iman bagi penyandang tunagrahita.

1 I.c.3

57

J. Validasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil model riset & desain yang menghasilkan model konseptual. Untuk melakukan validasi terhadap hasil penelitian ini, peneliti menggunakan validasi internal. Validasi internal yakni validasi yang berfokus pada keterpaduan model dengan kegunaannya. Menurut Rusdi (2018:104), tujuan validasi internal ialah untuk mengetahui bagaimana model dikonstruksi, faktor pendukung komponen dalam model, hubungan antar-komponen, serta proses operasi model tersebut. Dalam penelitian ini, penulis memilih validasi internal dengan aspek komponen model dan menggunakan prosedur penilaian ahli (Rusdi, 2018:106&175). Mekanisme penilaian ahli ialah peneliti mengajukan pertanyaan validasi terkait model katekese khusus penyandang tunagrahita kepada ahli pendidikan penyandang tunagrahita selama satu putaran. Jawaban yang telah diberikan oleh ahli tersebut dapat menjadi evaluasi dan perbaikan terhadap rancangan model yang telah dibuat. Berdasarkan penyampaian Rusdi (2018:107), prosedur validasi dengan penilaian ahli ialah sebagai berikut:

1. Tahap 1: Memilih ahli

Dalam hal ini, penulis memilih ahli pembelajaran khusus penyandang tunagrahita. Nama validator model katekese khusus penyandang tunagrahita ialah Bapak Leonardus Paimin, S.Pd.

2. Tahap 2: Mengenal ahli

Bapak Leonardus Paimin, S.Pd. merupakan seorang ahli di bidang pendidikan khusus penyandang tunagrahita, dan juga salah satu

perancang kurikulum pendidikan khusus penyandang tunagrahita dan autis. Beliau juga adalah seorang kepala organisasi Rumah Kasih Sayang (RKS), yakni sebuah organisasi pendidikan dan terapi khusus penyandang tunagrahita dan autis.

3. Tahap 3: Menjelaskan isu

Isu yang akan dibahas adalah mengenai model katekese baru, yakni model katekese khusus penyandang tunagrahita. Model tersebut memerlukan penilaian dan perbaikan, agar model yang baru saja dibuat menjadi lebih baik dan efektif untuk digunakan.

4. Tahap 4: Mengajukan pertanyaan putaran ke-1

Penulis mengajukan pertanyaan validasi putaran ke-1 pada tanggal 12 April 2021. Tidak hanya mengajukan validasi, penulis juga mengintegrasikan model katekese khusus penyandang tunagrahita menjadi satuan pendampingan (SP) dan mempraktekkannya.

5. Tahap 5: Umpan balik

Penulis menerima lembar validasi yang sudah terisi dan membahas apa saja yang perlu diperbaiki dalam model katekese khusus penyandang tunagrahita.

6. Tahap 6: Tindakan perbaikan

Penulis memperbaiki model katekese khusus penyandang tunagrahita.

Komponen model yang akan divalidasi, yaitu:

1. Tujuan model katekese khusus penyandang tunagrahita yang akan menjadi landasan segala materi, media, langkah-langkah model kate-

kese khusus penyandang tunagrahita konseptual.

2. Materi katekese yang mudah dipahami oleh penyandang tunagrahita.

3. Sarana atau medium katekese (alat permainan, seni rupa, dan sebagainya).

4. Langkah-langkah pelaksanaan model katekese penyandang tunagrahita konseptual, didukung oleh proses pelaksanaan model behavioral.

Berdasarkan contoh indikator, pernyataan validasi dan penerapannya yang diberikan oleh Rusdi (2018:105&175), penulis merumuskan pernyataan-pernyataan berikut:

1. Komponen dalam model katekese khusus penyandang tunagrahita (tujuan, materi, sarana, langkah-langkah pelaksanaan):

a. Tujuan model katekese khusus penyandang tunagrahita sudah tepat.

b. Materi sesuai dengan tujuan.

c. Sarana-sarana sudah memadai.

d. Semua langkah sudah cukup.

e. Urutan langkah-langkah sudah tepat.

2. Susunan komponen dalam model katekese khusus penyandang tunagrahita:

a. Susunan model katekese khusus penyandang tunagrahita sudah tepat.

b. Urutan dalam susunan model katekese khusus penyandang tunagrahita sudah tepat.

c. Model katekese khusus penyandang tunagrahita sudah mengandung komponen yang cukup.

d. Susunan model katekese khusus penyandang tunagrahita ini sudah sesuai dengan tujuan katekese.

e. Model katekese khusus penyandang tunagrahita dapat menghasilkan produk katekese.

f. Bahasa mudah dimengerti oleh pengguna model katekese khusus penyandang tunagrahita.

3. Keefektivan model katekese khusus penyandang tunagrahita pada saat proses katekese:

a. Model katekese khusus penyandang tunagrahita membantu terapi terapi peningkatan kemampuan fisik dan mental penyandang tunagrahita secara efektif.

b. Model katekese khusus penyandang tunagrahita dapat membantu penyandang tunagrahita mengembangkan iman akan Kristus lebih baik.

Suatu model katekese dinyatakan valid jika model tersebut mudah diaplikasikan dalam bentuk katekese khusus penyandang tunagrahita, dapat dipahami oleh pelaksana katekese, logis, dan dapat menghasilkan suatu produk katekese (lembar satuan pendampingan tunagrahita, lembar kerja katekese khusus penyandang tunagrahita, media katekese, materi katekese yang relevan).

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengantar

Dalam Bab IV ini, penulis akan menyampaikan hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian berupa hasil wawancara dengan tiga partisipan, lalu dilanjutkan dengan membahas pengolahan data yang telah didapat dari literatur pada Bab II dan hasil wawancara. Pembahasan ini dibuat untuk membentuk suatu portofolio yang dapat dipakai untuk membuat model katekese khusus penyandang tunagrahita.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Profil Partisipan

Penulis memilih tiga partisipan yang cukup mumpuni dalam bidang katekese khusus penyandang tunagrahita:

a. Partisipan pertama (P1) ialah Br. Cornel FC. Beliau adalah seorang bruder Karitas yang bermisi di SLB-C Karya Bhakti Purworejo. Bruder ini mengajar Pendidikan Agama Katolik.

Partisipan kedua (P2) ialah Sr. Patricia PMY (Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef). Suster ini mengabdi di SLB B-AG Hellen Keller Indonesia dalam bidang kependidikan. Dalam bidang kependidikan, suster mengajar pendidikan agama Katolik. Meskipun fokus SLB B- AG Hellen Keller Indonesia (khususnya di Yogyakarta) adalah tunarungu dan tunaganda, mereka memiliki dua siswa dengan kebutuhan khusus penyandang tunagrahita.

b. Partisipan ketiga (P3) adalah seorang romo Vikep Kategorial Keuskupan Agung Semarang (KAS) sekaligus romo paroki Hati Santa Maria Tak Bercela Kumetiran, Yogyakarta. Romo ini melayani secara khusus dalam pelaksanaan Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang (ARDAS KAS), terutama kaum KLMTD (Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir, Difabel). Romo ini pulalah yang menggerakkan misa penerimaan sakramen inisiasi perdana di Yogyakarta, baik yang di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru maupun Paroki Kristus Raja, Baciro. Hingga kini, romo tersebut rajin mengadakan misa berkebutuhan khusus di Paroki Hati Santa Maria Tak Bercela Kumetiran, Yogyakarta.

Penulis menggunakan simbol P1, P2, dan P3 sebagai pengganti nama partisipan penelitian agar memudahkan penulis dalam penyebutan subjek partisipan pada saat menerangkan hasil analisis data.

2. Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Hasil Penelitian dan Pembahasan