• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Berpikir

Kerangka konsep merupakan suatu kristalisasi dari kumpulan teori dan pandangan para pakar serta pandangan peneliti yang memberikan jawaban, gambaran serta ulasan terhadap berbagai masalah dari suatu fenomena yang diangkat dari suatu penelitian. Kerangka konsep sering disebut sebagai kerangka pemikiran yang biasanya dikaitkan dengan istilah konstruksi teori (theoretical construct).

Setiap perusahaan (hotel) memiliki tujuan, secara umum tujuan perusahaan adalah mendapatkan laba dan mempertahankan perusahaannya dengan berbagai cara antara lain dengan meningkatkan penjualan kamarnya. Untuk meningkatkan penjualan kamarnya, hotel Four Seasons memerlukan strategi pemasaran agar mampu bersaing dengan hotel lainnya. Strategi pemasaran yang didasarkan atas analisis SWOT dan bauran pemasaran diharapkan dapat meningkatkan nilai penjualan kamar di hotel Four Seasons. Adapun Pembahasan hasil penelitian terdahulu dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran untuk memperjelas kerangka berpikir penelitian ini.

Anonim (2002) dalam salah satu penelitian tentang perencanaan pemasaran dari sebuah penginapan atau hotel kecil yaitu Fort Imaginary Transient Billeting.

Dalam membuat rencana pemasaran yang tepat, Billeting terlebih dahulu melakukan evaluasi kembali terhadap lingkungan eksternal pemasaran, keinginan dan kebutuhan pelanggan dan lingkungan organisasi. Faktor-faktor eksternal pemasaran tersebut yaitu:

54

(1) Persaingan, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya NCO club, snack bar, dining halls, restoran, hotel, motel, bank, dan aktivitas lainnnya seperti golf, bowling dan bioskop. (2) Ekonomi yang terdiri atas biaya lokal untuk tinggal, tingkat pengangguran, biaya-biaya pengadaan, pemeliharaan, dan perlengkapan. (3) Teknologi, terdiri atas pengembangan dan perubahan dalam perlengkapan dan peralatan dapur, penggunaan audio, visual, video, komputerisasi dan alat operasional lainnya. (4) Politik dan legal, terdiri atas peraturan-peraturan dari perwakilan rakyat, dan antisipasi perubahan pada undang-undang atau standar-standar lokal. (5) Sosial dan budaya, terdiri atas kecenderungan dalam pendidikan awal pada anak-anak, proyeksi jumlah dari orang tua tunggal (single parent), kenakalan anak-anak, etnik/perbedaan agama dari orang tua dan anak-anak. (6) Ekologi, terdiri atas pemanfaatan kembali barang yang telah digunakan (recyling), penggunaan zat kimia dan limbah pembuangan, dan larangan-larangan lokal.

Lebih lanjut penelitian ini menyebutkan bahwa lingkungan persaingan memberikan dampak yang paling kuat dalam operasional Billeting. Dari survey yang dilakukan tentang penelitian wisatawan terhadap produk dan pelayanan diperoleh hasil bahwa dewasa ini wisatawan sangat kecewa dengan berbagai aspek, antara lain perhatian terhadap kondisi fasilitas dan peralatan, kurangnya kamar mandi terpisah, kondisi telepon dan televisi, ukuran kamar dan kualitas pelayanan dari karyawan.

Penelitian ini juga melakukan kajian terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimilikinya dengan menggunakan analisis SWOT. Dari hasil

55

analisis ditetapkan salah satu grand strategy yaitu strategi pengembangan (strategy development) yang menghasilkan strategi alternatif dari bauran pemasaran product,

price, place, dan promotion. Strategi-strategi alternatif tersebut adalah: (1) Product. Hotel ini menawarkan empat produk yang berbeda dengan menyediakan shampo dan sabun di semua kamar dan meningkatkan pelayanan terhadap tamu melalui pemberian pelatihan-pelatihan terhadap karyawan, melakukan renovasi dan penambahan fasilitas pada akhir tahun. (2) Price. Perlu adanya restrukturisasi harga untuk semua fasilitas yang dimiliki, dengan menaikkan harga rata-rata kamar sehingga dapat menghasilkan keuntungan di tengah kenaikan biaya-biaya operasional. Hotel ini sebelumnya hanya menerima pembayaran dengan uang kas, namun sekarang bisa menerima pembayaran dengan kartu kredit dan memberikan fasilitas kredit sampai 30 hari. (3) Place. Lokasi hotel masih terisolir, seperti dekat danau atau pantai, namun beberapa wisatawan sangat menyenangi kondisi ini. (4) Promotion. Beberapa artikel mengenai hotel dan fasilitasnya ditulis dalam surat kabar khususnya untuk memberikan informasi terbaru dari produk. Iklan-iklan mengenai penekanan terhadap persediaan kamar, harga, dan pangsa pasar baru juga terus dikembangkan baik melalui pos maupun koran lokal. Promosi lainnya juga dilakukan dengan membuat brosur dan menyediakan tas khusus kepada tamu yang menginap dimana di dalamnya berisi berbagai brosur dan pernak-pernik tentang produk. Penjualan yang dilakukan secara langsung oleh karyawan hotel ini kepada calon wisatawan dengan menawarkan paket-paket khusus dan harga-harga promo.

56

Stemersch (2002: 55-70) mendefinisikan bundling adalah penjualan satu atau lebih produk yang berbeda dalam satu paket. Ada empat jenis strategi bundling, yaitu (1) Price bundling adalah penjualan dari satu atau lebih produk-produk yang berbeda sebagai sebuah paket dalam potongan harga, tanpa integrasi dari produk-produk tersebut, misalnya berbagai jenis paket dari sereal. (2) Product bundling adalah integrasi dan penjualan dari dua atau lebih produk dalam suatu harga, misalnya sound system. (3) Pure bundling adalah sebuah strategi dimana sebuah perusahaan menjual hanya satu paket, bukan semua produk dengan terpisah, misalnya paket IBM dari tabulasi mesin dan kartu. (4) Mixed bundling adalah strategi dimana sebuah perusahaan menjual baik paket dan produk-produk secara terpisah misalnya paket Telkom.

Lebih lanjut Stemersch menemukan beberapa poin penting yang merupakan implikasi dari strategi bundling yaitu: (1) sebuah strategi price bundling (baik pure

atau mixed) menghasilkan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa

bundling jika kondisi harga-harga dalam reservasi adalah asimetrik. (2) Mixed price bundling menghasilkan pendapatan lebih tinggi dibandingkan pure price bundling

hanya jika harga-harga reservasi untuk paket beragam sampai ke wisatawan. (3) Sebuah strategi product bundling menghasilkan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa bundling baik untuk simetrik maupun asimetrik.

(4) Mixed product bundling dapat menghasilkan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan pure product bundling hanya jika harga-harga reservasi untuk paket beragam.

57

product bundling ketika harga-harga reservasi tidak beragam. (5) Ketika tujuan utama dari sebuah perusahaan adalah untuk memaksimalkan penetrasi pasar dan keuntungan merupakan tujuan kedua, pure price bundling merupakan strategi yang paling tepat atau tidak ada kejelekannya dibandingkan dengan strategi yang lainnya. (6) Dalam pemasaran kompetitif, strategi mixed price bundling mendominasi strategy pure price bundling. (7) Jika biaya-biaya dari produk bundling merupakan bagian tambahan, strategi product bundling selalu lebih unggul dari strategi tanpa bundling, mengabaikan harga-harga reservasi pelanggan, tujuan-tujuan strategi perusahaan, atau kewajaran dari persaingan. (8) Untuk informasi harga, sangat optimal bagi perusahaan untuk mengintegrasikan semua informasi harga dalam satu harga paket tunggal dibandingkan dengan penyajian harga produk yang terpisah.

Dari uraian tersebut, Stemersch merekomendasikan bahwa perusahaan yang mengeksploitasi peluang penawaran dengan bundling akan menikmati kenaikan dalam pangsa pasar dan keuntungan bisnis. Pengembangan keahlian dalam strategi bundling

merupakan kerangka penting dalam mencapai keberhasilan jangka panjang.

Borza dan Bordean (2008) membahas tentang implementasi analisis SWOT pada industri hotel di Rumania. Perumusan strategi sering disebut sebagai perencanaan strategis, berkaitan dengan mengembangkan misi perusahaan, tujuan, strategi, dan kebijakan. Ini dimulai dengan analisis situasi yaitu proses menemukan kecocokan strategis antara peluang eksternal dan kekuatan internal sementara bekerja disekitar ancaman eksternal dan kelemahan internal. Kesepakatan dengan mengembangkan

58

pendekatan kuantitatif analisis SWOT yang akan digunakan untuk mengamati dan mengukur proses dalam sebuah hotel di pasar Rumania. Analisis SWOT seharusnya tidak hanya mengakibatkan identifikasi kompetensi khas suatu perusahaan kemampuan tertentu dan sumber daya bahwa perusahaan memiliki dan cara unggul dimana mereka digunakan tetapi juga diidentifikasi peluang bahwa perusahaan saat ini tidak mampu mengambil keuntungan karena kurangnya sumber daya yang tepat. Makalah ini juga menawarkan penjelasan rinci tentang cara dalam menggunakan hasil dari analisis SWOT untuk menghasilkan sejumlah alternatif strategi. Ini adalah cara yang baik untuk menggunakan pemikiran di dalam menciptakan alternatif strategi yang mungkin dipertimbangkan. Hal ini memaksa manajer strategis untuk menciptakan berbagai jenis pertumbuhan serta strategi penghematan.

Dube dan Renaghan (2000:74) menyatakan bahwa agen perjalanan dan perencana-perencana pertemuan merupakan dua kelompok perantara yang paling sering menjembatani wisatawan dengan hotel-hotel. Perantara-perantara tersebut memainkan empat peranan kunci, yaitu (1) bertindak sebagai brokers informasi, menyampaikan informasi antara tamu dengan hotel, (2) memproses transaksi dengan pemesanan kamar dan melakukan pembayaran, (3) memberikan saran kepada tamunya sebagai tamu pribadi atau anggota dari sebuah asosiasi yang menghadiri pertemuan, (4) menyediakan nilai pelayanan tambahan dengan menyatukan keinginan-keinginan wisatawannya terhadap hotel dengan kebutuhan perjalanan yang lainnya. Berdasarkan

59

“American Society of Travel Agents’ Consumer Travel Purchase Report” yang

melakukan penelitian terhadap pelancong-pelancong di seluruh dunia menyatakan bahwa 75 persen dari responden telah dipengaruhi oleh agen perjalanan mereka dalam memilih hotel untuk liburannya. Wawancara juga dilakukan terhadap agen perjalanan berjumlah 194 orang dan perencana meeting berjumlah 123 orang. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan diperoleh hasil bahwa keuntungan yang jelas di dapat oleh semua perantara adalah kemampuan hotel-hotel untuk membuat pekerjaan mereka bebas dari kecemasan dan pertengkaran. Keuntungan yang dimaksud di sini adalah atribut-atribut khusus hotel yang oleh agen perjalanan disebut sebagai sumber nyata dalam pembentukan nilai dari produk yang merupakan penentu dalam mencapai kemenangan praktis. Lebih lanjut, penelitian ini menyebutkan bahwa atribut-atribut hotel mengendalikan keputusan pembelian dan membentuk nilai selama wisatawan menginap. Di sisi lain, hampir semua agen perjalanan telah menerima sedikit informasi tentang kepuasan wisatawan dari hotel dimana wisatawan mereka menginap. Penelitian ini juga menemukan bahwa ada tiga atribut hotel lainnya yang berpengaruh sama bagi agen perjalanan untuk merekomendasikan hotel-hotel kepada pelanggan atau wisatawan, yaitu (1) kualitas komunikasi dengan perantara-perantara; (2) Brand name

dari hotel dan reputasinya; (3) kualitas dari perjanjian dan insentif untuk agen perjalanan. Dari atribut-atribut di atas yang paling besar kontribusinya dalam membuat agen perjalanan loyal terhadap hotel adalah brand name dan reputasi, demikian juga nilai dari uang yang wisatawan bayarkan (value for money). Agen perjalanan yang

60

akan sukses adalah mereka yang mengembangkan brand dan memusatkan strategi promosi pada pengembangan proses pengendalian nilai (value-drive) yang menekankan berbagai komunikasi dan informasi. Hotel-hotel dan brand yang memahami peluang dari hubungannya kepada paket-paket destinasi menyeluruh akan menjadi bagian dari rangkaian nilai pelayaran perjalanan dan akan membukakan dirinya terhadap sebuah saluran distribusi yang kuat melalui agen perjalanan.

Morrison (2002) dalam penelitiannya lebih tajam mengkaji strategi pemasaran

hospitality secara komprehensip dengan menggunakan konsep dan landasan teori yang fokus pada hospitality. Dalam penelitian ini, bauran pemasaran yang merupakan faktor-faktor internal pemasaran berjumlah 8 poin yang dikenal dengan 8 Ps yaitu:

product, price, place, promotion, people, partnership, packaging, dan programming. Dan lingkungan eksternal yang terdiri dari enam faktor yaitu: competition, legislation and regulation, economic environment, technology, societal and cultural environment,

dan natural environment.

Bozak dan Tipuric (2006) mengidentifikasi faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan dan faktor-faktor eksternal yang merupakan peluang dan ancaman. Faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan terdiri atas ukuran perusahaan, fasilitas-fasilitas yang cukup luas, dan kompetensi struktur manajerial sedangkan yang merupakan kelemahan terdiri atas kompetensi pekerja-pekerja musiman, dan motivasi pekerja-pekerja-pekerja-pekerja tetap. Sementara faktor-faktor eksternal yang merupakan peluang terdiri atas peraturan tentang pelestarian

61

lingkungan, harapan wisatawan, harapan masyarakat lokal tersedianya pekerja-pekerja tetap, perilaku masyarakat lokal, tersedianya pekerja-pekerja musiman dan “green”

associations. Adapun faktor-faktor eksternal yang menjadi ancaman terdiri atas peraturan perpajakan dan keuangan Republik Kroasia, tingkat pembelian dari harga-harga wholesale, politik dan perilaku pemimpin dan aksi-aksi, undang-undang dan keputusan-keputusan pemerintah, dan kualitas pekerja-pekerja lokal.

Yu dan Huimin (2005) mengidentifikasi peluang-peluang dalam pengembangan hotel dan mengkaji tantangan yang dihadapi hotel dalam operasionalnya. Untuk mengkaji hal tersebut juga diidentifikasikan tentang kekuatan dan kelemahan dari hotel-hotel di China. Berdasarkan analisis SWOT, kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dapat diidentifikasikan sebagai berikut: (1) Kekuatan, China berkembang sebagai destinasi dunia yang terkenal, kualitas dan keragaman produk hotel-hotel, perkembangan brand domestik, adanya sistem perangkingan dengan „bintang‟, dan adanya peraturan hotel yang baru mengenai standarisasi dan kualitas pelayanan. (2) Kelemahan, struktur kepemilikan yang tertentu, masalah hutang, operasional yang tidak menguntungkan dan adanya pemborosan dalam manajemen. (3) Peluang, reformasi hotel, adanya pasar hotel real estate, pengembangan brand dari hotel, dan peningkatan pendidikan dan pelatihan. (4) Ancaman, jumlah hotel yang melebihi batas yang ditentukan, potensi ekonomi yang menurun, tensi politik regional, dan persaingan yang sangat ketat baik secara internasional maupun domestik.

62

Studi kasus oleh Susilowati (2002) yang menyoroti masalah strategi pemasaran dalam menghadapi peluang dan tantangan di tahun 2002 pada Hotel Phoenix Yogyakarta dimana dalam studi kasus tersebut Susilowati mengkaji pemasaran yang tepat diterapkan oleh Hotel Phoenix Yogyakarta. Implikasi studi terdahulu terhadap penulisan ini, mengkaji dimana kajian tersebut berfungsi memberikan referensi tentang metodelogi yang tepat untuk melakukan analisis studi kasus yang diteliti saat ini.

Studi kasus oleh Amelia Anggraini (2009) membahas tentang PT Saung Angklung Udjo adalah sebuah perusahaan keluarga di Bandung yang bergerak dalam bidang usaha produksi angklung, pertunjukan, pembuatan souvenir, pelatihan, dan

banquet yang mencakup makanan dan minuman, persewaan tempat, dan penginapan. Perusahaan ini sedang dalam tahap transisi dari gaya manajemen keluarga menuju tahap manajemen profesional yang dimulai pada tahun 2007. Perusahaan telah memiliki cita-cita sampai dengan tahun 2017, tetapi belum memiliki strategi perusahaan. Tujuan dari makalah ini adalah mengusulkan rumusan strategi perusahaan dengan menggunakan analisis SWOT yang melihat perusahaan dari sisi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) internal perusahaan dan sisi peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari lingkungan eksternal. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei 2009 dengan mempelajari dokumen-dokumen yang relevan yang tersedia di perusahaan serta melalui wawancara mendalam dengan Direktur Operasi dan stafnya. Dengan

63

melakukan pembobotan pada EFAS (external factors analysis summary) dan IFAS (internal factors analysis summary) perusahaan akhirnya dapat dipetakan strategi perusahaan yang sesuai bagi perusahaan yaitu strategi tumbuh secara stabil melalui vertical growth.

Duartha (2008) dalam penelitiannya bertujuan untuk mengkaji kekuatan dan kelemahan, ancaman dan peluang pemasaran hotel-hotel melati di Kawasan Wisata Ubud serta mengkaji formulasi strategi pemasaran yang memadai diterapkan pada hotel-hotel melati di Kawasan Wisata Ubud. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Wisata Ubud. Ukuran sampel yang digunakan sebanyak 32 hotel melati sedangkan jumlah respoden dan wisatawan sebanyak 399 orang dan jumlah responden dan pemilik hotel sebanyak 32 orang. Penentuan sampel hotel menggunakan metode

purposive sampling sedangkan penentuan ukuran sampel menggunakan metode quota sampling. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan hotel-hotel melati di Kawasan Wisata Ubud dalam pemasaran hotel terdiri atas : perilaku karyawan, struktur bangunan dan ruangan hotel, amenitis kamar, fasilitas-fasilitas hotel, mebel dan interior kamar, tanda-tanda penunjuk arah, nilai dan produk, lokasi hotel, penjualan langsung, pelayanan karyawan, kompetensi karyawan, karakteristik wisatawan, aliansi digital dan program-program pemasaran. Sedangkan kelemahannya terdiri atas : saluran distribusi, penggunaan media/iklan, sales promotion, promosi lewat internet, paket-paket liburan, publikasi, aliansi yaitu dengan wisatawan, sesama hotel, perusahaan lainnya dan

64

industri terkait lainnya. Peluang yang dimiliki oleh hotel-hotel melati di Kawasan Wisata Ubud antara lain: persaingan tidak langsung, kondisi politik regional yang kondusif tersedianya peraturan perundang-undangan, penggunaan teknologi dukungan masyarakat lokal, dan eksistensi budaya-budaya lokal. Sedangkan ancamannya antara lain: persaingan langsung pelayanan pengganti, kenaikan harga BBM, pendapatan wisatawan, pola pembelian konsumen, tingkat polusi, kurangnya konservasi alam, kurangnya keperdulian asosiasi lingkungan, dan intervensi pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam. Hasil analisis dalam matrik posisi menunjukan bahwa posisi hotel-hotel melati di kawasan Wisata Ubud berada pada sel I, artinya strategi utama yang harus diterapkan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif

(Growth Oriented Strategy). Strategi Agresif terdiri atas strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Sedangkan strategi alternatif yang relevan untuk diterapkan untuk mendukung strategi utama adalah pengembangan produk yang berbasis nilai-nilai budaya pemanfaatan teknologi terkini, memperkuat kualitas produk dan pelayanan sebagai selling point, program-program pemasaran yang ramah lingkungan, memperluas saluran distribusi, menciptakan aliansi yang lebih erat dengan wisatawan dan berbagai industri terkait lainnya.

Wesnawati (2002) menyatakan perkembangan teknologi khususnya dalam bidang komunikasi tidak dapat dibendung. Dunia pertelevisian sebagai salah satu media televisi harus tanggap menghadapi kondisi ini. Keinginan masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan informasi melalui program-program tayangan di televisi

65

sudah menjadi kebutuhan mereka. Sejumlah stasiun televisi telah didirikan terutama di Indonesia akan rnembangkitkan persaingan yang sehat diantara mereka. Oleh sebab itu manajemen televisi harus bekerja keras untuk menghadapi tantangan dengan memanfaatkan peluang dan kekuatan yang dimiliki. Penelitian ini mengambil obyek pemasaran program televisi yang diproduksi TVRI Denpasar dengan judul “Strategi Pemasaran Pada TVRI Denpasar Berdasarkan Analisis SWOT”. Tujuan dan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan TVRI Denpasar dan merumuskan strategi pemasaran yang tepat di TVRI Denpasar. Alat analisis yang digunakan adalah SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats).

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknis accidental sampling terhadap para pemirsa TVRI Denpasar (100 responden) yang sekaligus pengguna jasa televisi, dan 10 orang ahli komunikasi dengan menggunakan fokus group. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa peluang terdiri dan stabilitas ekonomi, budaya masyarakat, jumlah penduduk, stabilitas politik, perkembangan teknologi dan perkembangan ekonomi di Bali. Sedangkan tumbuhnya stasiun televisi dan adanya stasiun televisi yang dapat ditonton oleh penduduk di Bali merupakan ancaman bagi TVRI Denpasar. Kekuatan TVRI Denpasar antara lain jam tayang, durasi penyiaran setiap acara, areal parkir, kemampuan karyawan/karyawati. Sedangkan kelemahan TVRI Denpasar seperti kualitas penyiar, gambar dan lokasi shooting. Dengan menggunakan matrik SWOT diperoleh bahwa posisi TVRI Denpasar adalah di kuadran I. Ini berarti bahwa perusahaan memiliki kekuatan dan peluang, namun juga masih menghadapi beberapa

66

tantangan dan kelemahan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa fokus strategi TVRI Denpasar adalah memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Strategi lain yaitu penetrasi pasar, pengembangan produk dan strategi pengembangan pasar. Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang harus dilaksanakan antara lain menata kembali sistem manajemen dan merubah gaya atau sikap birokrasi menjadi sikap enterpreneurship.

Penelitian yang dilakukan Triyuni (2005) bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal pemasaran wisata MICE. Untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman penulis menyebarkan kuesioner kepada manajemen IGBB sebagai pemberi bobot dan memberi penilaian (rating). Data diolah dan dianalisis dengan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan

Threaths). Selain itu untuk mengetahui posisi IGBB saat ini dan masa mendatang dipergunakan matriks IE. Hasil analisis menunjukkan bahwa, kekuatan yang dimiliki IGBB adalah : (a) kualitas makanan dan minuman, (b) lokasi perusahaan, (c) efektivitas penggunaan saluran distribusi, (d) efisiensi terhadap perhitungan harga, (e) kemudahan proses registrasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mahadewi (2004) bertujuan untuk (a) mengidentifikasi faktor-faktor pada dimensi pokok pelayanan yang mempengaruhi tingkat kepuasan wisatawan konvensi, (b) untuk mengidentifikasi faktor kepuasan wisatawan konvensi terhadap Bali sebagai destinasi MICE, (c) untuk mengidentifikasi implikasi faktor kepuasan wisatawan konvensi terhadap perencanaan makro Bali

67

sebagai destinasi MICE. Populasi penelitian adalah peserta konvensi dari 7 (tujuh) hotel dan venue yang tersebar di Bali yaitu BICC, Bali Hilton International, Putri Bali Hotel, Discovery Kartika Plaza Hotel, Sanur Plaza Hotel, Inna Grand Bali Beach, dan Le Meridien Bali Resort & Spa. Penelitian terdahulu menggunakan analisis SEM (Structural Equation Model).

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2004) memakai analisis SWOT dan Matrik IE. Dari hasil analisis SWOT ditemukan bahwa peluang bagi Maya Ubud Resort and Spa adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, sikap orang-orang di lingkungan eksternal hotel, adat istiadat yang berkembang di masyarakat, peraturan pemerintah, teknologi informasi dan jumlah pesaing; ancaman bagi Maya Ubud Resort and Spa adalah stabilitas keamanan, travel warning, dan visa kunjungan wisatawan; kekuatan Maya Ubud Resort and Spa adalah : kebersihan hotel, kelengkapan fasilitas kamar, kelengkapan fasilitas spa, pelayanan karyawan spa, ketepatan pelayanan check in dan check out, penanganan room reservation, penyajian food & beverage, sanitasi peralatan di lingkungan F&B, operating engineering, efisiensi pemakaian energi, pengendalian biaya, realisasi pendapatan, intensitas promosi, jenis-jenis promosi, ketersediaan informasi antar departemen, ketersediaan informasi hotel bagi lingkungan eksternal, sumber perekrutan karyawan dan kesesuaian dengan kualifikasi. Hasil analisis matrik IE Maya Ubud Resort and Spa yaitu bahwa posisi Maya Ubud Resort and Spa berada pada sel (kuadran) I yaitu kekuatan internal bisnis tinggi dan kekuatan eksternal juga tinggi menunjukkan bahwa Maya Ubud Resort and Spa saat ini ada pada

68

pertumbuhan (growth), dan strategi integrasi vertikal bertujuan untuk mrmperluas

Dokumen terkait