• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepuasan kerja merupakan hal yang penting dimiliki oleh setiap orang dalam bekerja. Dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mereka akan bekerja dengan sungguh-sungguh, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan efisien dan efektif. Kepuasan kerja pada prinsipnya mengacu pada sikap seseorang, yaitu kesesuaian antara harapan seseorang akan sesuatu dengan apa yang benar-benar diterimanya. Oleh karena itu, organisasi perlu memperhatikan dan meningkatkan faktor-faktor kepuasan kerja pegawai.

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah gaya kepemimpinan.

Judge dan Locke (1993) menyatakan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah gaya kepemimpinan.

Menurut Rivai (2004), bahwa, "gaya kepemimpinan merupakan perilaku pemimpin (manajer) dalam berinteraksi dengan lingkungan organisasinya. Gaya yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, dan mudah menyesuaikan serta dapat memenuhi kebutuhan dalam berbagai situasi tertentu".

Sedangkan Handoko (2003) menyatakan bahwa "Kenyataannya gaya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, kualitas kehidupan kerja, terutama tingkat prestasi suatu institusi".

Dari ketiga pendapat tersebut di atas, maka gaya kepemimpinan itu merupakan suatu cara untuk berinteraksi dengan lingkungan kerja guna mencapai

tujuan organisasi dan dapat berkomunikasi dengan bawahannya untuk mempengaruhi kepuasan kerja.

Ada beberapa gaya kepemimpinan yang diterapkan manajer dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Salah satu gaya kepemimpinan tersebut adalah gaya kepemimpinan transformasional.

Keller (1992) menyatakan bahwa praktik gaya kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan karena kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

Penelitian yang dilakukan oleh Pawar dan Eastman (1997) bahwa praktik gaya kepemimpinan transformasional mampu membawa perubahan-perubahan yang lebih mendasar seperti nilai-nilai, tujuan, dan kebutuhan karyawan dan perubahan-perubahan tersebut berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja karyawan karena terpenuhinya kebutuhan yang lebih tinggi.

Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Howell dan Avolio (1993) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki keterkaitan yang positif terhadap kepuasan kerja karyawan karena karyawan merasa dihargai eksistensinya.

Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku karyawan, Podsakoff dkk. (1996) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin,

motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Syafei (2006) dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Etos Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMP PAB Deli Serdang” menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional dan etos kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja guru SMP PAB Deli Serdang.

Penelitian yang dilakukan oleh Koh dkk. (1995) dengan judul “Pengaruh

Kepemimpinan Transformasional Terhadap Sikap Guru dan Prestasi Siswa di Singapura” menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara

kepemimpinan transformasional terhadap sikap guru dan prestasi siswa di Singapura. Selain kepemimpinan transformasional, kebijakan kompensasi juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Kebijakan kompensasi hendaknya dapat memberikan rasa keadilan dan kelayakan terhadap karyawan, sehingga karyawan merasakan kepuasan atas hasil kerja yang telah dilakukan.

Menurut Hasibuan (2003), bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain: balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahliannya, berat ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan kerja, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pemimpin dan sifat pekerjaan.

Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa kompensasi yang diberikan kepada pegawai sangat berpengaruh terhadap motivasi dan hasil kerja pada tingkat kepuasan kerja.

Handoko (2000) menyatakan, “Bila karyawan merasa kompensasi atau imbalan mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja bisa menurun secara dramatis. Program-program kompensasi bukan hanya penting untuk para pegawai saja, melainkan juga penting bagi organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusianya. Di samping itu, kompensasi (dalam bentuk pengupahan dan balas jasa lainnya) sering merupakan komponen-komponen biaya paling besar dan penting. Bila pengupahan dan penggajian tidak diadministrasikan secara tepat, perusahaan bisa kehilangan karyawan yang baik dan harus mengeluarkan biaya untuk menarik, menyeleksi, melatih dan mengembangkan penggantinya. Bahkan bila karyawan tidak keluar, mereka mungkin menjadi tidak puas terhadap perusahaan dan menurunkan produktivitas mereka”.

Menurut Ivancevich (2004), “Pelaksanan pemberian imbalan yang adil dan layak pada suatu organisasi dapat mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan karyawan. Dampak dari ketidakpuasan karyawan bisa dalam berbagai bentuk antara lain menurunnya tingkat produktivitas, meningkatnya perputaran karyawan (turnover), seringnya tidak masuk kerja (absenteism)”.

Di samping itu, kepuasan kerja juga berhubungan dengan perilaku prososial organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bersikap positif terhadap organisasi.

Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa, “Kepuasan kerja seharusnya merupakan penentu utama dari perilaku prososial organisasi. Karyawan yang puas akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain dan jauh melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan mereka”. Menurut Siders et al dalam Cohen (2003), meningkatnya perilaku prososial organisasi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan (internal) seperti moral, rasa puas, sikap positif, dan sebagainya, sedangkan faktor yang berasal dari luar karyawan (eksternal) seperti sistem manajemen, sistem kepeminpinan, budaya perusahaan.

Kreitner dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa “variabel-variabel yang berhubungan dengan kepuasan kerja terdiri dari motivasi, keterlibatan dalam pekerjaan, perilaku prososial organisasi (Organizational Citizenship Behavior), komitmen terhadap organisasi, absensi, tingkat perputaran tenaga kerja (turnover), tingkat stres dan kinerja dalam pekerjaan”.

Menurut Podsakoff et al (2000), ada empat faktor yang mendorong munculnya perilaku prososial organisasi dalam diri karyawan. Keempat faktor tersebut adalah karakteristik individual, karakteristik tugas/pekerjaan, karakteristik organisasional dan perilaku pemimpin. Karakteristik individu ini meliputi persepsi keadilan, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan persepsi dukungan pimpinan, karakterisitik tugas meliputi kejelasan atau ambiguitas peran, sementara karakteristik organisasional meliputi struktur organisasi, dan model kepemimpinan.

Dari kajian teoritis di atas dapat dibuat suatu konsep pemikiran yaitu:

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir I.6. Hipotesis

Dari kerangka berpikir di atas, maka dihipotesiskan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan transformasional dan kebijakan kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru SMP Islam swasta terpadu di kota Medan.

Kepemimpinan Transformasional

Kebijakan Kompensasi

Kepuasan Kerja Perilaku Prososial 

2. Kepuasan kerja berhubungan dengan perilaku prososial organisasi pada guru SMP Islam swasta terpadu di Kota Medan.

BAB II