• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

II.2. Teori Kepemimpinan Transformasional

II.2.2. Dimensi Kepemimpinan Transformasional

4. Pertimbangan Individual (Individualized Consideration)

Seorang pemimpin harus mampu untuk memperlakukan bawahannya secara berbeda-beda maupun adil dan menyediakan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan pekerjaan menantang bagi bawahan yang menyukai tantangan.

Menurut Hall et al. (2002) terdapat dimensi khusus untuk kepemimpinan transformasional kepala sekolah agar dapat menghasilkan produktivitas. Dimensi-dimensi tersebut adalah:

a. Pengaruh Individual (Individualized influence) melalui model-model aturan bagi pengikut, yang mana pengikut mengidentifikasi dan ingin melakukan melebihi model tersebut. Para pemimpin menunjukkan standar tinggi dari tingkah laku moral dan etika, serta menggunakan kemampuan untuk menggerakkan individu maupun kelompok terhadap pencapaian misi mereka dan bukan untuk nilai perorangan.

b. Motivasi inspiratif (Inspirational motivation), pemimpin memberikan arti dan tantangan bagi pengikut dengan maksud menaikkan semangat dan harapan, menyebarkan visi, komitmen pada tujuan dan dukungan tim. Kepemimpinan transformasional secara jelas mengkomunikasikan harapan-harapan, yang diinginkan pengikut tercapai.

c. Stimulasi intelektual (Intellectual stimulation), pemimpin transformasional menciptakan rangsangan melalui asumsi-asumsi pertanyaan, merancang kembali masalah, menggunakan pendekatan pada situasi lampau melalui cara yang baru.

d. Pertimbangan individual (Individualized consideration), melalui pemberian bantuan sebagai pemimpin, memberikan pelayanan sebagai mentor, memeriksa kebutuhan individu untuk perkembangan dan peningkatan keberhasilan”.

Menurut Yukl (2005), “Kepemimpinan transformasional memiliki tiga dimensi yaitu:

a. Kharismatik (Charismatic) yaitu pemimpin memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, inspirasi dan kepercayaan pada pengikut.

b. Pertimbangan Individu (Individual Consideration) yaitu pemimpin memberikan perhatian dan dukungan kepada bawahan.

c. Stimulasi Intelektual (Intelectual stimulation) yaitu pemimpin memperluas wawasan bawahan dengan mengkaji kembali permasalahan lama dengan cara baru.

Menurut Balitbang (2003), dimensi kepemimpinan transformasional kepala sekolah terdiri atas tiga komponen yaitu:

a. Kharisma

Kharisma artinya suatu perilaku individu yang memberikan inspirasi, dukungan, dan penerimaan bagi bawahan. Menurut Sule dan Saefullah (2005), kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership) adalah “kepemimpinan yang mengasumsikan bahwa kharisma karakteristik individu yang dimiliki oleh pemimpin yang dapat membedakannya dengan pemimpin yang lain, terutama dalam hal implikasi terhadap inspirasi, penerimaan dan dukungan bawahan”. Selanjutnya menurut House (1977), seorang pemimpin kharismatik haruslah

memiliki kriteria sebagai seorang yang tinggi tingkat kepercayaan dirinya, kuat keyakinan dan idealismenya serta mampu mempengaruhi orang lain. Selain itu dirinya haruslah mampu berkomunikasi secara persuasif dan memotivasi para bawahannya.

Dubrin (2005) mengartikan “Kharisma sebagai pesona personal dan daya tarik pribadi yang dipakai untuk memimpin orang lain. Bentuk perilakunya berupa optimisme, jujur, pujian beralasan, ekspresi wajah yang hidup, tampilan gagah dan bertindak tegas, tindakan dan gerakan mempunyai tujuan”.

Balitbang (2003) menyatakan bahwa dalam kepemimpinan transformasional kharisma diartikan sebagai pola perilaku yang mencerminkan kewibawaan dan keteladanan. Melalui kharisma transformasionalnya, seorang kepala sekolah akan mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan saling mempercayai diantara dirinya dan para bawahannya. Kharisma seorang kepala sekolah juga akan menyebabkan para bawahan menerimanya sebagai model yang ingin ditirunya setiap saat. Selain itu kharisma pada gilirannya akan memberikan wawasan serta kesadaran akan misi dan membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan kepada para bawahannya. Hal ini dikarenakan seorang kepala sekolah yang memiliki kharisma akan lebih mudah dalam mengajak dan mempengaruhi para guru untuk secara bersama-sama mengembangkan dan memajukan sekolah”.

Adapun aspek perilaku dari kharisma adalah: 1. Kewibawaan

Menurut Wahyosumidjo (2002), kewibawaan kepala sekolah adalah bagaimana kepala sekolah mempengaruhi para guru dan stafnya untuk mau bekerja sama dalam mencapai tujuan. Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan atau pengaruh yang dimiliki oleh kepala sekolah. Kewibawaan kepala sekolah dapat mempengaruhi orang lain, bahkan menggerakkan, memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sekolah sesuai dengan keinginan kepala sekolah.

2. Keteladanan

Seorang kepala sekolah dapat menjadi figur dari warga sekolah. Sebagai seorang pemimpin yang menjadi panutan, ia harus mempunyai sikap setia kepada organisasi, kesetiaan kepada bawahan, dedikasi pada tugas, disiplin kerja, landasan moral dan etika yang digunakan, kejujuran, perhatian kepada kepentingan dan kebutuhan bawahan dan berbagai nilai-nilai yang bersifat positif.

Efektivitas kepala sekolah akan lebih besar lagi apabila keteladanannya tidak hanya tercermin dalam kehidupan organisasional saja, akan tetapi juga dalam kehidupan pribadinya seperti kehidupan keluarganya yang harmonis, gaya hidup yang sesuai dengan kemampuan dengan memperhitungkan keadaan lingkungan, dan kepekaan terhadap kondisi sosial sekitarnya.

Dubrin (2005) menyatakan bahwa, “Memimpin dengan memberi contoh. Melakukan apa yang diajarkan. Sekali keteladanan lebih berharga dari seribu nasehat”.

3. Memiliki semangat, optimisme dan energi

Salah satu kualitas luar biasa dari orang yang kharismatik adalah selalu bersemangat, optimis dan energetik di setiap waktu (Dubrin, 2005). Aspek dari orang yang senantiasa semangat, optimis, dan energetik adalah mempertahankan orientasi aksi. “Ayo, kita kerjakan” adalah suatu seruan dari orang yang kharismatik. Suatu orientasi aksi juga berarti bahwa kita tidak mau repot-repot dengan fakta dan perbedaan yang berjubel-jubel sebelum membuat keputusan. Setelah mendapat informasi yang cukup untuk memperkuat intuisi, orang yang kharismatik akan bertindak dan mendororng orang lain untuk melakukan hal yang sama. Orang yang mempunyai orientasi aksi adalah orang yang ingin menyelesaikan sesuatu dan mengimplementasikan keputusan. 4. Berlaku jujur

Pemimpin yang kharismatik adalah orang-orang yang jujur dan terbuka pada orang lain. Meskipun tidak kaku, pemimpin yang kharismatik biasanya terus terang dalam memberikan penilaian atas sesuatu atau situasi. Orang kharismatik adalah orang yang jujur tentang aspek negatif dan positif. Mereka memahami orang lain dan situasi dengan cepat dan akurat dan mau berbagi persepsi itu. Orang kharismatik berbicara secara langsung. Akibatnya orang lain tahu di mana mereka sesungguhnya berada (Dubrin, 2005).

5. Pujian yang beralasan

Pemimpin kharismatik adalah orang yang jujur, tetapi juga pandai memuji. Mereka cenderung memuji tindakan atau karakteristik yang memang layak dipuji. Pujian yang jujur membuat orang lain merasa senang, dan salah satu ciri pemimpin yang kharismatik adalah bisa membuat orang lain senang. Balitbang (2003) menyatakan kepala sekolah memberikan pengakuan terhadap kerja guru dalam bentuk pujian yang disampaikan secara pribadi. Perhatian kepala sekolah seperti pujian, atau apresiasi terhadap kesuksesan guru melaksanakan pekerjaan yang orang lain tidak tahu sebelumnya.

6. Menggunakan ekspresi wajah

Untuk menunjukkan dinamisme personal, perlu sering-sering menggunakan ekspresi wajah yang hidup (Dubrin, 2005). Gunakan senyum yang mengembang, senyum simpul, ekspresi senang, merengut, cemberut, tampak bingung, terkejut, atau mengangguk-angguk. Ekspresi wajah yang hidup mencerminkan karakteristik kepemimpinan.

b. Kepekaan individu

Balitbang (2003) menyatakan bahwa, “Kepekaan individu dalam model kepemimpinan transformasional diartikan sebagai pola perilaku yang mencerminkan suatu kepekaan terhadap keanekaragaman, keunikan minat dan bakat serta mengembangkan diri seseorang. Model pemimpin ini mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan/pengikut serta secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bawahan/pengikut akan

pengembangan karir. Seorang pemimpin transformasional akan memperhatikan faktor-faktor individu sebagaimana mereka tidak boleh disamaratakan, karena adanya perbedaan, kepentingan, dan pengembangan diri yang berbeda satu sama lain. Selain itu dengan kepekaan individunya, seorang pemimpin akan memberikan perhatian, membina, membimbing, dan melatih setiap orang secara khusus dan pribadi”.

Menurut Wahyosumidjo (2002), “Kepekaan individu (konsiderasi) menunjukkan perilaku pemimpin yang bersahabat, saling adanya kepercayaan, saling hormat-menghormati, dan hubungan yang hangat di dalam kerja sama antara pemimpin dengan anggota kelompok”.

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka perilakunya adalah: 1. Penghargaan

Memberikan penghargaan ketika seorang guru menyelesaikan pekerjaan dengan baik yang bentuknya terentang dari sekedar pujian sampai dengan tambahan insentif (Rivai, 2004). Bahkan kenaikan jabatan, tergantung kepada keberhasilan dan peluang yang ada. Dalam hal ini kepala sekolah dapat mengadakan kegiatan teacher of the month atau penghargaan bagi guru yang berprestasi setiap bulan (Balitbang, 2003).

2. Toleransi

Kepala sekolah seharusnya dapat membangkitkan perasaan saling menghargai pendapat diantara guru sehingga mereka dapat mengemukakan pendapatnya tanpa merasa akan dilecehkan. Dalam hali ini kepala sekolah

dapat memberikan keteladanan sikap saling menghargai orang lain baik dalam situasi formal maupun nonformal. Kepala sekolah juga harus membiasakan bahwa menghargai orang lain merupakan perilaku para guru sehari-hari. Kepala sekolah juga seharusnya memberikan keteladanan tentang bagaimana bersikap diam dan penuh perhatian ketika seseorang sedang mengemukakan pendapatnya atau sedang mempresentasikan sesuatu hal. 3. Demokratis

Siagian (2003) menyatakan bahwa pemimpin yang demokratis akan berbagi wewenang pengambilan keputusan dengan para bawahannya dalam arti bahwa para bawahan diikutsertakan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Dengan gaya yang demokratis, ciri pemimpin yang menonjol bukan lagi ketegasan, akan tetapi ciri lain, seperti menjadi pendengar yang baik dan perilaku manajerialnya pun bukan yang berorientasi kepada penyelesaian tugas semata, melainkan juga memperhitungkan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan para bawahan.

Sedangkan Balitbang (2003) menyatakan bahwa kepala sekolah memberikan kebebasan berpendapat dan bertindak selama masih dalam kerangka kebijakan sekolah, dan menciptakan iklim di mana sekat-sekat perbedaan dikondisikan sedemikian rupa sehingga menjadi luwes dan fleksibel. Kepala sekolah memberikan keleluasaan kepada guru dan staf sekolah untuk memberikan ide tentang pengembangan sekolah dengan cara-cara yang

nantinya akan disepakati bersama-sama dan untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya.

4. Adil

Berlaku adil dan tidak membedakan-bedakan para guru dan staf harus dilakukan kepala sekolah. Hal ini akan menimbulkan persaingan yang sehat diantara para guru dan para staf dalam usaha memajukan sekolahnya. Bagi guru dan staf, siapapun orangnya, yang melakukan kesuksesan akan mendapatkan penghargaan dan yang melakukan kesalahan akan mendapatkan hukuman.

5. Pemberdayaan

Menurut Dubrin (2005), pemimpin dapat membangun kepercayaan, keterlibatan, dan kerjasama antar anggota tim. Kepala sekolah seharusnya menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap para guru. Hal ini dapat dilakukannya dengan tanpa ragu-ragu memberikan tugas kepada para guru dan adanya keyakinan bahwa tugas tersebut akan dilaksanakan sebaik-baiknya. Pemberian kepercayaan kepada para guru ini dengan sendirinya akan menanamkan dan meningkatkan rasa percaya diri para guru.

6. Parsitipatif

Kepala sekolah seharusnya meminta komentar, pendapat dan saran dari para guru terhadap apa yang dikerjakannya. Dengan demikian para guru menjadi tidak khawatir untuk memberikan koreksi atau kesalahan yang mungkin dilakukan kepala sekolah.

7. Respektif

Menurut Balitbang (2003), kepala sekolah seharusnya memperlakukan orang lain dengan penuh hormat, tanpa pandang bulu, sehingga mereka akan merasa dihargai dan dihormati kepala sekolah. Di lingkungan sekolah, kepala sekolah seharusnya menyapa tukang kebun, staf administrasi, guru, dan pegawai lainnya dengan perasaan hormat tanpa mengurangi kewibawaannya.

c. Stimulasi intelektual

Balitbang (2003) menyatakan bahwa stimulasi intelektual dalam kepemimpinan transformasional diartikan sebagai pola perilaku yang mencerminkan cita rasa intelektual, dinamis, analisis, keluasan wawasan dan keterbukaan.

Selanjutnya Bass dan Avolio (1994) menyatakan bahwa stimulasi intelektual merupakan model kepemimpinan transformasional dalam meningkatkan intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara seksama. Pemimpin mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan/pengikut, memberikan motivasi pada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.

Dengan stimulasi intelektual ini, seorang pemimpin akan menumbuhkan ekspektasi melalui pemanfaatan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana (Balitbang, 2003).

Menurut Balitbang (2003), kerangka perilakunya adalah: 1. Evaluasi diri

Mendorong para guru untuk selalu mengevaluasi hasil kerja mereka masing-masing dan menyempurnakannya. Kepala sekolah memberikan keteladanan bahwa suatu pekerjaan yang telah selesai perlu dievaluasi kembali agar lebih baik, diadakan koreksi bila terjadi kesalahan. Kepala sekolah juga memberikan keteladanan bahwa introspeksi diri dan mengevaluasi diri merupakan tindakan yang baik dalam rangka mengoreksi tindakan yang salah dan tidak diulangi lagi di masa depan.

2. Inovatif

Memecahkan masalah-masalah lama dengan cara-cara baru. Kepala sekolah menyadarkan para guru bahwa sebenarnya kehidupan harus berlangsung dengan penemuan-penemuan baru dan cara-cara berfikir baru. Oleh karena itu banyak permasalahan atau kejadian lama yang mengandung nilai-nilai luhur dan ini diperlakukan dengan cara-cara baru dalam penanganannya.

3. Kreatif

Mendorong para guru untuk mencoba cara-cara baru dalam berbagai kegiatan. Kepala sekolah memberikan keteladanan tentang bagaimana prinsip trial and error merupakan awal dari lahirnya inovasi-inovasi dalam pemikiran, dan pendidikan memerlukan itu dalam rangka membawa peserta didik pada penguasaan materi pembelajaran yang sesungguhnya.

4. Profesionalisme

Kepala sekolah memberikan keteladanan bahwa bekerja keras dan berhasil mendatangkan kepuasan hidup yang luar biasa. Memberikan penyadaran bahwa pembelajaran dalam pendidikan merupakan ladang yang luas untuk berinovasi bagi guru. Bahwa inovasi tidak seharusnya terjadi dalam skala besar, melainkan sangat mungkin dalam skala kecil, misalnya dalam kelas, dan etos kerja professional merupakan satu-satunya tuntutan zaman ke depan. 5. Kepemimpinan kolektif

Kepala sekolah melibatkan para guru untuk mendiskusikan dan membuat perencanaan dalam melakukan kegiatan sekolah.

6. Ide-ide baru

Kepala sekolah selalu mencari berbagai sumber ide-ide baru dan hasilnya disampaikan pada para guru. Kepala sekolah tidak mengenal lelah dalam mengambil berbagai sumber untuk menemukan gagasan-gagasan baru, kemudian disampaikan kepada guru untuk didiskusikan. Kepala sekolah memiliki hubungan dan jaringan yang luas dalam rangka mencari dan menemukan pemikiran-pemikiran baru terhadap suatu permasalahan.

II.3. Teori Tentang Kebijakan Kompensasi