• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Kerangka Berpikir

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008).

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga menghasilkan cidera yang riil.

Menurut Per 03/Men/1994 mengenai Program Jamsostek, pengertian kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang

timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2003), terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor utama yaitu fisik dan faktor manusia. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi keselamatan misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan dan sebagainya. Faktor fisik yaitu kondisi lingkungan kerja yang tidak aman

(unsafety condition) misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, dan sebagainya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan disebutkan bahwa Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produkitivitas kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja.

Selanjutnya menurut Dewi (2006), dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja adalah sarana utama dalam pencegahan penyakit, cacat kematian yang disebabkan oleh penyakit akibat hubungan kerja. Kesehatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja

Bambang (2004) menyatakan bahwa keselamatan kerja adalah usaha-usaha yang dapat menjamin keadaan dan kesempurnaan pekerja (baik jasmaniah maupun rohaniah)

beserta hasil karyanya dan alat-alat kerjanya di tempat kerja. Usaha-usaha tersebut harus dilakukan oleh semua unsur yang terlibat dalam proses kerja yaitu pekerja itu sendiri, pengawas (kepala kelompok kerja), perusahaan, pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Tanpa ada kerjasama yang baik antara semua unsur tersebut mustahil keselamatan kerja dapat diwujudkan secara maksimal.

Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

Keselamatan juga dapat diartikan sebagai kebebasan dari bahaya akibat resiko dari suatu pekerjaan dan terhindar dari bahaya cedera fisik dan resiko dari kerugian kesehatan diluar periode waktu. Kemampuan memprediksi potensi bahaya, melakukan pencegahan dan penanggulangannya merupakan kunci utama dari upaya peningkatan Keselamatan dan Kesehatan kerja.

Secara filosofi K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur (Depnaker RI, 1993).

K3 ditinjau berdasarkan aspek secara yuridis adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat

dipergunakan secara aman dan efisien. Peninjauan dari aspek teknis K3 adalah ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disebut SMK3 (Soemaryanto, 2002).

Santoso (2004) menyatakan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan. Pencapaian pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Guna tercapainya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

UU Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 1996 pasal 3 mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang beresiko tinggi, untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di tempat kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusahaan secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif (Kepmenkes RI, 2007).

Proyek adalah suatu kegiatan investasi yang menggunakan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan dalam suatu periode tertentu (Bappenas TA-SRRP, 2003)

Menurut Gould (2002) proyek konstruksi dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan sumber daya, baik biaya, tenaga kerja, material dan peralatan. Proyek konstruksi dilakukan secara detail dan tidak dilakukan berulang.

Manajer Konstruksi adalah suatu organisasi (proyek) multi disiplin profesional, tangguh dan independen, yang bekerja untuk pemilik proyek dari saat awal perencanaan sampai pengoperasian proyek, mampu bekerja sama dengan pihak arsitek terkait guna mencapai hasil yang optimal dalam aspek waktu, dan kualitas seperti yang telah ditetapkan sebelumnya, serta perubahan kondisi lingkungan internal maupun eksternal

proyek (dikutip dari

Construction Management Association of America (CMAA) menyatakan bahwa ada tujuh kategori utama tanggung jawab seorang Manajer Konstruksi, yaitu perencanaan proyek manajemen, manajemen harga, manajemen waktu, manajemen kualitas, administrasi kontrak, manajemen keselamatan, dan praktik profesional (dikutip dari

Menurut Robins (2001), bahwa kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada persyaratan kemampuan yang diminta dari pekerjaan itu. Persyaratan kemampuan ini

biasanya diakui apabila seorang individu telah melewati jenjang pendidikan tertentu. Secara umum kemampuan individu akan meningkat sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah dilaluinya.

Masa kerja seseorang juga menunjukkan hubungan secara positif terhadap kinerja seseorang. Masa kerja yang lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan rekan kerja yang lain, sehingga sering masa kerja/pengalaman kerja menjadi pertimbangan suatu perusahaan dalam mencari pegawai (Robbins, 2001).

Sebagai lini terdepan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, Manajer Konstruksi harus berusaha secara optimal untuk memenuhi seluruh kriteria output dari proyek dan dapat sepenuhnya berfungsi sebagai penanggung jawab untuk tercapainya tujuan fungsional proyek yaitu keberhasilan proyek.

Dipohusodo (1996) menyatakan bahwa, faktor-faktor biaya, waktu dan mutu membentuk suatu tata hubungan yang saling mempengaruhi pada saat proyek berlangsung. Faktor waktu dan biaya merupakan dua unsur kunci yang menentukan selesainya sebuah proyek dengan baik, sesuai keinginan pemilik.

Keberhasilan proyek adalah proyek bisa diselesaikan tepat waktu, sesuai dengan anggaran, spesifikasi teknik dan bisa menjawab kepuasan klien (Takim et al, 2002).

Biaya adalah sumber daya yang harus dikorbankan untuk mencapai tujuan spesifik atau untuk mendapat sesuatu sebagai gantinya. Manajemen biaya proyek termasuk di dalamnya adalah proses yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa proyek dapat diselesaikan sesuai dengan budget yang telah disepakati (dikutip dari

Oktober 2010).

Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung, dalam hal ini skala waktu merupakan interval antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997).

Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). SedangkanCasio (2003) menyatakan, kinerja merupakan suatu jaminan bahwa seseorang pekerja atau kelompok mengetahui apa yang diharapkannya dan memfokuskan kepada kinerja yang efektif.

Keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi akan sangat ditentukan oleh kualitas dari orang-orang yang menanganinya, yaitu dari pendidikannya dan pengalaman atau masa kerjanya, terutama mereka yang memegang posisi kunci seperti Manajer Konstruksi. Manager Konstruksi mempunyai tugas dan tanggung jawab memimpin pelaksanaan proyek sesuai perencanaan dalam upaya meningkatkan kinerja proyek.

Dari berbagai teori di atas maka Manager Konstruksi sebagai penanggung jawab pelaksanaan proyek harus dapat dievaluasi tingkat pemahamannya dalam menjalankan suatu proyek konstruksi. Pada penelitian ini yang dibahas adalah pemahaman terhadap manajemen K3 berdasarkan latar belakang akan pentingnya manajemen K3 dalam suatu pelaksanaan proyek konstruksi.

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama

Gambar 1.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua

Gambar 1.3. Kerangka Berpikir Hipotesis Ketiga

Dokumen terkait