• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian berjudul Kajian Pragmatik Siber Tuturan Kebencian Kelompok Oposisi Presiden Joko Widodo pada Instagram Periode Januari-Juni 2020.

Kerangka berpikir ini bertujuan untuk mmudahkan peneliti dalam menjelaskan alur pembahasan penelitian ini. Peneliti memberikan gambaran terkait topik pembahasan pada penelitian ini.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori pragmatik siber dalam menjelaskan fenomena tuturan kebencian pada media sosial. Terkait dengan bentuk dan makna tuturan kebencian yang ada di media sosial, peneliti menggunakan teori pragmatik siber dan konteks virtual sebagai dasar pembahasan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Peneliti mendeskripsikan data-data yang sudah dikumpulkan dari postingan dan kolom komentar Instagram. Data-data yang dikumpulkan adalah postingan dan komentar yang mengandung kebencian terhadap Presiden Joko Widodo selama Januari-Juni 2020. Setelah dikumpulkan dan diklasifikasikan, data tersebut dianalisis untuk menjawab rumusan masalah.

Rumusan masalah yang diangkat adalah bentuk dan makna dalam tuturan kebencian.

Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah.

Dengan berlandaskan teori pragmatik siber, konteks virtual, dan data-datanya, peneliti melakukan.

a. Pengumpulan data-data berupa ujaran kebencian di Instagram b. Identifikasi data-data yang sudah diperoleh

c. Klasifikasi postingan dan komentar yang mengandung kebencian

d. Menginterpretasi bentuk postingan dan komentar yang mengandung kebencian

e. Menginterpretasi makna tuturan kebencian yang terdapat pada postingan dan komentar berdasarkan makna tuturan kebencian.

Berikut adalah bagan kerangka berpikir.

Bagan 2.1

KERANGKA BERPIKIR

KAJIAN PRAGMATIK SIBER TUTURAN KEBENCIAN KELOMPOK OPOSISI PRESIDEN JOKO WIDODO PADA INSTAGRAM PERIODE

JANUARI-JUNI 2020

PRAGMATIK

PRAGMATIK SIBER

KONTEKS

KONTEKS VIRTUAL

KOMUNITAS VIRTUAL

KELOMPOK OPOSISI

MAKNA PRAGMATIK

TUTURAN KEBENCIAN WUJUD

TUTURAN KEBENCIAN

TUTURAN KEBENCIAN

39 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab III, peneliti memaparkan mengenai sembilan (9) subbab. Subbab tersebut adalah (1) jenis penelitian, (2) metode penelitian, (3) objek penelitian, (4) data penelitian, (5) instrumen pengumpulan data, (6) sumber data substansif, (7) metode dan teknik pengumpulan data teknik, (8) analisis data, serta (9) triangulasi

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian kualitatif adalah penelitan yang mendasarkan diri pada paradigma induktif (Mahsun, 2007:256). Penelitian kualitatif mendefinisikan dari hal khusus ke hal umum. Hal ini disebabkan oleh pengambilan data penelitian kualitatif berasal dari kejadian di lapangan. Kegiatan penyediaan data adalah kegiatan yang terjadi secara simultan dengan kegiatan analisis data. Maksudnya, penyediaan dan analisis data berjalan secara bersamaan. Apabila tidak ada data, analisis data tidak akan berjalan. Apabila tidak ada analisis data, data akan hanya berupa data. Tidak ada penjelasan.

Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan dan kejadian alamiah untuk sumber datanya. Hal ini dikarenakan penelitian kualitatif mengkaji peristiwa-peristiwa sosial. Peneliti perlu mengadakan interaksi di lingkungan tersebut untuk memahami dan mengamati situasi-kondisi. Tidak hanya melakukan observasi, peneliti juga mencatat, bertanya, dan menggali informasi yang berkaitan dengan peristiwa sosial itu.

Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena hasil akhir penelitian akan berupa teori mengenai tuturan kebencian kelompok oposisi Presiden Joko Widodo.

Peneliti tidak menggunakan angka-angka pada penelitian ini. Selain itu, penelitian ini berdasarkan kejadian sosial. Penyediaan dan analisis data berasal dari kejadian di lapangan.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan adalah metode padan ekstralingual. Metode padan ekstralingual adalah metode yang menganalisis hubungan unsur bahasa dan

unsur di luar bahasa (Mahsun, 2007:120). Peneliti menggunakan metode ini karena topik yang akan dibahas adalah makna dan wujud tuturan kebencian. Makna yang dimaksud adalah makna pragmatik. Makna pragmatik adalah makna yang muncul sesuai dengan konteks. Konteks adalah bentuk ekstralingual. Metode padan ekstralingual memiliki satu teknik dasar yaitu Teknik Hubung Banding. Kemudian ada beberapa teknik lanjutan dalam teknik hubung banding yaitu:

a. Teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS).

b. Teknik Hubung Banding Membedakan (HBB).

c. Teknik Hubung Banding Menyamakan Hal Pokok (HBSP).

Teknik hubung memiliki peran penting karena teknik ini mengaitkan bagian-bagian tertentu agar menjadi satu kesatuan. Komponen yang dihubungkan tentu komponen yang bersifat ekstralingual.

Metode padan ekstralingual membandingkan hal-hal yang berada di luar unsur linguistik. Unsur-unsur tersebut adalah referen, konteks tuturan, pemakaian bahasa, penutur bahasa yang dipilih, dan lain-lain. Metode tersebut membandingkan data-data yang diperoleh untuk dicari persamaan dan perbedaannya. Langkah terakhirnya adalah mencari persamaan dalam hal pokok.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah takarir (caption) dan komentar-komentar yang mengandung tuturan kebencian pada postingan terkait Presiden Joko Widodo.

Selain itu, peneliti juga akan mengkaji komentar-komentar kebencian yang terkait dengan Presiden Joko Widodo walaupun tidak berkaitan dengan postingan Presiden Joko Widodo.

3.4 Data Penelitian

Data penelitian ini berupa cuplikan gambar dari kebencian yang terdapat pada postingan dan kolom komentar. Cuplikan gambar tersebut diambil dengan cara ditangkap layar (screenshoot).

3.5 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah diri peneliti sendiri.

Peneliti akan mengamati penggunaan bahasa dan tidak terlibat dalam tuturan secara langsung. Peneliti menjadi penentu mengenai cara data diolah dan dianalisis.

Peneliti menetapkan fokus penelitian guna mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisis dan menyusun temuan dari dara tersebut. Peneliti dibantu dengan gawai dan catatan. Catatan tersebut berisi mengenai kajian pragmatik siber dan tuturan kebencian.

3.6 Sumber Data Substansif

Data diperoleh melalui postingan dan kolom komentar Instagram. Peneliti mengambil data dari akun yang memiliki tuturan yang mengandung kebencian pada postingan tersebut. Postingan dan komentar tersebut ditangkap layar oleh peneliti.

Durasi pengambilan data yaitu 6 bulan. Pengambilan data dimulai pada Januari hingga Juni 2020.

3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Awalnya linguistik terdapat dua jenis pembidangan yaitu linguistik sinkronis dan linguistik diakronis (Mahsun, 2007:85). Linguistik sinkronis adalah ilmu linguistik yang mengkaji bahasa dalam kurun waktu tertentu dan dalam masa yang sama. Linguistik diakronis adalah ilmu linguistik yang mengkaji perkembangan dan perbedaan bahasa dari satu masa ke masa yang lain. Linguistik sinkronis menghasilkan metode dan teknik pengumpulan data secara sinkronis. Penelitian ini akan mengkaji tuturan kebencian hanya pada kurun waktu tertentu sehingga penelitian ini mengambil metode dan teknik pengumpulan data secara sikronis.

Ada beberapa metode pengumpulan data secara sinkronis yang dapat digunakan, salah satunya adalah metode simak. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak adalah metode pengumpulan data secara sinkronis. Cara menggunakan metode simak adalah dengan menyimak penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan (Mahsun, 2007:92). Dalam metode simak, ada teknik dasar yang disebut dengan teknik sadap.

a. Teknik Sadap

Teknik sadap adalah teknik menyadap penggunaan bahasa seseorang.

Penyadapan dalam teknik ini berarti pemfokusan atas penggunaan bahasa seseorang. Teknik sadap memiliki teknik lanjutan yaitu teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, catat, dan rekam (Mahsun, 2007:93).

b. Teknik Lanjutan I (Simak Libat Cakap)

Teknik simak libat cakap adalah peneliti melakukan penyadapan dengan berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak. Peneliti melakukan percakapan dengan narasumber dan mengamati penggunaan bahasa penutur tersebut.

c. Teknik Lanjutan II (Simak Bebas Libat)

Teknik simak bebas libat cakap adalah teknik yang dilakukan peneliti tanpa terlibat aktif dalam pembicaraan. Peneliti hanya diam dan mendengarkan percakapan antarpenutur. Peneliti hanya mengamati penggunaan bahasa dari penutur.

d. Teknik Lanjutan III (Teknik Catat)

Teknik catat adalah teknik lanjutan dari teknik simak. Teknik catat adalah teknik yang digunakan peneliti untuk melengkapi teknik simak. Peneliti mencatat poin-poin penting dalam penelitiannya. Teknik ini dapat digunakan dalam penggunaan bahasa secara lisan maupun tulis.

e. Teknik Lanjutan IV (Teknik Rekam)

Apabila teknik catat tidak dilakukan, peneliti juga bisa melakukan teknik rekam.

Teknik ini hanya bisa dilakukan apabila penggunaan bahasa dilakukan secara lisan. Teknik rekam dapat membantu peneliti dalam melengkapi data-data yang terlewat.

Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan teknik simak bebas libat cakap dan pencatatan. Hal ini dikarenakan objek penelitian adalah bahasa tulis. Bahasa tulis tidak bisa direkam maupun terlibat dalam percakapan. Oleh karena itu, teknik yang dipilih peneliti adalah teknik simak bebas libat cakap dan pencatatan.

Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan observasi dan studi dokumen.

Observasi dilakukan takarir dan kolom komentar pada Instagram selama enam

bulan. Peneliti juga melakukan studi dokumen pada penelitian ini. Peneliti menangkap layar takarir dan komentar yang memiliki indikasi ujaran kebencian.

3.8 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode padan ekstralingual. Metode padan ekstralingual memiliki dua hal utama dalam menyajikan data yaitu analisis data dan mengelompokkan data sesuai ketentuan (Mahsun, 2007:122). Metode padan ekstralingual memiliki teknik hubung banding.

Berdasarkan metode tersebut, peneliti mencari data-data yang memuat bentuk dan ujaran kebencian. Kemudian peneliti menganalisis data-data tersebut dengan menggunakan kajian bentuk dan makna ujaran kebencian. Selain itu, peneliti menggunakan konteks dan pemakaian bahasa untuk menganalisis data. Hal ini sejalan dengan pandangan Mahsun bahwa ekstralingual mencakup konteks, pemakaian bahasa, dan lain-lain. Setelah menganalisis data, peneliti mengelompokkannya sesuai dengan bentuk dan makna ujaran kebencian. Untuk mempermudah pengelompokkan, peneliti memberi kode untuk setiap data.

Saat mengelompokkan, peneliti menggunakan tiga teknik yaitu teknik hubung banding menyamakan (HBS), teknik hubung membedakan (HBB), dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP). Teknik hubung banding menyamakan (HBS) digunakan untuk mengelompokkan bentuk atau makna yang sama. Teknik hubung banding membedakan (HBB) digunakan untuk memisahkan data-data dan disesuaikan dengan bentuk dan makna ujaran. Teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP) digunakan untuk menyortir ujaran-ujaran yang mengandung kebencian dan ujaran tersebut ditujukan ke Presiden Joko Widodo. Hal ini disebabkan oleh topik utama penelitian ini adalah ujaran kebencian untuk Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan metode dan teknik analisis data tersebut, peneliti akan menjabarkan teknik analisis data penelitian sebagai berikut:

(1) Peneliti mencari dan mengidentifikasi data-data yang berindikasi ujaran kebencian.

(2) Setelah peneliti memeroleh data-data, peneliti mencantumkan sumber data pada catatan.

(3) Setelah mencatat data-data tersebut, peneliti mulai menganalisis dan mendeskripsikan data dengan menggunakan konteks data.

(4) Peneliti mencantumkan data ke dalam tabulasi data.

(5) Peneliti menganalisis dan mendeskripsikan data berdasarkan teori pragmatik siber, konteks virtual, dan tuturan kebencian.

3.9 Triangulasi

Peneliti akan melakukan triangulasi data. Triangulasi berfungsi untuk menguji keabsahan dari data-data yang sudah dikumpulkan. Data-data yang terkumpul adalah hal yang berharga di dalam penelitian ini. Apabila data yang diberikan salah, kesimpulan yang diberikan tentu akan salah juga. Apabila data yang diberikan benar, kesimpulan yang diberikan akan valid. Oleh sebab itu, penelitian ini akan dilihat dan diuji keabsahannya oleh seorang pakar pragmatik yaitu Bapak Prof.

Pranowo, M.Pd.

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan membahas: (1) deskripsi data, (2) hasil penelitian, dan (3) pembahasan data. Pada deskripsi data, peneliti mendeskripsikan data yang sudah diperoleh. Pada hasil penelitian, peneliti menjabarkan data yang sudah diperoleh. Kemudian penjabaran data akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan dengan menggunakan teori pragmatik siber. Berikut adalah uraiannya.

4.1 Deskripsi Data

Penelitian ini mengambil data berupa ujaran kebencian di Instagram. Ujaran kebencian tersebut ditujukan pada Presiden Joko Widodo selama Januari-Juni 2020.

Peneliti mengambil data dari postingan dan komentar Instagram. Untuk mempermudah menganalisis, peneliti menyusun tabel yang terdiri atas: data, konteks, bentuk ujaran, dan makna ujaran. Terdapat data-data yang sudah dikumpulkan dan dikelompokkan pada tabulasi data. Data-data tersebut dianalisis berdasarkan bentuk dan makna ujarannya.

Setelah diklasifikasikan, bentuk dan makna ujaran kebencian dari data-data tersebut dianalisis menggunakan kajian pragmatik siber. Berdasarkan bentuk penanda ujarannya, ditemukan data tuturan kebencian berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat. Untuk jumlah penutur, terdapat bentuk dialog dan polilog.

Berdasarkan data-data yang telah ditemukan dan dikelompokkan, terdapat makna ujaran pragmatik sebagai berikut: (1) data penghinaan, (2) data pencemaran nama baik, (3) data perbuatan tidak menyenangkan, (4) data provokasi, dan (5) data penyebaran berita bohong.

Data-data yang sudah dikumpulkan dan diklasifikasikan kemudian dianalisis dengan konteks virtual menurut Yus (2011) dan Rahardi (2020). Konteks virtual tersebut mengkaji latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur di dalam dunia maya. Konteks virtual inilah yang akan membentuk pemahaman dan mempengaruhi pemerolehan makna antara penutur dan mitra tutur. Konteks virtual berfokus pada pola pikir dan cara pandang seseorang terhadap kejadian di dunia maya.

4.2 Hasil Penelitian

Penelitian ini mengambil data berupa postingan dan komentar yang mengandung kebencian di Instagram. Postingan dan komentar tersebut memiliki bentuk dan makna ujaran kebencian yang berbeda. Pada hasil penelitian, peneliti memberikan dua tabel yang berisi kode data, data, sumber data, klasifikasi data, dan data-data yang relevan. Tabel pertama berisi mengenai bentuk ujaran kebencian.

Tabel kedua berisi mengenai makna ujaran kebencian.

4.2.1 Bentuk Ujaran Kebencian

Peneliti menemukan postingan dan komentar kebencian yang ditujukan pada Presiden Joko Widodo. Berdasarkan data-data yang telah ditemukan, peneliti telah mengklasifikasikan dan menganalisis data bentuk penanda ujaran kebencian.

Berikut adalah pemaparan mengenai bentuk-bentuk penanda ujaran kebencian.

Tabel 4.1 Bentuk Ujaran Kebencian Kode

A44/Fr

A10/Kal Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti menemukan data berupa kata. Kata adalah bentuk bebas yang paling kecil yang terdiri atas satuan fonologis dan satuan gramatis. Kata ujaran kebencian adalah kata yang memiliki unsur atau berindikasi adanya kebencian. Peneliti juga menemukan data berupa frasa. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Frasa ujaran kebencian adalah gabungan kata atau lebih yang berunsur rasa benci.

Selain kata dan frasa, peneliti menemukan data berupa klausa. Klausa adalah gabungan kata dan/atau gabungan frasa yang sudah memiliki unsur-unsur kalimat, tetapi tidak menggunakan huruf kapital di awal dan tidak menggunakan intonasi akhir. Klausa ujaran kebencian adalah gabungan kata dan/atau frasa yang memiliki unsur kebencian dan tidak memiliki intonasi akhir. Dalam penulisan di gawai, huruf kapital akan terjadi secara otomatis sehingga aturan penggunaan huruf kapital pada klausa tidak berlaku. Temuan terakhir peneliti adalah data berupa

kalimat. Kalimat adalah gabungan kata dan/atau frasa yang menduduki unsur-unsur kalimat. Kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan intonasi final.

Kalimat kebencian adalah gabungan kata dan/atau frasa yang menduduki unsur-unsur kalimat yang mengandung rasa benci dan diakhiri dengan intonasi final.

4.2.2 Makna Ujaran Kebencian

Postingan dan komentar di Instagram memiliki tuturan kebencian yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo. Berdasarkan data-data yang telah diklasifikasikan, peneliti menemukan 5 (lima) makna kebencian yang terkandung dalam data tersebut. Berikut adalah tabel makna ujaran kebencian.

Tabel 4.2 Makna Ujaran Kebencian Kode

A29/Kl

hj.ernisuhaimidjamari

Berdasarkan data-data tersebut, peneliti menemukan lima (5) makna kebencian. Peneliti menemukan penghinaan sebanyak data. Indikasi yang digunakan untuk menginterpretasi penghinaan adalah mencemooh dan merendahkan orang lain. Peneliti juga menemukan makna pencemaran nama baik.

Indikator makna pencemaran nama baik adalah ujaran-ujaran tersebut membuat nama orang lain menjadi buruk dengan tuduhan yang tidak benar dan membuat orang lain tidak nyaman akibat tuduhan tersebut.

Selain makna penghinaan dan pencemaran nama baik, peneliti juga menemukan perbuatan tidak menyenangkan. Indikator ujaran yang mengandung perbuatan tidak menyenangkan adalah seseorang, sekelompok, atau lembaga mengganggu atau menimbulkan rasa tidak nyaman ke pihak lain. Peneliti menemukan makna kebencian provokasi. Tuturan berindikasi provokasi apabila ajakan sehingga orang yang diajak tersebut melakukan hal yang sama dan dapat menimbulkan kemarahan. Makna kebencian terakhir yang ditemukan oleh peneliti adalah penyebaran berita bohong. Indikator penyebaran berita bohong adalah berita yang disiarkan tersebut tidak sesuai fakta dan kebenarannya belum atau tidak bisa dibuktikan.

4.3 Pembahasan

Pada subbab pembahasan, peneliti akan memaparkan hasil data-data penelitian yang diambil dari hasil analisis data. Peneliti telah menganalisis ujaran kebencian yang ditujukan pada Presiden Joko Widodo. Peneliti akan membahas lebih dalam mengenai data yang telah dianalisis tersebut. Data tersebut berkaitan dengan bentuk dan makna ujaran kebencian yang terdapat pada postingan dan komentar di dalam Instagram. Data-data tersebut dibahas dengan menggunakan teori-teori tentang pragmatik siber, konteks virtual, dan tuturan kebencian. Selain itu, peneliti akan menjawab dan membahas jawaban dari rumusan masalah yaitu bentuk ujaran kebencian dan makna ujaran kebencian yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Bentuk dan makna ujaran kebencian tersebut akan dikaitkan dengan kajian pragmatik siber.

Pragmatik siber atau cyberpragmatics adalah cabang terbaru dari pragmatik.

Cabang tersebut muncul seiring dengan berkembangnya teknologi. Teknologi inilah yang menciptakan suatu jaringan yang dinamakan internet. Dalam perkembangannya, internet memberikan sumbangan dalam dunia bahasa. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pengguna internet dari berbagai komunitas, bahasa, dan

negara. Salah satu pencetus teori pragmatik siber adalah Fransisco Yus. Peneliti menggunakan teori pragmatik siber dari Yus dan Rahardi.

Pragmatik siber adalah ilmu yang menganalisis informasi yang dihasilkan dan diinterpretasi dari internet (Yus, 2011:13). Untuk menginterpretasikan informasi tersebut, penutur dan mitra tutur harus menggunakan konteks yang ada pada internet. Konteks tersebut disebut dengan konteks virtual. Konteks virtual adalah latar belakang pengetahuan yang terdapat pada dunia siber atau dunia virtual (Yus, 2011:23). Konteks ini memiliki elemen yang sama dengan konteks pragmatik.

Yang membedakan konteks pragmatik dan pragmatik siber adalah aspek atau unsur-unsur di dalam elemen tersebut. Konteks virtual berfokus pada pola pikir dan cara pandang seseorang terhadap kejadian yang terjadi di dunia nyata (Rahardi, 2020:145). Pola pikir dan cara pandang tersebut tercermin dari cara seseorang menulis atau mengunggah suatu gambar atau tulisan di media sosial.

Sejalan dengan pengertian Yus, Rahardi (2020:152) mengungkapkan bahwa pragmatik siber adalah bidang ilmu yang menganalisis penggunaan bahasa dan konteks tuturan tersebut. Pragmatik siber adalah bidang transdisipliner karena pragmatik siber mencakup beberapa bidang ilmu lainnya. Bidang ilmu tersebut adalah bahasa, teknologi, internet. Oleh karenanya, pragmatik siber merupakan ilmu yang kompleks.

Dalam pragmatik siber, ditemukan banyak fenomena menarik terkait penggunaan bahasa. Di era teknologi saat ini, seseorang dapat mengemukakan pendapatnya dengan mudah. Salah satu pendapat yang sering muncul adalah pendapat yang mengungkapkan rasa tidak suka. Sering kali rasa tidak suka tersebut memunculkan ujaran yang bernada benci.

Dalam pembahasan terkait ujaran kebencian, peneliti menggunakan teori milik Brison, Post, dan KUHP. Brison (2013) menjelaskan bahwa “Hate speech is speech that vilifies, harasses, intimidates, or incites hatred toward an individual or group on the basis of a characteristic such as race, ethnicity, religion, gender, or sexual orientation.” Brison menjelaskan bahwa ujaran kebencian biasanya mengandung kekerasan, intimidasi, dan rasa benci terhadap orang lain. Rasa benci tersebut bisa

ditujukan kepada seseorang dan kelompok tertentu. Kebencian tersebut berasal dari ras, gender, budaya, seksual, dan lain-lain.

Post memiliki pandangan yang sama dengan Brison. Post mengatakan bahwa tuturan kebencian disebut juga dengan hate crimes (Christianto, 2018:2). Tuturan kebencian adalah tuturan yang menunjukkan rasa benci dan rasa tidak suka terhadap golongan masyarakat tertentu. Golongan masyarakat tersebut mencakup gender dan ras. Penutur memiliki rasa benci terhadap suatu gender dan ras tertentu. Karena rasa benci itulah, penutur melontarkan ungkapan-ungkapan yang mengandung kebencian.

Akan tetapi, ada perbedaan pendapat dari Brison dan Post. Dalam teorinya, Brison lebih memperluas cakupan sumber kebencian. Ia menyebutkan bahwa kebencian tersebut berasal dari ras, gender, budaya, seksual, dan lain-lain. Post hanya menyebutkan dua sumber kebencian yaitu gender dan ras. Jika di luar gender dan ras, Post tidak mendefinisikan tuturan tersebut adalah tuturan kebencian.

Selain Brison dan Post, peneliti juga mengambil pengertian ujaran kebencian dari KUHP. KUHP menyatakan bahwa:

“Ujaran kebencian adalah ujaran yang bermaksud untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas atas dasar suku, agama, aliran kegamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel (cacat), dan orientasi seksual dengan media orasi, kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring media sosial, demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa cetak maupun elektronik dan pamflet” (Christianto, 2018:2–3).

Pengertian tuturan kebencian dari KUHP adalah pengertian kebencian yang paling jelas karena KUHP mencakup secara lengkap sumber-sumber kebencian yaitu suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan atau kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, dan orientasi seksual.

Tidak hanya itu, KUHP juga menyebutkan media yang digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian. Media tersebut yaitu orasi, kampanye, spanduk atau banner, media sosial, demonstrasi, ceramah, media massa, dan pamflet.

Tuturan kebencian tersebut memiliki berbagai macam bentuk dan makna.

Bentuk ujaran kebencian meliputi kata, frasa, klausa, dan kalimat. Selain itu, tuturan kebencian memiliki makna yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh konteks yang melatarbelakangi terjadinya tuturan tersebut. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai bentuk dan makna ujaran kebencian.

Bentuk ujaran kebencian meliputi kata, frasa, klausa, dan kalimat. Selain itu, tuturan kebencian memiliki makna yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh konteks yang melatarbelakangi terjadinya tuturan tersebut. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai bentuk dan makna ujaran kebencian.

Dokumen terkait