• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.8 Makna Tuturan Kebencian

Internet memiliki media-media yang menghubungkan orang-orang. Media tersebut disebut media sosial. Salah satu media sosial adalah Instagram. Saat ini banyak sekali pengguna Instagram yang meninggalkan komentar buruk. Terkadang komentar-komentar tersebut mengandung kebencian. Ada tujuh bentuk komentar yang bisa disebut tuturan kebencian (Syafyahya, 2018:9), yaitu:

(1) Penghinaan

Penghinaan berarti proses, cara, perbuatan menghina; menistakan (KBBI V Departemen Pendidikan Nasional, 2016). Penghinaan memiliki kata dasar hina. Hina dalam KBBI V (Departemen Pendidikan Nasional, 2016) memiliki makna rendah kedudukannya (pangkat, martabat), keji, tercela, tidak baik (tentang perbuatan, kelakuan). Secara umum, penghinaan berarti melontarkan kata-kata yang merendahkan dan mencela orang lain. Makna mencemooh juga termasuk dalam penghinaan karena cemoohan tersebut akan merendahkan seseorang. Contoh penghinaan:

Dasar babu bodoh!

Kalimat tersebut dapat diartikan sebagai penghinaan karena telah merendahkan seseorang. Kata babu adalah bentuk tidak sopan dari pembantu atau asisten rumah tangga. Kata tersebut biasanya digunakan untuk merendahkan asisten rumah tangga. Mereka menganggap bahwa pekerjaan tersebut rendahan. Kata bodoh selalu diucapkan apabila seseorang merasa orang lain tidak sepintar dirinya. Apabila kedua kata tersebut digabungkan, muncullah penghinaan untuk orang lain. Makna dari kata tersebut adalah seorang pembantu atau asisten rumah tangga yang tidak pintar.

(2) Pencemaran nama baik

Pencemaran berarti proses, cara, perbuatan mencemari, atau mencemarkan, pengotoran (KBBI V Departemen Pendidikan Nasional, 2016).

Pencemaran nama baik artinya mengotori atau menodai nama baik seseorang.

Nama baik di sini artinya kehormatan atau pribadi seseorang. Apabila nama baik orang tersebut tercemar, masyarakat akan mengecap orang tersebut tidak baik. Contoh kalimat:

Andi pengkhianat bangsa.

Kalimat tersebut bermakna mencemarkan nama seseorang. Hal ini terlihat dari kata pengkhianat. Pengkhianat bermakna orang yang tidak setia atau orang yang berkhianat. Pengkhianat bangsa berarti orang yang tidak setia kepada bangsa. Kalimat tersebut digolongkan sebagai pencemaran nama baik karena kalimat tersebut telah memberi label kepada Andi sebagai orang yang tidak setia pada negara.

(3) Penistaan

Penistaan berasal dari kata nista. Dalam KBBI V (Departemen Pendidikan Nasional, 2016), nista adalah hina, rendah, tidak enak didengar, aib, cela, noda. Oleh karena itu, penistaan adalah perbuatan yang menodai atau membuat aib bagi seseorang. Tidak hanya seseorang, yang dinistakan bisa saja sekelompok orang dan lembaga. Contoh kalimat:

Amel telah diperkosa oleh kakaknya.

Kalimat tersebut mengindikasikan adanya penistaan yang dilakukan oleh seorang kakak pada adiknya. Diperkosa berarti seseorang telah kesucian orang

lain dengan paksa. Pemerkosaan tersebut tentu memberikan aib pada korban sehingga dapat disimpulkan bahwa kalimat tersebut memiliki makna penistaan.

(4) Perbuatan tidak menyenangkan

Perbuatan tidak menyenangkan adalah tindakan yang mengganggu seseorang dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Menurut Syafyahya (2018:14), sebuah ujaran bisa dikatakan sebagai perbuatan tidak menyenangkan apabila seseorang, lembaga, sekelompok orang mengganggu atau melakukan perbuatan tidak menyenangkan ke pihak lainnya. Contoh kalimat:

Semoga dia cepat mati.

Kalimat tersebut mengandung makna perbuatan tidak menyenangkan.

Hal ini dikarenakan seseorang mendoakan orang lain untuk cepat menemui ajal.

Bagi orang lain, hal ini tidak dapat dimaafkan karena orang tersebut telah mengganggu orang lain dan menimbulkan perasaan tidak menyenangkan.

(5) Memprovokasi atau Menghasut

Memprovokasi adalah bentuk kata kerja dari provokasi. Provokasi adalah perbuatan untuk membangkitkan amarah, tindakan menghasut, penghasutan, pancingan (KBBI V Departemen Pendidikan Nasional, 2016). Menghasut adalah membangkitkan hati orang supaya marah, menggalakkan. Provokasi dan menghasut sebenarnya sama saja maknanya. Kedua kata tersebut memiliki makna membangkitkan kemarahan seseorang. Akibat dari provokasi dan hasutan adalah rasa amarah dan akhirnya melawan atau memberontak. Contoh kalimat:

Turunkan Pak Handoko dari jabatan komisaris.

Kalimat tersebut mengandung makna provokasi. Makna tersebut terlihat dari kata turunkan. Tujuan akhir dari provokator tersebut adalah Pak Handoko tidak menjabat sebagai komisaris lagi. Kalimat tersebut dapat memicu pemberontakan dari bawahan. Menghasut adalah efek yang ditimbulkan dari provokasi. Hasutan ini yang menimbulkan rencana atau tindakan lebih lanjut dari provokasi. Hasutan da provokasi inilah yang menjadi awal dari tindakan-tindakan yang berujung kekerasan, diskriminasi, dan lain-lain.

(6) Menyebarkan berita bohong

Menyebarkan berita bohong adalah kegiatan menyebarkan berita-berita yang tidak sebenarnya. Berita tersebut tidak sesuai realita dan berbeda dengan fakta aslinya. Menurut Syafyahya (2018:16), ciri-ciri menyebarkan berita bohong adalah memberikan berita palsu atau hoaks (hoax) kepada pihak lain.

Berita palsu tersebut dapat membuat kerugian pada pihak-pihak tertentu.

Contoh kalimat:

Dia curang dalam ulangan tadi. Dia melirik ke jawaban ulanganku.

Kalimat tersebut mengandung makna hoaks dan makna tersebut terlihat pada kata curang dan melirik. Padahal siswa tersebut tidak melakukan kecurangan.

Namun, temannya menyebarkan berita bohong tersebut untuk menutupi kesalahannya sendiri. Inilah yang disebut berita bohong. Seseorang menyebarkannya agar pihak lain mengalami kerugian.

Berdasarkan ujaran kebencian dalam Surat Edaran Kapolri Nomor:

SE/6/2015, ada delapan bentuk perbuatan yang bisa dianggap sebagai ujaran kebencian (Christianto, 2018:3). Kedelapan bentuk tersebut adalah:

(1) Penghinaan;

(2) Pencemaran nama baik;

(3) Penistaan;

(4) Perbuatan tidak menyenangkan;

(5) Memprovokasi;

(6) Menghasut;

(7) Penyebaran berita bohong; dan

(8) Tindakan yang berdampak diskriminasi, kekerasan, penghilangan, dan/atau konflik sosial.

Ada sebuah perbedaan antara pendapat Syafyahya dengan Surat Edaran Kapolri tersebut. Hal ini disebabkan karena tindakan yang memiliki dampak tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian. Tindakan tersebut baru bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian apabila tindakan tersebut bersumber dari ujaran-ujaran yang memiliki maksud untuk menghasut, memprovokasi, atau menghina.

Komentar-komentar tersebut tentu memiliki makna yang sesuai dengan konteks atau situasinya. Makna yang sesuai konteks inilah yang disebut sebagai makna pragmatik. Apabila makna tuturan tersebut telah keluar dari konteksnya, makna tersebut sudah tidak bisa disebut sebagai makna pragmatik. Bila makna tuturan tersebut berada lepas dari konteks, makna itu disebut dengan makna semantik.

Dokumen terkait