• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Kerja Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Kerangka Kerja Penelitian

Tumor Ovarium

Kriteria Penerimaan dan Penolakan

Pengambilan Sampel Darah (Kadar Osteopontin)

Operasi

Histopatologi

Tumor Ovarium Tumor Ovarium Non-epithelial Epithelial

Kriteria Penolakan

Jinak Ganas (Kriteria Penerimaan)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Tumor Ganas Ovarium 2.1.1. Pendahuluan

Tumor ganas ovarium masih menjadi masalah di berbagai belahan dunia, dengan insidensi yang semakin meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Pada usia dibawah 40 tahun insidensinya 1,4/100.000 wanita, sementara pada usia diatas 65 tahun insidensinya meningkat menjadi 45/100.000 wanita, dengan usia median ketika terdiagnosa adalah 61 - 63 tahun. (1,4,9,10)

Meskipun mayoritas tumor ganas ovarium adalah jenis epithelial, tumor ganas ovarium dapat juga berasal dari sel lain yang terdapat di ovarium. Tumor ganas ovarium yang berasal dari sel germinal diklasifikasikan sebagai disgerminoma atau teratoma, sedangkan tumor ganas ovarium yang berasal dari sel folikel diklasifikasikan sebagai sex cord-stromal tumor, terutama tumor sel granulosa dan tumor yang berasal dari stroma ovarium adalah sarkoma. Akan tetapi, angka kejadian tumor ganas ovarium non-epithelial kecil sekali sehingga angka kejadian tumor ganas ovarium jenis epithelial dianggap sebagai angka kejadian seluruh tumor ganas ovarium. (1,4,5,8)

2.1.2. Etiologi

Hipotesis Incessant Ovulation

Teori ini pertama sekali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi terjadi kerusakan pada sel-sel epithel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna dibutuhkan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan dapat menimbulkan proses transformasi dari sel-sel ovarium menjadi sel-sel tumor. (1,10)

Hipotesis Gonadotropin

Teori ini didasarkan pada data yang diperoleh dari percobaan terhadap binatang dan data epidemiologi. Jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, maka kadar hormon gonadotropin akan meningkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang percobaan. Berkurangnya resiko tumor ganas ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotropin pada kedua kelompok ini. (1,10)

Hipotesis Androgen

Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh Risch pada tahun 1998 yang menyatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya tumor ganas ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epithel ovarium selalu terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam percobaan invitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epithel ovarium normal dan sel-sel tumor ganas ovarium jenis epithelial dalam kultur sel. (1,10)

Hipotesis Progesteron

Progesteron memiliki peranan protektif terhadap terjadinya tumor ganas ovarium dan epithel normal ovarium mengandung reseptor progesteron. Progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epithel ovarium. Pada kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi akan menurunkan resiko tumor ganas ovarium. Hal ini menjelaskan mengapa resiko terjadinya tumor ganas ovarium pada wanita dengan paritas yang tinggi lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang nullipara. (1,10)

Faktor Herediter

Antara 5 – 10% dari tumor ganas ovarium dianggap bersifat herediter. Kelompok tumor ganas ovarium ini termasuk dalam sindroma hereditary breast and ovarian cancer (HBOC) dan disebabkan oleh terjadinya mutasi di gen BRCA1 dan BRCA2.

Selain itu, tumor ganas ovarium juga merupakan bagian dari sindroma hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC). HNPCC adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh autosomal dominant disorder yang berkaitan dengan kerusakan gen yang bertanggung jawab atas terjadinya reparasi yang tidak normal dari DNA.

(1,7,10)

2.1.3. Gejala Tumor Ganas Ovarium

Tumor ganas ovarium tidak menunjukkan gejala yang khas pada stadium awal, hal ini yang menyebabkan lebih dari 70% penderita tumor ganas ovarium ditemukan pada stadium yang telah lanjut (stadium III dan IV). Gejala baru akan dikeluhkan penderita apabila massa tumor telah menekan kandung kemih atau rektum sehingga keluhan sering berkemih dan konstipasi muncul. Kadang-kadang gejala seperti distensi perut sebelah bawah, rasa tertekan, dan nyeri dapat pula ditemukan.

(1,4,5,10,12-15)

2.1.4. Tanda-tanda Tumor Ganas Ovarium

Tanda paling penting adanya tumor ganas ovarium adalah ditemukannya massa tumor di pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya irregular dan terfiksir ke dinding panggul, keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan. (1,4,5,10,12-15)

Tabel 2.1 Tampilan makroskopis tumor ovarium jinak dan ganas (1)

Jinak Ganas*

• Unilateral • Bilateral

• Kapsul utuh • Kapsul pecah

• Bebas dari perlekatan • Adanya perlengketan dengan organ sekitarnya

• Permukaan licin • Pertumbuhan abnormal di

permukaan tumor

• Tidak ada ascites • Ascites

• Peritoneum licin • Ada metastasis di peritoneum

• Seluruh permukaan tumor viabel • Ada bagian-bagian yang nekrotik dan berdarah

• Tumor kistik • Padat atau kistik dengan bagian-bagian padat

• Permukaan dalam tumor licin • Terdapat pertumbuhan papiler intra tumor

• Bentuk tumor seragam • Bentuk tumor bermacam-macam

* Tanda-tanda ini tidak patognomonik untuk keganasan

2.1.5 Histologi Tumor Ganas Ovarium (1-6,8-10)

Hampir 90% tumor ganas ovarium berasal dari epitel koelom atau mesotelium yang kemudian dikenal sebagai tumor ganas ovarium jenis epithelial dan 10% adalah tumor ganas ovarium non-epithelial. Secara histologi tumor ganas ovarium dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu :

• Tumor epithelial

• Tumor sel germinal

• Tumor sex-cord dan stromal

• Tumor sel lipid

• Sarkoma

• Tumor metastasis

Klassifikasi tumor ganas ovarium epithelial menurut WHO : 1. Serous tumors

• Adenocarcinoma

• Surface papillary adenocarcinoma

• Malignant adenofibroma and cystadenofibroma 2. Mucinous tumors

• Adenocarcinoma

• Malignant adenofibroma

• Mural nodule arising in mucinous cystic tumor 3. Endometrioid tumors

• Adenocarcinoma

• Adenoacanthoma

• Adenosquamous carcinoma

• Malignant adenofibroma with a malignant stromal component

• Adenosarcoma

• Endometrial stromal sarcoma

• Carcinosarcoma homologous and heterologous

• Undifferentiated sarcoma 4. Clear cell carcinoma

• Adenocarcinoma 5. Transitional cell tumors

• Malignant Brenner’s tumor

• Transitional cell carcinoma (non-Brenner type) 6. Squamous cell carcinoma

7. Malignant mixed epithelial tumors (specify types) 8. Undifferentiated carcinoma

2.1.6. Stadium Tumor Ganas Ovarium (1)

Stadium tumor ganas ovarium disusun menurut keadaan yang ditemukan pada saat laparatomi eksplorasi. Stadium tersebut menurut International Federation of Gynecologist and Obstetricians (FIGO) adalah sebagai berikut :

Stadium I : Pertumbuhan terbatas pada ovarium

Stadium Ia : pertumbuhan terbatas pada 1 ovarium; tidak ada asites yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.

Stadium Ib : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada asites berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.

Stadium Ic : tumor dengan stadium Ia atau Ib tetapi ada tumor di permukaan luar satu atau kedua ovarium atau dengan kapsul pecah atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.

Stadium II : Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul

Stadium IIa : perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba.

Stadium IIb : perluasan ke jaringan pelvis lainnya.

Stadium IIc : tumor stadium IIa atau IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah, atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.

Stadium III : Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan / atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif. Metastasis permukaan liver masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara

histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum.

Stadium IIIa : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya penumbuhan (seeding) di permukaan peritoneum abdominal.

Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik , diameter tidak melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.

Stadium IIIc : implan di abdomen dengan diameter > 2 cm dan/atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.

Stadium IV : penumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga metastasis ke parenkim liver.

2.2. Penanda Tumor

Sinonim untuk penanda tumor adalah tumor marker atau biomarker atau imunohistologik marker. Adanya penanda tumor mengindikasikan perubahan biologik yang memberikan sinyal adanya malignansi dalam organisme induk (host).

Substansi ini biasanya dapat berkaitan dengan keganasan tertentu. (1)

Penanda tumor secara garis besar dapat dibagi atas dua yaitu TSA (Tumor Spesific Antigens) yang diproduksi oleh tumor itu sendiri dan tidak dijumpai pada sel normal.

Penanda tumor ini dibentuk oleh peptida yang kemudian akan dipresentasikan di permukaan sel tumor oleh molekul MHC kelas I (class I MHC). Golongan penanda tumor kedua yaitu TAA (Tissue Associated Antigens) yaitu penanda tumor yang diproduksi oleh organ yang berespons karena keberadaan tumor ganas tersebut sehingga penanda tumor ini tidak hanya ditemukan pada sel-sel tumor namun juga pada sejumlah sel normal. (1,34)

Dalam penggunaannya penanda tumor dapat dimanfaatkan untuk :

• Pemeriksaan penapis (skrining) pada populasi yang beresiko menderita tumor ganas;

• Mendukung konfirmasi diagnosis tumor ganas secara lebih spesifik;

• Menentukan tingkat prognosis;

• Pengawasan terhadap keadaan remisi pasien atau menilai respon suatu terapi, baik pembedahan, radiasi maupun kemoterapi.

Dewasa ini penanda tumor lebih banyak diarahkan sebagai pemeriksaan penapis (skrining) untuk mendeteksi secara dini adanya suatu tumor ganas sehingga diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan oleh tumor tersebut. Suatu pemeriksaan penapis yang baik diharapkan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. (35)

Penanda tumor ganas ovarium yang telah dikenal saat ini diantaranya 125, CA-19-9, CA 15-3, CA 72-4, LSAS (lipid-associated sialic acid), LPA (lysophosphatide acid), dan osteopontin. (1,4,5,23-25)

Efektivitas dari masing-masing penanda tumor ini masih tetap diuji terus menerus untuk mendapatkan penanda tumor dengan efektivitas yang paling tinggi dalam mendiagnosa tumor ganas ovarium.

2.3. Osteopontin

Osteopontin (OPN) pertama sekali dikenal pada tahun 1979 sebagai suatu fosfoprotein yang disekresikan oleh sel-sel epitel maligna yang bertransformasi. (26) Pada tahun 1989 Heinegard dan kolega menemukan bahwa osteopontin ditemukan dalam osteoblast (27,28) dan terlibat dalam proses pembentukan dan kalsifikasi tulang. Kata “osteo” menunjukkan bahwa protein ini diekspresikan di dalam tulang, meskipun juga dapat diekspresikan oleh berbagai jaringan lainnya. Sementara itu kata “pontin” berasal dari bahasa Latin “pons” yang artinya jembatan, yang kemudian menunjukkan peran osteopontin sebagai protein penghubung. (27) Beberapa penelitian lanjutan kemudian juga menemukan bahan ini sebagai fosfoprotein I yang disekresikan (secreted phosphoprotein I/Spp1), 2ar, uropontin dan T-limfosit I yang teraktivasi dini (early T-lymphocyte activation-I/Eta-1). (26-29)

Osteopontin bersifat hidrofilik dan terdiri atas susunan asam amino yang tidak biasa yaitu 42 serin, 48 asam aspartat, dan 27 residu asam glutamat. (28,30) Osteopontin juga mengandung domain fungsional untuk pengikat kalsium, glikosilasi, fosforilasi, dan pengikat matriks ekstraselular. Osteopontin merupakan salah satu dari beberapa protein yang tergolong dalam kelompok SIBLING (small integrin-binding ligand N-linked glycoprotein), protein lain yang termasuk dalam kelompok ini antara lain bone sialoprotein (BSP), dentin matrix protein 1 (DMP 1), dentin sialoprotein (DSPP) dan matrix extrecellular phosphoglycoprotein (MEPE). Protein osteopontin secara luas terdistribusi dalam plasma darah, urin, air susu dan empedu. (26-31) Gomez-Ambrossi dan kawan-kawan menemukan bahwa kadar osteopontin yang meningkat dalam darah juga dapat digunakan sebagai biomarker untuk beberapa keganasan. (26,27)

2.3.1. Osteopontin Sebagai Biomarker

Hubungan antara peningkatan kadar osteopontin dan keberadaan dari suatu proses malignansi dapat dibuktikan dengan ditemukannya protein osteopontin di dalam sel-sel tumor dan juga di sekitar stroma dari beberapa jenis keganasan yang ditemukan pada manusia. (26,31,34) Penelitian-penelitian lebih lanjut juga menemukan bahwa kadar osteopontin di dalam plasma darah akan meningkat pada keganasan yang bermetastasis dibandingkan dengan yang tidak bermetastasis. (26,29,34,36)

Ekspresi osteopontin pada manusia dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya tumor promoter dan beberapa bahan kimiawi, osteopontin juga memiliki peran tertentu pada beberapa sel yang spesifik lewat beberapa mekanisme yang berbeda.

Penelitian yang dilakukan oleh Denhardt dan kolega mengungkapkan bahwa gen osteopontin dikontrol oleh grup Fos dan Jun dari onkoprotein dan sebagai konsekuensinya osteopontin dipercaya sebagai salah satu efektor dari onkogen yang teraktivasi yang memfasilitasi pertumbuhan tumor dan metastasis. (31)

Peran osteopontin dalam pertumbuhan tumor ganas melibatkan beberapa mekanisme yang kompleks diantaranya interaksi dengan reseptor-reseptor di permukaan sel, berperan dalam “pathway” faktor dan reseptor pertumbuhan, dan protease. Interaksi osteopontin dengan berbagai reseptor di permukaan sel akan

mengakibatkan aktivasi dari berbagai sinyal transduksi sel yang mengakibatkan perubahan-perubahan pada ekspresi dari serangkaian gen dan protein yang juga memberikan kontribusi terhadap perubahan perilaku sel, termasuk migrasi dan invasi. Efek dari osteopontin berbeda-beda, bergantung pada jenis selnya, misalnya pada jenis sel mana yang mengekspresikan integrin (integrin diekspresikan oleh sel-sel tumor dan jumlahnya bergantung pada derajat diferensiasi dari tumor itu sendiri).

Didapati bukti yang kuat bahwa osteopontin yang terlarut dalam plasma darah akan membantu beberapa jenis sel bertahan hidup bahkan bersifat immortal. (31)

Wong dan kawan-kawan (2001) menemukan bahwa kadar osteopontin ditemukan meningkat di dalam jaringan tumor dan di dalam serum wanita dengan tumor ganas ovarium dan berhubungan langsung dengan progresivitas dari tumor ganas itu sendiri. (28) Kim dan kawan-kawan (2002) mendapatkan hasil berupa kadar osteopontin dalam plasma yang lebih tinggi pada 51 pasien dengan tumor ganas ovarium epitelial dibandingkan dengan 107 kontrol yang sehat, 46 pasien dengan tumor jinak ovarium dan 47 pasien dengan keganasan ginekologik lainnya. (26,34,37) Shih dan kawan-kawan (2009) juga menemukan bahwa osteopontin menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kasus-kasus tumor ganas ovarium. (27,36)

2.3.2. Osteopontin dan Faktor Pertumbuhan

Pertumbuhan dari suatu tumor melewati beberapa tahapan yang penting. Selama proses pertumbuhan tersebut, sel-sel tumor ganas harus dapat melewati serangkaian tekanan untuk dapat bertahan seperti kondisi hipoksia, kurangnya aliran nutrisi, asidosis dan hilangnya faktor-faktor adhesi, dimana semua ini dapat berakhir pada kematian sel. Hipoksia merupakan salah satu faktor stres dalam pertumbuhan tumor yang tidak dapat dielakkan. Salah satu komponen yang dapat mempertahankan pertumbuhan tumor dalam kondisi hipoksia adalah induced factor-1 (HIF-1) yang pengeluarannya diinduksi oleh osteopontin. Hypoxia-induced factor-1 (HIF-1) adalah suatu aktivator transkripsional berbentuk heterodimer basic helix – loop helix yang terdiri dari dua subunit, yaitu HIF-1α dan HIF-1β. Kedua bentuk HIF-1 ini dibentuk dan diaktivasi untuk membantu proses transkripsi dari beberapa jenis gen, yang mana produk-produknya sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tumor. HIF-1β kadarnya stabil di dalam sel, sementara HIF-1α

akan dihasilkan oleh sel-sel tumor sebagai reaksi terhadap kondisi hipoksia. Dalam keadaan normoksia, HIF-1α akan dimodifikasi oleh propil hidroksilasi, untuk kemudian berikatan dengan protein von Hippel-Lindau, selanjutnya akan mengalami degradasi. Proses ini mempertahankan kadar yang rendah dari HIF-1α pada sel-sel yang normoksia. Dalam keadaan hipoksia, propil hidroksilasi akan diinaktivasi , sehingga proses penghancuran atau degradasi dari HIF-1α tidak akan berlangsung, kondisi ini mempertahankan kadar yang tinggi dari HIF-1α di dalam sel-sel yang hipoksia. (29)

Transkripsi osteopontin dapat diaktivasi oleh onkogen ras dan diduga memainkan peranan penting dalam transformasi neoplastik, metastasis dan progresifitas tumor ganas. Osteopontin umumnya tidak ditemukan atau diekspresikan dalam kadar yang sangat rendah pada jaringan yang normal, namun kadarnya akan segera meningkat pada beberapa sel epitel preneoplastik dan neoplastik. (31)

Beberapa penelitian telah mendeskripsikan hubungan antara integrin dan reseptor-reseptor membran lainnya, salah satunya adalah urokinase-type plasminogen activator (uPA) dan reseptornya (uPAR) yang telah diketahui memiliki peran dalam metastasis tumor. Enzim-enzim proteolitik dipercaya memiliki peran terhadap metastasis dan pertumbuhan tumor lewat beberapa mekanisme, diantaranya degradasi dari komponen matriks ekstraselular dan memfasilitasi proses migrasi dan invasi ataupun aktivasi oleh protease lainnya. Osteopontin diduga meningkatkan ekspresi uPA, kemungkinan dihubungkan dengan interaksi antara integrin pengikat osteopontin (osteopontin-binding integrins) dengan uPA dan uPAR. Carriero dan kolega mendapati bahwa interaksi antara integrin dengan uPAR meningkatkan migrasi dari sel-sel tumor ganas. Oleh karenanya osteopontin diduga meningkatkan malignansi dari sel-sel tumor ganas lewat peningkatan fungsi uPA yang dirangsang oleh ikatannya dengan integrin lewat uPAR. Sebaliknya jumlah dan fungsi uPAR yang menurun dikaitkan dengan tersembunyinya sel-sel tumor in vivo. Oleh karenanya ikatan dan aktivasi dari osteopontin pada permukaan sel integrin yang spesifik dapat merangsang keluarnya sel-sel tumor dari tempat persembunyiannya dengan membantu interaksi antara integrin dan uPAR. (31,34)

2.3.3. Peran Osteopontin dalam Angiogenesis

Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah-pembuluh darah baru yang dibutuhkan untuk mempertahankan pertumbuhan dan metastase dari sel-sel tumor. Proses yang kompleks ini membutuhkan peran yang terkoordinasi antara faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptornya, protein ekstraselular, molekul-molekul adhesi dan enzim-enzim proteolitik. (31)

Beberapa penelitian melaporkan peran osteopontin dalam proses angiogenesis, namun demikian masih banyak diantara penelitian tersebut yang tidak memaparkan secara pasti dan mungkin membutuhkan klarifikasi lebih lanjut tentang detail proses ini. Hubungan antara osteopontin dan proses angiogenesis adalah melalui kemampuan osteopontin untuk mengikat αvβ3 integrin yang merupakan salah satu marker dari proses angiogenesis yang akan diekspresikan oleh neovaskular dari sel-sel endotelial. (31)

Brooks dan kawan-kawan menemukan bahwa ekspresi dari αvβ3 integrin meningkat selama proses angiogenesis, dan penghambatan yang dilakukan terhadap integrin ini terbukti menghambat proses angiogenesis. Lebih lanjut, peran dari αvβ3 integrin dalam proses mempertahankan kelangsungan dan diferensiasi dari sel-sel vaskular selama proses angiogenesis in vivo juga telah dibuktikan. Sebagai tambahan, integrin ini dan osteopontin telah terbukti secara signifikan berperan dalam proses repair dan regenerasi dari vaskular, dimana osteopontin dapat menstimulasi proses adhesi dan migrasi dari sel-sel endotelial, dan αvβ3 integrin serta osteopontin secara bersama-sama akan meningkat ketika terjadi kerusakan vaskular. (31,34)

2.3.4. Peran Osteopontin dalam Kelangsungan Sel Tumor

Osteopontin akan membantu mempertahankan kelangsungan sel-sel tumor ganas dengan membantu proses ketahanan hidup dari beberapa jenis sel tertentu, lewat interaksinya dengan berbagai sistem pertahanan tubuh. Sel-sel yang terpengaruh, termasuk sel-sel tumor, sel-sel endotel vaskular, sel-sel infiltrasi tumor dari sistem imun, dan efek dari semua interaksi ini akan berpengaruh terhadap malignansi dan pertumbuhan dari tumor. Sebagai contoh adalah peran osteopontin yang secara tidak langsung membantu ketahanan hidup sel-sel tumor lewat hubungannya

dengan makrofag. Interaksi antara osteopontin dan αvβ3 integrin diketahui mempengaruhi produksi dari nitrit oksida oleh makrofag. Nitrit oksida diproduksi oleh beberapa jenis sel yang berbeda-beda, termasuk makrofag dan sel-sel endotel vaskular, nitrit oksida dapat berperan sebagai molekul penanda yang sangat kuat, sebagaimana juga bersifat sitotoksisitas yang terlokalisir. Meskipun nitrit oksida efektif untuk melawan invasi mikroba dan sel-sel tumor, osteopontin ternyata dapat menghambat produksinya, dan oleh karenanya memiliki peran yang penting dalam sistem pertahanan tumor terhadap sistem imun. Produksi osteopontin oleh sel-sel tumor dapat menjaga kelangsungan pertumbuhan tumor dan metastasenya dengan cara melindungi sel tumor terhadap pengaruh dari nitrit oksida. Dalam hal ini, sel-sel tumor yang memproduksi osteopontin akan lebih memungkinkan untuk bertumbuh dibandingkan dengan sel-sel tumor yang tidak menghasilkan osteopontin. (31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian uji diagnostik untuk menentukan apakah osteopontin dapat digunakan sebagai penentu diagnostik pada tumor ganas ovarium epithelial.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU, RSUP H.

Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, RS PTP II Putri Hijau Medan, Rumkit Kesdam Putri Hijau Medan, RS Haji Mina Medan, RS Sundari Medan,Rumah Sakit Imelda Medan, Departemen Patologi Anatomi FK-USU RSUP H. Adam Malik Medan, dan Laboratorium Klinik Prodia yang dilakukan mulai dari Januari – Oktober 2011.

3.3. POPULASI PENELITIAN

Seluruh penderita tumor ovarium yang memenuhi kriteria penerimaan yang datang ke poliklinik ginekologi dan onkologi yang direncanakan untuk laparatomi elektif, dimasukkan ke dalam penelitian ini dan memenuhi kriteria penerimaan.

3.4. SAMPEL PENELITIAN

Besar sampel penelitian dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (dikutip dari Penelitian Diagnostik oleh M. Sopiyudin Dahlan) :

n = Zα √2V1 + Zβ√V1 + V2 Ѳ1 – Ѳ2

Keterangan :

n = besar sampel penelitian Zα = deviat baku alpha Zβ = deviat baku beta

Ѳ1 – Ѳ2 = selisih minimal AUC antara dua indeks yang dianggap bermakna Ѳ2 = AUC dari indeks yang sudah diketahui

Ѳ1 = AUC dari indeks yang diteliti

V1 = Q11 + Q21 - 2Ѳ12

V2 = Q12 + Q22 - 2Ѳ22

Q11 = Nilai Q1 dari indeks yang diteliti = Ѳ1 : (2 - Ѳ1) Q21 = Nilai Q2 dari indeks yang diteliti = 2Ѳ12

: (1 + Ѳ1) Q12 = Nilai Q1 dari indeks yang telah ada = Ѳ2 : (2 – Ѳ2) Q22 = Nilai Q2 dari indeks yang telah ada = 2Ѳ22

: (1 + Ѳ2)

Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus ini sangat rumit bila dilakukan secara manual. Oleh karenanya, sudah ditetapkan tabel perhitungan besar sampel dengan berbagai kondisi untuk memudahkan perhitungan.

Tabel 3.1 Besar Sampel untuk Nilai AUC, Kesalahan Tipe I dan Kesalahan Tipe

A = kesalahan tipe satu 5%, hipotesis dua arah; kesalahan tipe dua 20%

B = kesalahan tipe satu 5%, hipotesis dua arah; kesalahan tipe dua 10%

C = kesalahan tipe satu 5%, hipotesis satu arah; kesalahan tipe dua 20%

D = kesalahan tipe satu 5%, hipotesis satu arah; kesalahan tipe dua 10%

3.5. KRITERIA SAMPEL 3.5.1. Kriteria Penerimaan

3.5. KRITERIA SAMPEL 3.5.1. Kriteria Penerimaan

Dokumen terkait