A. Latar Belakang
2. Kerangka Konsep
Suatu kerangka konsepsional, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.120
Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat keyakinannya akan konsepnya sendiri mengenai sesuatu permasalahan.121
Dalam penelitian hukum, kerangka konsepsional diperoleh dari peraturan perundang-undangan atau melalui usaha untuk merumuskan atau membentuk
118
Dhurorudin Mashad, Korupsi Politik, Pemilu dan Legitimasi Pasca Orde Baru, (Jakarta: PT. Pustaka CIDESINDO, 1999), hlm. 79.
119
Ibid.
tersebut sekaligus merumuskan defenisi-defenisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data.122
Sedangkan kerangka konsepsional dalam merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum, kegunaannya tidak hanya terbatas pada penyusunan kerangka konsepsional saja, akan tetapi bahkan pada usaha merumuskan defenisi- defenisi operasional diluar peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, konsep merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Karena konsep masih bergerak di alam abstrak, maka perlu diterjemahkan dalam bentuk kata-kata, sehingga dapat diukur secara empiris.123
Oleh karena itu, untuk menghindarkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam disertasi ini, maka dipandang perlu untuk mendefenisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan makna variabel yang ditetapkan dalam topik :
Sistem Pemilihan Umum dimaksudkan adalah sistem pemilihan mekanis yang menempatkan rakyat sebagai suatu individu yang sama, yang diselenggarakan berdasarkan mekanisme sistem perwakilan proporsional, distrik atau perpaduan keduanya.124 Dalam kaitan ini, dikaji sistem pemilihan umum yang dianut dalam Negara Republik Indonesia melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga terbentuk DPRD hasil pemilihan umum tahun 1999 baik sebagai hasil
122
Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 137.
123
any group of interrelated components or parts which function together to achieve a goal (sistem itu merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan
bersama-sama berfungsi untuk mencapai sesuatu tujuan).125
Realitas demikian menunjukkan bahwa kajian terhadap sistem pemilihan umum dalam paradigma demokrasi merupakan keberhubungan antara ilmu
kepemiluan dengan ilmu kepartaian serta ilmu keparlemenan, yang oleh Rusadi Kantaprawira, diberi nama "psepho-stasi -parlementologi ".126
Keterwakilan Politik Masyarakat (Political Representativeness) diartikan sebagai terwakilinya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakil mereka di dalam lembaga-lembaga dan proses politik. Kadar keterwakilan politik tersebut ditentukan oleh sistem perwakilan politik (political representation) yang berlaku di dalam masyarakat bersangkutan. Keterwakilan politik dimaksud diukur dari kemampuan wakil bertindak atas nama pihak yang diwakili, oleh karena itu konsep ini menyangkut himpunan elit di dalam lembaga-lembaga politik yang berwenang bertindak atas nama anggota masyarakat untuk menentukan kebijaksanaan guna mencapai tujuan dan kepentingan masyarakat tersebut, yaitu lembaga perwakilan rakyat.127 Keterwakilan politik itu sendiri menurut M. Solly Lubis dapat dibagi kedalam 2 (dua) pengertian yaitu:
Pertama, dari segi formil, berkenaan dengan kwantitas dan kehadiran
calon yang dipilih. Artinya terdapat wakil tiap golongan politik pada lembaga perwakilan. Kedua, dari segi materil dalam arti tertampungnya aspirasi konstituen dan tersalurnya aspirasi menjadi butir-butir kebijakan
125
M. Solly Lubis, Sistem Nasional, (Bandung: C.V. Mandar Maju, 2002), hlm. 12.
126
Rusadi Kantaprawira, Pengaruh Pemilihan Umum …, op. cit., hlm. 6.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat yang dipilih oleh rakyat daerah melalui pemilihan umum atau diangkat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,129 sehingga dipandang merupakan kemauan rakyat atau kemauan umum dengan jalan ikut menentukan kebijaksanaan umum
(public policy) yang mengikat seluruh masyarakat daerah bersangkutan dan sekaligus
ikut mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan tersebut sebagai wujud pertanggung jawaban lembaga ini kepada pemilihnya, yang diimplementasikan melalui berbagai hak yang melekat pada lembaga perwakilan. Untuk memudahkan kajian, maka penulis membatasi pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hasil pemilihan umum 1999 dan pemilihan umum 2004, meskipun demikian dalam pembahasan secara historis dikaji Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebelumnya.
Dalam hubungan ini, disamping menganalisis berbagai implementasi fungsi DPRD, juga dikaji pengaturan mengenai lembaga perwakilan rakyat tersebut, karena pengaturan tersebut mengandung beberapa tujuan sebagai berikut : Pertama, menciptakan lembaga perwakilan rakyat yang dapat lebih merepresentasi rakyat. Kedua, mendorong terciptanya mekanisme checks and balances antar lembaga-lembaga negara.
Partisipasi politik sebagaimana dikemukakan Samuel P. Huntington dan Joan M.
Nelson:”by political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decision making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal,
128
Marzuki, Strategi Penjaringan dalam Pendataan Pemilih yang Efektif dan Efisien, Makalah disampaikan pada Diskusi Evaluasi Pemilihan Umum diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Medan, (Medan: KPU Kota Medan, Jum’at, 29 Desember 2006, hlm. 2.
individu atau kolektif, terorganisir atau spontan, berkesinambungan atau sekali-sekali, damai atau kekerasan, sah atau tidak sah, efektif atau tidak efektif).130
Dalam konteks ini, partisipasi tersebut bukan merupakan hasil rekayasa dari kekuasaan (mobilized participation), melainkan partisipasi itu atas kehendak penuh dari warga negara yang memiliki political will yang tinggi terhadap pembangunan bangsa (autonomic participation).
Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya untuk menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda, untuk memperoleh dukungan rakyat. Dengan demikian partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas.131
Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang partai politik disebutkan bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum.
Artikulasi kepentingan dimaksudkan dalam suatu sistem politik merupakan
130
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice: Political Participation in
Developing Countries, (Cambridge: Harvard University Press, 1977), hlm. 3. 131
keputusan-keputusan yang mengikat. Hal ini akan menghasilkan berbagai kebijakan umum, undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya.132
Dengan demikian, DPRD sebagai wakil rakyat akan mampu menggabungkan pelbagai kepentingan baik berupa tuntutan maupun aspirasi masyarakat (intrest aggregation), untuk kemudian dirumuskan secara teratur melalui proses perumusan kepentingan (interest articulation) yang pada gilirannya menjadi kebijakan pemerintah dalam bentuk kebijaksanaan umum (public polcy).
Untuk itu, DPRD harus mampu melaksanakan fungsinya secara harmoni, baik dalam kapasitas sebagai mitra sejajar dari Eksekutif Daerah maupun dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga negara lain di tingkat pusat, serta mempunyai hubungan yang erat dengan rakyat yang diwakilinya
(refresentativeness).
Dalam konteks inilah urgensi pemberdayaan anggota DPRD menjadi sangat relevan dikemukakan, sejalan dengan semangat otonomi daerah yang menegaskan bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik dalam rangka fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan Daerah.
Bertolak pada realitas tersebut, secara normatif DPRD sebagai lembaga legislatif daerah dengan kedudukan, hak dan kewenangannya berdasarkan Undang- undang No. 22 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004, diharapkan mampu berkiprah lebih besar dalam rangka menata kembali
demokratis, makmur dan berkeadilan.
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep tersebut, maka skema alur pikir dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
Berdasarkan identifikasi masalah dan tujuan penelitian ini, maka spesifikasi atau tipe penelitian preskriptif analitik133, karena melalui penelitian
ini ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.134
Dalam penelitian preskriprif135 ini, analisis data tidak keluar dari lingkup permasalahan, dan berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.
Berkenaan dengan penelitian ini, maka akan dianalisis keterkaitan pemilihan umum dengan keterwakilan politik masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara, sehingga diperoleh petunjuk-petimjuk atau masukan- masukan serta saran-saran untuk mewujudkan hubungan yang lebih erat antara konsituen dengan para wakilnya yang duduk di DPRD, khususnya dalam mengaplikasikan berbagai fungsi yang melekat pada DPRD sebagai wakil rakyat.
Hal ini sejalan dengan pandangan M. Solly Lubis136 yang menyebutkan bahwa untuk penelitian preskriptif-analitik, terdapat hal yang sifatnya prob1ematik yang memerlukan pemecahan masalah secara preskriptif, sehingga untuk sementara didahului dengan hipotesa, yang kemudian diverifikasi kebenarannya melalui penelitian.
133
M. Solly Lubis, Filsafat llmu …, op.cit., hlm. 77.
134
Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 10.
135
adalah metode penelitian yuridis normatif (legal research)137 dan yuridis sosiologis (sosio legal research).138 Penelitian hukum normatif digunakan,
karena data-data yang diteliti berupa data sekunder atau bahan pustaka hukum, yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang berkaitan dengan produk hukum bidang politik, seperti pemilihan umum, lembaga perwakilan rakyat di Indonesia. Sementara penelitian hukum sosiologis atau empiris digunakan untuk memperoleh data-data primer melalui penelitian lapangan, seperti data kegiatan DPRD hasil Pemilu 1999 maupun hasil Pemilu 2004, wawancara, angket berkaitan dengan tingkat partisipasi masyarakat dan keterwakilan politik masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. Demikian juga data-data tentang pelaksanaan fungsi DPRD baik di bidang pembuatan peraturan daerah maupun bidang pengawasan, sehingga diperoleh berbagai input untuk dijadikan output dalam menyusun berbagai produk hukum bidang politik.
3. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel.
a. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada Provinsi Sumatera Utara, yang saat ini terdiri dari 25 daerah kabupaten/kota. Untuk menentukan lokasi penelitian dari 25 kabupaten/kota tersebut, ditetapkan beberapa lokasi penelitian, yaitu : Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Mandailing Natal, dan Kabupaten Langkat, khususnya pada DPRD masing-masing
137
tingkat pluralisme dan homogenitas masyarakat daerahnya dalam berbagai aspek sosial, yang sangat berpengaruh terhadap budaya politik dan budaya hukum anggota DPRD dalam merefleksikan kedudukannya sebagai wakil rakyat.
b. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan kabupaten dan kota pada Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri atas 25 kabupaten/kota. Memperhatikan besarnya jumlah populasi tersebut, maka dipilih sebagai sampel, yang meliputi 2 (dua) Kota, yaitu Kota Medan dan Kota Tebing Tinggi, dan 3 (tiga) Kabupaten : Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Langkat, serta. Sedangkan informan139, yang dijadikan sumber informasi pengumpulan data, dipilih baik dari anggota DPRD dan mantan anggota DPRD, beberapa LSM, Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat DPRD. Selain itu, untuk memperoleh data primer juga digunakan beberapa responden, yang diambil dari beberapa anggota DPRD maupun mantan anggota DPRD, beberapa LSM maupun kelompok-kelompok masyarakat berdasarkan profesi, yang terdapat pada Provinsi Sumatera Utara, atau secara spesifik pada masing-masing kabupaten/kota yang dijadikan sampel penelitian, yang dipilih secara
purposive/judmental sampling140, yaitu :
l. Anggota dan mantan anggota DPRD dari sampel penelitian, sebanyak 20
139
Burhan Ashshofa, Motode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 22.
140
Ibid., hlm. 91. Dalam hubungan ini disebutkan bahwa Purposive Sampling adalah
merupakan jenis non-probability sampling, dimana sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan subjektip dari penelitian, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri responden mana yang
2. Kelompok masyarakat, meliputi : PNS, Petani/nelayan, profesi/jasa, pekerja, pengusaha masing-masing sebanyak 15 orang.
3. LSM, sebanyak 20 (dua puluh) LSM dari sampel penelitian.
4. A1at Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, wawancara, dan studi dokumen. Kuesioner ini disusun dengan menggunakan sistem tertutup dan semi terbuka. Sistem tertutup dilakukan agar memudahkan responden untuk memberikan jawaban dengan memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Semi terbuka digunakan untuk mengetahui pandangan responden tentang hal-hal di luar yang telah ditentukan jawabannya di dalam kuesioner itu. Melalui wawancara dan kuesioner ini akan diperoleh data primer.
Studi dokumen untuk memperoleh data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan hukum dan politik, dengan memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu mempunyai relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan, akurasi datanya serta aktualitas masalahnya.
5. Prosedur Pengambilan dan Pcngumpulan Data.
Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitiaan, yaitu : a) Penelitian kepustakaan, dan b) Penelitian lapangan. Kegiatan penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Data yang diperoleh dapat berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier. Berdasarkan penelitian hukum normatif dan hukum sosiologis diperoleh data sekunder yang merupakan bahan kajian
selanjutnya dilakukan penelitian dengan pendekatan multy entry yang bersifat sosiologis, dimulai dari langkah awal, yaitu melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan di bidang politik, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan umum serta peraturan-peraturan lainnya yang dinilai mempunyai keterkaitan atau hubungan.
Penelitian lapangan yang dilakukan pada pokoknya adalah dalam rangka memperoleh data primer yang mendukung data sekunder. Dari data primer, dapat diketahui pengaruh Pemilihan umum terhadap keterwakilan politik masyarakat pada DPRD, misalnya melalui pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD, guna memperoleh masukan arah kebijakan atau pengaturan sistem pemilihan umum yang representatif pada masa yang akan datang.
6. Analisis Data
Untuk menganalisis data digunakan pendekatan kualitatif, yaitu menganalisis data secara mendalam dan holistic, untuk kemudian dilakukan penafsiran. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kepustakaan dan wawancara dengan Sekretariat DPRD beserta beberapa mantan anggota DPRD maupun anggota DPRD, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara maupun Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dan lain-lain yang dipandang kompeten, seperti LSM.
Secara Umum pengambilan data dari pokok bahasan diawali dengan pengecekan data, apakah data yang dikumpulkan lewat kuesioner sudah lengkap diisi oleh responden, atau catatan dari hasil wawancara telah disesuaikan dengan
dokumen.
Di samping itu, dalam penelitian ini disajikan data kuantitatif sebagai penunjang berupa statistik, seperti Hasil Pemilihan Umum 1999 dan Pemilihan Umum 2004, jumlah anggota DPRD serta pelaksanaan fungsi DPRD sesuai dengan hak-hak yang melekat padanya.
Berdasarkan analisis terhadap pokok bahasan tersebut di atas, maka dapat dilakukan penafsiran dengan metode interprestasi yang dikenal dalam ilmu hukum dan dilakukan penawaran kebijakan (policy) pembentukan hukum secara
futuristic. Hasil dari interpretasi yuridis ini, diharapkan dapat menjawab segala
permasalahan hukum yang diajukan dalam disertasi ini secara holistik.
G. Asumsi
Untuk memberi arah pengkajian dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka disusun asumsi berdasarkan identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Bahwa sistem rekrutmen keanggotaan DPRD dalam sistem pemilihan umum di Indonesia pada tahun 1999 dan 2004 didasarkan pada sistem pemilihan proporsional murni, dengan stelsel daftar tertutup melalui pemilihan tanda gambar bukan calon, serta dengan stelsel daftar terbuka yang dilakukan dengan memilih tanda gambar maupun calon yang disertai pilihan tanda gambar.
2. Bahwa sistem Pemilihan Umum yang didasarkan pada sistem proporsional melahirkan anggota DPRD yang lebih cenderung mewakili partai daripada mewakili rakyat (konsituennya).
DPRD dan kapabilitas serta kualitas anggota DPRD.
4. Bahwa untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya adalah melalui : perubahan sistem pemilihan umum dan produk hukum pendukungnya, peningkatan kualitas calon anggota lembaga perwakilan rakyat dalam persyaratan calon, serta melakukan pelatihan dan kursus- kursus terhadap anggota lembaga parwakilan rakyat.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan Disertasi ini dibagi dalam 6 (enam) bab sebagaimana diuraikan berikut ini :
Bab Pertama, sebagai pendahuluan, meliputi : latar belakang, perumusan
masalah, tujuan, manfaat penelitian, kerangka teori dan konsepsi, metode penelitian yang digunakan, asumsi dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, membahas sendi-sendi demokrasi dan pemilihan umum, dalam
hal ini dibahas konsepsi teoritis tentang kedaulatan, kedaulatan rakyat dan demokrasi, sistem kepartaian dan partisipasi politik, teori dan sistem pemilihan umum, lembaga perwakilan rakyat dalam pemerintahan demokrasi.
Bab Ketiga, membahas tentang konstruksi hukum sistem pemilihan umum
ditinjau dari pendekatan paradigmatik, dalam hal ini dibahas paradigma sistem pemilihan umum berdasarkan UUD 1945 periode I, paradigma sistem pemilihan umum berdasarkan Konstitusi RIS 1949, paradigma sistem pemilihan umum berdasarkan UUDS 1950, paradigma sistem pemilihan umum berdasarkan UUD
Bab Keempat, memaparkan tentang perkembangan garis peraturan
perundang-undangan tentang dewan perwakilan rakyat daerah sebagai badan legislatif daerah dalam ketatanegaraan Indonesia. Pemaparan dimaksud berkaitan dengan pengaturan DPRD berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1945, pengaturan DPRD berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1948, pengaturan DPRD berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1957, pengaturan DPRD berdasarkan Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 dan Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960, pengaturan DPRD berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 1965, pengaturan DPRD berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1974, pengaturan DPRD berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999, dan pengaturan DPRD berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004.
Bab Kelima, memaparkan tentang sistem pemilihan umum dan keterwakilan
politik masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara, yang meliputi hubungan sistem pemilihan umum dengan keterwakilan politik masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara Pasca Pemilu 1999, pelaksanaan fungsi DPRD sebagai implementasi keterwakilan politik masyarakat di Provinsi Sumatera Utara, dan optimalisasi peran DPRD dalam mewujudkan keterwakilan politik masyarakat pada Provinsi Sumatera Utara.
Bab Keenam, sebagai penutup berisi kesimpulan dan saran. Bab ini
merupakan kesimpulan hasil penelitian, yang kemudian diikuti dengan saran mengenai penyempurnaan peraturan perundang-undangan bidang politik menjadi perhatian yang utama dalam bab terakhir ini.
Keterangan :
MISI
UUD 1945
Konsarsisnas Interaksi
Wawasan/Paradigma politis
pembangunan daerah Pemilu yang demokratis DPRD Representative
SITUASI DAN KONDISI
• Sistem Pemilu
• Sistem Kepartaian
• Sistem Keparlemenan
• Tuntutan Reformasi
• Pembangunan Daerah dalam berbagai aspek
Pelaksana fungsi dan
wewenang DPRD Masyarakat demokratis dan
sejahtera POTENSI
• Sumber Daya Manusia
• Otonomi luas, nyata & bertanggungjawab
• Partisipasi politik masyarakat
FEED BACK
VISI
FEED BACK