• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibangun untuk menunjukkan pengaruh variabel ROA, current asset, debt to total asset, investment opportunity set, size perusahaan, growth, sebagai variabel independen terhadap variabel dependen yaitu kebijakan dividen tunai Adapun kerangka konsep sebelum dilakukan uji faktor yang memperlihatkan pengaruh dalam penelitian ini, dapat dilihat dalam skema di bawah ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep (Sebelum Uji Faktor) ROA (x1)

Current Ratio (x2)

Debt to Total Asset (x3)

Kebijakan Dividen Tunai (y) Investment Opportunity Set (x4) Size(x5) Growth (x6)

Penelitian ini dilakukan terhadap kebijakan dividen tunai karena dividen merupakan alasan investor melakukan investasi. Dimana masing-masing perusahaan menetapkan kebijakan dividen yang berbeda-beda, karena kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan dalam membayar dividen kepada para pemegang sahamnya. Pada kerangka konsep ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan uraian berikut:

a. Pengaruh ROA terhadap Kebijakan Dividen Tunai

Profitability yang diukur dengan ROA, mampu mengukur perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset (kekayaan yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut). Dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan. Jadi, keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividen. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

b. Pengaruh Current Ratio terhadap Kebijakan Dividen Tunai

Perusahaan yang memiliki likuiditas lebih baik maka akan mampu membayar dividen lebih banyak. Pada perusahaan yang membukukan keuntungan lebih tinggi ditambah likuiditas yang lebih baik, maka semakin besar jumlah dividen yang dibagikan. Pada perusahaan yang menginvestasikan dana lebih banyak akan menyebabkan jumlah dividen tunai yang dibayarkan berkurang, namun likuiditas yang baik mampu memperlemah hipotesis tersebut karena

perusahaan dapat menunda pembayaran hutang jangka pendeknya. Likuiditas diartikan sebagai kemampuan perusahaan melunasi seluruh kewajiban jangka pendeknya dan mendanai operasional usahanya (Suharli, 2004).

Hanya perusahaan yang memiliki likuiditas baik yang akan membagikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk tunai. Sebaliknya, pihak manajemen perusahaan akan mengutamakan potensi likuiditas yang ada untuk melunasi kewajiban jangka pendek ataupun mendanai operasi perusahaannya (Suharli, 2007).

c. Pengaruh Debt to Total Asset Terhadap Kebijakan Dividen Tunai

Debt to total assets merupakan rasio antara total hutang (total debts) terhadap total aktiva (total assets). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DTA maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman.

Semakin meningkatnya rasio hutang maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan

untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun).

d. Pengaruh IOS terhadap Kebijakan Dividen Tunai

Laba perusahaan akan dipergunakan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham dan sisanya akan ditahan sebagai laba ditahan yang akan digunakan untuk investasi perusahaan guna pertumbuhan di masa yang akan datang. Sehingga, semakin tinggi dana perusahaan dipakai untuk investasi, maka akan semakin kecil pendapatan yang akan diterima para pemegang saham, begitupun sebaliknya.

Hal ini sesuai dengan penelitian Smith dan Watts (dalam Gumanti dan Puspitasari, 2008) yang menyatakan hubungan kesempatan investasi dan kebijakan dividen dapat diidentifikasikan melalui arus kas perusahaan. Semakin besar jumlah investasi dalam suatu periode tertentu, semakin kecil dividen yang diberikan, karena perusahaan yang tumbuh diidentifikasi sebagai perusahaan yang free cash flownya rendah. Menurut Jensen (dalam Gumanti dan Puspitasari, 2008), perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dividen yang dibayar lebih kecil karena akan diinvestasikan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan.

e. Pengaruh Size Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Tunai

Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dan

kemampuannya untuk memperoleh dana yang lebih besar, sehingga perusahaan mampu memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil (Chang dan Rhee, 1990 dalam Puspita, 2009).

Perusahaan yang memiliki ukuran besar akan lebih mudah memasuki pasar modal sehingga dengan kesempatan ini perusahaan membayar dividen besar kepada pemegang saham. Pembayaran dividen yang besar dilakukan untuk menjaga reputasi perusahaan di mata investor. Perusahaan besar cenderung melakukan hal tersebut, sedangkan untuk perusahaan kecil akan membagi dividen yang rendah. Hal ini dikarenakan profit dialokasikan pada laba ditahan yang digunakan untuk menambah asset.

f. Pengaruh Growth terhadap Kebijakan Dividen Tunai

Menurut Riyanto (1980) semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya. Perusahaan biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatannya daripada dibayarkan sebagai dividen dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu pihak dan juga dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga sahamnya.

Asset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset maka diharapkan semakin besar pula hasil operasional yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditur) terhadap perusahaan, maka proporsi hutang semakin lebih besar dari modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dijamin oleh besarnya aset yang dimiliki perusahan.

Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan, akan semakin besar tingkat kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, akan semakin memungkinkan perusahaan menahan keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai dividen.

Namun, dalam penelitian ini dilakukan uji faktor. Kerangka konsep yang memperlihatkan pengaruh dalam penelitian ini setelah dilakukan uji faktor, dapat dilihat dalam skema di bawah ini:

Variabel Independen Variabel Moderating Variabel Dependen

Gambar 3.2 Kerangka Konsep (Setelah Uji Faktor)

Setelah dilakukan uji faktor adapun variabel yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen tunai adalah current ratio, debt to total asset, investment opportunity set dengan debt to equity ratio sebagai variabel moderating. Konsep ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen yaitu, debt to equity ratio merupakan perbandingan antara hutang-hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibanya. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan

Current Ratio (x1)

Debt to Total Asset (x2) Investment Opportunity Set (x3) Debt to Equity Ratio (z) Kebijakan Dividen Tunai (y)

sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti hanya sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen (Riyanto, 1980).

Perusahaan dengan tingkat DER yang rendah dalam hubungannya dengan current ratio yang tinggi cenderung akan meningkatkan pembagian dividen tunai terhadap investor, tetapi perusahaan dengan nilai current ratio yang rendah akan cenderung mengalami penurunan pembagian dividen tunai. Perusahaan dengan tingkat DER yang tinggi, dan memiliki DTA yang tinggi maka perusahaan akan membayar dividen tunai lebih rendah karena perusahaan akan membayar kewajiban terlebih dahulu dalam melunasi utang kepada pihak lain, sedangkan bila DTA rendah dan DER yang rendah, perusahaan tersebut cenderung membayar dividen lebih besar kepada investor. Begitu juga dengan perusahaan yang memiliki DER yang rendah dan memiliki IOS yang tinggi, perusahaan cenderung memperbesar investasinya atau membuka investasi baru yang berdampak akan membayar dividen tunai lebih rendah.

Dokumen terkait