• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian teoritis, maka variabel independen dalam penelitian ini adalah Manajemen laba, related party transaction, komisaris independen, kepentingan institusi, dan dependennya adalah nilai perusahaan. Dibawah ini saya gambarkan kerangka konsep dari variabel diatas:

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep menunjukan hubungan antara variable Independen dengan variable dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja Nilai perusahaan (Y) sedangkan variable independen terdiri dari Manajemen laba (X1) dan Related party transaction (X2), sedangkan variabel moderating dalam penelitian ini adalah komisaris independen (Z1) dan kepemilikan institusional

Manajemen laba (X1)

Related party transaction

(X2)

Nilai Perusahaan (Y)

Komisaris Independen (Z1)

Kepemilikan Institusional (Z2)

(Z2). Hubungan antara variabel independen terhadap dependen dan pemoderasi sebagai variabel penghubung adalah sebagai berikut:

a. Hubungan manajemen laba dengan Nilai perusahaan

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibanding pemilik (pemegang saham) sehingga menimbulkan asimetri informasi. Manajer diwajibkan memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan merupakan cerminan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi pengguna eksternal perusahaan karena kelompok itu berada dalam kondisi yang paling tidak tinggi tingkat kepastiannya (Ali, 2002)

Asimetri antara manajemen dan pemilik memberikan kesempatan pada manajer untuk melakukan manajemen laba untuk meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu sehingga dapat menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai nilai perusahaan sebenarnya. Sloan (1996) menguji sifat kandungan informasi komponen akrual dan komponen aliran kas apakah terefleksi dalam harga saham. Terbukti bahwa kinerja laba yang berasal dari komponen akrual sebagai aktifitas manajemen laba memiliki persistensi yang lebih rendah dibanding aliran kas. Laba yang dilaporkan lebih besar dari aliran kas operasi yang dapat meningkatkan nilai perusahaan saat ini. Dengan nilai perusahaan yang baik meningkatkan kepercayan dari pemilik dan investor. Investor memiliki harapan bahwa manajer akan menghasilkan return dari uang yang mereka investasikan. Oleh karena itu,

kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang mampu menjelaskan spesifikasi-spesifikasi apa yang harus dilakukan manajer dalam mengelola dana para investor, dan spesifikasi tentang pembagian return antara manajer dengan investor (Scott, 2006).

b. Hubungan Related Party Transaction dengan Nilai perusahaan

Related Party Transaction (RPT) merupakan transaksi sebuah perusahaan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan khusus atau istimewa dengan perusahaan lainnya, seperti anak perusahaan atau perusahaan yang dimiliki oleh anggota dewan perusahaan. Jian dan Wong (2003) menyatakan, “pihak yang memiliki RPT menunjukkan kecenderungan opportunis. Dibuktikan dengan ditemukan tingginya tingkat penjualan dengan RPT, terutama antara pemilik dan anggota lain perusahaan dalam grup, ketika perusahaan memiliki insentif untuk memanipulasi data”. Dengan kata lain, transaksi penjualan dengan RPT digunakan untuk mempengaruhi nilai perusahaan. Disamping itu, pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa merupakan gejala normal dalam perniagaan dan usaha. Misalnya, perusahaan seringkali melaksanakan kegiatannya secara terpisah-pisah melalui anak perusahaan dan atau perusahaan afiliasi, memperoleh kepentingan dalam perusahaan lain - untuk tujuan investasi atau untuk alasan perniagaan - dalam proporsi yang cukup untuk mengendalikan atau melaksanakan pengaruh yang signifikan dalam pengambilan keputusan keuangan dan operasi perusahaan penerima investasi (investee). Dengan kata lain, transaksi RPT yang terkendali memberikan manfaat positif bagi kedua belah pihak dalam mengembangkan nilai perusahaannya. (PSAK 07, 2010).

c. Hubungan Komisaris Independen dengan Nilai perusahaan

Menurut Johnson et al (2000), semakin besar jumlah komisaris independen pada dewan komisaris, maka semakin baik mereka bisa memenuhi peran mereka didalam mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan para direktur eksekutif. Premis dari teori keagenan adalah bahwa komisaris independen dibutuhkan pada dewan komisaris untuk mengawasi dan mengontrol tindakan tindakan direksi, sehubungan dengan perilaku oportunistik mereka. Komisaris independen memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengontrol dan menghadapi jaring insentif yang kompleks, yang berasal secara langsung dari tanggung jawab mereka sebagai direktur dan diperbesar oleh posisi equity mereka. Oleh karena itu, komisaris independen dianggap sebagai mekanisme pemeriksa dan penyeimbang didalam meningkatkan efektivitas dewan komisaris. Dengan semakin berfungsinya komisaris independen dalam mengawasi manajer, maka kepercayaan investor akan semakin besar akan kinerja yang akan diperoleh perusahaan.Dalam penelitian ini peneliti memasukkan variable moderasi yakni good corporate governance yang diproksikan dengan komisaris independen, dimana variabel ini dapat memperlemah atau memperlemah hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen (Suliyanto, 2011:205). Hubungan antara Variabel independen, variabel dependen, dan variabel moderasi adalah hubungan satu arah atau hubungan positif.

d. Hubungan Kepemilikan institusional dengan Nilai perusahaan

Selain komisaris independen yang di percaya untuk mengawasi perusahaan, Good Coorporate governance dimana kepemilikan institusional juga dapat digunakan dalam memonitor perusahaan.Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan (Sukamulja, 2004).

Struktur kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Dalam hal ini struktur kepemilikan dibagi menjadi dua yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Selain itu kepemilikan perusahaan dapat terdiri atas kepemilikan institusional dan kepemilikan individual atau campuran keduanya dengan proporsi tertentu (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Investor institusional diduga lebih mampuuntuk mencegah terjadinya manajemen laba dibanding dengan investor individual. Investor institusional dianggap lebih profesional dalam mengendalikan portofolio investasinya, sehingga lebih kecil kemungkinan mendapatkan informasi keuangan yang terdistorsi. Semakin besar persentase saham yang dimiliki investor institusional akan menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi lebih efektif karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik manajer dan mengurangi agency cost.

Nilai perusahaan dalam studi ini dibatasi pada nilai yang diberikan oleh pelaku pasar saham terhadap kinerja perusahaan. Nilai tersebut

merupakan apresiasi pasar saham jika harga saham di atas nilai buku per lembar saham. Sebaliknya nilai tersebut merupakan depresiasi pasar saham jika harga saham di bawah nilai buku per lembar saham. Dalam studi ini ukuran nilai perusahaan menggunakan nilai pasar dalam bentuk harga saham terhadap nilai buku saham. Harga saham perusahaan merupakan reaksi pasar terhadap keseluruhan kondisi perusahaan sebagai cerminan nilai perusahaan yang diwujudkan dalam bentuk harga saham perusahaan.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005).

Wardhani (2006) menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan akan lebih tinggi apabila perusahaan tersebut dimiliki oleh lembaga keuangan yang disponsori oleh bank. Hal ini menjelaskan bahwa bank, sebagai pemilik perusahaan, akan menjalankan fungsi monitoringnya dengan lebih baik dan investor percaya bahwa bank tidak akan melakukan ekspropriasi atas aset perusahaan. Selain itu, apabila perusahaan tersebut dimiliki oleh perbankan maka apabila perusahaan tersebut menghadapi masalah keuangan maka perusahaan akan lebih mudah mendapatkan suntikan dana daribank tersebut.

Kepemilikan oleh bank akan menurunkan kemungkinan perusahaan mengalami kebangrutan. Namun, apabila struktur kepemilikan perusahaan dimiliki oleh dewan direksi atau dewan komisaris maka dewan tersebut justru

akan cenderung melakukan tindakan-tindakan ekspropriasi yang menguntungkannya secara pribadi. Oleh karena itu dengan kepemilikan perusahaaan dimiliki oleh direksi semakin meningkat maka keputusan yang diambil oleh direksi akan lebih cenderung untuk menguntungkan dirinya dan secara keseluruhanakan merugikan perusahaan sehingga kemungkinan nilai perusahaan akan cenderung mengalami penurunan.

Pizarro et al. (2006) dan Bjuggren et al. (2007) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap nilai perusahaan dan kinerja perusahaan. Temuan tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi mekanisme yang handal sehingga mampu memotivasi manajer dalam meningkatkan kinerja.

Dokumen terkait