• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Originalitas

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat replikasi dari penelitian Herawaty (2008) yang meneliti tentang “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variabel dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan” yang menggunakan variabel Earning Management, Komisi Independen, Keputusan Manajemen, Kualitas Audit, Kepemilikan Institusional, Tobin’s Q, dan Ukuran Perusahaan. Dari hasil penelitiannya membuktikan bahwa Earning management berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan serta variabel Corporate Governance untuk variabel komisaris independen, kualitas audit dan kepemilikan institusional merupakan variabel pemoderasi antara earning management dan nilai perusahaan. Sedangkan kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel pemoderasi.

Perbedaan penelitian yang sekarang yaitu:

1. Menambah variabel related party transaction sebagai variable independen.

Variable ini diukur dari transaksi hutang dan piutang perusahaan.

2. Dari segi jenis objek penelitian, peneliti sekarang menggunakan objek dari perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI, sedangkan objek penelitian Herawaty (2008) menggunakan keseluruhan perusahaan yang terdapat di BEI.

3. Tahun data laporan keuangan yang digunakan yaitu laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2014.

Berbeda dengan data laporan keuangan yang digunakan penelitian Herawaty (2008), yaitu 2004-2006. Tujuan penggunaan laporan keuangan tahun 2012-2014 adalah untuk mendapatkan informasi keuangan perusahaan yang terbaru dan lebih banyak data sampel.

`BAB II

TUJUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori agensi

Teori agensi merupakan bagian dari kelompok teori positif akuntansi yang berasal dari literatur-literatur ekonomi keuangan. Teori ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan kerja sama antara pemilik perusahaan dengan manajer dimana manajer ditugaskan untuk mengolah dan mengendalikan perusahaan pemilik. Teori agensi didasarkan bahwa para agen memiliki lebih banyak informasi dari pada pemilik perusahaan namun dari semua informasi tersebut disimpulkan untuk di ketahui oleh pemilik agar pemilik perusahaan dapat mengetahui dan memantau perkembangan perusahaan mereka. Hal ini juga memberi asumsi bahwa pemilik dan agen bertindak dan bekerja sama secara rasional demi kesejahteraan bersama.

Karena agen memiliki hak istimewa dalam mengendalikan perusahaan, terkadang mereka cenderung mengambil kesempatan untuk melawan kepentingan perusahaan, misalnya dengan mengambil bagian dengan tingkat konsumsi penghasilan tambahan (tunjangan) yang lebih tinggi. Scapen (1985) mangatakan hal diatas disebut dengan masalah moral hazard. Model masalah dari keagenan selain moral hazard adalah adverse selection. Adverse selection ketika pemilik perusahaan tidak memiliki akses ke semua informasi yang ada pada saat pengambilan keputusan yang dibuat manajer dan dengan demikian tidak dapat menentukan apakah tindakan manajer berada dalam kepentingan terbaik atau tidak

terhadap perusahaan. Scapen (1985) berpendapat bahwa, untuk mengatasi masalah-masalah di atas harus membuat aturan-aturan kontrak antara pemilik dan agen, peraturan tersebut akan menindak apabila salah satu pihak meningkatkan kesejahteraannya, namun mengorbankan kesejahteraan pihak lain. Dengan kerjasama yang baik diantara kedua belah pihak, nilai perusahaan akan meningkat sehingga menarik daya tarik investor. Salah satu konsep untuk mendasari teori keagenan diatas adalah Good corporate governance, dengan good corporate governance diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Goodcorporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (Sheifer dan Vishny 1997).

2.1.2. Teori Sinyal

Teori sinyal adalah bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan, berupa informasi mengenai hal-hal yang telah dilakukan oleh manejemen dalam merealisasikan keinginan pemilik perusahaan. Sinyal tersebut berupa informasi ataupun promosi yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari pada persahaan lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Informasi yang diberikan manajer melalui laporan keuangan

bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba lebih berkualitas. Prinsip konservatisme mencegah perusahaan melakukan tindakan manipulasi laba dan membantu penggunaan laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate.

Teori sinyal juga dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (prinsipal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan (Jama’an, 2008).

2.1.3. Nilai Perusahaan

Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh professor James Tobin pada tahun 1967. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Harga saham merupakan harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal itu juga yang menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Dalam realitasnya, tidak semua perusahaan menginginkan harga saham tinggi, karena takut tidak laku

dijual atau tidak menarik investor untuk membelinya. Itulah sebabnya harga saham harus dapat dibuat seoptimal mungkin.

Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris.

Terdapat beberapa metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan, diantaranya adalah pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba, pendekatan arus kas atara metode diskonto arus kas, pendekatan deviden antara metode pertumbuhan dividen, pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva, pendekatan harga saham, dan pendekatan economic value added. Intinya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan nilai perusahaan itu sendiri. Namun dibalik tujuan utama tersebut, masih terdapat masalah-masalah antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali (Suharli, 2002).

Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai perusahaan. Rasio tersebut memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Seperti halnya Tobin’s Q, rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan asset perusahaan yang dimasukkan keseluruhan, maka perusahaan tidak hanya

terfokus pada satu jenis investor saja (investor dalam bentuk saham) namun investor dalam bentuk kreditur juga termasuk. Karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan kreditur (Sukamulja, 2004).

Dengan semakin besar nilai Tobin’s Q maka perusahaan semakin memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dikarenakan semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset perusahaan dan semakin besar kerelaan investor untuk memberikan pengorbanan pada perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004)

2.1.4. Manajemen Laba

Standart Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kelonggaran (Flexibility Principles) dalam memilih metode akuntansi yang di gunakan dalam menyusun laporan keuangan. Kelonggaran dalam metode ini dapat di manfaatkan untuk menghasilkan nilai laba yang berbeda-beda disetiap perusahaan. Perusahaan yang memilih metode penyusutan garis lurus akan berbeda dari hasil laba yang dilaporkan dengan perusahaan yang menggunakan metode angka tahun atau saldo menurun. Praktik seperti ini dapat memberikan dampak terhadap kualitas laba yang dilaporkan. Pemilihan metode akuntansi dampaknya semakin jelas dan dapat lebih dirasakan terutama untuk persahaan-perusahaan publik atau yang disebut emiten, dimana informasi akuntansi yang disusun oleh perusahaan harus di informasikan kepada pasar atau masyarakat luas melalui publikasi, dan dari sana akan dapat diketahui bagaimana reaksi pasar terhadap informasi tersebut. Laporan laba sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari

proses penyusunannya. Proses penyusunan laporan ini melibatkan pihak pengurus dalam pengelolaan perusahaan, diantaranya adalah pihak manajemen, dewan komisaris, dan pemegang saham. Kebijakan dan keputusan yang diambil oleh manajemen dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan menentukan kualitas laba. Dalam kondisi perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik, manajer perlu memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi keuangan perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba (Earning Management).

Istilah manajemen laba (earnings management), oleh Healy dan Wahlen (2000:368) didefinisikan sebagai berikut: manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan sehingga menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

Perilaku manajemen yang mendasari lahirnya manajemen laba adalah perilaku opportunistic manajer dan efficient contracting. Sebagai perilaku opportunistic, manajer memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapai kontrak kompensasi dan hutang dan political cost (Scott 2000). Perilaku oportunis ini direfleksikan dengan melakukan rekayasa keuangan dengan menerapkan income increasing atau income decraesing decretionary accrual. Sedangkan efficient contracting merupakan tindakan memberi manajer suatu flesibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk kepentingan pihak-pihak yang terlibat kontrak.

2.1.5. Related Party Transaction

Related Party Transaction (RPT) merupakan transaksi sebuah perusahaan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan khusus atau istimewa dengan perusahaan lainnya, seperti anak perusahaan atau perusahaan yang dimiliki oleh anggota dewan perusahaan. Di Indonesia keberadaan RPT merupakan Mandatory disclosure atau pengungkapan wajib yang harus dilakukan perusahaan, dikarenakan RPT sudah diatur pengungkapannya, peraturan mengenai RPT ini telah dibahas oleh PSAK. Menurut PSAK yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia pada PSAK 07 (reformat 2007) related party adalah pihak-pihak yang dianggap memiliki hubungan istimewa bila satu pihak memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional. Di dalam PSAK 07 (reformat 2007) dijelaskan suatu definisi bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan istimewa adalah perusahaan yang melalui satu atau dua perantara, perusahaan asosiasi, perorangan yang memiliki kepentingan hak suara baik langsung maupun tidak langsung, karyawan kunci, dan perusahaan yang memiliki kepentingan substansial.

Sedangkan pihak-pihak yang tidak dianggap sebagai related party transaction, jika memiliki hubungan relasi dengan entitas pelapor apabila entitas tersebut memenuhi salah satu kriteria seperti Entitas dan entitas pelapor adalah anggota dari kelompok yang sama, Suatu entitas adalah entitas asosiasi atau ventura atas entitas lain, Kedua entitas tersebut adalah ventura bersama atas pihak ketiga yang sama, Kedua entitas adalah ventura bersama atas entitas ketiga dan entitas lain adalah entitas asosiasi dari entitas ketiga, Entitas tersebut adalah suatu

program imbalan pascakerja untuk imbalan kerja dari salah satu entitas pelapor atau entitas yang terkait dengan entitas pelapor. Jika entitas pelapor adalah yang memiliki program tersebut maka pihak sponsor pun memiliki relasi dengan entitas pelapor, entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama oleh orang yang di identifikasi dari kelompok bersama, serta orang yang di indentifikasi memiliki pengaruh signifikan atas entitas atau personil manajemen kunci entitas.

Selain itu transaksi pihak berelasi adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara pihak pelapor dengan pihak yang memiliki relasi, terlepas apakah ada harga yang dibebankan. Laporan laba rugi dan posisi keuangan dapat dipengaruhi oleh pihak yang berelasi, walaupun mungkin tidak terjadi transaksi diantara nya. Dengan adanya relasi tersebut sudah cukup dimungkinkan adanya transaksi yang dipengaruhi (PSAK 07, 2010).

PSAK 07 (revisi 2010) mengatur mengenai pengungkapan dari transaksi yang terjadi diantara pihak-pihak yang berelasi. Pengungkapan yang ada sekurangkurang nya harus memenuhi hal-hal seperti jumlah transaksi, Jumlah saldo, termasuk komitmen, penyisihan piutang ragu-ragu terkait dengan saldo tersebut, dan beban yang diakui terkait piutang yang ragu-ragu atau penghapusan piutang atas entitas yang memiliki relasi.

Transaksi pihak yang berelasi berperan penting dan sah dalam ekonomi pasar. Untuk perusahaan, perdagangan dan investasi asing sering difasilitasi oleh transaksi antar perusahaan pembiayaan. Biaya yang lebih rendah dari modal dan pajak tabungan memberikan insentif yang kuat untuk terlibat dalam transaksi ini.

Memang, ada banyak contoh dari transaksi pihak berelasi yang menghasilkan manfaat bagi perusahaan (McCahery J A. and Vermuelen E P.M, 2005).

Kunci kekhawatiran tentang transaksi pihak terkait adalah bahwa transaksi tersebut mungkin tidak dilakukan pada harga pasar tetapi dapat dipengaruhi oleh hubungan antara kedua belah pihak dari transaksi atau dapat dikatakan ada konflik kepentingan bagi beberapa orang di perusahaan. Untuk mengontrol pemegang saham maupun orang dalam seperti manajemen, transaksi pihak yang berelasi dapat membentuk mekanisme untuk mengekstrak manfaat pribadi kontrol pada biaya pemegang saham lainnya (McCahery J A. and Vermuelen E P.M, 2005).

2.1.6. Good Corporate Governance

Penelitian mengenai good corporate governance menghasilkan berbagai mekanisme yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa tindakan manajemen selaras dengan kepentingan shareholders (terutama minority interest). Mekanisme good corporate governance dibagi menjadi dua kelompok berupa internal mechanism (mekanisme internal) seperti komposisi dewan direksi/komisaris, kepemilikan manajerial dan kompensasi eksekutif dan external mechanisms seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing. (Barnhart & Rosentein 1998)

Prinsip-prinsip corporate governance yang diterapkan memberikan manfaat diantaranya yaitu meminimalkan agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen, meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal, meningkatkan citra perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah, dan peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik.

Di Indonesia Komite Nasional Kebijakan Corporate Governanace (KNKCG) menerbitkan pedoman Good Corporate Governance pada tahun 2001.

Pedoman tersebut adalah Transaparansi, akuntabilitasi, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan. Transparansi, untuk mewujudkan dan mempertahankan objektivitas dalam praktek bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dan material yang mudah diakses dan mudah dipahami bagi stakeholder. Perusahaan harus mempunyai inisiatif untuk mengungkapkan informasi tidak hanya yang diwajibkan oleh hukum dan regulasi, tetapi juga informasi lain yang dianggap penting bagi pemegang saham, kreditur dan stakeholder lain untuk pembuatan keputusan. Akuntabilitas, perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya dengan wajar dan transparan. Jadi, perusahaan harus mengatur cara agar kepentingan perusahaan sejalan dengan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain. Akuntabilitas adalah salah satu prasyarat untuk memperoleh kinerja berkelanjutan. Responsibilitas, perusahaan harus mematuhi hukum dan aturan dan memenuhi tanggung jawab kepada komunitas dan lingkungan dengan tujuan mempertahankan kelangsungan bisnis jangka panjang dan dikenal sebagai perusahaan yang baik. Independensi, untuk mendukung implementasi prinsip-prinsip good corporate governance, perusahaan harus diatur secara independen oleh kekuasaan yang seimbang, dimana tidak ada salah satu organ perusahaan yang mendominasi organ lain dan tidak ada intervensi dari pihak lain. Kewajaran dan kesetaraan, dalam melakukan aktivitasnya, perusahaan harus mengutamakan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain berdasarkan prinsip kewajaran.

Dalam perspektif teori agensi, agen yang risk adverse dan cenderung mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resources dari investasi yang tidak meningkatkan nilai perusahaan ke alternatif investasi yang lebih menguntungkan. Permasalahan agensi akan mengindikasikan bahwa nilai perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku manajemen agar tidak menghamburkan resources perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak layak maupun dalam bentuk shirking. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Dengan demikian, penerapan good corporate governance dipercaya dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Johnson et al (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas good corporate governace dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara bersangkutan pada masa krisis di Asia. Dengan ukuran variabel good corporate governance yang digunakan seperti La Porta et al (1998) yang terdiri dari judicial efficiency, corruption, rule of law, enforceable minority shareholder rights, antidirector rights, creditor rights dan accounting standards, menunjukkan bahwa variabel-variabel corporate lebih bisa menjelaskan variasi perubahan nilai tukar mata uang dan kinerja pasar modal, dibanding dengan variabel-variabel makro.

2.1.6.1. Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan

lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kempentingan tertentu.

Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemenAdanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan (Arif, 2006)..

Komisaris (dalam jumlah jamak disebut dewan komisaris) adalah sekelompok orang yang dipilih atau ditunjuk untuk mengawasi kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Di negara-negara Barat, dewan ini disebut board of directors atau board of managers, board of regents, dan board of trustees.

Di negara-negara Eropa dan Asia, biasanya ada dua dewan; dewan eksekutif, yang bertugas menjalankan kegiatan bisnis sehari-hari, dan dewan pengawasyang bertugas mengawasi dewan eksekutif. Dewan pengawas biasanya dipilih oleh pemegang saham atau pemilik perusahaan. Di Indonesia, istilah dewan direksi memiliki makna yang berbeda dari board of directors tergantung dari istilah yang digunakan. Umumnya, di Indonesia dewan direksi adalah dewan eksekutif, sedangkan di negara barat, board of directors adalah dewan pengawas. Sebagai contoh, di Bank OCBC NISP, dewan pengawas dinamakan dewan komisaris, sedangkan dewan eksekutif dinamakan dewan direksi. Namun, Pertamina menggunakan istilah board of

commissioners (sebagai pengawas) dan board of directors (sebagai eksekutif). Untuk keperluan artikel ini, istilah yang akan digunakan adalah dewan pengawas (biasanya disebut dewan komisaris) dan dewan eksekutif (biasanya disebut dewan direksi) untuk menghindari kekeliruan karena penggunaan istilah dewan direksi di Indonesia bisa mengacu ke salah satu fungsi dari kedua dewan tersebut. Di beberapa perusahaan di Amerika Serikat yang memiliki satu dewan saja, biasanya tugas dan tanggung jawab kedua dewan tersebut dijadikan satu dalam dewan direksi, yang beranggotakan direksi dalam (di Indonesia dinamakan komisaris) dan direksi luar (di Indonesia dinamakan komisaris independen).

Kegiatan dewan pengawas ditentukan oleh kekuasaan, tugas-tugas, dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya oleh suatu otoritas yang berada diluarnya. Biasanya, hal-hal ini dijelaskan dalam anggaran dasar (AD) organisasi tersebut. Anggaran dasar biasanya juga menyebutkan jumlah anggota dewan, bagaimana mereka dipilih, dan kapan mereka mengadakan pertemuan.

Dalam organisasi yang anggotanya memiliki hak pilih (voting rights), dewan pengawas bergerak atas nama, dan tunduk kepada, quorum.

Quorumlah yang biasanya memilih anggota dewan pengawas. Dalam perusahaan terbuka (dengan saham), dewan dipilih oleh pemegang saham, dan dewan merupakan otoritas tertinggi dalam manajemen perusahaan.

Dalam sebuah perusahaan tanpa saham, tanpa anggota yang memiliki hak pilih, misalnya universitas di Amerika Serikat, dewan biasanya merupakan

kekuasaan tertinggi institusi tersebut; yang mana anggotanya terkadang dipilih oleh dewan itu sendiri.

Pada umumnya dewan pengawas memiliki tugas antara lain:

• Memerintah (to govern) organisasi dengan menetapkan kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan luas dari perusahaan tersebut

• Memilih, mengangkat, mendukung, dan menilai kinerja dewan eksekutif

• Memastikan keberadaan dan kecukupan sumber keuangan

• Mengesahkan anggaran tahunan

• Bertanggung jawab atas kinerja perusahaan kepada para anggota pemegang saham

• Menentukan gaji dan kompensasi mereka sendiri.

Komisaris sebuah organisasi adalah anggota dewan pengawasnya. Beberapa istilah spesifik digunakan untuk menjelaskan keberadaan atau ketiadaan hubungannya terhadap organisasi tersebut

Komisaris (atau komisaris dalam, inside director) adalah seorang komisaris yang juga merupakan seorang pegawai, petugas, pemegang saham utama, atau seseorang yang berhubungan dengan organisasi (perusahaan) tersebut. Komisaris dalam mewakili kepentingan dari para pemegang saham, dan terkadang memiliki pengetahuan yang dalam atas kinerja, keuangan, penguasaan pangsa pasar dari organisasi tersebut.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Komi-saris).

Komisaris luar (komisaris independen) adalah anggota dewan komisaris yang bukan merupakan pegawai atau orang yang berurusan langsung dengan organisasi tersebut, dan tidak mewakili pemegang saham. Sebagai contoh adalah seorang komisaris yang diangkat yang sedang atau pernah menjabat posisi presiden sebuah perusahaan dari sektor industri yang berbeda. Komisaris luar diangkat karena pengalamannya dianggap berguna bagi organisasi tersebut.

Mereka bisa mengawasi komisaris dalam dan mengawasi bagaimana organisasi tersebut dijalankan. Komisaris luar biasanya berguna dalam melerai sengketa antara komisaris dalam, atau antara pemegang saham dan dewan komisaris.

Komisaris luar dianggap berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan memiliki resiko kecil dalam conflict of interest. Di sisi lain, komisaris luar mungkin kekurangan pengalaman dalam menangani masalah spesifik yang dihadapi oleh organisasi tersebut. (https://id.wikipedia.org/wiki/Komisaris)

Komisaris luar dianggap berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan memiliki resiko kecil dalam conflict of interest. Di sisi lain, komisaris luar mungkin kekurangan pengalaman dalam menangani masalah spesifik yang dihadapi oleh organisasi tersebut. (https://id.wikipedia.org/wiki/Komisaris)

Dokumen terkait