• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.9 Kerangka konsep

Karakteristik Pasien:

1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Lokasi tumor

 Jinak

 Ganas

Gambaran Histologis WHO:

a. Adipocytic tumours b. Fibroblastic/myofib roblastic tumours c. So called

fibrohistiocytic tumours d. Smooth muscle

tumours e. Pericytic

(perivascular) tumours f. Skeletal muscle

tumours

g. Vascular tumours h. Chondro-osseus

tumours i. Tumours of

uncertain differentiations

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yang bersifat deskriptif observasional untuk mengetahui karakteristik penderita tumor jaringan lunak di Rumah Sakit Advent Medan.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium patologi Rumah Sakit Umum Advent, Jl. Gatot Subroto Km 4.5, Medan.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rekam medik dari pasien yang didiagnosis dengan Tumor Jaringan Lunak periode Januari 2016-Desember 2017.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah diambil dari seluruh jumlah kasus soft tissue tumor pada laboratorium patologi

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, yaitu sampel diambil dari seluruh populasi. Data penelitian ini diambil dari rekam medik, kemudian pasien-pasien yang sesuai dengan penelitian ini dikumpulkan, yaitu seluruh pasien yang didiagnosis menderita tumor jaringan lunak dari Januari 2016 hingga Desember 2017. Selanjutnya, kumpulan data tersebut ditabulasi, kemudian diklasifikasi sesuai dengan kerangka konsep.

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional

Variabel Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Tumor

Jaringan Ikat

Rekam medik Observasi Nominal -Jinak (Benign) -Ganas (Malignant) Umur Rekam medik Pencatatan Rasio

Jenis kelamin Rekam medik Pencatatan Nominal -Laki-laki -Perempuan Gambaran

Histologis

Rekam medik Observasi Nominal -adipocytic tumor -fibroblastic/ myofibroblastic

Peneliti melakukan pengolahan data pada penelitian ini dengan menggunakan statistik deskriptif. Maka dalam metode ini, pengolahan data dilakukan dengan cara menguraikan data dalam bentuk tabel sehingga memudahkan pemahaman dan interpretasi data. (Dahlan, 2014)

Adapun proses pengolahan akan melalui tahapan : pemeriksaan data (editing), klasifikasi (classifying), verifikasi (verifying), analisis (analyzing), dan pembuatan kesimpulan (concluding). Penguraian metode pengolahan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

33

1) Pemeriksaan Data (Editing)

Editing adalah meneliti data-data yang telah diperoleh, terutama dari kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, kejelasan makna, kesesuaian dan relevansinya dengan data yang lain. (Achmadi & Narkubo, 2005) Dalam penelitian ini, peneliti melakukan proses pemeriksaan (editing) terhadap kelengkapan dan kebenaran data isian rekam medis yang diperoleh dari laboratorium histopatologi Rumah Sakit Advent Medan.

2) Klasifikasi (Classifying)

Classifying adalah proses pengelompokan semua data baik yang berasal dari hasil wawancara dengan subjek penelitian, pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan atau observasi. Seluruh data yang didapat tersebut dibaca dan ditelaah secara mendalam, kemudian digolongkan sesuai kebutuhan. (Moleong, 1993)

Pada penelitian yang peneliti lakukan, agar data yang diperoleh menjadi mudah dibaca dan dipahami, serta memberikan informasi objektif yang diperlukan, maka data-data tersebut akan diklasifikasi sesuai dengan klasifikasi tumor jaringan lunak (soft tissue tumor) menurut WHO 2017.

3) Verifikasi (Verifying)

Verifying adalah proses memeriksa data dan informasi yang telah didapat dari lapangan agar validitas data dapat diakui dan digunakan dalam penelitian. (Saudjana & Kusuma, 2002)

Kelanjutan dari penelitian ini adalah dilakukan pengonfirmasian data yang sudah diklasifikasi dengan data sumber rekam medis. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa data yang diperoleh benar-benar valid, tidak ada manipulasi, dan tidak ada kesalahan dalam pengumpulan data.

4) Analisis (Analyzing)

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data univariat. Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

(Dahlan, 2014)

Data yang diperoleh setelah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program komputer sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita tumor jaringan lunak di laboratorium patologi Rumah Sakit Umum Advent Medan.

5) Kesimpulan (Concluding)

Kesimpulan sebagai langkah terakhir dalam proses pengolahan data nantinya akan menjadi sebuah data terkait dengan objek penelitian peneliti. Hal ini disebut dengan istilah concluding, yaitu kesimpulan atas proses pengolahan data yang terdiri dari empat proses sebelumnya:

pemeriksaan data (editing), klasifikasi (classifying), verifikasi (verifying), dan analisis (analyzing).

Pada bagian concluding inilah akan dapat peneliti paparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Data hasil akan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase karakteristik yang ditemukan selama penelitian tumor jaringan lunak pada laboratorium patologi Rumah Sakit Advent Medan periode Januari 2016 – Desember 2017.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini, diperoleh 117 orang penderita tumor jaringan lunak yang didiagnosis secara histopatologi dari Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Advent Medan.

Penelitian ini menggunakan data rekam medik selama periode 1 Januari 2016 sampai 31 Desember 2017 dengan tujuan untuk mengetahui profil penderita tumor jaringan lunak. Hasil penelitian tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis tumor, lokasi tumor, dan tingkat keganasan tumor.

4.1.1. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenis kelamin penderita Pada penelitian ini diketahui jumlah penderita tumor jaringan lunak lebih banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 68 orang (58%). Sisanya berjenis kelamin pria, yaitu 49 orang (42%). Berikut adalah tabel distribusi penderita tumor jaringan lunak berdasarkan jenis kelamin penderita (Tabel 4.1):

Tabel 4.1 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-Laki 49 41.88

Perempuan 68 58.12

Total 117 100

4.1.2. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan usia penderita

Penelitian ini menggunakan pembagian usia menurut Depkes RI 2009 dan diperoleh hasil bahwa tumor jaringan lunak paling banyak ditemukan pada kelompok usia lansia awal (46-55 tahun), yaitu sebanyak 30 orang (25%). Diikuti terbanyak kedua dan ketiga oleh kelompok usia dewasa akhir (19%) dan dewasa awal (16%). Sebaliknya, tumor jaringan lunak paling sedikit ditemukan pada

kelompok usia balita, anak-anak, dan lansia akhir. Untuk data yang lebih mendetail, dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.2):

Tabel 4.2 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Usia (Depkes RI 2009) Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

Balita 0-5 2 1.70

Anak-Anak 5-11 4 3.41

Remaja Awal 12-16 11 9.41

Remaja Akhir 17-25 15 12.83

Dewasa Awal 26-35 19 16.23

Dewasa Akhir 36-45 23 19.66

Lansia Awal 46-55 30 25.65

Lansia Akhir 56-65 5 4.27

Manula >65 8 6.84

Total 117 100

4.1.3. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenis tumor

Dari 117 sampel yang telah diteliti, ditemukan sebanyak 23 jenis tumor jaringan lunak di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Advent Medan.

Secara keseluruhan, terdapat lebih dari 150 jenis tumor jaringan lunak yang telah diklasifikasi berdasarkan tipe histologinya (WHO 2017), yang kemudian untuk memudahkan, tumor-tumor tersebut dimasukkan ke dalam 9 grup besar, yaitu;

tumor adiposa, tumor vaskular, tumor perivaskular, tumor fibroblastik, tumor ototskeletal, tumor otot polos, tumor fibrohystiocytic, tumor chondro-osseous, dan tumor berdiferensiasi tidak jelas.

Pada penelitian kali ini, jenis tumor paling banyak ditemukan adalah Lipoma (grup tumor jinak adiposa), yakni sebanyak 46 orang (39%). Peringkat kedua diduduki oleh Fibrolipoma (tumor adiposa) dan Hemangioma (tumor vaskular), keduanya memiliki sama jumlah 10 orang (8.5%). Di tempat ketiga adalah Fibrosis Keloidal dengan penderita sebanyak 9 orang (7.7%). Data distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.3):

37

Tabel 4.3 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Jenis Tumor (WHO 2017)

Jenis Tumor Jumlah (n) Persentase (%)

Angiofribroma 1 0.85

Angiolipoma 1 0.85

Basosquamous Carcinoma 1 0.85

Dermatofibrosarcoma -Protuberans

6 5.13

Echondromatosis 1 0.85

Fibrolipoma 10 8.55

Myxofibrosarcoma 1 0.85

Neurofibroma 7 5.98

Non-Ossifying Fibroma 1 0.85

Osteochondroma 1 0.85

Papillary Intralymphatic -Angioendotheloma

1 0.85

Schwanomma Tumor 1 0.85

Tenosynovial G-Cell Tumor 2 1.70

Undifferentiated Sarcoma 1 0.85

Undiferrentiated Pleomorphic Sarcoma

1 0.85

Total 117 100

* Kasus terbanyak adalah Lipoma

4.1.4. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan lokasi tumor

Penyebaran letak tumor pada tubuh penderita ditemukan hampir merata ke seluruh tubuh. Lokasi kepala & leher dan ekstremitas superior berjumlah sama, yaitu 31 orang (26.5%). Selanjutnya ada 29 orang (24.8%) pada batang tubuh dan sebanyak 26 orang (22%) pada ekstremitas inferior.

Data hasil dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.4):

Tabel 4.4 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Lokasi Tumor

Lokasi Massa Tumor Jumlah (n) Persentase (%)

Kepala & Leher 31 26.50

Batang Tubuh 29 24.78

Ekstremitas Superior 31 26.50

Ekstremitas Inferior 26 22.22

Total 117 100

4.1.5. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan tingkat keganasan Diteliti sesuai dengan klasifikasi WHO 2017, ditemukan bahwa tumor jinak memiliki persentase jauh lebih tinggi yaitu 89.7% dengan jumlah angka 105 penderita. Satu orang (0.85%) menderita papillary intralymphatic angioendothelioma, yang merupakan tumor yang berada pada tingkat intermediate. Sebelas orang (9.4%) memiliki tumor yang tergolong malignant/ganas. Berikut tabel distribusinya (Tabel 4.5):

Tabel 4.5 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Bersadarkan Tingkat Keganasan

Tingkat Keganasan Jumlah (n) Persentase (%)

Benign 105 89.74

Intermediate 1 0.85

Malignant 11 9.41

Total 117 100

4.1.6. Distribusi tumor jinak jaringan lunak (benign)

Sebanyak 105 dari 117 sampel merupakan tumor jinak jaringan lunak, yang telah diidentifikasi ke dalam 16 jenis tumor. Dari keseluruhan sampel tumor jinak, tumor Lipoma adalah yang paling banyak ditemukan, yaitu sebanyak 46 orang (43.8%). Penjabarannya dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.6):

39

Tabel 4.6 Distribusi Tumor Jinak Jaringan Lunak (Benign)

Jenis Tumor Jumlah (n) Persentase (%)

Angiofribroma 1 0.95

Angiolipoma 1 0.95

Echondromatosis 1 0.95

Fibrolipoma 10 9.52

Non-Ossifying Fibroma 1 0.95

Osteochondroma 1 0.95

Schwanomma Tumor 1 0.95

Tenosynovial G-Cell Tumor 2 1.90

Total 105 100

* Kasus terbanyak adalah Lipoma

4.1.7. Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan jenis kelamin penderita Jumlah penderita Lipoma pada sampel ada sebanyak 46 orang. Dari jumlah tersebut, penderita perempuan berjumlah 29 orang (63%) dan penderita laki-laki berjumlah 17 orang (37%). Tabel dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 4.7):

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Lipoma Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-Laki 17 36.96

Perempuan 29 63.04

Total 46 100

4.1.8 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan usia penderita

Dari seluruh sampel, terdapat 46 orang yang didiagnosis dengan Lipoma.

Sebanyak 15 orang (32.6%) ditemukan pada kelompok usia lansia awal (46-55).

Persentase yang cukup tinggi juga ditemukan pada usia dewasa awal (23.9%)

maupun dewasa akhir (23.9%). Untuk lebih jelas, hasil dapat diamati pada tabel berikut (Tabel 4.8):

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Lipoma Berdasarkan Usia (Depkes RI 2009) Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

Balita 0-5 - -

Anak-Anak 5-11 - -

Remaja Awal 12-16 1 2.17

Remaja Akhir 17-25 2 4.35

Dewasa Awal 26-35 11 23.91

Dewasa Akhir 36-45 11 23.91

Lansia Awal 46-55 15 32.61*

Lansia Akhir 56-65 1 2.17

Manula >65 5 10.88

Total 46 100

* Kasus terbanyak ditemukan pada kelompok usia lansia awal

4.1.9 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan lokasi tumor

Pada penelitian ini, dari 46 orang penderita Lipoma; terdapat 16 orang (34.8%) yang tumornya berlokasi pada bagian batang tubuh, 12 orang pada kepala &

leher, 10 orang pada ekstremitas superior, dan 8 orang pada ekstremitas inferior.

Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.9):

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Lipoma Berdasarkan Lokasi Tumor

Lokasi Massa Tumor Jumlah (n) Persentase (%)

Kepala & Leher 12 26.09

Batang Tubuh 16 34.78

Ekstremitas Superior 10 21.74

Ekstremitas Inferior 8 17.39

Total 46 100

4.1.10 Distribusi tumor ganas jaringan lunak (malignant)

Ada sebanyak sebelas sampel yang diidentifikasi sebagai tumor ganas menurut klasifikasi WHO 2017 berdasarkan tipe histologinya. Dari kesebelas sampel itu,

41

terdapat enam diantaranya memiliki diagnosis Dermatofibrosarcoma Protuberans.

Berikut adalah tabel uraian penjelasan dari sebelas sampel tersebut (Tabel 4.10):

Tabel 4.10 Distribusi Tumor Ganas Jaringan Lunak (Malignant)

Jenis Tumor Jumlah (n) Persentase (%)

Basosquamous Carcinoma 1 9.09

Dermatofibrosarcoma Protuberans

6 54.54*

Liposarcoma 1 9.09

Myxofibrosarcoma 1 9.09

Undifferentiated Sarcoma 1 9.09

Undiferrentiated Pleomorphic Sarcoma

1 9.09

Total 11 100

* Kasus terbanyak adalah Dermatofibrosarcoma Protuberans

4.1.11 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan jenis kelamin penderita

Dari enam penderita Dermatofibrosarcoma Protuberans, sebanyak 4 orang (67%) adalah laki-laki. Dua orang lainnya adalah perempuan (33%). Tabel berikut dapat dilihat sebagai gambaran lebih jelasnya (Tabel 4.11):

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-Laki 4 66.67

Perempuan 2 33.33

Total 6 100

4.1.12 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan usia penderita

Sesuai dengan pembagian usia menurut Depkes RI 2009, distribusi Dermatofibrosarcoma Protuberans ditemukan merata pada usia remaja awal, remaja akhir, dan dewasa awal. Untuk pengamatan lebih mendetil dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.12):

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans Berdasarkan Usia (Depkes RI 2009)

Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

Balita 0-5 - -

Anak-Anak 5-11 - -

Remaja Awal 12-16 2 33.33

Remaja Akhir 17-25 2 33.33

Dewasa Awal 26-35 2 33.33

Dewasa Akhir 36-45 - -

Lansia Awal 46-55 - -

Lansia Akhir 56-65 - -

Manula >65 - -

Total 6 100

4.1.13 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan lokasi tumor di tubuh penderita

Tumor ganas Dermatofibrosarcoma Protuberans ditemukan tumbuh pada ekstremitas superior pada 4 orang (67%) dari enam sampel, dua kasus lainnya berlokasi pada batang tubuh dan esktremitas inferior. Distribusi lokasi tumor ganas Dermatofibrosarcoma Protuberans dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.13):

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans Berdasarkan Lokasi Tumor

Lokasi Massa Tumor Jumlah (n) Persentase (%)

Kepala & Leher - -

Batang Tubuh 1 16.67

Ekstremitas Superior 4 66.66

Ekstremitas Inferior 1 16.67

Total 6 100

43

4.2 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini ditemukan bahwa tumor jaringan lunak umumnya bersifat jinak (89.7%), satu bersifat intermediate (0.85%), dan sisanya bersifat ganas (9.4%). Hal ini sesuai dengan literatur dimana tumor secara umum memang bersifat jinak, dan tumor ganas hanya terhitung 1% dari seluruh jumlah kasus kanker, juga kurang dari 1% dari seluruh kasus tumor jaringan lunak, sehingga dapat disebut sangat jarang (WHO, 2017). Data ini menjadi dasar penting untuk mengedukasi masyarakat, karena apabila masyarakat sadar akan gejala-gejala tumor sejak awal, maka tumor-tumor tersebut dapat dideteksi lebih awal dan tidak sampai berdiferensiasi menjadi sarkoma. Penelitian di Amerika Serikat (Kumar, et.al, 2012) menunjukkan angka insidensi kanker stabil sejak tahun 1995, dan angka mortalitas menurun sebanyak 18.4% sejak 1990 terhadap laki-laki, menurun sebesar 10.4% sejak 1991 pada perempuan. Diantara laki-laki-laki, 80% penurunan dikarenakan berkurangnya kebiasaan merokok sehingga menurunkan angka kematian akibat kanker paru-paru. Pada perempuan, penurunan mortalitas adalah karena peningkatan dalam pendeteksian dan pengobatan yang menurunkan angka kematian kanker payudara. Data ini menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai tumor jaringan lunak dapat menjadi langkah preventif yang kemudian akan menurunkan persentase kejadian tumor ganas, meningkatkan harapan hidup pasien kanker, serta menurunkan mortalitas penderita tumor ganas jaringan lunak di Indonesia.

Distribusi lokasi tumor pada penelitian ini ditemukan hampir merata di seluruh tubuh, yaitu; kepala & leher (26.5%), batang tubuh (24.8%), ekstremitas superior (26.5%), dan ekstremitas inferior (22%). Menurut Hornick (2017) di dalam bukunya, tumor jaringan lunak memiliki persentase kira-kira 40% berlokasi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher dan 30% di badan dan retroperitoneum. Menurut sumber lain, DeVita (2001) menulis bahwa soft tissue sarcoma dapat terjadi di mana saja di tubuh, tetapi sebagian besar berasal dari ekstremitas (59%), batang tubuh (19%), retroperitoneum (15%) dan kepala dan leher (9%). Distribusi lokasi hampir

merata pada penelitian ini dimungkinkan karena kasus terbanyak merupakan Lipoma. Berdasarkan penelitian WHO (2017), Lipoma paling banyak ditemukan pada daerah batang tubuh, sesuai dengan Tabel 4.9 hasil pada penelitian ini yang menunjukkan persentase 34.78%, sehingga tidak menyebabkan ketimpangan yang jauh antara persentase lokasi pada ekstremitas dengan daerah tubuh lainnya.

Tumor jaringan lunak secara keseluruhan pada penelitian ini ditemukan lebih banyak pada perempuan. Tumor ganas jaringan lunak pada penelitian ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dengan perbandingan 2:1 (67% vs. 33%) dengan insidensi kasus ganas terbanyak adalah Dermatofibrosarcoma Protuberans.

Menurut beberapa peneliti yang meneliti mengenai tumor ganas jaringan lunak mendapatkan bahwa tumor ganas jaringan lunak lebih banyak ditemukan pada laki-laki, seperti; penelitian Fitrikalinda (2019) di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2016 – 2018 mengenai insiden Liposarkoma dimana ditemukan lebih banyak pada pasien laki-laki. Selain itu juga disebutkan di dalam buku Jernigen

& Esther (2015) dari Universitas North Coralina bahwa soft tissue sarcoma dapat tumbuh di semua usia, tetapi agak lebih lazim ditemukan pada laki-laki. Joko S.

Lukito, et. al (2014) yang meneliti Fibrosarkoma di R. S. HAM pada tahun 2008 – 2012 mendapatkan bahwa Fibrosarkoma high grade lebih banyak ditemukan pada laki-laki, yaitu pada 11 orang (65%) dari 34 sampel. Penelitian Abilash, et.

al (2013) menemukan bahwa Liposarkoma dan Sarkoma Synovial lebih banyak ditemukan pada laki-laki. MPNST (Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumor) ditemukan lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Pada penelitian tahun 2005-2017 oleh American Society of Clinical Oncology (ASCO) ditemukan bahwa tumor ganas jaringan lunak lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan 1.2 :1. Faktor risiko yang dapat menyebabkan lebih tingginya insiden pada laki-laki daripada perempuan salah satunya adalah gaya hidup, misalnya merokok yang umumnya dilakukan oleh pria dan pendeteksian saat tumor sudah pada tingkat lanjut (Ashfar, et.al, 2018). Selain itu, pada penelitian mengenai hubungan antara gender dengan tumor otak Glioblastoma yang dilakukan di Washington University in St. Louis, merupakan penelitian pertama yang mengidentifikasi perbedaan terkait jenis kelamin yang memengaruhi risiko

45

tumor dan bersifat intrinsik pada sel. Para peneliti menemukan bahwa Retinoblastoma protein (RB), protein yang diketahui mengurangi risiko kanker, secara signifikan kurang aktif dalam sel otak pria dibandingkan sel otak wanita (Sun T., et.al, 2014).

Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan usia pada penelitian ini ditemukan lebih banyak pada kelompok usia dewasa awal (26-35 tahun) hingga manula (>65 tahun). Menurut WHO 2017, sarkoma jaringan lunak semakin banyak terjadi seiring bertambahnya usia; usia mediannya adalah 65 tahun. Pada penelitian Arfiana W., et al (2016) ditemukan bahwa tumor jaringan lunak lebih banyak ditemukan pada usia diantara 40-49 tahun. Kenaikan insidensi kanker bersamaan dengan usia dapat disebabkan oleh akumulasi mutasi somatik yang berhubungan dengan kemunculan neoplasma ganas. Penurunan fungsi imun akibat usia yang makin tua juga dapat menjadi faktor (Kumar, et.al, 2012). Akan tetapi, usia tidak memiliki peran besar dalam menentukan prognosis pada pasien sarkoma jaringan lunak. Ketika prognosis pada kelompok usia anak-anak dibandingkan dengan kelompok usia diatas 20 tahun, dapat dilihat dengan jelas bahwa anak-anak dengan fibrosarkoma dan liposarkoma memiliki prognosis yang jauh lebih baik daripada kelompuk usia dewasa. Rhabdomyosarcoma pada anak-anak juga lebih responsif terhadap terapi dari pada rhabdomyosarcoma pada usia dewasa.

Sarkoma jaringan lunak lainnya memiliki prognosis yang kurang lebih sama terlepas dari usia penderita (Lawrence, et.al, 1983).

Dermatofibrosarcoma Protuberans merupakan tumor ganas jaringan lunak yang ditemukan paling banyak pada penelitian ini; penderita terbanyaknya berjenis kelamin laki-laki, kelompok usia distribusinya bifasik, dimana pada usia remaja awal (12-16 tahun) dan dewasa awal (26-35 tahun) sama banyak, dan frekuensi lokasi tertinggi terdapat pada ekstremitas superior.

Dermatofibrosarcoma Protuberans adalah tumor ganas jaringan lunak yang langka dan invasif secara lokal mencakup jaringan subkutan, otot, fasia, dan tulang. Tumor muncul tanpa rasa sakit dan dapat membesar dengan cepat sebelum mendapat perhatian klinis. DFSP memiliki tingkat kekambuhan lokal mencapai 60% yang untungnya metastasis jauh jarang dapat terjadi, antara 1 dan

4% (Winarta G. K., et.al, 2019). DFSP adalah tumor agresif lokal yang ditandai dengan tingkat metastasis yang rendah dan kapasitas tinggi untuk invasi lokal.

Akibatnya, pilihan pengobatan adalah reseksi dengan wide resection yang dapat menyebabkan peningkatan persentase kekambuhan. Dalam beberapa kasus yang diterapi kuratif dengan margin lebih dari 5cm, menghasilkan nilai kekambuhan kurang dari 5% (Yu W., et.al, 2008).

Penelitian ini dilakukan di rumah sakit tipe C, yaitu Rumah Sakit Umum Advent Medan pada periode tahun 2016-2017 dengan hasil terdapat 117 kasus tumor jaringan lunak dengan variasi diagnosis sebanyak 23 jenis tumor yang bersifat jinak maupun ganas. Hal ini menunjukkan bahwa kasus-kasus tumor jaringan lunak dapat ditangani di rumah sakit tipe C, dimana peranan rumah sakit tipe C sebagai rumah sakit rujukan daerah (faskes tingkat II BPJS) adalah sebagai lini pertama penanganan kasus-kasus tumor jinak jaringan lunak, dan bila kasus menunjukkan gambaran tumor ganas, pasien kemudian dirujuk ke rumah sakit tipe B atau A untuk melanjutkan pengobatan, seperti kemoterapi dan radioterapi.

Dalam penegakan diagnosis, tumor jaringan lunak menggunakan pemeriksaan histopatologi sebagai gold standard, dimana hal ini dapat dilakukan di rumah sakit tipe-C yang memiliki spesialis patologi anatomi. Pada kasus-kasus yang membutuhkan pemeriksaan penunjang yang lebih lanjut, yaitu tumor-tumor ganas jaringan lunak yang diferensiasinya sulit untuk diidentifikasi, maka pasien membutuhkan rujukan parsial ke rumah sakit tipe B maupun A untuk pemeriksaan lebih lanjut.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan data-data yang dikumpulkan pada penelitian ini, dari 117 sampel yang didiagnosis sebagai tumor jaringan lunak, maka dapat diambil kesimpulan:

1. Berdasarkan jenis kelamin, tumor jaringan lunak lebih banyak diderita oleh perempuan.

2. Berdasarkan usia, tumor jaringan lunak paling banyak ditemukan pada usia lansia awal (46-55 tahun).

3. Berdasarkan tipe histologinya, tumor jaringan lunak paling banyak ditemukan adalah Lipoma yang tergolong ke dalam tumor jinak jaringan lemak (adiposa).

4. Berdasarkan distribusi lokasi tumor, sampel tumor jaringan lunak menunjukkan distribusi hampir merata di seluruh bagian tubuh.

5. Berdasarkan tingkat keganasan, hampir 90% kasus menunjukkan sifat tumor yang jinak.

6. Kasus terbanyak tumor jaringan lunak yang didapatkan pada penelitian ini adalah Lipoma yang bersifat jinak, dengan penderita terbanyak berjenis kelamin perempuan dan kelompok usia terbanyak adalah lansia awal (46-55 tahun). Lokasi tumor Lipoma paling sering ditemukan pada daerah batang tubuh.

7. Tumor ganas jaringan lunak paling banyak pada penelitian ini adalah Dermatofibrosarcoma Protuberans, yang penderita terbanyaknya berjenis kelamin laki-laki. Kelompok usia distribusinya bifasik, dimana ditemukan pada usia remaja awal (12-16 tahun) dan dewasa awal (26-35 tahun) sama banyak. Frekuensi lokasi paling tinggi terdapat pada ekstremitas superior.

8. Peranan rumah sakit tipe C sebagai rumah sakit rujukan daerah adalah sebagai lini pertama dalam penanganan kasus-kasus tumor jinak jaringan lunak, dan bila kasus menunjukkan gambaran tumor ganas, pasien dirujuk ke rumah sakit tipe B atau A untuk melanjutkan pengobatan.

5.2 SARAN

Dari penelitian ini, didapatkan data-data karakteristik tumor jaringan lunak, sehingga peneliti mengharapkan adanya kegiatan edukasi atau penyuluhan kepada masyarakat untuk mengenali tumor-tumor jaringan lunak. Hal ini dikarenakan alasan sebagai berikut:

1. Tumor jaringan lunak umumnya dapat dikenali secara visual dengan mudah. Masyarakat yang diedukasi, bila menemukan benjolan pada tubuhnya, tidak akan menahan-nahan sakit atau merasa malu untuk segera memeriksakan benjolan pada tubuhnya.

Gambar 5.1 (a) Gambar Dermatofibrosarcoma Protuberans, (b) Rhabdomyosarcoma yang tumbuh di daerah pipi dan regio parotis, (c) Orbital rhabdomyosarcoma pada anak-anak.

Sumber: buku ajar Manual of Soft Tissue Tumor Surgery, hal. 6 dan 194, oleh Walter Lawrence Jr., et.al.

2. Pemeriksaan tumor jaringan lunak umumnya tidak memerlukan peralatan yang sangat canggih. Pengetahuan ini dapat membantu masyarakat yang khawatir akan biaya pengobatan yang terlalu mahal.

3. Penanganan tumor jaringan lunak dapat dilakukan di rumah sakit tipe C, tidak harus ke rumah sakit tipe B ataupun A.

4. Tumor jaringan lunak dapat dengan cepat ditangani, serta tindakannya juga tidak rumit.

a b c

DAFTAR PUSTAKA

Abilash, V. G., Banerjee, R., Bandopadhyay, D. 2013, ‘Epidemiology, Pathology, Types, and Diagnosis of Soft Tissue Sarcoma Research Review’, Asian

Abilash, V. G., Banerjee, R., Bandopadhyay, D. 2013, ‘Epidemiology, Pathology, Types, and Diagnosis of Soft Tissue Sarcoma Research Review’, Asian

Dokumen terkait