• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PROFIL PENDERITA SOFT TISSUE TUMOR DI LABORATORIUM PATOLOGI RUMAH SAKIT ADVENT MEDAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PROFIL PENDERITA SOFT TISSUE TUMOR DI LABORATORIUM PATOLOGI RUMAH SAKIT ADVENT MEDAN TAHUN"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PROFIL PENDERITA SOFT TISSUE TUMOR DI LABORATORIUM PATOLOGI RUMAH SAKIT

ADVENT MEDAN TAHUN 2016-2017

Oleh :

RUTH OLIVIA ELISABETH RITONGA 130100341

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

RUTH OLIVIA ELISABETH RITONGA 130100341

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Tumor jaringan lunak merupakan kelompok neoplasma yang besar dan heterogen. Tumor jinak jaringan lunak ternyata lebih umum ditemukan daripada tumor jinak pada tulang. Tumor-tumor ini dapat menyerang hampir di semua tempat, di dalam maupun di antara otot, ligamen, saraf, dan pembuluh darah. Bentuk penampakan dan sifatnya juga sangat luas variannya. Berdasarkan literatur pada tahun 2013, tumor jaringan lunak menduduki urutan ke-10 sebagai kanker dengan angka kejadian terbanyak. Mendukung program Kementerian Kesehatan dalam upaya pencegahan dan pendeteksian dini yang tepat mengenai kanker, peneliti tertarik untuk meneliti penyebaran tumor jaringan lunak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi klasifikasi profil penderita soft tissue tumor secara sosiodemografi dan gambaran Histopatologi.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yang bersifat deskriptif observasional dengan menggunakan data sekunder rekam medik seluruh pasien didiagnosis tumor jaringan lunak di Rumah Sakit Advent Medan yang merupakan Rumah Sakit tipe C, periode tahun 2016-2017.

Hasil: Jumlah yang diperoleh sebagai sampel adalah sebanyak 117 kasus dengan 106 kasus merupakan tumor jinak jaringan lunak dan sebelas lainnya merupakan tumor ganas. Jenis tumor yang paling banyak ditemukan adalah Lipoma (39.3%) yang diklasifikasikan ke dalam kelompok tumor jinak jaringan adiposa.

Kata kunci : tumor, jaringan lunak, jinak, ganas

(5)

ABSTRACT

Background: Soft tissue tumors are a large and heterogeneous group of neoplasms. Benign soft tissue tumors are more common than benign tumors on the bone. These tumors can invade almost anywhere, within and between muscles, ligaments, nerves, and blood vessels. The form of appearance and its characteristics are also very wide in variety. Based on the literature in 2013, soft tissue tumors ranked 10th as a cancer with the highest incidence rate. Supporting the Ministry of Health's program in the prevention and early detection of cancer, researcher is interested in researching the spread of soft tissue tumors. The purpose of this study was to determine the distribution of the profile classification of soft tissue tumor patients by sociodemography and histopathological features.

Methods: This study was a descriptive study with a cross-sectional approach that was observational descriptive using secondary data from the medical records of all patients diagnosed with soft tissue tumors at the Medan Adventist Hospital, which is a type C hospital, for the period 2016-2017.

Results: The number of samples obtained was 117 cases, with 106 cases being benign soft tissue tumors and the remaining eleven being malignant tumors. The most common type of tumor was Lipoma (39.3%) which was classified into the benign adipose tissue tumor group.

Key words: tumor, soft tissue, benign, malignant

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur, dan sembah penulis panjatkan bagi Yesus Kristus dan Tuhan yang Maha Tinggi, sebagaimana kasih, kemurahan, serta karunia roh penyertaan-Nya yang selalu dan tak pernah meninggalkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul: “Profil Penderita Soft Tissue Tumor di Laboratorium Patologi Rumah Sakit Advent Medan Tahun 2016-2017” yang merupakan syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini, ada banyak hambatan serta rintangan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat dukungan, dorongan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara material, moral, dan spiritual. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.

2. Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK, selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan arahan bagi penulis.

3. Dr. Esther R. D. Sitorus, M.Ked(PA), Sp.PA, selaku dosen pembimbing yang begitu rendah hati dan tidak menuntut, panjang sabar, serta setia menuntun penulis dalam proses panjang perwujudan skripsi ini.

4. Dr. Hidayat, M.Biomed, selaku ketua penguji skripsi penulis.

5. Dr. dr. Suzy Indharty, M.Kes, Sp.BS, selaku anggota penguji skripsi penulis yang telah banyak memotivasi dan mengajari penulis dalam pembuatan skripsi, juga dalam berbagai perihal kehidupan yang telah menginspirasi penulis.

6. Dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked(An), Sp.An, selaku dosen pembimbing akademik yang ramah, baik hati, dan siap sedia membuka jalan bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan di setiap semester.

7. Dr. Mustafa M. Amin, Sp.KJ(K), selaku dosen pengajar dan psikiater yang sudah banyak mendengarkan, mengobati, dan meringankan beban penulis.

8. Segenap dosen, staf, dan pegawai administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan memudahkan penulis selama ini, terkhusus untuk Mbak Ria Sri Rezeki dari departemen Subbag Pendidikan.

9. Ibunda penulis, Dr. Rouli M. Sri Bulan, yang merupakan the greatest supporter dalam kehidupan penulis; Ayahanda, Ir. Novian Charles Ritonga yang telah begitu sabar dan setia membiayai setiap kebutuhan penulis. Juga kepada kedua adik penulis: Romeo Carlosmanuel G.

Ritonga (Jerman) dan Rosevelt Andreas L. Ritonga yang saya doakan terus bersemangat melanjutkan pendidikan mereka.

(7)

10. Sahabat-sahabat karib penulis: dr. Meggiy Saputra, dr. Stevenie Liu, M.Biomed, dr. Christopher Kendrick Deng, dan dr. Dewi Maya Putri Alam yang selama ini selalu menjadi penyemangat dan safe haven bagi penulis. Terima kasih telah mengasihi penulis apa adanya tanpa perlu penulis minta.

11. Ayu S. Manullang, S.Psi, yang merupakan psikolog pribadi dan sahabat yang sangat menginspirasi bagi penulis; Zoe Badawi, S.Ked, sahabat penulis yang telah banyak membantu dalam proses presentasi seminar proposal dan seminar hasil penulis.

12. Sahabat-sahabat long distance penulis—Ms. Clarisse Béral (Prancis), Arusyak Harutyunyan (Armenia), Nihana Mubaruck, MBBS (Uni Emirat Arab & Cina), Ms. Sonali Lakra (India), Teo Rae Shaen (Singapur), dan Boluwatife Joseph Oluyinka (CEO of Motive Mall, Nigeria)—yang selama beberapa tahun terakhir telah menjadi teman berbagi cerita, dan selanjutnya terus saling mendukung di setiap fase perubahan hidup satu sama lain.

13. Seluruh senior, teman, dan junior dari berbagai angkatan (2012-2017) yang tidak dapat penulis sebut satu per satu yang telah banyak berbagi, juga memberi pertolongan serta dukungan moral kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran, masukan, bahkan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak, khususnya dalam bidang ilmu kedokteran.

Medan, 22 November 2020 Penulis,

(RUTH OLIVIA ELISABETH RITONGA) NIM. 130100341

(8)

HALAMAN PENGESAHAN……… ii

ABSTRAK………..……… iii

ABSTRACT……….……… iv

KATA PENGANTAR………. v

Daftar Isi……….. vii

Daftar Gambar……… x

Daftar Tabel……… xi

Daftar Singkatan………. xii

Daftar Lampiran………. xiii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……… 3

1.3 Tujuan Penelitian……….. 3

1.3.1 Tujuan Umum………. 3

1.3.2 Tujuan Khusus……… 3

1.4 Manfaat Penelitian……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 5

2.1 Tumor……… 5

2.1.1 Definisi Tumor………... 5

2.1.2 Struktur Tumor………. 5

2.1.3 Klasifikasi……….. 6

2.1.3.1 Berdasarkan sifat……… 6

2.1.3.2 Berdasarkan asal sel……… 7

2.1.3.3 Diferensiasi………. 7

2.2 Tumor Jaringan Lunak………. 8

2.2.1 Epidemiologi………. 8

2.2.2 Klasifikasi………. 9

2.2.3 Etiologi……….. 13

(9)

2.2.4 Patofisiologi……….. 14

2.2.5 Faktor risiko……….. 20

2.2.6 Prognosis……… 21

2.2.7 Diagnosis……… 21

2.2.7.1 Core Needle Biopsy……….. 22

2.2.7.2 Fine Needle Aspiration Biopsy……… 22

2.2.7.3 Open Surgical Biopsy……… 23

2.2.7.4 Local Excision ……… 23

2.2.7.5 Resection with Margins ……… 24

2.2.7.6 Frozen Section ………... ……… 25

2.2.7.7 Immunohistochemistry………. 25

2.2.8 Tata Laksana……….. 26

2.3 Kerangka Teori……… 29

2.4 Kerangka Konsep……….. 30

BAB III METODE PENELITIAN……… 31

3.1 Rancangan Penelitian………. 31

3.2 Lokasi Penelitian……… 31

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………. 31

3.3.1 Populasi……….. 31

3.3.2 Sampel………. 31

3.4 Metode Pengumpulan Data………. 31

3.5 Definisi Operasional……….. 32

3.6 Metode Pengolahan Data……….……….. 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 35

4.1 Hasil Penelitian………. 35

4.1.1 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenis kelamin penderita………. 35

4.1.2 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan usia penderita………. 35

4.1.3 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenis tumor……….. 36

(10)

keganasan………... 38

4.1.6 Distribusi tumor jinak jaringan lunak (benign)…….. 38

4.1.7 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan jenis kelamin penderita…..……….. 39

4.1.8 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan usia penderita………... 39

4.1.9 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan lokasi tumor……… 40

4.1.10 Distribusi tumor ganas jaringan lunak (malignant)… 40 4.1.11 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan jenis kelamin penderita……….. 41

4.1.12 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan usia penderita………. 41

4.1.13 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan lokasi tumor di tubuh penderita………. 42

4.2 Pembahasan………... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 47

5.1 Kesimpulan……….………… 47

5.2 Saran……… 48

DAFTAR PUSTAKA………... 49

LAMPIRAN 1. Daftar Riwayat Hidup Peneliti……….... 53

LAMPIRAN 2. Ethical Clearance... 54

LAMPIRAN 3. Master Data………. 55

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Gambaran Lipoma 6

Gambar 2.2 Gambar Embryonal Rhabdomyosarcoma orbital 9 Gambar 2.3 Gambaran tipikal anatomi sel tumor

sarkoma jaringan lunak 15 Gambar 2.4 Gambar hasil metode Core Needle Biopsy dan

gambar hasil metode Fine-Needle Aspiration 23 Gambar 2.5 Gambar perbedaan porsi metode resection 24

Gambar 2.6 Gambar hasil wide resection 25

Gambar 2.7 Gambar hasil metode Immunohistochemistry 26

Gambar 2.8 Kerangka teori 29

Gambar 2.9 Kerangka konsep 30

Gambar 5.1 Gambar Dermatofibrosarcoma Protuberans

dan Rhabdomyosarcoma 48

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Karakteristik Tumor Jinak dan Ganas 6 Tabel 2.2 Karakteristik Karsinoma dan Sarkoma 7

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional 32

Tabel 4.1 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan

jenis kelamin 35

Tabel 4.2. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan

usia (Depkes RI 2009) 35

Tabel 4.3 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan

jenis tumor (WHO 2017) 37

Tabel 4.4 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan

lokasi tumor 38

Tabel 4.5 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan

tingkat keganasan 38

Tabel 4.6 Distribusi tumor jinak jaringan lunak (benign) 39 Tabel 4.7 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan

jenis kelamin 39

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan

usia (Depkes RI 2009) 40

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan

lokasi tumor 40

Tabel 4.10 Distribusi tumor ganas jaringan lunak (malignant) 41 Tabel 4.11 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma

Protuberans berdasarkan jenis kelamin 41 Tabel 4.12 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma

Protuberans berdasarkan usia (Depkes RI 2009) 42 Tabel 4.13 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma

Protuberans berdasarkan lokasi tumor 42

(13)

DAFTAR SINGKATAN

APC : Adenomatous polyposis coli

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial cGy : Centigray

CT : Computed Tomography DNA : Deoxyribonucleic Acid DFS : Disease-Free Survival

DFSP : Dermatofibrosarcoma protuberans Faskes : Fasilitas Kesehatan

FNAB : Fine Needle Aspiration Biopsy GIST : Gastrointestinal Stromal Tumor HHV-8 : Human Herpes Virus tipe 8 HIV : Human Immunodeficiency Virus IHC : Immunochemistry

MPNST : Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumor MRI : Magnetic Resonance Imaging

NF1 : Neurofibromin 1 OS : Overall Survival

PDGFRA : platelet-derived growth factor receptor alpha PTCH1 : protein patched homolog 1

PET : Positron Emission Tomography RB : protein Retinoblastoma

RTK : Receptor Tyrosine Kinase WHO : World Health Organization

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Ethical Clearance

Lampiran 3 Master Data

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jaringan lunak digambarkan sebagai jaringan pendukung dari berbagai organ dan jaringan non-epitel, struktur khusus ekstraskeletal dari jaringan lymphohematopoietic. Hal ini termasuk jaringan ikat berserabut, jaringan adiposa, otot skeletal, pembuluh darah/limfe, dan sistem saraf perifer. Secara embrional, kebanyakan jaringan lunak berasal dari mesoderm, dengan kontribusi neuroektodermal dalam pembentukan saraf perifer. (Shidham, 2017)

Tumor jaringan lunak merupakan sekelompok neoplasma yang besar dan heterogen. Umumnya, tumor diklasifikasikan bergantung pada gambaran histogenetiknya (fibrosarkoma, sebagai contoh, dikategorikan sebagai sebagai tumor yang muncul dari fibroblas). Akan tetapi, secara histomorfologi, imunohistokimia, dan data eskperimental menunjukkan bahwa sebagian besar sarkoma berasal dari sel mesenkim primitif multipotensial, yang muncul selama proses diferensiasi transformasi neoplastik. (Shidham, 2017)

Tumor jinak jaringan lunak ternyata lebih umum ditemukan daripada tumor jinak pada tulang. Tumor-tumor ini dapat menyerang hampir di semua tempat, didalam maupun diantara otot, ligamen, saraf, dan pembuluh darah. Bentuk penampakan dan sifatnya juga sangat luas variannya. (Cleveland, 2017)

Fibrosarkoma dapat dijumpai di seluruh tubuh, namun lokasi tersering adalah ekstremitas bawah, terutama paha, lutut, dan tibia (46%). Pada lokasi lain juga dapat dijumpai fibrosarkoma, seperti batang tubuh (19%), ekstremitas atas (13%), kepala dan leher (9%), dan payudara (0,5%). (Lukito et.al, 2014)

Beberapa tumor bisa menjadi cukup agresif. Invasi sel-sel tumor ke jaringan sekitarnya dapat menyebabkan kemungkinan tumor akan kembali. Teknik-teknik khusus dan bahkan terapi radiasi dapat digunakan untuk mengurangi risiko pengulangan kembali. (Cleveland, 2017)

Diantara banyaknya jenis tumor, yang bisa diklasifikasikan sebagai tumor jinak jaringan lunak adalah lipoma, angiolipoma, fibroma, histiocytoma

(16)

berserabut jinak, neurofibroma, schwannoma, neurilemmona, hemangioma, tumor sel raksasa tendon sheath, dan myxoma. Di beberapa kondisi, seperti nodular fasciitis, bukanlah tumor, tetapi bisa mendapatkan pengobatan yang mirip. Sebagian kecil dari tumor-tumor ini mungkin saja berhubungan dengan kondisi tertentu yang didapatkan secara keturunan. (Cleveland, 2017)

Berdasarkan catatan dari Kementerian Kesehatan, di tahun 2012, angka kematian akibat kanker mencapai 8,2 juta orang. Di Sumatera Utara, pada tahun 2013 saja, estimasi kejadian kanker ditemukan sebanyak 13.391 kasus (1%) dari keseluruhan 347.792 kasus di Indonesia. (Depkes RI, 2015)

Pada penelitian selama periode 1 Januari 2008 – sampai 31 Desember 2012, dari data rekam medik penderita yang didiagnosa sebagai fibrosarkoma secara histopatologi, diperoleh 34 pasien. Jumlah penderita fibrosarkoma terbanyak dijumpai pada usia ≥ 40 tahun, yakni sebanyak 18 orang penderita (53%), dan selebihnya dijumpai pada usia < 40 tahun, yakni sebanyak 16 orang penderita (47%). (Lukito et.al, 2014)

Mendukung program Kementerian Kesehatan dalam upaya pencegahan dan pendeteksian dini yang tepat mengenai kanker, peneliti tertarik untuk meneliti penyebaran tumor jaringan lunak. Hal ini juga didukung oleh penelitian terakhir berhubungan dengan topik ini hanya membahas tumor ganas pada tahun 2013.

Maka peneliti akan melakukan penelitian distribusi tumor jaringan lunak, jinak maupun ganas.

Adapun alasan peneliti memilih Rumah Sakit Advent sebagai tempat penelitian adalah dikarenakan akses yang lebih cepat. Rumah Sakit Advent sendiri adalah rumah sakit tipe-C dan merupakan first line rujukan BPJS dari fasilitas kesehatan primer, seperti puskesmas dan posyandu. Berdasarkan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, disingkat sebagai BPJS, pada pasal 3, bahwa sudah menjadi tujuan BPJS untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup, yang salah satunya adalah kesehatan, yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Kembali ditegaskan dalam pasal 2 bahwa BPJS haruslah menyelenggarakan sistemnya dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan

(17)

3

begitu, tujuan peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Advent adalah juga untuk mengetahui sejauh mana penanganan soft tissue tumor dapat dilakukan di rumah sakit tersebut, ditinjau dari sisi sistem perujukan berjenjang yang ditetapkan oleh BPJS bagi pasien-pasien penderita tumor jaringan lunak.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran profil penderita tumor jaringan lunak (soft tissue tumor) berdasarkan data rekam medik dari laboratorium patologi Rumah Sakit Advent Medan pada periode tahun 2016-2017.

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil penderita soft tissue tumor yang ada di laboratorium patologi Rumah Sakit Advent Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi profil penderita secara sosiodemografi pada laboratorium patologi Rumah Sakit Advent Medan.

2. Untuk mengetahui distribusi klasifikasi soft tissue tumor pada laboratorium patologi Rumah Sakit Advent Medan.

3. Untuk mengetahui sejauh mana penanganan soft tissue tumor dapat dilayani di Rumah Sakit Advent sebagai pusat rujukan rumah sakit tipe-C.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai pengalaman peneliti untuk meneliti.

2. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran.

3. Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan topik yang sama.

(18)

4. Sebagai bahan informasi dan tambahan pengetahuan bagi para calon dokter yang akan terjun melayani masyarakat.

5. Sebagai informasi tambahan bagi masyarakat dalam penyuluhan- penyuluhan mengenai tumor jaringan lunak.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TUMOR

2.1.1. Definisi Tumor

Tumor, secara literal, memiliki arti pembengkakan yang abnormal. Dalam bahasa kedokteran, tumor (neoplasma) merupakan suatu lesi sebagai hasil pertumbuhan abnormal dari sel yang autonom atau relatif autonom, yang menetap, walau rangsangan penyebabnya telah dihilangkan. (Shidham, 2017)

Sel normal yang mengalami transformasi menjadi sel tumor disebut sebagai sel neoplastik. Transformasi tersebut meliputi satu seri perubahan genetik (misalnya mutasi), sel melepaskan diri secara permanen dari mekanisme pengatur pertumbuhan normal. Sel neoplastik tumor disebut maligna apabila memiliki tambahan kemampuan khas mematikan yang memungkinkan sel untuk menembus dan menyebar, atau metastasis ke jaringan lain. (Shidham, 2017)

2.1.2. Struktur Tumor

Setiap sel tumor terdiri dari : a. Sel neoplastik

Kelompok sel ini akan menghasilkan macam-macam bentuk pertumbuhan dan aktivitas sintetik sel asal. Tergantung pada fungsi serupa jaringan asal, maka sel ini akan terus menyintesis dan menyekresi produk sel ke dalam aliran darah sehingga dapat dideteksi kemudian.

b. Stroma

Ada anyaman jaringan ikat yang melekat dan mendukung kelompok sel neoplastik. Anyaman ini disebut stroma (dari kata Yunani yang berarti kasur), yang tugasnya memberi dukungan mekanis dan nutrisi kepada sel neoplastik.

Stroma selalu mengandung pembuluh darah yang tersebar dan menyatu dengan tumor. (Underwood, 1999)

Adapun bentuk-bentuk tumor sebagai berikut. Gambaran maskroskopis yang dideskripsikan sebagai tonjolan datar, umumnya jinak, yaitu karena biasanya

(20)

tidak meluar melebihi jaringan asal. Bentuk ulserasi sering berhubungan dengan sifat agresif. (Underwood, 1999)

Tumor biasanya memiliki perabaan yang lebih padat dibanding dengan jaringan sekitarnya, sehingga mudah teraba sebagai benjolan pada tempat yang bisa dideteksi. Tumor yang padat dan keras dikatakan sebagai scirrhous, yang lunak disebut medullary. (Underwood, 1999)

Gambar 2.1 gambaran Lipoma: (a) makroskopis, (b) histologi/mikroskopis Sumber :

http://www.pathologyoutlines.com/wick/softtissue/lipomaatypicaltypesubcutisgross.jpg http://www.pathologyoutlines.com/wick/softtissue/lipomamicro1.jpg

2.1.3. Klasifikasi Tumor 2.1.3.1. Berdasarkan sifat

Tumor di dalam klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu jinak dan ganas.

Berikut akan dijelaskan perbedaan karakteristik tumor jinak dan ganas pada tabel 2.1. (Underwood, 1999)

Tabel 2.1. Karakteristik Tumor Jinak dan Ganas

Sifat Jinak Ganas

Kecepatan tumbuh Lambat Cepat

Aktivitas mitosis Rendah Tinggi

Kemiripan dengan jaringan

normal Baik Bermacam-macam, biasanya

buruk

Bentuk inti Sering normal

Biasanya hiperkromatik, ireguler, inti banyak, dan

pieomorfik

Invasi Tidak Ya

a b

(21)

7

Metastasis Tidak pernah Sering

Perbatasan Batas tegas atau berkapsul Batas tidak tegas atau irregular

Nekrosis Jarang Sering

Ulserasi Jarang Sering pada permukaan kulit

atau permukaan mukosa Arah pertumbuhan pada

kulit atau permukaan mukosa

Sering eksofitik Sering endofitik

2.1.3.2. Berdasarkan asal sel

Klasifikasi tumor dibuat secara histogenetik, adapun pembagian luasnya sebagai berikut :

 Berasal dari sel epitel

 Berasal dari jaringan ikat

 Berasal dari organ yang limfoid dan homopoietik. (Underwood, 1999)

Tabel 2.2. Karakteristik Karsinoma dan Sarkoma

Bentuk Karsinoma Sarkoma

Asal Epitel Jaringan ikat

Sifat Ganas Ganas

Frekuensi Sering Relatif jarang

Alur metastasis Limfe Darah

Tahap in situ Ya Tidak

Kelompok umur Biasanya >50 tahun Biasanya <50 tahun

2.1.3.3. Diferensiasi

Diferensiasi memiliki arti tingkat kemiripan tumor secara histologi terhadap sel atau jaringan asal, sehingga diferensiasi menentukan grade suatu tumor.

Tumor jinak tidak digolongkan ke dalam klasifikasi ini, karena bentuk tumor jinak hampir selalu sangat mirip dengan jaringan asalnya. Pada tumor ganas, klasifikasi diferensiasi sangat penting secara klinis, selain karena memiliki korelasi kuat dengan prognosis pasien, juga dapat memberikan arahan tepat untuk penentuan pengobatan yang tepat. (Underwood, 1999)

(22)

Tumor ganas biasanya digolongkan sebagai tumor berdiferensiasi baik, moderat atau buruk, atau secara numerik sering disebut sebagai grade 1, grade 2, atau grade 3. (Underwood, 1999)

2.2. TUMOR JARINGAN LUNAK 2.2.1. Epidemiologi

Sarkoma (tumor ganas) jaringan lunak bisa terjadi dimanapun, tetapi tiga perempat lokasinya terjadi pada ektremitas (paling banyak di paha) dan 10 persen masing-masing di trunk wall (dinding batang tubuh) dan retrioperitoneum, Sarkoma jaringan lunak semakin banyak terjadi seiring bertambahnya usia; usia mediannya adalah 65 tahun. Pada sepertiga kasus, diameter tumor superfisial berukuran 5 cm dan selebihnya terletak lebih dalam dengan ukuran median diameter 9 cm. (WHO, 2017)

Menurut WHO, setiap tahun, diperkirakan ada 3000/sejuta populasi (1830) yang datang berkonsultasi pada dokter mengeluhkan penyakit-penyakit tumor jinak jaringan lunak ini, sedangkan pada sarkoma jaringan lunak ditemukan sekitar 30/sejuta kasus (1663).

Berdasarkan penelitian distribusi sarkoma jaringan lunak yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Pekanbaru periode 2009-2013 (Arfiana, Burhanuddin, &

Fidiawati, 2016), dari 195 kasus, ditemukan bahwa sarkoma jaringan lunak lebih banyak terjadi pada wanita (60%) dibanding pria. Usianya berada diantara 40-49 tahun, sedangkan gambaran histopatologi yang paling umum ditemukan adalah rhabdomyosarcoma (17,9%).

Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70% kematian akibat kanker di dunia setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia, dan Amerika Tengah dan Selatan.

Diperkirakan kasus kanker tahunan di dunia akan meningkat dari 14 juta pada 2012 menjadi 22 juta dalam dua dekade berikutnya. (Depkes RI, 2015)

(23)

9

2.2.2. Klasifikasi

Gambar 2.2 Embryonal Rhabdomyosarcoma orbital : (a) makroskopis, (b) mikroskopis Sumber:

http://www.pathologyoutlines.com/wick/softtissue/rhabdomyosarcomaembryonaltyperetroorbitalg ross.jpg

http://www.pathologyoutlines.com/wick/softtissue/rhabdomyosarcomaembryonaltyperetroorbital micro1.jpg

Tipe-tipe sarkoma jaringan lunak ditentukan berdasarkan asal jaringannya.

Dari begitu banyak kejadian, paling banyak terjadi di ekstremitas. Frekuensi lokasi secara keseluruhan adalah sebagai berikut : paha, bokong, dan selangkangan, 46%; badan, 18%; ekstremitas atas, 13%; retroperitoneal, 13%;

dan kepala dan leher, 9%. Gejala yang paling sering terlihat adalah massa asimtomatik. Tumor-tumor ini dapat muncul terlambat, terutama di daerah paha dan pelvis. (Steen & Stephenson, 2008)

Tumor jaringan lunak diklasifikasikan secara umum menjadi dua, yaitu jinak dan ganas. Sepertiga kasus kejadian tumor jinak adalah lipoma, sepertiganya lagi adalah fibrohistiocytic dan tumor fibrous, 10 persen tumor-tumor vaskular, dan 5 persen tumor pada nerve sheath. Lipoma pada umumnya tidak menyakitkan, jarang terjadi pada tangan, ekstremitas bawah, dan kaki, dan sangat jarang terjadi pada anak-anak (1830), multiple (angio)lipoma terkadang menyakitkan dan umumnya terjadi pada lelaki muda, angioleiomyoma sering rasanya menyakitkan dan umum terjadi di ekstremitas bawah pada wanita separuh baya, dimana setengah dari jumlah tumor vaskular terjadi pasien lebih muda dari usia 20 tahun

a b

(24)

(1524). Dari tumor jinak jaringan lunak, 99% terjadi superfisial dan 95% ukuran diameter kurang dari 5 cm (1524). (WHO, 2017)

Berikut adalah klasifikasi tumor jaringan lunak berdasarkan tipe histologinya menurut WHO pada tahun 2017 :

(a) ADIPOCYTIC TUMOURS

 Benign

Lipoma, Lipomatosis, Lipomatosis of nerve,

Lipoblastoma / Lipoblastomatosis, Angiolipoma,

Myolipoma,

Chondroid lipoma,

Extrarenal angiomyolipoma, Extra-adrenal myelolipoma, Spindle cell/ Pleomorphic lipoma, Hibernoma

 Intermediate (locally aggressive)

Atypical lipomatous tumour/ Well differentiated liposarcoma

 Malignant

Dedifferentiated liposarcoma, Myxoid liposarcoma,

Round cell liposarcoma, Pleomorphic liposarcoma, Mixed-type liposarcoma ,

Liposarcoma,not otherwise specified

(b) FIBROBLASTIC / MYOFIBROBLASTIC TUMOURS

 Benign

Nodular fasciitis, Proliferative fasciitis, Proliferative myositis,

Myositis ossificans fibro-osseous pseudotumour of digits, Ischaemic fasciitis,

Elastofibroma,

Fibrous hamartoma of infancy, Myofibroma / Myofibromatosis, Fibromatosis colli,

Juvenile hyaline fibromatosis, Inclusion body fibromatosis, Fibroma of tendon sheath, Desmoplastic fibroblastoma, Mammary-type myofibroblastoma, Calcifying aponeurotic fibroma, Angiomyofibroblastoma,

(25)

11

Cellular angiofibroma, Nuchal-type fibroma, Gardner fibroma,

Calcifying fibrous tumour, Giant cell angiofibroma

 Intermediate (locally aggressive)

Superficial fibromatoses (palmar / plantar), Desmoid-type fibromatoses,

Lipofibromatosis

 Intermediate (rarely metastasizing)

Solitary fibrous tumour and haemangiopericytoma (incl.

lipomatous haemangiopericytoma), Inflammatory myofibroblastic tumour, Low grade myofibroblastic sarcoma, Myxoinflammatory fibroblastic sarcoma, Infantile fibrosarcoma

 Malignant

Adult fibrosarcoma, Myxofibrosarcoma,

Low grade fibromyxoid sarcoma hyalinizing spindle cell tumour, Sclerosing epithelioid fibrosarcoma

(c) SO-CALLED FIBROHISTIOCYTIC TUMOURS

 Benign

Giant cell tumour of tendon sheath, Diffuse-type giant cell tumour, Deep benign fibrous histiocytoma

 Intermediate (rarely metastasizing) Plexiform fibrohistiocytic tumour, Giant cell tumour of soft tissues

 Malignant

Pleomorphic ‘MFH’ / Undifferentiated pleomorphic sarcoma, Giant cell ‘MFH’ / Undifferentiated pleomorphic sarcoma with giant cells,

Inflammatory ‘MFH’ / Undifferentiated pleomorphic sarcoma with prominent inflammation

(d) SMOOTH MUSCLE TUMOURS Angioleiomyoma,

Deep leiomyoma, Genital leiomyoma,

Leiomyosarcoma (excluding skin)

(e) PERICYTIC (PERIVASCULAR) TUMOURS

Glomus tumour (and variants) malignant glomus tumour, Myopericytoma

(26)

(f) SKELETAL MUSCLE TUMOURS

 Benign

Rhabdomyoma (adult type, fetal type, genital type)

 Malignant

Embryonal rhabdomyosarcoma (incl. spindle cell, botryoid, anaplastic),

Alveolar rhabdomyosarcoma (incl. solid, anaplastic), Pleomorphic rhabdomyosarcoma

(g) VASCULAR TUMOURS

 Benign

Haemangiomas of subcut/deep soft tissue (capillary, cavernous, arteriovenous, venous, intramuscular synovial),

Epithelioid haemangioma, Angiomatosis,

Lymphangioma

 Intermediate (locally aggressive) Kaposiform haemangioendothelioma

 Intermediate (rarely metastasizing) Retiform haemangioendothelioma,

Papillary intralymphatic angioendothelioma, Composite haemangioendothelioma,

Kaposi sarcoma

 Malignant

Epithelioid haemangioendothelioma, Angiosarcoma of soft tissue

(h) CHONDRO-OSSEOUS TUMOURS Soft tissue chondroma,

Mesenchymal chondrosarcoma, Extraskeletal osteosarcoma

(i) TUMOURS OF UNCERTAIN DIFFERENTIATION

 Benign

Intramuscular myxoma (incl. cellular variant), Juxta-articular myxoma,

Deep (‘aggressive’) angiomyxoma,

Pleomorphic hyalinizing angiectatic tumour, Ectopic hamartomatous thymoma

 Intermediate (rarely metastasizing) Angiomatoid fibrous histiocytoma,

Ossifying fibromyxoid tumour (incl. atypical / malignant), Mixed tumour/ Myoepithelioma/ Parachordoma

 Malignant

(27)

13

Synovial sarcoma, Epithelioid sarcoma, Alveolar soft part sarcoma, Clear cell sarcoma of soft tissue,

Extraskeletal myxoid chondrosarcoma ("chordoid" type),

PNET / Extraskeletal Ewing tumour (pPNET, extraskeletal Ewing tumour),

Desmoplastic small round cell tumour, Extra-renal rhabdoid tumour,

Malignant mesenchymoma,

Neoplasms with perivascular epithelioid cell differentiation (PEComa, clear cell myomelanocytic tumour),

Intimal sarcoma

2.2.3. Etiologi

Penyebab tumor jaringan lunak adalah sebagai berikut : 1) Genetik

Telah dibuktikan bahwa kelainan genetik tertentu dan mutasi gen adalah faktor predisposisi bagi sebagian tumor jaringan lunak yang jinak maupun ganas (Shidham, 2017). Gen mengandung instruksi untuk mengatur perkembangan dan pembelahan sel. Gen yang bertugas dalam pembelahan sel disebut oncogen. Gen lainnya yang bertugas memperlambat pembelahan sel dan memastikan sel-sel untuk mati pada waktu yang tepat disebut gen suppressor tumor. Kanker dapat disebabkan oleh mutasi (defek) DNA yang menyebabkan oncogen terus aktif dan membuat gen suppressor tumor tidak berfungsi. (American Cancer Society, 2016) Gen NF1 dalam neurofibromatosis adalah contohnya, yang condong mengalami transformasi sehingga menjadi multiple neurofibroma yang bersifat ganas. Contoh lain, Gardner syndrome yang disebabkan oleh mutasi gen APC yang membuat penderitanya menumbuhkan banyak polip di kolon sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker kolon dan tumor desmoids. Gorlin syndrome, yang juga disebut sindroma karsinoma sel basal nevoid disebabkan oleh mutasi gen PTCH1 yang meningkatkan risiko terjadinya fibrosarkoma dan rhabdomyosarcoma. (American Cancer Society, 2016)

(28)

2) Radiasi

Mekanisme patogenesisnya adalah mutasi genetik akibat radiasi lebih dari 2000 cGy yang menyebabkan transformasi neoplastik (Shidham, 2017).

Jarak waktu antara perawatan radiasi dan diagnosis sarkoma adalah lebih kurang 10 tahun (American Cancer Society, 2016) dan mengakibatkan angka insiden kurang dari 5% kasus sarkoma.

3) Limfedema kronis

Setelah nodul-nodul limfe diangkat atau rusak akibat radioterapi, cairan limfe dapat berkumpul dan menyebabkan pembengkakan yang disebut limfedema (American Cancer Society, 2016). Pada pasien karsinoma payudara tingkat akhir, limfedema kronis dapat berkembang menjadi limfangiosarkoma (Shidham, 2017).

4) Karsinogen dari lingkungan

Hubungan antara paparan berbagai bahan karsinogen dengan meningkatnya insiden tumor jaringan lunak memang ada. Angiosarkoma hati, misalnya, disebabkan oleh paparan bahan arsenik, thorium dioksida, dioxin, asam phenoxyacetic, dan vynil klorida. (Shidham, 2017)

5) Infeksi

Contoh tumor jaringan lunak yang disebabkan oleh infeksi adalah Kaposi sarcoma yang disebabkan oleh human herpes virus tipe-8 (HHV-8), yang menyerang pasien-pasien human immunodeficiency virus (HIV). Infeksi virus Epstein-Barr pada pasien immunocompromised juga meningkatkan kemungkinan berkembanganya tumor jaringan lunak. (Shidham, 2017) 6) Trauma

Relasi antara trauma dengan tumor jaringan lunak sifatnya kebetulan.

Adanya suatu trauma memungkinkan terjadinya lesi tumor jaringan lunak.

(Shidham, 2017)

2.2.4 Patofisiologi

Secara umum, tumor jaringan lunak tumbuh secara sentripetal, meskipun beberapa tumor jinak (misalnya, lesi fibrosa) dapat tumbuh memanjang di

(29)

15

sepanjang bidang jaringan. Sebagian besar tumor jaringan lunak tetap pada batas fasia, yang tersisa terbatas pada kompartemen asal sampai tahap perkembangan selanjutnya. (Shidham, 2018)

Setelah tumor mencapai batas anatomi kompartemen, tumor lebih mungkin untuk melanggar batas-batas kompartemen. Struktur neurovaskular utama biasanya tergeser karena tidak diselimuti atau diserang oleh tumor. Tumor yang timbul di lokasi ekstrakompartemen, seperti fossa poplitea, dapat berkembang lebih cepat karena kurangnya batas fasia; mereka juga lebih cenderung melibatkan struktur neurovaskular. (Shidham, 2018)

Bagian perifer dari tumor menekan jaringan lunak di sekitarnya yang normal karena pertumbuhan ekspansil sentripetal. Ini menghasilkan pembentukan zona yang relatif terdefinisi dengan baik dari jaringan fibrosa terkompresi yang mungkin mengandung sel-sel tumor yang tersebar. Zona ini juga dapat terdiri dari sel-sel inflamasi dan menunjukkan neovaskularitas. (Shidham, 2018)

Lapisan tipis jaringan yang disebut zona reaktif mengelilingi zona kompresi, terutama pada tumor tingkat tinggi. Bersama-sama, zona kompresi dan reaktif membentuk pseudocapsule yang membungkus tumor dan berguna dalam menentukan tingkat reseksi bedah. (Shidham, 2018)

Gambar 2.3 Gambaran tipikal anatomi sel tumor sarkoma jaringan lunak.

Sumber: https://veteriankey.com/principles-of-cancer-surgery/

Beberapa lesi yang sangat agresif dengan pola pertumbuhan infiltratif, seperti rhabdomyosarcoma masa kanak-kanak, mungkin tidak terhalang batas-

(30)

batas kompartemen anatomi dan sering akan menyerang bagian badan fasia.

(Shidham, 2018)

Sarkoma jaringan lunak pada dasarnya muncul karena perkembangan acak dari sel-sel di daerah sendi dan bagian-bagian jaringan yang mempengaruhi organ tetangga dari daerah yang terkena. Sarkoma jaringan lunak terjadi di berbagai bagian tubuh dan nama-nama yang berbeda ditetapkan sesuai dengan bagian yang terpengaruh. Berbagai jenis sarkoma jaringan lunak ditemukan, yang berkembang di berbagai bagian tubuh adalah (Abilash et al., 2013):

a. Fibrosarkoma

Pertumbuhan sel kanker pada jaringan ikat, misalnya di lengan dan bagian bawah kaki, juga terjadi di sekitar bekas luka, otot, saraf, tendon, dan lapisan tulang. Dapat juga menyerang jaringan lokal dan menyebar di antara aliran darah dan paru-paru.

b. Leiomyosarkoma

Tumor kanker ini memulai pertumbuhannya pada otot jaringan halus di mana otak tidak memiliki kontrol seperti, otot di dinding pembuluh darah, rahim, atau saluran pencernaan. Sarkoma jenis ini pada dasarnya terjadi di antara orang yang berusia 60 tahun. Anak-anak banyak terpengaruh di saluran pencernaan, yang mungkin termasuk lambung, usus kecil, usus besar, usus buntu, dan anus tetapi pada masa kanak- kanak tidak terdeteksi karena gejala ditemukan pada masa remaja.

c. Rhabdomyosarkoma

Jenis sarkoma ini adalah jenis yang paling umum ditemukan pada sarkoma jaringan lunak otot rangka. Situs umum asalnya adalah lengan atau kaki, tetapi juga dapat berkembang di daerah kepala, leher, saluran kencing, atau organ reproduksi. 85% dari jenis sarkoma ini terjadi pada bayi, anak-anak, dan remaja. Risiko utama rhabdomyosarcoma adalah anak-anak yang dilahirkan dengan cacat lahir. Gejala umum sarkoma ini adalah massa tetapi tanpa rasa sakit. Jika tumor ditemukan di hidung atau tenggorokan, itu dapat menyebabkan perdarahan atau cacat neurologis.

Jika di mata, itu menyebabkan mata menonjol dan masalah penglihatan.

(31)

17

Sarkoma ini terdeteksi sangat terlambat karena gejalanya sangat jarang.

Rhabdomysarkoma sangat agresif karena menyebar secara acak.

d. Liposarkoma

Liposarkoma berasal dari jaringan lemak. Sarkoma jenis ini dapat dikembangkan di mana saja di tubuh, tetapi sebagian besar situs adalah lapisan di belakang rongga perut. Ini juga terjadi di paha, daerah gluteal atau di belakang lutut. Pada dasarnya ini adalah tumor ganas, umumnya ditemukan pada kelompok orang berusia 30 hingga 60 tahun. Sarkoma ini memiliki 3 bentuk biologis; pertama, liposarkoma berdiferensiasi baik, kedua, myxoid atau sel bundar, dan ketiga, pleomorfik. Kelainan kromosom menciptakan protein fusi yang merupakan komponen utama pembentukan kanker. Kelainan yang disebabkan pada 12q13 menyebabkan liposarkoma. Tingkat kematian sekitar 50%. Liposarkoma lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Gejala utama liposarkoma adalah muntah, penurunan berat badan, kelelahan, pembengkakan yang menyakitkan, dan pembesaran pembuluh darah.

e. Sarkoma Sinovial

Ini adalah jenis sarkoma yang ditemukan terutama pada pria dibandingkan dengan wanita. Sarkoma ini terjadi di jaringan sinovial.

Tumor ini adalah tumor tingkat tinggi di antara semua sarkoma yang disebutkan. Sarkoma ini terjadi karena translokasi t (X; 18) (p11; q11) yaitu pada kromosom 18 dan kromosom X, translokasi berlangsung karena translokasi sarkoma mengandung gen mutan. Sarkoma ini memiliki gejala yang mirip dengan sarkoma yang disebutkan lainnya.

Sarkoma sinovial ditemukan 8% dari semua sarkoma lainnya, tetapi sekitar 15-20% kasus pada orang dewasa muda dan remaja.

f. Angiosarkoma

Munculnya sel kanker dimulai di dinding lapisan dalam darah atau pembuluh limfatik. Tumor adalah neoplasma ganas yang terjadi sangat acak dan berkembang biak dengan sangat cepat. Sarkoma ini dikatakan sebagai angiosarkoma karena merupakan berbagai neoplasma vaskular

(32)

endotel. Tumor ini memengaruhi berbagai bagian tubuh seperti hati, limpa, payudara, atau jantung. Hal ini terjadi karena lympheda, dan juga karena banyak paparan radiasi atau komponen karsinogenik. Sarkoma ini dapat disajikan dalam bentuk infeksi kulit atau pembentukan benjolan.

Sarkoma ini dapat terjadi pada orang berusia 5 hingga 97 tahun. Tingkat kematian dalam sarkoma ini sangat rendah. Angiosarkoma terutama memengaruhi bagian leher dan kepala tubuh.

g. MPNST (Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumor)

Yang bila diterjemahkan disebut tumor selubung saraf tepi perifer.

Tumor ganas jenis ini terjadi pada orang lanjut usia. Ia juga dikenal sebagai neurofibrosarcoma; neurosarkoma. Sarkoma jenis ini terjadi dua kali lebih umum di antara pria daripada wanita. Situs utama untuk pengembangan sarkoma jaringan lunak ini adalah ekstremitas dan ruang anatomi di belakang rongga perut. Perkembangan tumor dimulai dari saraf perifer atau dari sel-sel yang berhubungan dengan selubung saraf, juga muncul dari neurofibroma. Sarkoma ini biasanya berbentuk benjolan besar bersama dengan rasa sakit, tumbuh sangat cepat dan sangat agresif.

h. GIST (Gastrointestinal Stromal Tumor)

Kanker yang memengaruhi saluran pencernaan dan struktur terdekat di dalam perut. Jenis sarkoma ini umumnya terjadi pada usia 50 hingga 70 tahun dan jarang terjadi pada anak-anak. Sarkoma ini umumnya terjadi kanker, jika tidak diobati pada tahap awal atau tidak terdeteksi. Pada dasarnya sarkoma ini didefinisikan sebagai tumor yang perilakunya didorong oleh mutasi pada gen KIT (KIT Proto-Oncogene, RTK) atau gen PDGFRA dan mungkin atau mungkin tidak bernoda positif untuk gen KIT. Sekitar 60% dari sarkoma ini dimulai di perut yaitu, bagian mana pun dari saluran pencernaan. Gejala utama sarkoma ini adalah perasaan tidak enak dan sakit di bagian perut, jumlah sel darah merah rendah, muntah, darah dalam tinja, dan merasa lelah.

i. Dermatofibrosarkoma (DFSP)

Merupakan tumor jinak, tetapi 2-5% kasus menjadi metastasis.

(33)

19

2.2.5 Faktor Risiko

Kanker merupakan penyakit dengan penyebab multifaktor yang terbentuk dalam jangka waktu yang lama dan mengalami kemajuan melalui stadium yang berbeda-beda. Faktor nutrisi merupakan salah satu aspek yang sangat penting, yang kompleks dan sangat dikaitkan dengan proses patologis kanker. Secara umum, total asupan berbagai lemak bisa dihubungkan dengan peningkatan insiden beberapa kanker utama misalnya kanker payudara, colon, prostat, ovarium, endometrium, dan pankreas. Disamping itu, obesitas juga meningkatkan risiko untuk kanker dan aktivitas fisik merupakan determinan utama dari pengeluaran energi akan mengurangi risiko. Faktor gaya hidup antara lain merokok, diet, konsumsi alkohol, dan reproduksi (hamil, menyusui, umur pertama menstruasi, menopause). (Oemiati et al., 2011)

Dari kajian literatur terlihat beberapa faktor risiko penyakit kanker antara lain; merokok dan faktor gaya hidup (khususnya konsumsi sayur dan buah serta aktivitas fisik) merupakan faktor risiko kanker. Hal ini diperjelas dengan pernyataan Ray (2005) yang mengatakan bahwa asupan buah dan sayur yang tinggi akan menurunkan risiko kanker. Alkohol adalah faktor risiko untuk tumor dan saluran pencemaan atas, kanker hati, dan kanker colon rectal, jumlah sedikit (small amount) akan meningkatkan risiko kanker payudara. Disamping itu total asupan lemak berkaitan dengan peningkatan penyakit kanker seperti payudara, colon dan prostat. Sementara itu, peneliti lain menyebutkan bahwa peningkatan prevalensi dyslipidemia/hypercholesterol akan meningkatkan kasus kanker payudara. Pernyataan ini didukung oleh ahli lain bahwa asupan lemak jenuh dan juga alkohol akan meningkatkan kejadian penyakit kanker. (Oemiati et al., 2011)

Faktor lain yang berpengaruh adalah kesehatan mental. Orang dengan mental disorder (khususnya yang berkaitan dengan masalah mood seperti depresi klinis dan bipolar) akan meningkatkan risiko kejadian kanker pada usia muda. Pada wanita 43 % dengan mental disorder akan menjadi sakit kanker kurang 2 tahun setelah didiagnosis menderita masalah dengan mood. (Oemiati et al., 2011)

Peningkatan kasus kanker korelasi dengan perubahan demografi, sosial ekonomi, psikososial yang akan meningkatan morbiditas dan mortalitas kanker.

(34)

Sedangkan insidens kanker meningkat di negara berkembang dan akan meningkat di daerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan. (Oemiati et al., 2011)

2.2.6 Prognosis

Hasil akhir dan prognosis tumor jaringan lunak bergantung pada beberapa, seringnya faktor-faktor yang saling terkait, adapun diantaranya : ukuran tumor, kedalaman letak tumor, tipe histologist, tingkatan klinis, ploidi (genom) DNA, proliferasi sel, mutasi gen kanker. (Shidham & Hackbarth, 2017)

Letak tumor sangat berpengaruh dalam menentukan strategi pengobatan dan prognosis. Ketika letaknya berada di ekstremitas yang lebih proksimal, prognosisnya akan makin buruk. Biasanya, lesi tumor pada ekstremitas bagian distal bisa lebih mudah diobat dari lesi pada bagian proksimal. Pengobatan tersebut dapat dilakukan pada stage awal karena lesi distal cenderung berukuran lebih kecil dari tumor yang berada di ekstremitas proksimal. (Lawrence et al., 1983)

Secara umum, pasien dengan rhabdomiosarkoma dan sarkoma sinovial memiliki prognosis lebih buruk dari pasien dengan fibrosarkoma dan liposarkoma. Akan tetapi, fibrosarkoma yang berdiferensiasi baik (grade 1) memiliki prognosis yang sama dengan tumor-tumor lain dengan grade yang lebih buruk, seperti rhabdomiosarkoma, sarkoma sinovial, dan angiosarkoma. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa tipe histologis lebih tepat digunakan untuk menentukan tingkat diferensiasi daripada untuk menentukan prognosis.

(Lawrence et al., 1983)

Dalam penentuan prognosis tumor jaringan lunak, dapat dikatakan bahwa usia tidak menjadi faktor besar. Beberapa studi menuliskan bahwa pasien penderita fibrosarkoma yang berusia sangat muda memiliki prognosis yang lebih baik dari yang lebih tua. Bila ditinjau dalam kelompok usia pediatri sendiri, hal ini tidak sepenuhnya benar. Akan tetapi bila sarcoma pada anak-anak dibandingkan dengan pasien yang berusia diatas dua puluh, dapat dilihat jelas perbedaan, yaitu prognosis pada usia pediatri lebih baik dari usia dewasa.

(Lawrence et al., 1983)

(35)

21

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

Terdapat berbagai prosedur diagnostik yang dapat digunakan para ahli bedah dan ahli klinis untuk mengevaluasi tumor jaringan lunak. Sampling tumor ini ditentukan dari gambaran klinis dan karakteristik imaging-nya. Tumor yang terlihat jinak biasanya langsung dieksisi, namun pada tumor yang terlihat memiliki potensial menjadi ganas biasanya diperiksa lebih lanjut sebelum dioperasi. Pemeriksaan penunjang yang utamanya digunakan adalah core needle biopsy dan fine needle aspiration (FNA). (Lindberg, 2019)

Apabila hasil pemeriksaan penunjang tidak dapat di tentukan, maka pemeriksaan dilanjutkan pada biopsi open surgical dengan frozen section evaluation atau bahkan resection menyeluruh. Sebaliknya, bila hasil diagnosis dapat ditentukan, tindakan akan dilanjutkan dengan eksisi lokal, resection luas, atau kemoterapi adjuvant dengan/tanpa radiasi yang diberikan sebelum operasi.

(Lindberg, 2019)

Adapun untuk mendiagnosis tumor jaringan lunak, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut (Shidham, 2017):

(a) Pemeriksaan laboratorium

Spesifik untuk tumor jaringan ikat, ada analisis sitogenetik dan histologi.

(b) Pemeriksaan imaging

Selama lebih dari dua decade terakhir, pemeriksaan imaging (contoh, plain radiography, computed tomography [CT], magnetic resonance imaging [MRI], bone scintigraphy, and positron emission tomography [PET]) telah banyak berkontribusi dalam manajemen tumor jaringan lunak. Meski tidak bisa memberi diagnosis spesifik (kecuali lipoma atau liposarkoma), pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat berguna untuk menentukan letak anatomis, luas penyebaran tumor, dan keterlibatan struktur-struktur penting.

(c) Diagnosis jaringan

Mendiagnosis jaringan sedari awal adalah komponen paling penting dalam pengobatan tumor jaringan lunak. Semua tumor jaringan yang lebih besar dari 5 cm, termasuk pembesaran atau lesi gejala tumor, harus

(36)

dibiopsi. Beberapa teknik biopsi yang ada, antara lain: fine needle aspiration biopsy (FNAB), core needle biopsy, incisional biopsy, dan excisional biopsy.

(d) Gambaran histologi

Penentuan tingkatan klinis tumor berdasarkan gambaran histologinya menjadi salah satu langkah penting dalam menyusun strategi pengobatan. Ada macam-macam sistem tingkatan; mereka umumnya berdasarikan evaluasi karakteristik histomorfologi, termasuk cellularity, cellular pleomorphism, aktivitas mitosis, dan nekrosis, serta kategori histologinya. Adapun tingkatan yang lebih sederhana, yaitu sistem tiga tingkatan (grade 1, 2, 3) yang ditentukan berdasarkan diferensiasi sel tumor.

2.2.7.1 Core Needle Biopsy

Pada core needle biopsy, sampel tumor yang dibutuhkan dalam pemeriksaan cukup sedikit saja, sama seperti FNAB, namun lebih populer karena memiliki risiko morbiditas rendah terhadap pasien. Sangat baik dilakukan pada kasus lesi superficial atau lesi visceral yang dalam dengan bantuan CT. (Lindberg, 2019)

2.2.7.2 Fine-Needle Aspiration Biopsy

Pemeriksaan fine needle aspiration biopsy (FNAB) memiliki keunggulan yang sama dengan core needle biopsy, hanya saja hasil aspirasi sampel, terlepas dari keberhasilannya menentukan diagnosis, dapat digunakan selanjutnya menjadi bahan untuk evaluasi histologist dan immunohistochemical tumor jaringan lunak. (Lindberg, 2019)

(37)

23

Gambar 2.4 (a) Mengambil jaringan dengan core needle biopsy (gambar low magnification) menjadi populer dikarenakan metodenya mudah dan memiliki morbiditas rendah bila dibanding dengan open surgical biopsy. (b) Gambaran sel yang diambil melalui fine-needle aspiration biopsy (FNAB) yang juga dapat digunakan untuk penegakan diagnosis. Akan tetapi, jaringan sering terlihat pecah dan sedikit, seperti yang terlihat pada gambar (high magnification).

Sumber: buku ajar Diagnostic Pathology: Soft Tissue Tumors, edisi ke-3, hal. 20, oleh M. R.

Lindberg.

2.2.7.3 Open Surgical Biopsy

Sampel kecil dari tumor atau lesi cukup untuk melakukan open surgical biopsy, tapi umumnya dapat menghasilkan jaringan yang lebih utuh dari core needle biopsy ataupun FNAB. Jaringan dapat dipakai untuk konsultasi frozen section lebih lanjut. Open surgical biopsy memiliki risiko lebih kecil mengalami kesalahan diagnosis disbanding dengan core needle biopsy dan FNAB.

(Lindberg, 2019)

2.2.7.4 Local Excision

Local excision berfokus pada pengangkatan tumor dan tidak menyentuh jaringan lunak yang sehat disekelilingnya. Metode ini menghasilkan keseluruh tumor dapat digunakan untuk evaluasi histologist. Local excision adalah

a b

(38)

penanganan standar untuk tumor jinak superficial yang tidak memiliki potensial menjadi agresif. (Lindberg, 2019)

2.2.7.5 Resection with Margins

Resection with margins diperlukan sebagai standar pemeriksaan untuk tumor jinak yang agresif secara lokal, seperti fibromatosis, tumor-tumor subfasial, dan sarkoma. Terdapat dua cara dalam metode ini, yaitu wide resection dan radical resection. (Lindberg, 2019)

Gambar 2.5 (atas) menunjukkan perbedaan porsi pengambilan resection antara metode wide dan radical.

Sumber:https://boneandspine.com/wp-content/uploads/2017/05/surgical-excision1.jpg

Tujuan ahli bedah saat operasi adalah mengangkat keseluruhan sel-sel kanker beserta jaringan sehat yang mengelilinginya. Pada kasus tumor intraabdominal, intratorakal, atau retroperitoneal, pengangkatan dapat merangkup seluruh organ atau otot yang mengandung tumor. (Lindberg, 2019) Hal ini dilakukan untuk memastikan seluruh sel kanker telah diangkat. Selama operasi, atau sesudahnya, ahli patologis akan memeriksa jaringan sehat yang ikut diambil ini; proses inilah yang disebut dengan resection of margins. Apabila sel kanker ditemukan dalam jaringan sehat atau normal ini, maka hal ini akan memengaruhi keputusan dalam penanganan selanjutnya, termasuk pembedahan tambahan atau terapi radiasi.

Resections of margins sendiri adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan setelah kemoterapi dan/atau terapi radiasi. (Breastcancer.org, 2018)

(39)

25

Gambar 2.6 (atas) menunjukan hasil wide resection.

Sumber:https://www.breastcancer.org/Images/BCO_Pathology_Pg12_A_Image_tcm8- 334308.jpg

2.2.7.6 Frozen Section

Konsultasi frozen section sebelum tindakan operatif diperlukan untuk penegakan diagnosis yang lebih jelas agar bisa menentukan langkah penanganan selanjutnya atau malah menghentikan terapi neoadjuvant lainnya. Akan tetapi, diagnosis spesifik tumor jaringan lunak tidak dapat ditentukan dengan evaluasi frozen section. Informasi paling membantu dari pemeriksaan ini adalah menentukan kualitas tumor, apakah jinak (benign), low-grade malignant, atau high-grade malignant. Penggunaan jinak dalam identifikasi frozen section hanya dipakai apabila kejinakan sudah dipastikan benar, karena banyak low-grade sarcomas salah dimengerti dengan tumor jinak. Bila diagnosis tidak bisa diambil setelah frozen section, dan interpretasi tidak dapat disediakan oleh ahli patologis, maka metode paraffin-embedded (permanent) sections dapat menjadi pilihan selanjutnya. (Lindberg, 2019)

2.2.7.7 Immunohistochemistry (IHC)

Merupakan test tambahan menggunakan antibodi. Direkomendasi sebagai cara penegakan diagnosis (mendukung maupun menyingkirkan diagnosis pembanding). Panel skrining 5-stain yang umum digunakan : Keratin, S100 protein, SMA, desmin, CD34. Pada sampel jaringan yang sedikit, hasil negative

(40)

belum tentu merefleksikan status keseluruhan tumor. Contoh : myogenin pada rhabdomyosarkoma embrional dapat terwarna hanya setengahnya. (Lindberg, 2019)

Gambar 2.7 (atas) Imunohistokemistri harus dilakukan dengan hati-hati, terutama pada sampel yang sedikit karena dapat menyebkan ekpresi antigen tidak lengkap. (contoh: myogenin, yang dipanah pada gambar, tidak terlihat pada biopsi).

Sumber: buku ajar Diagnostic Pathology: Soft Tissue Tumors, edisi ke-3, hal. 23, oleh M. R.

Lindberg.

2.2.8 Tata Laksana

Operasi pengangkatan lokal adalah penatalaksanaan yang tepat untuk tumor jaringan lunak yang jinak. Meskipun begitu, ada berbagai macam pilihan pengobatan, termasuk operasi itu sendiri, atau dikombinasi dengan terapi radiasi atau kemoterapi, yang dapat dipertimbangkan untuk menata laksana tumor primer jaringan lunak yang sifatnya ganas, maupun pengulangannya. (Shidham, 2017)

Dalam pengambilan terapi pembedahan, garis pembeda antara sarkoma yang tidak dapat dioperasi dan yang dapat diangkat terkadang dapat terlihat kabur.

Tujuan dari eksisi bedah kuratif adalah eksisi en bloc tumor dan setiap saluran biopsi dengan margin negatif dari jaringan normal sedalam 1-2 cm. Eksisi lokal luas dengan margin jaringan normal di sekitar tumor adalah tujuan bedah saat ini.

Kelayakan reseksi ekstremitas tergantung pada morbiditas yang terkait dengan menghilangkan struktur di sekitarnya. Ini dapat mempertimbangkan bahwa

(41)

27

margin 1 sampai 2 mm fasia, tendon, atau tulang berbeda dari margin serupa dari jaringan lemak atau jaringan ikat yang serupa. Reseksi dan rekonstruksi arteri besar dapat dilakukan dengan hasil onkologis yang serupa, dan reseksi dan rekonstruksi tulang utama dapat dilakukan dengan endoprosthes yang dapat ditanam. Reseksi saraf mayor seperti siatik dapat diatasi hingga pasien dapat belajar berjalan secara mandiri dengan menggunakan orthosis kaki pergelangan kaki dan transfer tendon. Tumor residual mikroskopis kadang-kadang dapat dibiarkan di sepanjang pembuluh darah besar, saraf, atau tulang ketika reseksi tambahan dapat mengakibatkan hilangnya fungsi ekstremitas yang signifikan.

(Steen & Stephenson, 2008)

Kemoterapi memiliki hasil yang tidak cukup baik dalam mengobati sarkoma.

Peran kemoterapi adjuvan masih kontroversial karena tidak adanya bukti tingkat 1 yang meyakinkan bahwa kemoterapi dapat meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan. Berkenaan dengan kemoterapi, keputusan paling penting yang dihadapi ahli bedah yang mencoba reseksi kuratif sarkoma jaringan lunak primer adalah penggunaan terapi neoadjuvant. Para pendukung kemoterapi neoadjuvant merasa bahwa respons sarkoma terhadap terapi neoadjuvan kadang- kadang dapat digunakan untuk memandu pengobatan lebih lanjut atau untuk prognosis. Tumor yang lebih kecil memiliki fraksi pertumbuhan yang lebih tinggi dan berpotensi lebih kemosensitif. Semakin besar tumor, semakin besar kemungkinan klon chemoresistant akan muncul secara spontan. (Steen &

Stephenson, 2008)

Radiasi dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk mengurangi kekambuhan sarkoma jaringan lunak. Dalam percobaan acak oleh National Cancer Institute, operasi ekstremitas saja memiliki tingkat kekambuhan 22%

dibandingkan dengan tingkat kekambuhan <5% pada pasien yang menerima radioterapi adjuvan. Radioterapi ajuvan belum terbukti meningkatkan OS atau mengurangi kejadian metastasis jauh. Pedoman National Comprehensive Cancer Network saat ini merekomendasikan terapi radiasi untuk sarkoma ekstremitas untuk lesi tingkat tinggi, lesi tingkat rendah> 5 cm, atau margin positif. Pasien dengan reexcisions juga harus menerima radioterapi adjuvan. Sarkoma tingkat

(42)

rendah superfisial <5 cm yang direseksi dengan margin lebar tidak memerlukan radioterapi adjuvan. (Steen & Stephenson, 2008)

Secara historis, pembedahan dan radiasi untuk sarkoma jaringan lunak telah dilaporkan memiliki 5-tahun survival bebas penyakit (DFS/disease-free survival) sebesar 45% dan overall survival (OS) selama 5 tahun sebesar 60%. Beberapa penelitian telah menunjukkan kecenderungan peningkatan DFS dan OS dengan penggunaan kemoterapi dan radiasi neoadjuvant. (Steen & Stephenson, 2008)

(43)

29

2.3 KERANGKA TEORI

Gambar 2.8 Kerangka teori

TUMOR

Struktur tumor terdiri dari dari sel neoplastik dan stroma.

Klasifikasi :

a. Berdasarkan sifat : jinak dan ganas b. Berdasarkan asal sel : epitel,

jaringan ikat, organ limfoid dan homopoietik

c. Diferensiasi

Tumor Jaringan Ikat

Epidemiologi :

(Pekanbaru, 2009-2013), yaitu 60%

wanita>pria, usia 40-49 tahun, dan gambaran paling umum adalah rhabdomyosarcoma (17,9%).

Faktor Risiko :

genetic, radiasi, limfedema kronis, bahan karsinogen dari lingkungan, infeksi, dan trauma.

Diagnosis :

a. Pemeriksaan laboratorium b. Pemeriksaan imaging c. Diagnosis jaringan d. Gambaran histologi

Prognosis :

bergantung pada ukuran, kedalaman, tipe histologi, tingkatan klinis, ploidi DNA, proliferasi sel, dan mutasi gen kanker.

Tata laksana :

tindakan operatif, dapat dikombinasi dengan terapi radiasi atau kemoterapi.

Klasifikasi (WHO 2017) berdasarkan tipe histologi:

a. Adipocytic tumours b. Fibroblastic/myofibr

oblastic tumours c. So called

fibrohistiocytic tumours d. Smooth muscle

tumours e. Pericytic

(perivascular) tumours f. Skeletal muscle

tumours

g. Vascular tumours h. Chondro-osseus

tumours i. Tumours of

uncertain differentiations

(44)

2.4 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.9 Kerangka konsep

Karakteristik Pasien:

1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Lokasi tumor

 Jinak

 Ganas

Gambaran Histologis WHO:

a. Adipocytic tumours b. Fibroblastic/myofib roblastic tumours c. So called

fibrohistiocytic tumours d. Smooth muscle

tumours e. Pericytic

(perivascular) tumours f. Skeletal muscle

tumours

g. Vascular tumours h. Chondro-osseus

tumours i. Tumours of

uncertain differentiations

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita HIV/AIDS yang mengalami IO sedang terbanyak pada umur &gt; 30 tahun, berjenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan rendah,

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa   penderita karsinoma serviks paling banyak dijumpai pada kelompok umur 49-54 tahun dengan subtipe histopatologi yang paling banyak adalah

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan pada daerah kepala dan leher, yang banyak diderita oleh laki-laki berusia diatas 20

Kesimpulan: Benda asing ditemukan paling banyak pada balita terutama laki-laki dengan jenis benda anorganik, gejala klinis sulit menelan, dan banyak penderita ditemukan

Semua data penderita tumor nasofaring yang didiagnosa secara histopatologi, yang berasal dari sediaan biopsi jaringan di Laboratorium Patologi Anatomi

Simpulan: Kriteria penderita Tuberculosis dari penelitian ini didapatkan dari jenis kelamin menunjukkan laki-laki lebih banyak dari perempuan, dari segi umur paling banyak

Hasil penelitian didapatkan jumlah tertinggi penderita PJK pada umur 61- 70 tahun sebesar 36.7%, berjenis kelamin laki-laki sebesar 60%, memiliki kadar kolesterol total normal sebesar

Malignant Fibrous Histiocytoma (MFH) adalah bagian sarcoma jaringan lunak, merupakan suatu massa yang tanpa rasa nyeri, paling sering terdapat pada ekstremitas,