• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Profil Penderita Tumor Ganas Ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Profil Penderita Tumor Ganas Ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Ovarium

Ovarium adalah sepasang organ berbentuk buah kenari yang mempunyai

panjang sekitar 1,5 inchi atau 4 cm, lebar 1,5 cm, dan tebal 1 cm, terletak di kiri dan di kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium melekat pada lapisan belakang ligamentum latum dengan mesovarium. Selain mesovarium, ovarium juga mempunyai dua perlekatan lain, ligamentum infundibulopelvikum (ligamentum suspensorium ovarii), yang merupakan tempat melintasnya pembuluh darah, pembuluh limfe, dan persarafan ovarium dari dinding pelvis, dan ligamentum ovarii, yang menghubungkan ovarium dan uterus (Ellis, 2006).

Ovarium menerima aliran darah dari arteri ovarii yang merupakan percabangan dari aorta. Pada aliran darah balik, vena ovarii kanan menuju ke vena cava inferior, sedangkan vena ovarii kiri menuju ke vena renal. Pembuluh limfe ovarium melewati aortic nodes di level yang sama dengan pembuluh ginjal, mengikuti peraturan umum bahwa aliran pembuluh limfe suatu organ sama seperti aliran pembuluh vena organ tersebut. Untuk persarafan, ovarium menerima persarafan dari aortic plexus (T10) (Ellis, 2006).

(2)

2.2. Histologi Ovarium

Setiap ovarium mempunyai bagian-bagian histologi sebagai berikut :

1. Germinal Epithelium atau epitel germinativum adalah epitel selapis gepeng atau selapis kuboid yang menutupi permukaan ovarium (Junqueira, 2002).

2. Tunica Albuginea atau tunika albuginea adalah selapis jaringan ikat padat yang menyebabkan warna ovarium menjadi keputihan dan terletak di bawah epitel germinativum (Junqueira, 2002).

3. Ovarian Cortex atau daerah korteks terletak dibawah tunika albuginea, merupakan daerah yang terutama ditempati folikel ovarium dan oositnya. Folikel ini terbenam dalam jaringan ikat (stroma) di daerah korteks. Stroma ini terdiri atas fibroblas berbentuk kumparan khas yang berespon dengan berbagai cara terhadap rangsangan hormon dari fibroblas organ lain (Junqueira, 2002).

4. Ovarian Medulla atau daerah medula yang terletak dibawah daerah korteks, merupakan bagian terdalam ovarium. Tidak ada batas tegas antara daerah korteks dan medulla, tetapi daerah medulla tersusun dari jaringan ikat longar dan berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf (Junqueira, 2002).

5. Ovarian Follicles atau folikel ovarium terdapat di daerah korteks dan terdiri atas oosit yang dikelilingi oleh satu atau lebih sel folikel, atau sel granulosa. Ketika sel folikel membentuk selapis sel kuboid, folikel ini sekarang disebut folikel primer unilaminar. Sel folikel terus berproliferasi dan membentuk epitel folikel berlapis, atau lapisan granulosa, dengan sel-sel yang saling berkomunikasi melalui taut rekah. Folikel ini kini disebut folikel primer multilaminar atau preantrum. Sewaktu folikel tumbuh,

(3)

membentuk rongga yang lebih besar, yaitu antrum. Folikel ini sekarang disebut folikel sekunder atau folikel antrum (Junqueira, 2002).

6. Mature (Graafian) Follicle atau folikel matang, pra-ovulasi, atau folikel Graaf, sangat besar (berdiameter sekitar 2,5 cm) sehingga dapat menonjol dari permukaan ovarium dan dapat dideteksi dengan ultrasonografi.

Folikel ini merupakan folikel dominan yang dapat mengalami ovulasi dan biasanya hanya satu untuk setiap siklus menstruasi. Sedangkan folikel lainnya mengalami atresia (Junqueira, 2002).

7. Corpus Luteum atau korpus luteum (badan kuning) merupakan folikel matang setelah ovulasi. Korpus luteum menghasilkan progesterone, estrogen, relaxin, dan inhibin akibat rangsangan LH (Luteinizing Hormone). Nasib korpus luteum ditentukan oleh ada tidaknya kehamilan. Setelah dirangsang LH, korpus luteum terprogram untuk bersekresi selama 10-12 hari. Jika tidak ada rangsangan hormon lain dan tidak ada kehamilan, sel-sel korpus luteum akan berdegenerasi melalui apoptosis. Fibroblas di dekatnya memasuki daerah ini dan membentuk parut jaringan ikat padat yang disebut korpus albikans atau badan putih (karena banyaknya kolagen) (Junqueira, 2002).

(4)

Gambar 2.3. Histologi Ovarium (Tortora et al., 2009)

2.3. Tumor Ganas Ovarium

Tumor ganas ovarium jenis epitel adalah penyebab utama kematian akibat keganasan ginekologi di Amerika Serikat. Pada tahun 2003 diperkirakan terdapat 25.400 kasus tumor ganas ovarium dengan 14.300 kematian, yang mencakup kira-kira 5% dari semua kematian wanita karena tumor ganas (Busmar, 2006).

Karena belum ada metode skrining yang efektif untuk tumor ganas ovarium, 70% kasus ditemukan pada keadaan yang sudah lanjut yakni setelah tumor menyebar jauh di luar ovarium (Busmar, 2006).

2.3.1. Etiologi Tumor Ganas Ovarium

(5)

1. Hipotesis Incessant Ovulation

Teori ini pertama sekali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna dibutuhkan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi

atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan dapat menimbulkan proses transformasi dari sel-sel ovarium menjadi sel-sel tumor (Busmar, 2006).

2. Hipotesis Gonadotropin

Teori ini didasarkan pada data yang diperoleh dari percobaan terhadap binatang dan data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rodenria. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, maka kadar hormon gonadotropin akan meningkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang percobaan.

Berkurangnya risiko tumor ganas ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotropin pada kedua kelompok ini (Busmar, 2006).

3. Hipotesis Androgen

Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh Risch pada tahun 1998 yang menyatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya tumor ganas ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan

(6)

Dalam penelitian epidemiologi juga ditemukan tingginya kadar androgen (androstenedion, dehidroepiandrosteron) dalam darah wanita penderita tumor ganas ovarium. Jadi, berdasarkan hipotesis ini menurunnya risiko terjadinya tumor ganas ovarium pada wanita yang memakai pil kontrasepsi dapat dijelaskan yaitu dengan terjadinya penurunan kadar androgen

(Busmar, 2006).

4. Hipotesis Progesteron

Progesteron memiliki peranan protektif terhadap terjadinya tumor ganas ovarium dan epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron. Progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan estrogen menghambatnya.

Pada kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi akan menurunkan risiko tumor ganas ovarium. Hal ini menjelaskan mengapa risiko terjadinya tumor ganas ovarium pada wanita dengan paritas yang tinggi lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang nulipara. Pil kontrasepsi kombinasi atau yang hanya mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan risiko tumor ganas ovarium (Busmar, 2006).

5. Paritas

Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terjadinya tumor ganas ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu dengan risiko relatif 0,7. Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, risiko terjadinya tumor ganas ovarium berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara (Busmar, 2006).

6. Pil Kontrasepsi

Penelitian dari Centre for Disease Control menemukan penurunan risiko terjadinya tumor ganas ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun

yang memakai pil kontrasepsi, yaitu dengan risiko relatif 0,6.

(7)

lima tahun menurunkan risiko sampai 50%. Penurunan risiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya (Busmar, 2006).

7. Terapi Hormon Pengganti pada Masa Menopause

Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (Menopausal Hormone Therapy = MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun meningkatkan risiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, risiko relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan estrogen yang kemudian diikuti dengan pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan meningkatnya risiko relatif menjadi 1,5.

Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan estrogen saja, secara nyata meningkatkan risiko relatif terkena tumor ganas ovarium. Pemakaian MHT dengan kombinasi estrogen dan progestin, meskipun lebih aman dari MHT dengan estrogen saja, untuk jangka panjang tidak dianjurkan lagi sebagai salah satu terapi suportif bagi wanita yang telah menopause (Busmar, 2006).

8. Obat-obat yang Meningkatkan Kesuburan (Fertility Drugs)

Obat-obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang diberikan secara oral, dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti Follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH dengan Luteinizing Hormone (LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multipel ovulasi.

Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini jelas akan meningkatkan risiko relatif terjadinya tumor ganas ovarium. Pemakaian klomifen sitrat yang lebih dari 12 siklus akan menigkatkan risiko relatif menjadi 11. Tumor ovarium yang terjadi adalah tumor ovarium jenis borderline (Busmar, 2006).

9. Faktor Herediter

(8)

risiko relatifnya 3,8, dan anak dari penderita tumor ganas ovarium risiko relatifnya 6.

Antara 5-10% dari tumor ganas ovarium dianggap bersifat herediter. Kelompok tumor ganas ovarium ini termasuk dalam sindroma hereditary breast and ovarian cancer (HBOC) dan disebabkan oleh terjadinya mutasi di gen BRCA1 dan BRCA2. Wanita dengan gen BRCA1 yang telah bermutasi, mempunyai risiko terkena tumor ganas ovarium sebesar 40%-60%, dan risiko terkena tumor ganas payudara sebesar hampir 90%. Risiko untuk menderita tumor ganas ovarium pada wanita dengan gen BRCA2 yang telah bemutasi lebih rendah daripada risiko pembawa gen BRCA1 yang bermutasi yaitu 16%-27%. Selain itu, tumor ganas ovarium juga merupakan bagian dari sindroma hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC). HNPCC adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh autosomal dominant disorder yang berkaitan dengan kerusakan gen yang bertanggung jawab atas terjadinya reparasi yang tidak normal dari DNA (Busmar, 2006).

2.3.2. Klasifikasi Tumor Ovarium

Kira-kira 90% tumor ganas ovarium berasal dari epitel koelom atau mesotelium (epithelial ovarian tumor) dan 10% adalah tumor ganas ovarium non-epthelial (non-epithelial ovarian tumor).

Tumor ganas ovarium dikelompokkan atas 6 kelompok, yaitu:

 Tumor epitelial

 Tumor sex-cord dan stromal  Tumor sel germinal

 Tumor sel lipid  Sarkoma

(9)

Tabel 2.1. Klasifikasi Tumor Ovarium berdasarkan WHO (Busmar, 2006: 477-484)

Tumor Ovarium Epitel Serous Tumors

Benign

Cystadenoma and papillary cystadenoma Surface papilloma

Adenofibroma and cystadenofibroma Tumor of low malignant potential Malignant

Adenocarcinoma

Surface papilary adenocarcinoma

Malignant adenofibroma and cystaadenofibroma

Mucinous Tumors

Benign

Cystadenoma

Adenofibroma and cystadenofibroma Tumor of low malignant potential Intestinal type

Endocervical like Malignant

Adenocarcinoma

Malignant adenofibroma

Mural nodule arising in mucinous cystic tumor

Endometrioid Tumors

Benign

Adenoma and cystadenoma

(10)

Malignant

Adenocarcinoma Adenoacanthoma

Adenosquamous carcinoma

Malignant adenofibroma with a malignant stromal component Adenosarcoma

Endometrial stromal sarcoma

Carcinosarcoma homologous and heterologous Undifferentiated sarcoma

Clear Cell Tumors

Benign

Tumor of low malignant potential Malignant

Adenocarcinoma

Transitional Cell Tumors

Benign

Brenner tumour Borderline

Brenner tumour of borderline malignancy Malignant

Malignant Brenner tumour

Transitional cell carcinoma (non-Brenner type)

Squamous Cell Tumors

Squamous cell carcinoma Epidermoid cyst

Mixed Epithelial Tumours (specify type) Benign

Borderline Malignant

(11)

Tumor Sex-Cord-Stromal Granulosa-Stromal Cell Tumors

Granulosa cell tumors

Tumors of the thecoma-fibroma group Thecoma

Fibroma-fibrocarcoma Sclerosing stromal tumor

Androblastomas; Sertolli-Leydig-Cell Tumors

Well-differentiated Sertolli cell tumor

Sertolli-Leydig-cell tumor

Leydig-cell tumour; hilus cell tumor Moderately differentiated

Poorly differentiated (carcomatoid) With heterologous elements

Gynandroblastoma

Sex Cord-Stromal Tumors of Mixed or Unclassified Cell Types

Tumor Ovarium Sel Germinal Disgerminoma

Teratoma

Immature Mature

Solid Cystic

Dermoid cyst (mature cystic teratoma) Dermoid cyst with malignant transformation Monodermal and highly specialized

Struma ovarii Carcinoid

(12)

2.3.3. Faktor Risiko

Ada beberapa faktor yang diduga berperan dalam perkembangan tumor ganas ovarium:

 Usia : tumor jinak ovarium umumnya lebih banyak terjadi pada wanita berumur 20-45 tahun, sedangkan tumor ganas lebih sering menyerang wanita dengan umur 45-60 tahun (Crum, 1999). Secara umum, insidensi tumor ganas ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada umur 0-14 tahun didapat insidensi sebesar 0,2 dan pada umur diatas 75 tahun didapatkan angka 29,2. Hal ini lebih sering ditemukan pada negara yang lebih berkembang. Di Amerika Serikat, insidensi tumor ganas ovarium pada umur 5-9 tahun adalah 0,3 dan pada umur diatas 85 tahun didapat insidensi sebesar 44,2. Pada umur 80-84 adalah puncak insidensi dengan angka 50,6 (Stewart, 2012).

 Demografi : wanita berkulit putih lebih rentan dibanding wanita kulit berwarna (Waruwu, 2013).

 Faktor reproduksi : penelitian-penelitian sebelumnya selalu menunjukkan bahwa insidensi kejadian tumor ganas ovarium meningkat pada wanita nulliparity atau yang tidak melahirkan. Penggunaan kontrasepsi dilaporkan dapat menurukan risiko keganasan ovarium sedangkan terapi hormon pada wanita menopause dapat meningkatkan risiko keganasan ovarium

Others

Endodermal Sinus Tumor

Embryonal Carcinoma

Polyembryoma

Choriocarcinoma

(13)

 Hubungan familial/ familial tendency : sejumlah penelitian yang membuktikan hubungan tumor ganas ovarium dengan family history ada risiko menderita tumor ganas ovarium pada garis keturunan pertama (Busmar, 2006).

 Mutasi gen: 90% dari tumor ganas ovarium berhubungan dengan mutasi gen BRCA (Stewart, 2012).

 Diet : beberapa penelitian menunjukkan ada peningkatan risiko pada wanita obesitas sedangkan penelitian lain menunjukkan tidak ada

hubungan antara body mass index (BMI) dengan risiko terjadi tumor ganas ovarium (Stewart, 2012).

 Faktor lingkungan : radiasi, asbesitosis, infeksi virus (rubella, mump), penggunaan talk (bedak) pada perineal (Waruwu, 2013).

2.3.4. Gejala Klinis

Tumor ganas ovarium tidak menunjukkan gejala yang khas pada stadium awal, hal ini yang menyebabkan lebih dari 70% penderita tumor ganas ovarium ditemukan pada stadium yang telah lanjut (stadium III dan IV) (Busmar, 2006).

Mayoritas penderita tumor ganas ovarium jenis epitelial tidak menunjukkan gejala sampai periode waktu tertentu. Pada stadium awal tumor ganas ovarium ini muncul dengan gejala-gejala tidak khas. Bila penderita dalam usia perimenopause, keluhan mereka adalah haid yang tidak teratur. Bila massa tumor telah menekan kandung kemih atau rektum, keluhan sering berkemih dan konstipasi muncul. Kadang-kadang gejala seperti distensi perut sebelah bawah, rasa tertekan, dan nyeri dapat pula ditemukan (Berek, 2000).

Pada stadium lanjut ini gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan

(14)

2.3.5. Stadium

Tabel 2.2. Staging Tumor Ganas Ovarium Berdasarkan International Federation of Gynecologist and Obstetricians (FIGO, 1987) (Busmar, 2006)

Stadium I

Pertumbuhan terbatas pada ovarium

1. Stadium Ia : pertumbuhan terbatas pada satu ovarium; tidak ada asites yang berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul utuh.

2. Stadium Ib : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium; tidak ada asites yang berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul utuh.

3. Stadium Ic : tumor dengan stadium Ia atau Ib tetapi ada tumor di permukaan luar satu atau kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah; atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.

Stadium II

Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul

1. Stadium IIa : perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba.

2. Stadium IIb : perluasan ke jaringan pelvis lainnya.

3. Stadium IIc : tumor stadium IIa atau IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah; atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan bilasan

peritoneum positif. Stadium III

Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan di peritoneum di luar pelvis dan/atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau

(15)

2.3.6. Deteksi Dini

Metode pemeriksaan yang sekarang ini digunakan sebagai skrining tumor ganas ovarium adalah:

 Pemeriksaan pelvik dan rektal: termasuk perabaan uterus dan ovarium untuk mengetahui bentuk dan ukuran yag abnormal, meskipun pemeriksaan rektovaginal tidak dapat mendeteksi stadium dini tumor ganas ovarium (Berek, 2000).

 Transabdominal Ultrasonography (USG): pemeriksaan ini memiliki spesifisitas yang terbatas tapi memiliki sensitivitas yang cukup tinggi untuk mendeteksi stadium awal tumor ganas ovarium (Berek, 2000).

 Tumor marker CA-125: pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas dan positive predictive value yang rendah (Busmar, 2006). Namun

terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum.

1. Stadium IIIa : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya penumbuhan (seeding) di permukaan peritoneum abdominal.

2. Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan di permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.

3. Stadium IIIc : implan di abdomen dengan diameter > 2cm

dan/atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.

Stadium IV

Penumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dimasukkan dalam stadium

(16)

pemeriksaan ini dapat mendeteksi 50% penderita pada stage 1 dan 60% penderita pada stage 2. Spesifisitas akan meningkat jika dilakukan bersamaan dengan transabdominal ultrasonography atau pemeriksaan secara berkala (Berek, 2000).

Computed Tomography Scanning (CT-Scan): dengan pemeriksaan ini dapat diketahui ukuran tumor primer, adanya metastasis ke hepar dan kelenjar getah bening, asites, dan penyebaran ke dinding perut. Akan tetapi CT-scan kurang disenangi karena (1) risiko radiasi, (2) risiko alergi terhadap zat kontras, (3) kurang tegas dalam membedakan tumor kistik dengan tumor padat, dan (4) biayanya mahal (Busmar, 2006).

2.3.7. Penatalaksanaan

Untuk pengobatan tumor ganas ovarium umumnya ditentukan berdasarkan stadium keganasannya. Pada stadium awal (I) tumor borderline, operasi primary tumor resection paling sering dilakukan. Histerektomi dan salpingo-oophorectomy merupakan pilihan operasi pada stadium awal dengan risiko rendah kanker ovarium. Sedangkan pada stadium lanjut (II, III, IV), jenis operasi yang paling sering dilakukan adalah debulking atau cytoreductive surgery/operasi sitoreduksi (Berek, 2000).

Operasi sitoreduksi adalah operasi yang bertujuan membuang massa tumor sebanyak mungkin. Berdasarkan alat-alat yang digunakan, operasi sitoreduksi

dibagi menjadi dua, yaitu : (Busmar, 2006)

1. Sitoreduksi Konvensional

Operasi sitoreduksi dengan menggunakan alat-alat operasi lazim seperti pisau, gunting, dan jarum jahit.

2. Sitoreduksi Teknik baru

Operasi sitoreduksi dengan menggunakan alat-alat seperti:  Argon Beam Coagulator

(17)

Setelah penatalaksanaan secara operasi, dapat diberikan juga terapi ajuvan pascaoperasi pada penderita tumor ganas ovarium stadium dini. Berdasarkan risiko terjadinya relaps pascaoperasi, para ahli sepakat untuk mengelompokkan penderita dalam dua kelompok: (Busmar, 2006)

1. Kelompok Risiko Rendah

Penderita kanker ovarium stadium dini dimasukkan dalam kelompok risiko rendah jika:

 Stadium Ia atau Ib

 Derajat diferensiasi 1 atau 2 2. Kelompok Risiko Tinggi

Penderita kanker ovarium stadium dini dimasukkan dalam kelompok risiko tinggi jika:

 Stadium Ic

 Stadium I, derajat diferensiasi 3  Stadium II

 Tumor jenis clear cell

2.3.8. Prognosis

Prognosis seluruh kanker ovarium umumnya jelek akibat langsung dari pertumbuhannya yang sangat cepat dan pada stadium awal tidak menunjukkan gejala. Survival rate 5 Tahun: 35%; 10 Tahun : 28%; 25 tahun :15%.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis adalah sebagai berikut:

 Usia. Pasien usia muda prognosisnya lebih baik.  Ada tidaknya metastasis.

 Asites. Jika dijumpai asites, salah satu tanda prognosis yang jelek.

(18)

 Grading dan jenis tumor. Grading kanker dan jenis kanker (serous, musinous, endometrioid atau yang lain) sangat erat hubungannya dengan survival rate.

 Psammoma bodies. Tumor serous mempunyai psammoma bodies memiliki prognosis yang lebih baik.

 Ruptur kapsul tumor. Tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa komplikasi intraopeartive mempengaruhi tingkat survival rate.

 DNA ploidy. Pada analisis DNA dengan menggunakan Flow cytometry merupakan indikator prognosis yang kuat. Tumor yang eneuploid memiliki prognosis yang lebih jelek dibandingkan tumor yang diploid. Adanya hubungan antara tumor DNA ploidy dan respon terhadap kemoterapi.

 CA 125 . Serum marker meningkat pada stadium awal terutama stadium 2 dan dipakai sebagai parameter untuk menilai apakah ada rekurren.

 Penanda yang lain seperti : overekpressi P53, c-erbB-2 dan level dari colony stimulating faktor, memiliki hubungan dengan agresivitas kanker ovarium (Waruwu, 2013).

 

 

 

 

 

 

 

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Ovarium (Martini et al., 2012)
Gambar 2.2. Histologi Ovarium (Tortora et al., 2009)
Gambar 2.3. Histologi Ovarium (Tortora et al., 2009)
Tabel 2.1. Klasifikasi Tumor Ovarium berdasarkan WHO (Busmar, 2006: 477-484)

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun ada hasil penelitian yang sama mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar tumor marker CA-125 dengan jenis tumor ovarium, salah satunya pada penelitian Daoud

Kelompok usia 51- 60 tahun adalah terbanyak terkena tumor tulang sebanyak 9 kasus (30,00%), prevalensi tumor terbanyak pada perempuan sebanyak 23 kasus (76,67%), dengan

Tumor tulang primer lebih jarang dijumpai daripada lesi metastatik, menurut data ststistik yang ada hanya 0,2% dari semua kasus neoplasma yang merupakan tumor tulang primer..

Tumor tulang yang perkembangan jaringan abnormalnya berasal dari tulang disebut tumor tulang primer, sedangkan tumor yang bermetastase ke tulang yang berasal dari bagian tubuh

Berdasarkan jenis histopatologi ditemukan tumor epitel ganas ovarium tipe musinosum lebih banyak mengalami peningkatan kadar CA-125 daripada jenis serosum.. Kesimpulan :

HUBUNGAN TUMOR MARKER CA-125 DENGAN JENIS TUMOR OVARIUM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK.. PADA

Tumor ovarium banyak memiliki tumor marker, saat ini tumor marker yang diterima secara klinis dan yang paling dikenal adalah Cancer Antigen 125 (CA-125).. Tetapi dalam

Studi Systematic Review menyatakan bahwa prognosis yang lebih baik dapat dicapai pada pasien tumor ovarium khususnya yang bersifat ganas, apabila dapat dirujuk sedini