• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas perekonomian membutuhkan listrik sebagai penunjang produktivitas. Permintaan (demand) yang tinggi terhadap listrik masih belum tersedia oleh PT PLN secara keseluruhan. Hal itu menyebabkan timbul fenomena kelebihan permintaan (excess demand) padahal Indonesia memiliki potensi besar dalam penyediaan energi seperti solar, angin, mikro hidro, serta biomass. Salah satu sumber energi biomass adalah sampah.

Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota Indonesia menjadi pusat perekonomian yang menghasilkan residu berupa sampah. Sejak 1986, sampah yang berasal dari DKI Jakarta dibuang ke TPA Bantargebang. Pada tahun 2010 jumlah sampah yang terangkut sebanyak 5.000-6.000 ton/hari. Angka tersebut sudah melebih daya tampung TPA Bantargebang yang hanya mampu menampung 1.500-2.000 ton/hari. Pemerintah memberlakukan UU No. 18 Tahun 2008 mengenai Pengolahan Sampah dan secara tegas mengharuskan adanya perlakuan lebih lanjut terhadap sampah di TPA/TPST seluruh Indonesia. Proyek PLTSa TPST Bantargebang menjadi salah satu win win solution treatment terhadap manajemen sampah kota secara berkelanjutan serta penyediaan energi ramah lingkungan.

Tahap pertama yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu meninjau sistem pengolahan sampah di TPST Bantargebang. Hasil tinjauan akan dianalisis melalui Analisis Deskriptif sehingga dapat menjadi literatur pengelolaan sampah di tempat lain secara umum. Guinard (2006) menjelaskan bahwa Analisis Deskriptif merupakan metode terkait identifikasi, deskripsi terhadap aspek kualitatif suatu produk, dan dapat juga berupa pemberian skala kuantitatif terhadap aspek tersebut. Analisis Deskriptif digunakan untuk memperoleh deskripsi detail mengenai suatu produk ataupun jasa. Sistem yang akan dideskripsikan pada penelitian ini mengenai proses operasional pengangkutan sampah dari sumber (rumah tangga, pasar, maupun industri), proses pembuangan sampah ke TPST Bantargebang, perlakuan terhadap sampah yang menumpuk hingga menjadi produk olahan berupa pupuk kompos, biji plastik serta listrik.

Tahap kedua yang akan diteliti yaitu mengenai output proyek PT NOEI berupa listrik. Listrik mermiliki nilai manfaat nyata (tangible value) yang dapat digunakan oleh manusia dari keberadaan sampah di TPST Bantargebang. Listrik dihasilkan melalui penyerapan gas karbon dan metana sampah. Output berupa listrik memberi nilai ekonomi dari sampah yang selama ini dianggap masalah.

Produk listrik yang dihasilkan PLTSa akan dianalisis menggunakan Analisis Biaya-Manfaat atau Cost-Benefit Analysis (CBA). Gray et al. (1992) menjelaskan bahwa penilaian benefit dan biaya proyek dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial dilakukan pada proyek yang berorientasi pada maksimisasi profit individu atau badan swasta sebagai investor proyek. Jika proyek berkaitan dengan kepentingan pemerintah (tujuan untuk kesejahteraan masyarakat), maka evaluasi proyek menggunakan analisis ekonomi.

Hanley (2000) mengemukakan bahwa CBA adalah alat analisis yang sering digunakan untuk mengevaluasi proyek maupun kebijakan. Keunggulan CBA yaitu dapat menggambarkan secara jelas mengenai dampak proyek dikaitkan dengan isu lingkungan sehingga menjadi rekomendasi bagi pembuat kebijakan. CBA juga fokus terhadap suatu perbandingan dari pengorbanan biaya dan keuntungan (gain and losses) dalam menjalankan proyek sesuai jenisnya. Terdapat beberapa tahap dalam melakukan CBA menurut Hanley and Spash (1993) berikut.

1) Definisi proyek

Pada tahap ini, definisi proyek mencakup beberapa hal: orientasi/alokasi proyek dalam memanfaatkan sumberdaya (untuk kesejahteraan rakyat atau untuk profit gain); serta jenis proyek (proyek fisik atau proyek pembuatan kebijakan). Beberapa aspek yang perlu didefinisikan juga dalam proyek seperti waktu, lokasi, stakeholder terkait, serta hubungan proyek dengan program ataupun kebijakan yang ada.

2) Deskripsi input-output proyek secara kuantitatif

Proyek pengelolaan sumberdaya dengan prinspi ramah lingkungan biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, oleh karena itu faktor waktu sangat penting untuk diperhitungkan. Spesifikasi terhadap input-

output proyek perlu memperkirakan kejadian yang mungkin terjadi seperti pola pertumbuhan ekonomi di masa depan, perubahan teknologi maupun perubahan preferensi konsumen, dan lain-lain.

3) Estimasi biaya-manfaat dari input-output tersebut

Peneliti perlu mendefinisikan secara jelas mengenai nilai nyata (tangible)

maupun nilai tak nyata (intangible) dari suatu proyek. Hal ini penting karena seluruh biaya dan manfaat harus dikonversi dalam bentuk moneter saat melakukan CBA. Tangible merupakan sumberdaya yang memiliki nilai pasar, dalam proyek ini berupa listrik dan karbon. Sumberdaya

intangible tak memiliki nilai pasar, seperti manfaat kegiatan proyek PLTSa yang secara tidak langsung menghentikan eksternalitas negatif TPST berupa pencemaran air lindi di Sungai Kali Asem.

4) Membandingkan benefit dan cost untuk evaluasi kelayakan proyek

Perbandingan dilakukan untuk menilai kelayakan proyek sesuai kriteria. Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period.

Proyek PLTSa juga memiliki nilai tangible lain dari penyerapan gas karbon menjadi listrik. Sampah yang menumpuk pada 5 zona pembuangan di TPST menghasilkan 0,20-0,27 m3 metana per ton sampah (Suprihatin et al., 2008). Emisi karbon yang hilang tersebut termasuk sebagai nilai tangible proyek karena tersedia harga pasar untuk karbon serta perubahan produksi karbon dapat terukur. Organization for Economic Co-operation and Development atau OECD (2006) menegaskan pentingnya menilai manfaat ekonomi dari suatu proyek atau regulasi yang menambah nilai aset sumberdaya. Oleh karena itu, tahap terakhir penelitian ini adalah menilai manfaat ekonomi dari emisi yang hilang sebagai salah satu manfaat ekonomi yang didapatkan selain listrik. Penilaian reduksi emisi karbon menggunakan Landfill Gas Emission (LandGEM), yaitu alat analisis yang digunakan oleh U.S. EPA untuk menilai emisi GRK dari banyaknya methane yang dilepaskan sebagai manfaat pengolahan sampah berkelanjutan. Secara lebih jelas keseluruhan operasional penelitian yang akan dilakukan diuraikan pada Gambar 4.

Keterangan: - - - - = cakupan penelitian

Gambar 4 Diagram Operasional Penelitian PT GTJ Output proyek berupa pupuk kompos dan biji

plastik Peningkatan aktivitas ekonomi di Provinsi DKI Jakarta sebagai salah

satu kota besar di Indonesia

Excess demand terhadap listrik meningkat untuk menunjang perekonomian

Hasil buangan berupa sampah yang melebihi daya tampung TPA Bantargebang

Proyek TPST Bantargebang:

Analisis Deskriptif terkait Mekanisme Pengolahan Sampah

PT NOEI

- Output proyek berupa listrik: Cost-Benefit Analysis

- Reduksi karbon (jumlah karbon terserap): Landfill Gas Emission (LandGEM)

Rekomendasi pengolahan sampah berkelanjutan Penyediaan sumber energi

alternatif pendukung energy mix

UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah

Dokumen terkait