• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian, serta metode-metode atau teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun kerangka pemikiran teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut:

Definisi Restoran

Menurut SK Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM 73/PW 105/MPPT-85 menjelaskan bahwa Rumah Makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan hidangan dan minuman untuk umum. Dalam SK tersebut juga ditegaskan bahwa setiap rumah makan harus memiliki seseorang yang bertindak sebagai pemimpin rumah makan yang sehari-hari mengelola dan bertanggung jawab atas pengusahaan RM tersebut. Usaha-usaha lain yang sejenis dan tidak termasuk dalam Usaha Rumah Makan

dalam definisi ini adalah Usaha Restoran, Usaha Tempat Makan dan Usaha Jasa Boga (catering).

Sedangkan restoran adalah salah satu jenis usaha dibidang jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan penjualan makanan dan minuman untuk umum. Pengusahaan restoran meliputi jasa pelayanan makan dan minum kepada tamu restoran sebagai usaha pokok dan jasa hiburan didalam bangunan restoran sebagai usaha penunjang yang tidak terpisahkan dari usaha pokok sesuai dengan ketentuan dan persyaratan teknis yang ditetapkan. Pemimpin restoran adalah seorang atau lebih yang sehari-hari mempimpin dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan usaha restoran tersebut, sedangkan bentuk usaha restoran ini dapat berbentuk Perorangan atau Badan Usaha (PT, CV, Fa atau koperasi) yang tunduk kepada hukum Indonesia1.

Marsum (2005) mendefinisikan restoran sebagai suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum. Tujuan operasi restoran adalah untuk mencari keuntungan demi kelangsungan hidup usaha. Selain bertujuan bisnis atau mencari keuntungan, tujuan operasi restoran yang utama adalah membuat puas para tamu.

Jenis Restoran

Marsum (2005) mengklasifikasikan macam-macam restoran ke dalam beberapa tipe, yaitu:

1. A’la Carte Restaurant: adalah restoran yang mendapatkan izin penuh untuk menjual makanan lengkap dengan banyak variasi dimana tamu bebas memilih sendiri makanan yang mereka inginkan. Tiap-tiap makanan di dalam restoran ini memiliki harga sendiri-sendiri.

2. Table D ‘hote Restaurant: adalah suatu restoran yang khusus menjual menu

table d’hote, yaitu suatu susunan menu yang lengkap (dari hidangan pernbuka sampai penutup) dan tertcntu, dengan harga yang telah ditentukan pula. 3. Coffe Shop atau Brasserie: adalah suatu restoran yang pada umumnya

berhubungan dengan hotel, suatu tempat di mana tamu bisa mendapatkan makan pagi, makan siang, dan makan malam secara cepat dengan harga yang cukupan. Pada umumnya system pelayanannya adalah dengan American service, dimana yang diutamakan adalah kecepatannya. Ready on plate service, artinya makanan sudah dtatur dan disiapkan diatas piring. Kadang-kadang penyajiannya dilakukan dengan cara buffet atau prasmanan.

4. Cafetaria atau Cafe: adalah suatu restoran kecil yang mengutamakan penjualan cake (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi dan teh. Pilihan makanannya terbatas dan tidak menjual minuman beralkohol.

5. Canteen: adalah restoran yang berhubungan dengan kantor, pabrik, atau sekolah, tempat dimana para pekerja atau pelajar biasa mendapatkan makan siang dan coffe break, yaitu acara minum kopi disertai makanan kecil atau selingan jam kerja, jam belajar ataupun dalam acara rapat-rapat dan seminar.

1

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan. 2012.

6. Continental Restaurant: adalah suatu restoran yang menitik beratkan hidangan continental pilihan dengan pelayanan elaborate atau megah. Suasananya santai, susunannya agak rumit, disediakan bagi tamu yang ingin makan secara santai.

7. Carvery: adalah suatu restoran yang sering berhubungn dengan hotel, di mana para tamu dapat mengisi sendiri hidangan panggang sebanyak yang mereka inginkan dengan harga hidangan yang sudah ditetapkan.

8. Dining Room:terdapat dihotel kecil, motel, atau inn. Merupakan tempat yang tidak lebih ekonomis dari pada tempat makan biasa. Dining room pada dasarnya disediakan untuk para tamu yang tinggal di hotel itu, namun yang terbuka bagi para tamu dari luar.

9. Discotheque: ialah suatu restoran yang pada prinsipnya berarti juga tempat dansa sambil menikmati alunan musik. Kadang-kadang juga menampilkan

live-band. Bar adalah salah satu fasilitas utama untuk sebuah discotheque. Hidangan yang tersedia umumnya berupa snack.

10. Fish and Chip Shop: ialah suatu restoran yang banyak terdapat di Inggris, di mana kita dapat membeli macam-macam kripik (chips) dan ikan goreng, biasanya berupa ikan Cod, dibungkus dalam kertas dan dibawa pergi . Jadi rnakanannya tidak dinikmati di tempat itu.

11. Grill Room (Rotisserie): adalah suatu restoran yang menyedikan bermacam-macam daging panggang. Pada umumnya antara restoran dengan dapur dibatasi dcngan sekat dinding kaca sehingga para tamu dapat memilih sendiri potongan daging yang dikehendaki dan melihat sendiri bagaimana memasaknya. Grill room kadang-kadang disebut juga sebagai steak house. 12. Inn tavern: adalah suatu restoran dengan harga cukupan yang dikelola oleh

perorangan di tepi kota. Suasananya dibuat dekat dan ramah, dengan tamu-tamu. Sedangkan hidangannya lezat-lezat.

13. Night Club/Super Club: adalah suatu restoran yang pada umumnya mulai dibuka menjelang larut malam, menyediakan makan malam bagi tamu-tamu yang ingin santai. Dekorasinya mewah, pelayanannya megah. Band merupakan kelengkapan yang diperlukan. Para tamu dituntut berpakaian resmi dan rapi sehingga manaikkan gengsi.

14. Pizzeria: adalah suatu restoran yang kusus menjual pizza. Kadang-kadang juga ada spaghetti serta makanan khas Italia lainnya.

15. Pan Cake House/Creperie: adalah restoran yang khusus menjual pan cake

serta crepe yang diisi dengan berbagai macam manisan di dalamnya.

16. Pub: pada mulanya merupakan tempat hiburan umum yang mendpat izin menjual minuman bir serta minuman beralkohol lainnya. Para tamu mendapatkan minumannya dari counter (meja panjang yang membatasi dua ruangan). Pengunjung dapat menikmatinya sambil duduk atau berdiri di meja makan. Hidangan yang tersedia berupa snack seperti pies dan sandwich. Sekarang kita bisa mendapatkan banyak hidangan pengganti di pub

17. Snack Bar/Cqfe/Milk Bar: adalah semacam restoran cukupan yang sifatnya tidak resmi dengan pelayanan cepat, di mana para tamu mengumpulkan makanan mereka di atas baki yang diambil dari atas counter dan kemudian membawanya ke meja makan. Para tamu bebas memilih makanan yang disukainya. Makanan yang disediakan biasanya adalah hamburger, sausages

18. Specialitiy Restaurant: adalah restoran yang suasana dan dekorasi seluruhnya disesuaikan dengan tipe khas makanan yang disajikan atau temanya. Restoran semacam ini menyediakan masakan Cina, Jepang, India, Italia dan sebagainya. Pelayanannya sedikit banyak berdasarkan tata cara negara tempat asal makanan spesial itu.

19. Terrace Restaurant: adalah suatu restoran yang terletak di luar bangunan, namun pada umumnya masih berhubungan dengan hotel maupun restoran induk. Di negara-negara barat pada umumnya restoran tersebut hanya buka pada waktu musim panas saja.

20. Gourmet Restaurant: ialah suatu restoran yang menyelenggarakan pelayanan makan dan minum untuk orang-orang yang berpengalaman luas dalam bidang rasa makanan dan minuman. Keistimewaan restoran ini ialah makanan dan minumannya yang lezat-lezat, pelayanannya megah dan harganya cukup mahal.

21. Family Type Restaurant: ialah suatu restoran sederhana yang menghidangkan makanan dan minuman dengan harga tidak mahal, terutama disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan.

22. Main Dining Room: ialah suatu restoran atau ruang makan utama yang pada umumnya terdapat di hotel-hotel besar, di mana penyajian makanannya secara resmi, pelan tapi masih terikat oleh suatu peraruran yang ketat. Servisnya biasa menggunakan pelayanan ala Perancis atau Rusia. Tamu-tamu yang hadirpun pada umumnya berpakaian resmi atau formal.

Definisi Konsumen

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Undang-undang ini menjelaskan bahwa terdapat dua istilah konsumen dalam kepustakaan ekonomi, yaitu konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir2. Sedangkan pengertian konsumen menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak diperdagangkan kembali3.

Menurut Sumarwan (2011) konsumen terdiri atas dua kategori, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu merupakan konsumen yang membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, digunakan anggota keluarga lain/seluruh anggota keluarga, atau mungkin untuk hadiah. Sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, dan

2

Undang-undang Perlindungan Konsumen. 1999. http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-8-1999PerlindunganKonsumen.pdf [29 Januari 2013]

3

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 2012. http://arsip.uii.ac.id/files//2012/10/Lap-KKN-AYU-30.pdf [31 Januari 2013]

rumah sakit) dimana mereka harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya.

Perilaku Konsumen

Schiffman dan Kanuk (2010) dalam Sumarwan (2011) mengatakan bahwa istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.

Engel, et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, megonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. Terdapat tiga jenis kategori pengaruh yang mendasari perilaku konsumen, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individual, dan proses psikologis. Pengaruh lingkungan meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Perbedaan individu menggambarkan faktor-faktor karakteristik individu yang muncul dari dalam diri konsumen dan proses psikologis yang terjadi pada diri konsumen. Perbedaan individu meliputi sumberdaya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, dan kepribadian, gaya hidup, serta demografi. Sedangkan proses psikologis antara lain mencakup pengolahan informasi, pembelajaran, serta perubahan sikap dan perilaku.

Gambar 3 Model perilaku pengambilan keputusan konsumen

Sumber: Engel et al. (1994)

Implikasi Strategi Pengaruh Lingkungan  Budaya  Kelas Sosial  Pengaruh Pribadi  Keluarga Pengaruh Individu Sumberdaya konsumen Motivasi dan keterlibatan Pengetahuan

Sikap kepribadian, gaya hidup, dan demografi

Proses Keputusan Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Pembelian Hasil Proses Psikologis Pengolahan informasi Pembelanjaan

Perubahan sikap dan perilaku

Proses Pengambilan Keputusan

Perilaku konsumen berusaha memahami bagaimana konsumen mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa. Sebelum konsumen mengonsumsi suatu barang, pastinya mereka melewati suatu tahapan pengambilan keputusan pembelian barang ataupun jasa. Schiffman dan Kanuk (2010) dalam Sumarwan (2011) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Proses pengambilan keputusan terdiri dari lima tahapan, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan pasca pembelian.

Perilaku proses keputusan pembelian selalu dimulai dengan pengenalan kebutuhan yang didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan kebutuhan bergantung pada banyaknya ketidaksesuaian antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian tersebut berada pada tingkat atau ambang tertentu, maka kebutuhan pun dikenali (Engel et al. 1995). Kebutuhan harus diaktifkan terlebih dahulu sebelum ia dikenali.

Tahap kedua dari proses pengambilan keputusan konsumen adalah pencarian informasi yang didefinisikan sebagai aktivasi termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi dari lingkungan. Definisi ini menegaskan bahwa pencarian dapat bersifat internal maupun eksternal. Pencarian internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan dan lebih dahulu terjadi sesudah pengenalan kebutuhan. Pencarian internal tidak lebih pada peneropongan ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan di dalam ingatan jangka panjang (Engel et al. 1995). Konsumen akan berhenti di pencarian internal jika apa yang dicari telah terpenuhi. Jika tidak, konsumen akan berlanjut pada pencarian eksternal yang terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar. Pencarian eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai produk dan merek, pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen (Sumarwan 2011).

Tahap ketiga dari proses pengambilan keputusan konsumen adalah evaluasi alternatif yang muncul karena banyaknya alternatif pilihan. Evaluasi alternatif didefinisikan sebagai proses mengevaluasi pilihan produk dan merek dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses evaluasi alternatif, konsumen menbandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya (Sumarwan 2011). Pada tahap ini, konsumen menggunakan kriteria evaluasi sebagai atribut yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan sehingga dapat memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut. Kriteria evaluasi dapat berbeda-beda bergantung pada karakteristik produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Ketika pengambilan keputusan bersifat kebiasaan, evaluasi alternatif hanya akan melibatkan konsumen yang membentuk niat untuk membeli kembali produk yang sama seperti sebelumnya (Engel et al. 1995).

Ketika konsumen telah menemukan alternatif yang dipilih, maka tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah pembelian. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, di mana membeli, dan bagaimana cara membelinya. Pembelian produk atau jasa yang dilakukan oleh konsumen bisa digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu

pembelian yang terencana sepenuhnya, pembelian yang separuh terencana, pembelian yang tidak terencana (Sumarwan 2011).

Perilaku pascapembelian yang dilakukan oleh konsumen adalah mengevaluasi kembali barang atau jasa yang telah dibeli dan dikonsumsinya. Hasil dari proses evaluasi pascapembelian atau pascakonsumsi adalah konsumen merasa puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukannya. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk membeli dan mengonsumsi ulang produk tersebut (Sumarwan 2011).

Karakteristik Konsumen

Karakteristik konsumen perlu diketahui para pelaku usaha karena setiap konsumen memiliki karakteristik yang berbeda dalam perilaku proses pembelian. Menurut Sumarwan (2011), karakteristik konsumen terdiri atas karakteristik demografi, karakteristik ekonomi, dan karakteristik sosisal konsumen.

Demografi akan menggambarkan karakteristik suatu penduduk, misalnya usia, suku bangsa, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan dan pekerjaan, lokasi geografi, dan pendapatan. Menurut Shellyana dalam Sherly (2012), jenis kelamin merupakan karakteristik yang penting bagi pemasar. Terdapat perbedaan keinginan antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Pemasar harus memperhatikan jumlah perbandingan perempuan dan laki-laki yang menjadi target pemasarannya. Konsumen perempuan lebih sering memberikan atau mendapatkan informasi dari teman atau keluarga dibandingkan dengan konsumen laki-laki. Perempuan juga sering menginformasikan kepada orang lain mengenai produk atau jasa yang mereka konsumsi. Selain itu konsumen perempuan memiliki tingkat kepedulian lebih tinggi terhadap makanan yang mereka konsumsi dibandingkan konsumen laki-laki. Sehingga perbedaan keinginan serta kebutuhan konsumen dapat dipenuhi oleh pihak pemasar.

Menurut Sumarwan (2011), usia konsumen penting untuk dipahami karena konsumen dengan usia yang berbeda akan mengonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan, pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Konsumen yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi dan mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen yang berbeda. Selanjutnya profesi dan pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya. Pendidikan dan pendapatan tersebut kemudian akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang.

Lokasi tempat tinggal konsumen akan mempengaruhi pola konsumsinya. Orang yang tinggal di desa akan memiliki akses terbatas terhadap berbagai produk dan jasa. Sebaliknya, konsumen yang tinggal di kota-kota besar lebih mudah memperoleh semua barang dan jasa yang dibutuhkannya. Lokasi tempat tinggal konsumen perlu dipahami oleh para pelaku usaha agar mereka dapat memfokuskan ke mana produknya akan di jual. Konsumen lebih senang untuk mengunjungi tempat penjualan produk ataupun jasa yang dibutuhkannya yang dekat dengan lokasi tempat tinggalnya, strategis, mudah terlihat, dan lokasinya dapat dijangkau dengan mudah.

Pendapatan merupakan karakteristik konsumen lainnya yang perlu diketahui oleh para pelaku usaha. Jumlah pendapatan akan memnggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya. Pendapatan konsumen penting untuk diketahui karena akan menjadi indikator penting besarnya jumlah produk yang bisa dibeli oleh konsumen.

Menurut Griad (2010) dalam Sherly (2012), status pernikahan juga mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang. Seseorang yang belum menikah lebih mudah mendapatkan informasi yang diberikan orang lain seperti teman, keluarga, dan lainnya dibandingkan dengan yang sudah menikah. Selain itu, seseorang yang belum menikah menghabiskan waktu lebih banyak bersama kelompoknya atau di luar rumah dibandingkan orang yang sudah menikah. Menurut Sumarwan (2011), keluarga menjadi daya tarik bagi para pemasar karena keluarga memiliki pengaruh yang besar kepada konsumen. Anggota keluarga akan saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pembelian produk dan jasa.

Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi oleh konsumen. Kelas sosial juga mempengaruhi pemilihan toko dan jasa yang akan digunakan oleh konsumen. Konsumen yang berada pada kelas yang sama akan menunjukkan persamaan dalam nilai-nilai yang dianut, gaya hidup, dan perilaku yang sama. Pemasar sangat tertarik untuk mengetahui kelas-kelas sosial yang ada di dalam suatu masyarakat karena kelas sosial akan mempengaruhi apa yang dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen atau keluarga (Sumarwan 2011).

Kepuasan Konsumen

Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya, tahap ini merupakan evaluasi alternatif pascapembelian atau pascakonsumsi. Hasil dari proses evaluasi pascakonsumsi adalah konsumen yang puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukannya. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk membeli dan mengonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut (Sumarwan 2011).

Engel, et al. (1995) mendefinisikan kepuasan sebagai evaluasi pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Kepuasan konsumen penting bagi perusahaan agar pelanggannya tetap setia pada produk yang diciptakan dan tidak berpaling ke produk lain. Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan value dari pemasok, produsen, atau penyedia jasa. Value ini bisa berasal dari produk, pelayanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi. Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang akan berbagi kepuasan dengan produsen atau penyedia jasa. Bahkan pelanggan yang puas akan berbagi rasa dan pengalaman dengan pelanggan lain (Irawan 2007).

Menurut Kotler (2005), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja produk yang dipikirkan

terhadap kinerja yang diharapkan. Kinerja dan harapan bila dijabarkan sebagai berikut:

1. Jika kinerja di bawah harapannya maka konsumen menjadi tidak puas 2. Jika kinerja sama dengan harapannya maka konsumen akan puas

3. Jika kinerja melampaui harapannya maka konsumen akan sangat puas atau sangat senang

Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen

terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model. Teori ini

mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk, maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product performance). Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan konsumen atas dasar produk akan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya. Hal ini ditunjukkan konsumen setelah terjadinya proses pembelian. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terkait dengan konsep kepuasan konsumen. Hal ini dijelaskan secara sistematis oleh Gambar 4.

Gambar 4 Tingkat kepuasan konsumen

Sumber: Rangkuti (2002)

Rangkuti (2002), menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan dapat diukur dengan beberapa cara, yaitu:

1. Traditional Approach

Berdasarkan pendekatan ini konsumen diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati (umumnya menggunakan skala likert), yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas). Selanjutnya konsumen diminta memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara keseluruhan. Skala likert

merupakan salah satu varian pendekatan semanticdifferential dan bentuknya lebih langsung, responden diminta untuk memilih jawaban “sangat tidak setuju” (1)

Dokumen terkait