• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Kewirausahaan

Kata entrepreneur berasal dari bahasa Perancis yang telah diadopsi ke dalam bahasa Inggris. Istilah ini dikenalkan oleh ekonom Perancis, Jean Baptista Say (1767-1832), yang memiliki arti sebagai suatu usaha yang memindahkan sumberdaya ekonomi ke wilayah yang lebih produktif dengan penghasilan besar. Wirausaha membutuhkan wawasan dan pengalaman serta keterampilan teknis dan manajemen yang memadai. Wirausaha tidak hanya menghasilkan barang yang baru tetapi juga dapat berupa sistem, metode, strategi, dan aspek-aspek lain dalam usaha sehingga dapat mewujudkan efisiensi dan efektivitas kerja. Oleh karena itu, definisi wirausahawan adalah orang yang memahami peluang bisnis yang ditindaklanjuti dengan pembentukan organisasi bisnis untuk mewujudkan peluang tersebut menjadi kenyataan (Widodo 2005).

Definisi lain dari entrepreneur dikemukakan oleh Boone dan Kurtz (2002), yaitu orang yang mencari peluang yang menguntungkan dan mengambil risiko seperlunya untuk merencanakan dan mengelola suatu bisnis. Definisi ini senada dengan Zimmerer dan Scarborough (2002) yang menyatakan bahwa wirausahawan adalah orang yang menciptakan usaha baru di tengah risiko dan ketidakpastian untuk mendapatkan keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan mengelola sumber daya yang ada. Pengusaha berbeda dengan manajer. Manajer adalah karyawan yang mengarahkan bawahannya untuk mencapai sasaran perusahaan. Manajer menggunakan sumber daya perusahaan seperti karyawan, uang, peralatan, dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Pengusaha memiliki sasaran yang ditetapkan sendiri dan harus mencari serta mengelola sumber daya yang dibutuhkan dalam bisnisnya. Centre for Entrepreneurial Leadership dari State University of New York di Buffalo dalam Zimmerer dan Scarborough (2002) mengklasifikasikan wirausaha ke dalam tiga golongan, yaitu pengusaha klasik, intrapreneurship, dan agen perubahan.

1. Pengusaha klasik (classic entrepreneur)

Pengusaha klasik adalah pengusaha yang mengidentifikasi berbagai peluang bisnis dan mengalokasikan sumberdaya untuk memasuki pasar tersebut. 2. Intrapreneurs

Intrapreneurs adalah orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mencoba mengembangkan produk baru, ide, dan usaha komersial di dalam perusahaan besar.

3. Agen perubahan (change agent)

Agen perubahan adalah para manajer yang berusaha merevitalisasi perusahaan yang telah berjalan agar tetap kompetitif di pasar modern.

Wirausahawan berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan (Kasmir 2006). Berani mengambil risiko berarti memiliki mental mandiri dan berani memulai usaha tanpa takut walaupun dalam kondisi tidak pasti. Wirausaha selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang yang dapat memberikan keuntungan. Wirausaha tidak takut pada risiko

dan bahkan semakin besar risiko kerugian yang akan dihadapi maka semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama wirausahawan tersebut melakukan usaha dengan penuh perhitungan dan keberanian. Kegiatan wirausaha dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

1. Memiliki modal sekaligus menjadi pengelola

Pengusaha mengeluarkan modal sendiri untuk memulai usaha dan pengelolaan usahanya juga dilakukan oleh pengusaha itu sendiri. Jenis pengusaha seperti ini menjadi pemilik tunggal sekaligus pengelola.

2. Menyetor modal sekaligus menjadi pengelola

Pada jenis ini, wirausahawan menyetor sejumlah modal pada pihak mitra. Modal tersebut akan dikonversikan ke dalam sejumlah saham sebagai bukti kepemilikan. Manajemen usaha dilakukan oleh pihak lain.

3. Hanya menyerahkan tenaga namun dikonversikan ke dalam bentuk saham sebagai bukti kepemilikan usaha

Pada jenis kegiatan ini, pengusaha hanya menyumbangkan tenaga sebagai modal. Tenaga dan keahlian mengelola usaha ini nantinya akan dikonversikan ke dalam sejumlah saham. Pada kasus ini kepemilikan usaha terbagi menjadi dua, yaitu pemilik yang memiliki uang dan pemilik yang memiliki keahlian. Usaha jenis ini dapat dijalankan oleh lebih dari dua orang.

Entrepreneur dapat berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, kondisi keluarga, dan pengalaman kerja. Wirausaha potensial dapat berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Walaupun sudah banyak aspek dari latar belakang pengusaha yang telah dieksplorasi, hanya sedikit yang membedakan pengusaha dari masyarakat umum atau manajer. Latar belakang wirausahawan yang dieksplorasi meliputi lingkungan keluarga masa anak-anak, pendidikan, nilai pribadi, dan pengalaman kerja. Wirausahawan dapat ditemukan pada semua jenis pekerjaan antara lain pendidikan, kesehatan, penelitian, hukum, arsitektur, keteknikan, pekerja sosial, dan distribusi (Hisrich dan Peters 1992). Hubeis (2009) merangkum definisi kewirausahaan yang telah banyak dikemukakan oleh para pakar, diantaranya mendefinisikan sebagai suatu proses penciptaan suatu hal yang baru (kreativitas) dan membuat sesuatu yang berbeda (inovasi) dari yang sudah ada, untuk kesejahteraan individu dan dapat memberikan nilai tambah kepada masyarakat dengan kekuatan yang ada pada dirinya. Orang yang melakukan proses penciptaan (kreatif) kekayaan dan nilai tambah melalui gagasan, mengombinasikan sumber daya dan mewujudkan gagasan menjadi kenyataan yang melibatkan aspek peluang dan risiko. Pada prakteknya, wirausahawan dapat digolongkan menjadi entrepreneur (wirausahawan sebagai pemilik bisnis), intrapreneur (wirausaha di dalam perusahaan), ecopreneur, ultrapreneur, collective entrepreneur, academic entrepreneur, dan beberapa jenis wirausahawan yang lain.

Ada beberapa kesamaan pendapat dalam beberapa definisi kewirausahaan, yaitu merupakan suatu perilaku yang meliputi pengambilan keputusan, pengaturan dan pengorganisasian mekanisme sosial ekonomi dalam merubah sumber daya atau situasi menjadi suatu hal yang berguna, dan berani mengambil risiko. Kewirausahaan menjadi suatu proses dinamis dalam menciptakan pendapatan. Pendapatan diciptakan oleh seseorang yang mengasumsikan bahwa risiko utama dalam hal ekuitas, waktu, dan karir untuk memberikan nilai pada barang dan jasa.

Barang dan jasa yang dihasilkan dapat merupakan sesuatu yang baru atau unik ataupun yang sudah ada namun ada nilai yang dimasukkan oleh wirausahawan dengan cara menerima dan mengalokasikan kemampuan dan sumber daya yang diperlukan. Beberapa definisi kewirausahaan memiliki sedikit perbedaan tetapi mengandung gagasan yang sama, yaitu kebaruan, pengorganisasian, penciptaan, pendapatan, dan pengambilan risiko. Walaupun begitu, setiap definisi memiliki batasan.

Kewirausahaan dan Pertumbuhan Ekonomi

Wirausahawan berperan dalam pembangunan ekonomi di negara tersebut. Peran mereka dalam perekonomian lebih dari peningkatan output per kapita dan pendapatan, mereka memulai perubahan dalam struktur bisnis dan masyarakat. Perubahan ini diikuti oleh pertumbuhan dan peningkatan output yang memungkinkan dimiliki oleh banyak orang. Salah satu teori pertumbuhan ekonomi menggambarkan inovasi sebagai kunci, tidak hanya dalam mengembangkan produk baru (atau jasa) untuk pasar tetapi juga merangsang minat investasi di usaha baru. Investasi baru ini bekerja pada kedua sisi permintaan dan pasokan dari persamaan pertumbuhan. Pada sisi penawaran modal baru dibuat untuk memperluas kapasitas pertumbuhan dan di sisi permintaan pengeluaran menghasilkan kapasitas dan output baru (Hisrich dan Peters 1992). Teori pembangunan ekonomi yang menjabarkan hubungan antara wirausaha dengan pertumbuhan ekonomi telah dikemukakan sejak lama oleh Joseph Schumpeter. Menurut Schumpeter (1934) diacu dalam Priyanto (2009), wirausaha menjadi agen perubahan yang dapat mendorong perekonomian suatu bangsa. Perkembangan kewirausahaan akan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang belum dieksploitasi, menghasilkan wirausaha, dan ekonomi mandiri. Wirausaha dapat melihat peluang dan merubahnya menjadi suatu yang bernilai baik berupa produk baru, proses produksi yang baru, pasar baru, sumber daya yang baru atau sistem manajemen yang baru. Wirausaha menciptakan lapangan kerja dan jika usahanya berhasil akan memunculkan imitasi yang luas. Oleh karena itu, wirausaha memiliki peran yang besar dalam perekonomian.

Karakter Wirausaha

Kegiatan berwirausaha tidak selalu memberikan hasil yang sesuai harapan. Wirausahawan juga menghadapi risiko kerugian dan tidak jarang yang pada akhirnya mengalami bangkrut. Wirausaha yang sukses memiliki karakter yang umumnya juga dimiliki oleh orang lain. Selain mempunyai motivasi yang mirip, wirausaha biasanya memiliki ciri-ciri pribadi dan latar belakang keluarga tertentu. Beberapa karakter wirausahawan yang menjadi syarat penting bagi seseorang yang ingin sukses sebagai wirausahawan, antara lain (Boone dan Kurtz 2002): 1. Keinginan untuk berhasil

Dorongan untuk bersaing membuat wirausahawan menerima tantangan dalam meraih tujuan yang sulit. Keinginan kuat untuk berhasil merupakan faktor penting dalam meraih sukses dan juga faktor pendorong bagi wirausahawan untuk bekerja keras.

2. Rasa percaya diri dan optimis

Wirausahawan percaya pada kemampuannya untuk berhasil, dan mereka membangkitkan optimisme untuk orang lain.

3. Toleransi terhadap kegagalan

Wirausahawan menyadari bahwa kemunduran dan kegagalan dalam usaha merupakan faktor pembelajaran. Seseorang dengan jiwa wirausaha tidak mudah kecewa dan putus asa ketika terjadi hal-hal yang tidak direncanakan. 4. Kreativitas (inovatif)

Salah satu karakteristik wirausaha adalah mengeluarkan ide-ide baru untuk berbagai produk dan jasa. Mereka juga mempunyai cara-cara yang inovatif untuk mengatasi masalah dan situasi yang sulit.

5. Toleransi terhadap ketidakpastian

Wirausahawan menghadapi berbagai ketidakpastian dalam perjalanan usahanya. Pelajaran terbesar yang harus dipahami oleh setiap wirausahawan adalah harus selalu siap dengan keadaan yang tidak diharapkan karena berhadapan dengan ketidakpastian merupakan hal umum bagi wirausahawan. 6. Pengendalian internal yang baik

Wirausahawan percaya bahwa nasibnya ditentukan oleh mereka sendiri sehingga disebut memiliki pengendalian internal yang baik.

Kegiatan wirausaha juga menentukan tingkat keberhasilan (laba). Hal ini berkaitan dengan kemampuan dan bakat serta ciri-ciri wirausahawan yang memiliki cara berpikir, sifat inovatif dan strategik, sehingga dapat mengatasi masalah eksternal. Wirausahawan dicirikan dari kemampuan memanfaatkan, mengatur, mengarahkan sumber daya, tenaga kerja, alat produksi yang selanjutnya akan ditukar atau dijual untuk mendapatkan sumber penghasilan. Saat ini pengusaha Indonesia tumbuh secara turun temurun, bukan melalui pendidikan formal. Oleh karena itu, pengembangan wirausahawan sebagai bagian dari pembinaan SDM perlu dilakukan dengan seimbang, diantaranya peningkatan kemampuan teknis dan manajerial agar dapat maju dan mandiri, baik yang sudah maupun akan memulai hal baru (Hubeis 2009).

Beberapa karakter wirausaha pada sebagian besar orang yang memulai dan mengoperasikan usaha baru ditentukan sebagai upaya untuk memahami wirausaha dengan lebih baik. John Hornaday dari Babson College dalam Holt (1992) telah mengembangkan daftar karakteristik kewirausahaan. Walaupun daftar tersebut didukung oleh data yang mengesankan namun memiliki keterbatasan, yaitu hanya menerangkan wirausahawan yang sukses dan tidak bisa digunakan untuk wirausahawan pada umumnya. Karakteristik tersebut antara lain percaya diri dan optimis, mampu menghitung risiko, memiliki respon positif terhadap tantangan, fleksibel dan mampu beradaptasi, mengetahui pasar, mampu bekerja sama dengan orang lain, berpikir terbuka, memiliki kecakapan dalam berbagai hal, penuh semangat dan rajin, kreatif dan need to achieve, pemimpin yang dinamis, menerima saran, memiliki inisiatif, banyak akal dan gigih, memiliki visi, serta menerima kritik. A David Silver, seorang pemilik modal dan penulis, mendeskripsikan wirausahawan sebagai seseorang yang penuh semangat, fokus, memiliki visi dan misi yang jelas serta bertujuan untuk mewujudkan visinya (Holt 1992). Karakter wirausaha yang membedakannya dari orang lain dikemukakan oleh Hisrich dan Peters (1992), yaitu locus of control, kebebasan dan need for achievement, serta berani mengambil risiko.

Beberapa studi mengenai sifat pemilik bisnis tidak berdasarkan teori, namun hanya merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian yang mencampurkan variabel sifat dan nonsifat bersama-sama sebagian besar menyimpulkan bahwa pengaruh antara sifat dengan kewirausahaan sangat kecil. Oleh karena itu, keterkaitan antara sifat personal, memulai bisnis, dan kesuksesan harus dikonsep secara eksplisit (Low dan MacMillan 1988, diacu dalam Rauch dan Frese 2007). Pengaruh nyata tidak akan terlihat jika tidak memilih variabel sifat personal yang sesuai dan dapat memprediksi kewirausahaan. Sifat yang dapat memprediksi perilaku kewirausahaan adalah sifat yang sesuai dengan karakteristik pekerjaan. Beberapa parameter penting dalam perilaku kewirausahaan adalah wirausaha harus dapat mendeteksi dan mengeksploitasi peluang, membuat keputusan cepat di bawah ketidakpastian dan kendala sumber daya, bekerja lebih keras daripada pegawai, serta harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan. Karakteristik yang sesuai dengan perilaku kewirausahaan tersebut, antara lain need for achievement, inovatif, proaktif, self efficacy, stress tolerance, need for autonomy, internal locus of control, dan berani mengambil risiko (Rauch dan Frese 2007).

Perilaku Kewirausahaan

Perilaku merupakan semua kegiatan manusia, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo 2003). Perilaku kewirausahaan merupakan bagian penting di dalam proses kewirausahaan. Perilaku kewirausahaan merupakan perilaku manusia dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang melalui pembentukan dan pengembangan usaha (Bird dan Schjoedt 2009), maupun mengeksplorasi dan menciptakan peluang di dalam kegiatan usaha yang sedang dijalankan (Gartner, Carter dan Reynold 2010). Perilaku kewirausahaan juga mendukung perubahan sosial dan memfasilitasi inovasi dalam organisasi usaha (Kuratko, Ireland, Covin dan Hornsby 2005). Gartner (1988) mengemukakan bahwa fokus pada apa yang dilakukan oleh wirausahawan lebih penting daripada siapa wirausahawan. Pendekatan perilaku memandang penciptaan suatu usaha sebagai hasil dari berbagai pengaruh. Pada pendekatan perilaku, wirausaha dilihat sebagai satu set aktivitas dalam menciptakan organisasi usaha sedangkan pendekatan sifat melihat wirausaha sebagai satu set sifat dan karakter. Proses kewirausahaan melibatkan banyak fungsi, aktivitas, tindakan yang berhubungan dengan mengamati peluang dan menciptakan usaha untuk mewujudkan tujuan.

Banyak penelitian kewirausahaan dengan pendekatan sifat dan karakter yang berfokus pada siapa wirausahawan dan sifat-sifat apa yang dimilikinya. Gartner (1988) memandang bahwa apa yang dilakukan oleh wirausahawan tersebut lebih penting dibandingkan dengan sifat apa yang mereka miliki. Kegiatan wirausaha berkontribusi dalam mendorong perekonomian karena tindakan yang dilakukan oleh wirausaha, bukan karena sifatnya. Oleh karena itu, fokus pada penelitian ini adalah melihat apa yang dilakukan wirausahawan dalam kegiatan usahanya dan pengaruhnya pada kinerja, sedangkan sifat dan karakteristik wirausaha menjadi salah satu faktor faktor pembentuk perilakunya. Beberapa literatur kewirausahaan mendefinisikan parameter mendasar pada perilaku kewirausahaan, seperti wirausaha harus dapat mendeteksi dan

mengeksploitasi peluang, dapat membuat keputusan cepat di bawah ketidakpastian dan kendala sumber daya, dapat bekerja lebih keras dibandingkan pegawai, serta harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan termasuk kepemimpinan, manajemen, pemasaran, dan inovasi (Shane 2003; Sarasvathy 2001, diacu dalam Rauch dan Frese 2007).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan

Menurut Bird (1996), perilaku kewirausahaan adalah tindakan mencari peluang, meningkatkan nilai di dalam bisnis, dan kesediaan menerima risiko. Niat berwirausaha dibentuk oleh individu itu sendiri dan lingkungannya (Bird 1988, diacu dalam Mazzarol 1999). Kewirausahaan terjadi karena proses interaktif antara individu dengan lingkungannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi keputusannya dalam melakukan usaha.

Dimensi perilaku kewirausahaan terdiri dari mendeteksi dan mengeksploitasi peluang, dapat membuat keputusan cepat di bawah ketidakpastian dan kendala sumber daya, bekerja lebih keras, memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan termasuk kepemimpinan, manajemen, pemasaran, dan inovasi (Shane 2003; Sarasvathy 2001, diacu dalam Rauch dan Frese 2007). Sifat (personality trait) seseorang dapat menentukan perilaku dan niat kewirausahaan. Sifat individu merupakan prediktor bagi perilaku kewirausahaan (Rauch dan Freese 2007). Kecenderungan sifat yang berbeda dapat menghambat atau memfasilitasi tindakan dan perilaku pemilik usaha. Beberapa teori menyatakan bahwa aspek individu merupakan faktor penting dalam membentuk perilaku kewirausahaan (Bird 1988; Gartner 1985; Greenberger dan Sexton 1988, diacu dalam Mazzarol 1999). Sifat yang dapat menjadi prediktor bagi perilaku kewirausahaan, antara lain need for achievement, inovatif, proaktif, self efficacy, stress tolerance, need for autonomy, internal locus of control, dan kecenderungan mengambil risiko (Rauch dan Frese 2007).

Selain faktor individu, perilaku kewirausahaan juga dipengaruhi oleh lingkungan. Kewirausahaan merupakan suatu proses dinamis yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan. Isu teoritis di dalam literatur mengaitkan sifat individu dengan lingkungannya. Perilaku merupakan fungsi dari individu dan situasinya, dan sifat hanya dapat mempengaruhi perilaku jika situasi memungkinkan mereka mengekspresikan tindakannya (Lewin 1951; Mischel 1968, diacu dalam Rauch dan Frese 2007). Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan terdiri dari lingkungan fisik (Watson dan Scott 1988; Beets 1990; Prophansky et al 1970, diacu dalam Priyanto 2009), lingkungan ekonomi (Mazzarol et al 1999; Kumar et al 2003), lingkungan sosial (Mazzarol et al 1999; Kumar et al 2003), dan lingkungan politik (Mazzarol et al 1999; Kumar et al 2003). Menurut Schumpeter dalam Priyanto (2009), lingkungan yang cocok mempengaruhi kewirausahaan. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kewirausahaan, antara lain:

1. Lingkungan Ekonomi

Lingkungan ekonomi berpengaruh secara langsung dan tidak langsung pada kewirausahaan dan pertumbuhan usaha (Mazzarol 1999; Kumar 2003; Fereidouni et al 2010). Beberapa variabel ekonomi yang berpengaruh pada kewirausahaan antara lain harga input output, akses modal, dan struktur pasar.

Harga input output berpengaruh pada usaha seseorang, jika harga output jauh lebih besar daripada harga inputnya maka kecenderungan untuk melakukan usaha semakin besar. Tingginya harga output akan membuat sesorang bersemangat untuk menjalankan usaha. Begitu pula dengan akses modal. Kemudahan akses modal akan mendorong seseorang dalam melakukan usaha dan mengambil keputusan dalam bisnis. Aksesibilitas pada modal juga menjadi salah satu faktor kunci dalam pengembangan kewirausahaan pertanian (Rantamaki-Lahtinen 2002, diacu dalam Burhanuddin 201214). Modal yang diperoleh dapat digunakan untuk membeli input yang diperlukan dalam melakukan usaha. Sulitnya modal dapat menghambat usaha seseorang karena tidak dapat membeli input untuk diolah. Struktur pasar mempengaruhi keputusan seseorang dalam memulai usaha. Menurut Kirzner (1973), kompetisi di pasar merupakan suatu analisis yang tidak terpisahkan dari kewirausahaan. Kompetisi di pasar berimplikasi pada jumlah permintaan dan penawaran serta aktivitas kewirausahaan. Kegiatan kewirausahaan dan pembukaan usaha terjadi di dalam pasar yang stabil dengan level kompetisi yang lebih tinggi atau lebih rendah.

2. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang mendorong kewirausahaan (Mazzarol 1999; Kumar 2003; Fereidouni et al. 2010). Lingkungan sosial terdiri dari latar belakang keluarga, pendidikan, sikap masyarakat, dan nilai budaya. Latar belakang keluarga seperti pekerjaan dan status sosial mempengaruhi kewirausahaan seseorang. Orang yang terlahir dari lingkungan keluarga wirausaha lebih cenderung untuk berwirausaha. Pendidikan memungkinkan seseorang untuk memahami dunia luar dan membekali dirinya dengan pengetahuan dasar dan keterampilan untuk menangani masalah. Pada masyarakat, sistem pendidikan memiliki peran penting dalam menanamkan nilai kewirausahaan. Pendidikan yang menyediakan pelatihan teknologi, sangat penting untuk meningkatkan keterampilan inovasi pengusaha dalam lingkungan yang semakin menantang (Galloway dan Brown 2002). Dimensi lain dalam lingkungan sosial adalah sikap masyarakat. Masyarakat tertentu mendorong hal baru, namun beberapa orang lain tidak mentolerir perubahan sehingga dalam keadaan seperti itu kewirausahaan tidak dapat tumbuh. Budaya juga berpengaruh dalam pembentukan kewirausahaan. Kewirausahaan dimulai dari adanya suatu motif seperti mencari keuntungan, gengsi, atau untuk mendapatkan status sosial. Seseorang akan rela mengambil risiko dan berinovasi jika didorong oleh motif yang kuat. Kuat atau tidaknya motif ini bergantung pada nilai budaya. Jika budaya berorientasi ekonomi maka kegiatan wirausaha akan diapresiasi, sedangkan pada daerah yang budayanya tidak berorientasi ekonomi maka adanya insentif tidak akan menarik seseorang untuk berwirausaha walaupun orang tersebut memiliki kemampuan.

3. Lingkungan Politik

Politik berpengaruh terhadap kewirausahaan (Mazzarol 1999; Fereidouni et al. 2010). Pengusaha sukses berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang berkaitan dengan berbagai aspek-ekonomi seperti harga,

14

Burhanuddin. 2012. Peran Kewirausahaan Menjawab Tantangan 60 Tahun yang Lalu dan yang Akan Datang Soal Pangan. http://burhan.staff.ipb.ac.id. Diakses tanggal 11 September 2012.

ketersediaan dari pendapatan modal, tenaga kerja dan input lainnya, struktur permintaan, perpajakan, dan distribusi mempengaruhi pertumbuhan kewirausahaan. Progam pemerintah seperti insentif dan subsidi berkontribusi besar pada kinerja kewirausahaan. Pada saat yang sama, kebijakan pemerintah seperti lisensi, peraturan, favoritisme, monopoli pemerintah tidak diinginkan oleh pelaku usaha.

4. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik mempengaruhi jiwa kewirausahaan (Watson dan Scott 1988; Beets 1990; Prophansky et al 1970, diacu dalam Priyanto 2009; Romanelli 1989, diacu dalam Abimbola dan Agboola 2011). Ketersediaan sumber daya akan mendorong tumbuhnya kewirausahaan. Cuaca yang mendukung, tanah yang subur, dan adanya sarana prasarana akan menunjang usaha yang dilakukan petani dan juga meningkatkan motivasi dalam berusahatani. Faktor- faktor lingkungan fisik yang mendukung juga meningkatkan kreatifitas dan keberanian petani dalam mengambil risiko. Tanah yang subur memungkinkan petani berkreasi menciptakan peluang usaha dan juga dapat menimbulkan banyak pilihan dalam berinovasi sedangkan tanah yang tandus menyebabkan petani tidak memiliki motivasi, tidak percaya diri pada lingkungan, sulit berkembang, dan takut gagal (Priyanto 2009). Begitu pula dengan kondisi cuaca dan sarana prasarana. Cuaca yang cocok dan tersedianya sarana prasarana yang memadai akan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk sehingga memotivasi petani untuk melakukan usaha.

Kinerja

Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan pekerjaan dibandingkan dengan berbagai kemungkinan seperti standar hasil kerja, target atau kriteria yang telah ditentukan (Rivai dan Basri 2005). Definisi ini senada dengan pengertian kinerja menurut beberapa pakar. Stolovitch dan Keeps dalam Rivai dan Basri (2005) mendefinisikan kinerja sebagai seperangkat hasil yang dicapai dan mengacu pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan dan menjadi kualitas dan kuantitas dari pencapaian pekerjaan yang dilakukan. Dengan demikian, pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam upaya pencapaian tujuan usaha. Beberapa pengertian kinerja menurut beberapa ahli dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Definisi kinerja menurut beberapa ahli

No Definisi Sumber

1 Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta

Stolovitch and Keeps (1992)

2 Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja

Griffin (1987)

3 Kinerja dipengaruhi oleh tujuan Mondy and

Premeaux (1993) 4 Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan

Dokumen terkait