• Tidak ada hasil yang ditemukan

Entrepreneurship behaviour effect on the performance of virginia tobacco in East Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Entrepreneurship behaviour effect on the performance of virginia tobacco in East Java"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

KINERJA USAHATANI TEMBAKAU VIRGINIA

DI JAWA TIMUR

FELICIA NANDA ARIESA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usahatani Tembakau Virginia di Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

FELICIA NANDA ARIESA. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usahatani Tembakau Virginia di Jawa Timur. Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan WAHYU BUDI PRIATNA.

Tembakau merupakan komoditas yang memiliki kontribusi dan posisi strategis bagi petani dan pendapatan negara, di mana rata-rata luas lahan pertanaman tembakau di Indonesia per tahun seluas 200 000 hektar dengan produksi 170 000 ton dan melibatkan 600 000 KK petani. Pengusahaan tembakau menghadapi berbagai masalah, baik masalah teknis maupun non teknis. Usahatani tembakau juga memiliki risiko yang besar dalam produksi, harga, biaya, dan pendapatan. Pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu kunci dalam menjawab permasalahan ini karena saat ini dibutuhkan petani yang kreatif dan inovatif agar mampu bertahan dan bersaing. Faktor kewirausahaan menentukan berhasil tidaknya petani dalam menyesuaikan dengan perubahan lingkungan bisnis. Perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh sifat individu dan faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan politik, dan lingkungan fisik. Selain mempengaruhi perilaku kewirausahaan, sifat individu dan lingkungan juga mempengaruhi kinerja usahatani tembakau. Oleh karena itu, dilihat hubungan dan pengaruh antara sifat individu, faktor lingkungan, perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usahatani, sehingga penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan dan kinerja pertanian, 2) Menganalisis pengaruh sifat individu dan faktor lingkungan terhadap perilaku kewirausahaan, dan 3) Menganalisis pengaruh sifat individu, faktor lingkungan, dan perilaku kewirausahaan terhadap kinerja tembakau rakyat.

Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen diukur dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan antara lain sifat individu, lingkungan ekonomi, dan lingkungan fisik, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usahatani, antara lain kerpibadian individu, lingkungan ekonomi, lingkungan politik, lingkungan fisik, dan perilaku kewirausahaan. Sifat individu dan faktor lingkungan mempengaruhi perilaku kewirausahaan dengan pengaruh terbesar berasal dari sifat individu. Perilaku kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha, namun bukan menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kinerja pertanian. Lingkungan ekonomi menjadi variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja pertanian karena umumnya petani tembakau sangat responsif pada perubahan harga. Perilaku kewirausahaan saja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karena komoditas tembakau menghadapi industri rokok dengan struktur pasar oligopsoni yang membuat petani tidak memiliki posisi tawar sehingga membutuhkan lingkungan yang mendukung dalam mengusahakan tembakau. Dengan demikian, perilaku kewirausahaan harus dipandang sebagai salah satu faktor yang berperan dalam mendorong kinerja.

(6)
(7)

SUMMARY

FELICIA NANDA ARIESA. Entrepreneurship Behaviour Effect on The Performance of Virginia Tobacco in East Java. Supervised by RITA NURMALINA and WAHYU BUDI PRIATNA.

Tobacco is a commodity that has contributed and strategic position to farmers and to the country, where the average land area in Indonesia tobacco crop per year of 200 000 hectares with a production of 170 000 tonnes and 600 000 households involving farmers. Cultivation of tobacco face a variety of problems, both technical and non-technical issues. Tobacco farming also has a big risk in production, prices, costs, and revenues. Human resource development is a key issue because nowadays we need creative and innovative farmers in order to survive and compete. Factors determining the success or failure of entrepreneurial farmers in adapting to the changing of business environment. Entrepreneurial behavior is influenced by the nature of individual and environmental factors which consists of the economic environment, social environment, political environment, and physical environment. Beside influence entrepreneurial behavior, the nature of the individual and the environment also affects the performance of tobacco farming. Therefore, the relationship and influence between individuals, environmental factors, entrepreneurial behavior on the performance of farming will be tested, so this study aims to : 1) Determine the factors that influence entrepreneurial behavior and performance of the farm; 2) Analyze the influence of personality traits and environmental factors to entrepreneurial behavior; and 3) Analyze the influence of personality trait, environmental factors, and entrepreneurial behavior to the performance of individual tobacco farming.

Influence of the independent variable on the dependent variable was measured by using multiple linear regression analysis. The results showed that the factors that influence the behavior of the individual nature of entrepreneurship among other things, the economic environment, and the physical environment, while the factors that affect farm performance, among others personality trait, economic environment, political environment, physical environment, and entrepreneurial behavior. The nature of individual and environmental factors influence entrepreneurial behavior with the greatest influence comes from personality trait. Entrepreneurial behavior have a significant effect on the performance of the business, but not a dominant factor affecting the performance. Economic environment being the most influential variables on the performance of agriculture due to tobacco farmers generally very responsive to changes in price. Entrepreneurial behavior alone had no significant effect on performance because of tobacco cigarette industry faced with oligopsony market structure that makes farmers have no bargaining power and thus require a supportive environment. Thus, entrepreneurial behaviour should be viewed as only one causal factor in a complex model of factors that promote performance.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

KINERJA USAHATANI TEMBAKAU VIRGINIA

DI JAWA TIMUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usahatani Tembakau Virginia di Jawa Timur

Nama : Felicia Nanda Ariesa NIM : H451110591

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Ketua

Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya, tesis yang berjudul “Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usahatani Tembakau Virginia di Jawa Timur” dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Prof Dr Ir Rita Nurmalina MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

2. Dr Ir Suharno, MAdev selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Dr Ir Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis.

4. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.

5. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bojonegoro dan Lamongan atas segala bantuan dan masukan yang diberikan, serta petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro dan Lamongan yang telah bersedia menjadi responden peneliti.

6. Biro Perencanaan Kerja Sama Luar Negeri Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas beasiswa yang diberikan selama melakukan studi.

7. Teman-teman seperjuangan Angkatan II pada Program Studi Agribisnis atas diskusi, masukan, dan bantuan selama mengikuti pendidikan.

8. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Budi Adi Prabowo dan Utami, serta kakak Febrian Bagus Pakerti dan adik Ferdian Agung Kurniawan.

Bogor, Oktober 2013

(14)

DAFTAR ISI

Lokasi dan Waktu Penelitian 32

Metode Penentuan Sampel 33

Data dan Instrumentasi 33

(15)

Pertembakauan di Bojonegoro

Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan

Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Keuntungan 7 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Usahatani Tembakau di Jawa Timur Variabel Indikator Masing-Masing Variabel

Pengaruh Sifat Individu dan Lingkungan terhadap Perilaku Kewirausahaan

(16)

DAFTAR TABEL

1 Volume dan nilai ekspor impor tembakau Indonesia tahun 2000-2011 4

2 Definisi kinerja menurut beberapa ahli 27

3 Perkembangan penyerapan tenaga kerja pada sub sektor perkebunan di

Jawa Timur tahun 2007-2011 44

4 Perkembangan areal tembakau Bojonegoro tahun 2007-2012 46 5 Produksi dan produktivitas tembakau di Bojonegoro tahun 2007-2012 46

6 Komposisi biaya usahatani tembakau 56

7 Biaya pengolahan daun tembakau 57

8 Perbandingan biaya dan pendapatan penjualan daun tembakau 58 9 Persepsi petani tembakau terhadap masing-masing variabel indikator 61

DAFTAR GAMBAR

1 Pengaruh kecenderungan kewirausahaan pada kinerja dan ekspektasi

kinerja petani 14

2 Model kewirausahaan dengan kinerja 15

3 Hasil konstruksi model kewirausahaan 17

4 Kerangka pemikiran teoritis 29

5 Kerangka pemikiran operasional 31

6 Sebaran responden berdasarkan tingkat usia 50

7 Sebaran responden berdasarkan status pernikahan 50 8 Sebaran responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga 51

9 Sebaran responden berdasarkan lama usaha 51

10 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orang tua 52 11 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan 52

12 Sebaran responden berdasarkan luas lahan 53

13 Sebaran responden berdasarkan tingkat keuntungan yang diperoleh 54

14 Pola tanam tembakau 55

15 Saluran pemasaran tembakau kerosok 58

16 Saluran pemasaran tembakau rajangan 59

17 Alasan petani memilih menanam tembakau 59

18 Bantuan dan dukungan pemerintah yang diharapkan oleh petani 60

19 Petani tembakau Bojonegoro 62

20 Perkembangan harga tembakau 64

21 Pendapatan per hektar petani tembakau tahun 2007-2011 65

22 Penyediaan modal petani 66

23 Total impor tembakau Indonesia tahun 2003-2012 71 24 Petani tembakau Lamongan dengan tembakau yang gagal panen 74

25 Petani tembakau tradisional 77

26 Produktivitas tembakau yang dihasilkan petani responden (kering) 79 27 Kualitas tembakau yang dihasilkan petani responden 80 28 Pengaruh sifat individu dan faktor lingkungan terhadap perilaku

(17)

29 Pengaruh sifat individu, faktor lingkungan, dan perilaku kewirausahaan

terhada kinerja usahatani 84

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi tembakau menurut propinsi di Indonesia tahun 2005-2011 94

2 Penyebaran tembakau virginia di Jawa Timur 95

3 Perkembangan areal, produksi, dan produktivitas komoditi tembakau di

Jawa Timur tahun 2007-2011 95

4 Data areal, produksi, dan produktivitas tembakau Lamongan tahun 2012 96 5 Persepsi petani tembakau terhadap masing-masing variabel indikator 97

6 Biaya produksi usahatani tembakau 99

(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kewirausahaan menjadi perhatian penting dalam perekonomian suatu bangsa. Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa ditentukan oleh adanya wirausahawan. Suatu bangsa yang tidak memiliki sumber daya manusia dengan jiwa kewirausahaan, maka tidak akan ada kemajuan yang berarti pada bangsa tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dilihat melalui keberadaan dan peran wirausahawannya (Iwantono 2002). Pada sejarah ekonomi negara-negara maju, keberadaan para wirausahawan sejalan dengan proses perubahan sosial atau menjadi revolusi tersembunyi pada bangsa tersebut. Keberadaan wirausaha terlihat nyata pada peningkatan pendapatan nasional, dinamika ekonomi, dan proses modernisasi ekonomi yang berkelanjutan. Gambaran tersebut membuktikan peranan kaum wirausahawan yang sangat penting dalam menentukan kemajuan bangsanya. Jumlah wirausahawan di Indonesia masih sedikit dan lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura yang telah mencapai lebih dari empat persen1. Jumlah wirausahawan Malaysia mencapai lima persen dan Singapura sebesar tujuh persen dari total jumlah penduduk. Berdasarkan data yang ada, diperkirakan jumlah wirausaha di Indonesia sebanyak 0.24 persen dari 240 juta jiwa penduduk. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, entrepreneur atau wirausahawan di Indonesia masih rendah karena idealnya diperlukan minimal dua persen wirausahawan dari jumlah penduduk Indonesia untuk dapat mendukung perekonomian nasional2.

Gagasan bahwa kewirausahaan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi telah dikemukakan oleh Schumpeter (1911) yang diacu dalam Priyanto (2009). Schumpeter menyatakan bahwa peningkatan jumlah wirausahawan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini merupakan hasil dari keterampilan dan kecenderungan mereka untuk berinovasi. Wirausahawan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Berkurangnya jumlah pengangguran akan berimplikasi pada penurunan angka kemiskinan. Jumlah wirausahawan yang meningkat berimplikasi pada semakin banyak lapangan kerja yang diciptakan, sehingga dapat berperan dalam mendukung perekonomian negara.

Menurut Burhanuddin (2012)3, saat ini Malaysia dan Singapura mampu memenuhi kebutuhan pangannya, bahkan Singapura menjadi eksportir beberapa komoditi pertanian penting, padahal Singapura hampir tidak memiliki lahan pertanian. Kedua negara tersebut mampu mengatasi masalah pangannya karena memiliki mental kewirausahaan yang kuat. Indonesia membutuhkan sumber daya manusia dengan jiwa kewirausahaan yang kuat agar dapat mengembangkan sektor

1

Jumlah Wirausahawan di Indonesia Sangat Sedikit. 2012. www.koran-jakarta.com. Diakses tanggal 11 September 2012.

2

Wirausahawan Indonesia Baru Mencapai 0,5% Jumlah Penduduk. 2012.

www.suaramerdeka.com. Diakses tanggal 11 September 2012. 3

(19)

pertanian sebagai sektor yang berbasis sumber daya alam. Sektor pertanian adalah sektor agribisnis yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, kehutanan dimana potensi dari masing masing sektor tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh para pelaku pembangunan. Walaupun menghadapi banyak masalah dan tantangan namun sektor pertanian juga menjadi sektor yang sangat penting dan potensial. Produk-produk pertanian sering menghadapi harga yang rendah, kualitas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen, dan mudah rusak. Menurut Priyanto (2005), hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (1) kondisi ekonomi yang semakin maju, tekanan pemasaran produk-produk pertanian yang lebih mementingkan value dibandingkan kuantitas; (2) produk-produk pertanian sering mengalami oversupply; (3) peningkatan deregulasi, pengurangan subsidi untuk pangan dan pertanian serta berkurangnya hambatan perdagangan; (4) perilaku konsumen yang sulit diprediksi, terfragmentasi, dan terus berubah.

Produk pertanian yang menghadapi masalah tersebut adalah tembakau. Tembakau adalah produk pertanian yang berasal dari genus Nicotiana. Tembakau dapat dimanfaatkan untuk konsumsi, pestisida, dan obat dalam bentuk nikotin tartrat. Tembakau biasa dikonsumsi dalam bentuk rokok dan tembakau kunyah. Tembakau dengan kualitas baik (komersial) hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh lokasi penanaman dan pengolahan pasca panen sehingga hanya beberapa tempat yang sesuai dengan syarat lokasi penanaman tembakau dengan kualitas terbaik. Beberapa jenis tembakau dinamakan berdasarkan tempat produksinya, yaitu tembakau deli, tembakau temanggung, tembakau vorstenlanden, tembakau besuki, tembakau madura, tembakau lombok timur, dan tembakau ponorogo. Daerah produksi tembakau tersaji pada Lampiran 1.

Tanaman tembakau terdiri dari batang, daun tembakau, dan bunga. Setelah cukup umur, secara bertahap dipetik daunnya mulai dari bawah ke atas. Batang tembakau digunakan untuk kayu bakar, biji dari bunga dipilih untuk dijadikan bibit. Batang dan daunnya diproses menjadi rokok, cerutu, tembakau iris, dan tembakau kering untuk diekspor. Tembakau juga dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk. Banyak manfaat tembakau selain menjadi rokok dan cerutu, antara lain dapat menghasilkan protein anti kanker, melepaskan gigitan lintah, obat diabetes dan antibiotik, anti radang, obat HIV atau AIDS, pemelihara kesehatan ternak, penghilang embun, obat luka, bisnis tembakau, dan sebagai biofuel4. Daun tembakau yang selama ini dihubungkan dengan rokok yang dapat merusak kesehatan, ternyata dapat dimanfaatkan untuk kesehatan sebagai reaktor penghasil protein Growth Colony Stimulating Factor (GCSF), yaitu suatu hormon yang sangat penting dalam menstimulasi produksi darah, dan dapat menstimulasi perbanyakan sel tunas (stem cell) untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak5.

Tembakau merupakan tanaman perdagangan internasional yang dapat memberikan pendapatan bagi negara melalui cukai dan pajak rokok. Tembakau di Indonesia diusahakan oleh rakyat dan perusahaan yang tersebar di Sumatera

4

10 Manfaat Tembakau. Selain Sebagai Bahan Rokok. 2012. http://blog.politekniktelkom.ac.id. Diakses tanggal 23 Oktober 2012.

5

(20)

Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Terdapat dua jenis tembakau, yaitu tembakau musim kemarau atau Voor-Oogst (VO) yang menjadi bahan untuk membuat rokok putih dan rokok kretek, sedangkan tembakau musim hujan atau Na-Oogst (NO) yang dipakai sebagai bahan dasar membuat cerutu dan cigarillo.

Tembakau memiliki kontribusi dan posisi strategis bagi petani dan pendapatan negara, di mana rata-rata luas lahan pertanaman tembakau di Indonesia per tahun seluas 200 000 hektar dengan produksi 170 000 ton dan melibatkan 600 000 KK petani6. Tembakau dan industri hasilnya telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap ekonomi nasional yang terlihat dari besarnya penyerapan Tenaga Terlibat Langsung (TTL) dari hulu hingga hilir sebanyak 6.1 juta orang. Diasumsikan jika setiap orang menghidupi empat orang, maka sebanyak 24.4 juta orang bergantung pada komoditas ini. Angka ini semakin besar jika dijumlahkan dengan penyerapan Tenaga Tidak Terlibat Langsung (TTTL). Banyaknya orang yang hidup dari industri tembakau mencapai 30.5 juta orang7. Hal ini disebabkan oleh banyaknya sumber penghidupan yang berhubungan dengan tembakau, antara lain penanaman tembakau dan pemeliharaannya, cengkeh, industri hasil tembakau, dan industri terkait lainnya sampai distribusi dan retail. Tembakau juga berkontribusi besar dalam perekonomian nasional yang terlihat dari nilai ekonomi akhir (Ultimate Economic Value) dan Gross Domestic Product (GDP) dari Industri Hasil Tembakau (IHT) tahun 2008. GDP IHT mencapai 5 000 triliun rupiah atau sekitar 2.4 persen dari total GDP Nasional, sedangkan cukai dan pajak lainnya menyumbang 57 triliun rupiah dan diperkirakan jumlahnya akan semakin bertambah. Industri rokok dalam negeri juga turut menghidupi petani tembakau karena 90 persen industri rokok menggunakan bahan baku tembakau dan cengkeh lokal yang berasal dari perkebunan rakyat.

Indonesia memperoleh pendapatan yang cukup besar dari komoditas tembakau. Industri tembakau beserta seluruh multiplier effectnya menyumbang PDB Indonesia sebesar Rp 48 Triliun pada tahun 2005 dan terus meningkat setiap tahun sejalan dengan terus meningkatnya penerimaan dari cukai tembakau8. Hal ini terbukti dari besarnya penerimaan dari cukai tembakau pada tahun 2011 mencapai Rp 60.7 Triliun. Pada tahun tersebut, Indonesia memperoleh penerimaan dari cukai SDA non migas sebesar Rp 12.9 Triliun, sehingga besarnya cukai dari tembakau mencapai lima kali nilai cukai SDA non migas. Volume dan nilai ekspor tembakau dapat dilihat pada Tabel 1.

6

Komoditas Tembakau. 2008. www.ditjenbun.go.id. Diakses tanggal 16 Oktober 2012. 7

Cukai Hasil Tembakau. 2009. http://sunaryo-cukai.blogspot.com. Diakses tanggal 16 Oktober 2012.

8

(21)

Tabel 1 Volume dan nilai ekspor impor tembakau Indonesia tahun 2000-2011

Tahun Ekspor Impor

Volume (Ton) Nilai (000$) Volume (Ton) Nilai (000$)

2000 35 957 71 287 32 428 114 834

2001 43 030 91 404 44 346 139 608

2002 42 686 76 684 33 289 105 953

2003 40 638 62 874 29 579 95 190

2004 46 463 90 618 35 171 120 854

2005 53 729 117 433 48 142 179 201

2006 53 729 107 787 54 514 189 915

2007 46 834 124 423 69 742 267 083

2008 50 269 133 196 77 302 330 510

2009 52 515 172 629 53 199 290 170

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)

Petani tembakau merupakan pelaku utama dalam pengusahaan komoditas tembakau dan juga penyediaan bahan baku untuk industri hasil tembakau. Usahatani tembakau memiliki keterkaitan yang besar ke hulu (penyediaan sarana prasarana pertanian) dan juga hilir (industri olahannya). Penyediaan sumber daya manusia yang kompeten penting di dalam usahatani tembakau. Menurut Setiawan (2005), kebanyakan petani tembakau belum mengusahakan tembakau secara profesional karena belum mempertimbangkan pasar, modal dan teknologi. Petani belum sepenuhnya menguasai teknologi budidaya dan analisis usahatani sehingga

motivasi menanam tembakau cenderung kepada “untung-untungan”. Hal ini membuat generasi muda kurang berminat mengusahakan tembakau karena terlihat memiliki tingkat kesulitan dan risiko yang tinggi, sehingga jumlah generasi muda yang mengusahakan tembakau semakin berkurang. Petani juga belum memiliki pengetahuan tentang baku teknis budidaya yang benar sehingga produksi dam mutu tembakau yang dihasilkan tidak sesuai standar yang diinginkan pembeli. Misalnya, beberapa petani masih menggunakan pupuk yang mengandung klor yang berdampak pada penurunan mutu tembakau yang dihasilkan. Selain itu, masih sering terjadi penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan sehingga kualitas tembakau menurun dan dalam proses pengolahannya akan meningkatkan kadar tobacco specific nitro’s amine (TSNA). Selain itu, meluasnya kampanye anti tembakau karena alasan kesehatan yang diperkuat dengan diratifikasinya Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau, berkurangnya dukungan pemerintah untuk pengembangan ekonomi tembakau, serta peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan, membuat ancaman terhadap ekonomi tembakau dunia dan Indonesia mulai terasa sehingga petani harus siap menghadapi perubahan lingkungan bisnis (Sudaryanto et al. 2007). Usahatani tembakau juga memiliki risiko yang besar dalam produksi, harga, biaya, dan pendapatan. Pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu kunci dalam menjawab permasalahan ini karena pada era global saat ini dibutuhkan petani yang kreatif dan inovatif agar mampu bertahan dan bersaing. Faktor kewirausahaan menentukan berhasil tidaknya petani dalam menyesuaikan dengan perubahan lingkungan bisnis. Hal ini yang membedakan petani wirausaha dengan petani biasa.

(22)

kemampuan manajemen. Petani wirausaha berpikir dan bertindak untuk terus mengembangkan hal-hal baik dari yang diusahakan saat ini sehingga diperoleh hasil yang lebih menguntungkan. Sadjudi (2009) menyatakan bahwa perkembangan lingkungan bisnis telah menuntut petani memiliki jiwa kewirausahaan sehingga diperoleh nilai tambah yang lebih besar dari produk pertanian yang dihasilkan. Pertanian tidak sekedar usahatani atau budidaya, namun juga menyangkut pengolahan, pemasaran, dan distribusi. Produksi yang baik harus ditunjang oleh pemasaran dan harga jual yang baik. Di sisi lain, pengusahaan tembakau juga memiliki peluang bisnis dan potensi keuntungan yang besar sehingga diperlukan petani yang bersedia menerima tantangan dan risiko kemudian merubahnya menjadi peluang. Oleh karena itu, perilaku kewirausahaan diperlukan dalam usahatani tembakau.

Beberapa penelitian terdahulu mengaitkan kewirausahaan dengan kinerja, dan diperoleh hasil bahwa kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja usaha. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya menghubungkan lingkungan dengan kewirausahaan dan kewirausahaan dengan kinerja. Penelitian ini juga melihat pengaruh sifat-sifat individu dan lingkungan pada kinerja karena tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja suatu usaha juga dipengaruhi oleh faktor manusia yang menjalankan usaha dan lingkungannya. Tembakau menjadi salah satu contoh komoditas yang dapat dikaji masalah kewirausahaannya karena dalam pengusahaannya memiliki peluang yang besar namun di sisi lain juga menghadapi risiko tinggi. Saat ini komoditas tembakau juga ditekan oleh perubahan kondisi lingkungan global sehingga dibutuhkan petani yang mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Oleh karena itu penelitian mengenai kewirausahaan pada petani tembakau rakyat penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Salah satu daerah penghasil tembakau terbesar di Indonesia, yaitu Jawa Timur. Tembakau (Nicotiana spp. L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara. Provinsi Jawa Timur hingga kini masih tercatat sebagai sentra produksi tembakau nasional, menyusul produksi komoditas itu mencapai 81 000 ton per tahun atau setara dengan 56.9 persen dari total produksi tembakau nasional. Pada panen tahun 2012, total produksi tembakau di Jawa Timur mencapai 130 ribu ton, lebih tinggi dari proyeksi awal sebesar 80 ribu ton. Data perkembangan areal, produksi dan produktivitas komoditi tembakau di Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran 3.

(23)

daerah yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Kabupaten Bojonegoro dan Lamongan karena kedua daerah tersebut merupakan produsen tembakau virginia terbesar di Jawa Timur. Luas areal tembakau virginia di Bojonegoro mencapai 8 678 Ha dengan jumlah petani yang mengusahakan sebanyak 62 584 orang, sedangkan luas areal tembakau di Lamongan sebesar 3 183 Ha dengan jumlah petani sebanyak 35 013 orang. Tembakau menjadi tanaman perkebunan andalan bagi masyarakat petani Kabupaten Bojonegoro dengan jenis tembakau yang diusahakan adalah tembakau virginia dan tembakau jawa. Tembakau yang dihasilkan di Kabupaten Bojonegoro memiliki kualitas bagus dan menjadi komoditas ekspor. Begitu pula di Lamongan. Di Lamongan, total produksi komoditi ini mencapai 1 325 ton.

Pengusahaan tembakau menghadapi berbagai tantangan, kendala, dan juga tekanan lingkungan global. Dua masalah utama dalam pertanian tembakau meliputi masalah internal (permodalan, manajemen pengelolaan, lemahnya jaringan usaha, kemampuan penetrasi pasar) dan masalah eksternal (iklim usaha yang belum kondusif, kurangnya adopsi teknologi maju, pasar bebas, life time produk bersifat pendek, dan terbatasnya akses pasar)9. Saat ini petani juga menghadapi masalah membanjirnya daun tembakau impor. Impor daun tembakau untuk memenuhi kebutuhan industri rokok dalam negeri terus meningkat, namun luas areal tanam tembakau, produksi tembakau dalam negeri, dan kesejahteraan petani tembakau menurun10. Perubahan cuaca yang tidak menentu (anomali cuaca) juga membuat pendapatan petani tembakau di Jawa Timur menurun atau bahkan merugi karena kualitas tembakau menurun akibat curah hujan yang cukup tinggi11. Usahatani tembakau juga memiliki risiko yang besar dalam produksi, harga, biaya, dan pendapatan.

Menurut Suwarso (2007), secara umum petani di Jawa Timur memiliki beberapa kelemahan yang menjadi kendala dalam mengusahakan tembakau, yaitu petani tidak mudah menerima inovasi teknologi, berpola konsumtif, tidak mempunyai informasi pasar yang memadai, dan modal usahatani terbatas. Sebagian besar petani masih mengusahakan tembakau secara tradisional berdasarkan pengalaman turun temurun sehingga akses inovasi teknologi terbatas dan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan petani khawatir teknologi akan merubah produk tembakau yang dihasilkan dan tidak sesuai dengan keinginan konsumen. Petani juga cenderung menghabiskan hasil yang diperoleh tanpa menyisihkan keuntungan untuk modal usahatani berikutnya sehingga petani selalu kekurangan modal. Selain itu, petani juga tidak memiliki informasi pasar yang memadai mengenai mutu dan jumlah tembakau yang dibutuhkan. Murdiyati et al. (2007) juga mengungkapkan bahwa penurunan mutu tembakau juga disebabkan oleh budidaya yang tidak sesuai baku teknis, tidak dilakukan pemangkasan pada tembakau, dosis pupuk nitrogen yang berlebihan, serta perluasan lahan tembakau pada lahan yang tidak potensian (kandungan klor tinggi). Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki petani.

9

Penelitian Pemberdayaan Petani Tembakau di Jawa Timur. 2009. www.balitbangjatim.com. Diakses tanggal 31 Oktober 2012.

10

Kesejahteraan Petani Tembakau Menurun. 2010.

http://nasional.kompas.com/read/2010/07/30/05265849. Diakses tanggal 3 September 2013. 11

(24)

Pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu kunci dalam menjawab permasalahan tersebut, karena saat ini dibutuhkan petani yang kreatif dan inovatif agar mampu bertahan dan dapat mengembangkan usahanya. Penciptaan petani wirausaha, selain membutuhkan modal dan sarana pendukung yang memadai juga dibutuhkan keterampilan sumber daya manusia. Besarnya potensi usaha tidak akan ada artinya jika tidak ada sumber daya manusia yang memiliki keterampilan untuk mengelolanya. Misalnya, jika modal dan teknologi penunjang tersedia namun faktor manusianya tidak memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengelolanya, maka usaha tersebut tidak akan berhasil. Demikian juga sebaliknya, adanya keterampilan tanpa didukung modal yang memadai juga dapat menghambat usaha. Permasalahan wirausaha, khususnya pada petani tembakau, adalah mereka harus berhitung untung rugi12. Saat ini banyak masyarakat ketika mengetahui tembakau menghasilkan untung yang banyak langsung ikut mengusahakan tembakau. Mereka menyewa tanah tanpa memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dibandingkan hasil yang diperoleh sehingga banyak terjadi kerugian. Pengusahaan tembakau dilakukan hanya berdasarkan faktor untung-untungan. Perilaku kewirausahaan diperlukan petani dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Kekalahan petani dan masyarakat pada umumnya disebabkan oleh alam, teknologi, hegemoni konsumen, dan dirinya sendiri13. Umumnya petani dan masyarakat tidak memiliki kewirausahaan dan kemampuan manajemen yang memadai. Kewirausahaan harus dikembangkan sebagai modal agar petani dan masyarakat mampu mandiri dan berhasil dalam usahanya.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh sifat individu (personality trait) dan faktor lingkungan terhadap perilaku kewirausahaan petani?

2. Bagaimana pengaruh sifat individu (personality trait) dan faktor lingkungan terhadap kinerja usahatani tembakau virginia?

3. Bagaimana pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usahatani tembakau virginia?

Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan pengaruh sifat individu (personality trait) dan faktor lingkungan

terhadap perilaku kewirausahaan petani.

2. Menentukan pengaruh sifat individu (personality trait) dan faktor lingkungan terhadap kinerja usahatani tembakau virginia.

3. Menentukan pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usahatani tembakau virginia.

12

Pelatihan Kewirausahaan bagi Masyarakat di Wilayah Produksi Tembakau. 2010.

http://viprpoduction.com/2010/10/pelatihan-kewirausahaan-bagi-masyarakat.html. Diakses tanggal 28 Agustus 2013.

13

Jiwa Kewirausahaan Perlu Diasah. 2006.

(25)

Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Peneliti, merupakan wadah untuk melatih kemampuan analisis penulis serta pengaplikasian konsep-konsep ilmu yang diperoleh dengan melihat fenomena praktis yang terjadi di lapangan.

2. Kalangan akademisi, sebagai bahan kajian atau acuan bagi penelitian selanjutnya.

3. Instansi terkait, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mengembangkan sikap kewirausahaan petani dalam rangka pengembangan pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada petani di Bojonegoro dan Lamongan yang menjalankan usaha budidaya tembakau. Penelitian ini hanya membahas analisis pengaruh antar variabel sifat individu, faktor lingkungan, perilaku kewirausahaan, dan kinerja usaha. Faktor lingkungan yang diteliti meliputi lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan politik, dan lingkungan fisik. Penelitian ini tidak mengukur besaran pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen, namun hanya menentukan variabel mana yang berpengaruh dan urutan besaran pengaruh variabelnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Usahatani Tembakau

Tembakau merupakan salah satu komoditas utama perdagangan di dunia dengan produk utama daun tembakau dan rokok. Agribisnis tembakau menurun sejak tahun 2000-an setelah mengalami peningkatan selama beberapa dekade yang terlihat dari luas panen, produksi, serta konsumsi tembakau dan rokok. Hal ini disebabkan oleh tekanan kelompok masyarakat yang peduli dengan kesehatan dan lingkungan serta kebijakan pembatasan tembakau yang mengakibatkan pergeseran produksi ke negara berkembang. Produksi tembakau turun lebih cepat dibandingkan penurunan konsumsinya, sedangkan penawaran dan permintaan tembakau tumbuh sejalan dengan pertumbuhan penduduk sehingga menyebabkan kenaikan harga tembakau di dunia. Hal ini dapat menjadi peluang bagi negara berkembang seperti Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rachmat dan Nuryanti 2009).

(26)

Jawa. Saat ini usahatani tembakau diusahakan secara meluas oleh petani rakyat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hasil penelitian Saptana et al. (2003) menunjukkan bahwa usahatani tembakau memberikan keuntungan yang relatif tinggi atau di atas keuntungan normal walaupun pasar tembakau terdistorsi, terutama oleh tingginya bea cukai. Usahatani tembakau asepan di desa contoh irigasi teknis dan semi teknis serta tembakau rajangan di desa contoh irigasi sederhana di Kabupaten Klaten memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan nilai koefisien DRC<1 dan sekaligus memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai PCR<1 sehingga untuk Kabupaten Klaten, dari segi ekonomi maupun privat, akan lebih menguntungkan meningkatkan produksi dalam negeri dibandingkan impor. Komoditas tembakau layak untuk dikembangkan tidak hanya dari segi ekonominya saja, namun akan berperan dalam penyerapan tenaga kerja secara ekstensif, serta dalam rangka memperoleh sekaligus menghemat devisa. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang kurang bersahabat dengan petani dan pabrik rokok perlu ditinjau kembali.

Salah satu daerah yang banyak membudidayakan tembakau adalah Madura. Tembakau Madura memiliki dua peranan penting, yaitu sebagai bahan baku rokok kretek dan juga berperan dalam perekonomian mikro dan makro. Tembakau Madura memiliki kualitas spesifik yang dibutuhkan oleh pabrik rokok, terutama dari segi aroma. Tembakau Madura yang dibudidayakan di Pamekasan telah menjadi primadona bagi petani dan juga pabrik rokok karena dikenal memiliki kualitas yang tidak tertandingi di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Fauziyah (2010), beberapa permasalahan yang dihadapi petani tembakau di Pamekasan adalah penurunan produktivitas secara terus menerus, petani hanya bertindak sebagai price taker dalam pemasaran tembakau, dan lemahnya konsolidasi kelembagaan. Analisis frontier yang dilakukan menghasilkan faktor-faktor yang berpengaruh pada produksi tembakau, yaitu bibit, pupuk urea, pupuk TSP, dan pupuk kandang. Terdapat empat faktor yang berpengaruh pada inefisiensi usahatani, yaitu sumber pendapatan lain, penyuluhan pertanian, kontrak dengan perusahaan, dan keikutsertaan petani dalam koperasi.

(27)

Walaupun tembakau merupakan komoditi bernilai ekonomis tinggi dengan peluang mendapat keuntungan yang besar namun usahatani tembakau juga berpotensi menimbulkan kerugian karena memiliki risiko yang besar. Ihsanudin (2010) melakukan penelitian mengenai risiko usahatani tembakau di Kabupaten Magelang. Pengusahaan tembakau memiliki risiko besar, baik risiko produksi, harga, biaya, dan pendapatan. Magelang merupakan daerah penghasil tembakau terbesar kedua di Jawa Tengah dengan produksi tembakau temanggung yang ditanam di dataran tinggi dan tembakau muntilan yang ditanam di dataran rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usahatani tembakau Kabupaten Magelang petani mengalami kerugian di mana tidak ada perbedaan pendapatan (kerugian) antara petani yang mengusahakan tembakau temanggung dan tembakau muntilan karena sama-sama mengalami kerugian. Usahatani tembakau temanggung memiliki risiko biaya, produksi, harga, dan pendapatan lebih tinggi dibandingkan usahatani tembakau jenis muntilan. Hal ini disebabkan oleh tingginya curah hujan, keadaan lahan, dan harga jual yang rendah.

Pengembangan agribisnis tembakau berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan petani, pendapatan negara, dan penyediaan lapangan kerja. Agribisnis tembakau tanpa dukungan teknologi akan berakibat pada menurunnya potensi kesuburan lahan, rendahnya mutu tembakau, dan tidak efisiennya biaya produksi. Dengan demikian, agribisnis tembakau membutuhkan dukungan inovasi teknologi yang tepat guna, efisien, dan ramah lingkungan. Inovasi teknologi berperan dalam mendukung perkembangan dan keberlanjutan agribisnis tembakau yang menjamin kelestarian lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat telah menghasilkan teknologi-teknologi spesifik yang sesuai dengan kegunaan tembakau dan areal pengembangannya. Teknologi agribisnis tembakau yang dihasilkan untuk rokok kretek adalah varietas-varietas unggul tembakau madura dan temanggung berkadar nikotin lebih rendah, teknologi konservasi lahan, dan teknologi model simulasi untuk menentukan faktor-faktor ekologi yang menentukan potensi tembakau temanggung untuk berproduksi dan bermutu tinggi. Salah satu inovasi teknologi tembakau Virginia fc untuk rokok putih adalah oven pengering portabel, sedangkan teknologi untuk agribisnis tembakau cerutu besuki NO adalah teknologi pengairan, pengendalian hama dengan insektisida nabati, dan sistem pemanasan dilengkapi pengatur suhu otomatis untuk prosesing tembakau cerutu (Djajadi et al. 2007).

(28)

yang dapat menjamin efisiensi energi (tidak bocor); (3) penerapan teknologi dan cara panen yang optimal; (4) manajemen pengisian oven yang optimal; dan (5) mengisi oven dengan daun satu mutu olah. Jenis bahan bakar juga mempengaruhi suhu dan kemudahan pengendalian. Kriteria bahan bakar alternatif yang dapat digunakan adalah (1) mudah didapat; (2) mudah dibakar dan dikendalikan;(3) tidak berpengaruh negatif terhadap rasa; (4) aman bagi lingkungan; (5) ekonomis; dan (6) sesuai dengan kebijakan energi nasional. Bahan bakar yang prospektif adalah batu bara, gas, dan kayu.

Di dalam kegiatan usahanya, petani juga melakukan kemitraan dengan perusahaan pengelola untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan dan membutuhkan. Surusa dan Zulkifli (2009) melakukan penelitian mengenai efektivitas kemitraan pada usahatani tembakau virginia di Kabupaten Lombok Timur. Kemitraan yang dilakukan petani dengan perusahaan pengolah dirancang agar menguntungkan kedua belah pihak dengan pembagian tugas dan keuntungan yang jelas. Kemitraan ini membantu petani dalam mendapatkan kepastian modal, teknologi, dan pasar, sedangkan perusahaan perusahaan memperoleh kepastian lahan dan tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan petani dengan perusahaan tembakau virginia di Lombok berjalan efektif. Keefektifan kemitraan ini terlihat dari rasio keuntungan aktual/keuntungan yang direncanakan (112,24 persen), rasio efisiensi aktual/efisiensi yang direncanakan (103.07 persen), dan rasio produktivitas aktual/produktivitas yang direncanakan (104.60 persen). Angka-angka tersebut memiliki arti bahwa keuntungan, produktivitas, dan efisiensi yang ditawarkan perusahaan pada petani sudah sesuai.

Tembakau yang telah diproses menjadi tembakau rajang dan krosok kemudian dibeli oleh pabrikan. Tidak hanya usahataninya yang menghadapi masalah, Industri Hasil Tembakau (IHT) juga mengalami beberapa kendala. Menurut Haryono (2006), beberapa masalah yang saat ini dihadapi IHT, antara lain belum terwujudnya iklim kompetisi yang sehat, harga di tingkat konsumen yang terdistorsi, mutu tembakau dan pasokan tembakau tidak sesuai dengan kebutuhan, tujuan yang ambivalen, adanya ketidakpastian usaha, serta beban cukai dan pajak yang tinggi. Selain itu, peraturan pemerintah yang mengatur keharusan pencantuman peringatan bahaya rokok pada kemasan rokok, pembatasan iklan di media cetak, media luar ruangan dan elektronik, serta beberapa regulasi di daerah yang membatasi merokok di tempat umum, ikut berpengaruh pada pengembangan IHT. Pengembangan IHT bertujuan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan penerimaan negara melalui cukai dan pajak, menjamin kelangsungan usaha budi daya tembakau dan cengkeh sehingga industri-industri tumbuh dengan baik, kesejahteraan petani meningkat, dan menumbuhkan industri terkait dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan masyarakat.

(29)

cerutu di pasar internasional. Hal ini menyebabkan petani mengurangi areal dan mengonversi lahan dengan tanaman lain yang lebih ekonomis. Volume ekspor tembakau cerutu melalui pasar lelang semakin berkurang akibat harga jual dan kartel pedagang cerutu di pasar internasional. Penurunan harga lelang merupakan respon permintaan cerutu yang semakin rendah di pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Karakteristik Kewirausahaan

Kewirausahaan merupakan langkah strategis dalam membangun perekonomian bangsa. Dewi (2011) mengkaji pembentukan entrepreneurship dari sudut pandang bidang ilmu komunikasi. Penelitian ini berdasarkan asumsi bahwa interaksi seseorang dengan lingkungan bisnis dapat mendorong terbentuknya entrepreneurship dalam diri seseorang. Peneliti melihat dan mengkaji bagaimana pengelola usaha berinteraksi dan memaknai situasi sosial dan situasi diri mereka sendiri serta pengaruhnya terhadap pembentukan jiwa kewirausahaan, dengan lokasi penelitian di KemChicks. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa situasi sosial kewirausahaan di lingkungan KemChicks yang nyaman dengan konsep kekeluargaan dimaknai secara berbeda. Pemilik perusahaan menjadi figur penting yang berperan dalam pengembangan jiwa kewirausahaan pengelola perusahaan. Situasi sosial lain yang berperan dalam pengembangan dan perilaku jiwa kewirausahaan adalah tuntutan peran. Situasi sosial berpengaruh pada perkembangan dan perilaku kewirausahaan KemChicks, namun dengan derajat yang berbeda-beda sesuai dengan makna sosial bagi mereka. Selain itu, situasi diri berpengaruh sama penting dengan situasi sosial dalam pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa interaksi dengan diri sendiri dan sosial secara bersama-sama, simultan, dan konvergen, saling mempengaruhi.

Kecenderungan berwirausaha didefinisikan sebagai kecenderungan organisasi dalam menerima proses kewirausahaan, praktek, dan pembuatan keputusan yang dicirikan oleh beberapa karakter. Karakter kewirausahaan yang dimaksud antara lain pilihan inovasi, pengambilan risiko, dan tingkat keproaktifan. Inovatif yang dimaksud adalah organisasi bersedia menggunakan dan menerima ide baru, hal baru, eksperimen, dan proses kreatif. Hal ini merupakan kemauan dasar untuk berpindah dari teknologi atau praktek yang telah ada. Pengambilan risiko adalah kesediaan organisasi untuk memasukkan sumber daya untuk kesempatan yang layak dari kemungkinan gagal. Proaktif didefinisikan sebagai kesediaan organisasi untuk mengantisipasi masalah di masa yang akan datang, kebutuhan pelanggan, atau perubahan lingkungan pasar (Verhees et al. 2008).

(30)

perempuan. Variabel yang berhubungan nyata dengan minat wirausaha antara lain pengalaman kerja, lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial. Penghasilan ayah dan ibu berpengaruh nyata namun berkorelasi negatif dengan minat kewirausahaan. Secara keseluruhan minat kewirausahaan berhubungan nyata dengan pengalaman kerja, pekerjaan ayah (wirausaha), lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, jiwa kewirausahaan. Secara umum, variabel yang berpengaruh signifikan terhadap minat kewirausahaan mahasiswa adalah lingkungan sosial dan jiwa kewirausahaan, dimana lingkungan sosial menjadi faktor yang paling mempengaruhi minat kewirausahaan.

Morgan et al. (2009) meneliti kemampuan kewirausahaan petani di Toscana dan Welsh. Analisis mereka terkonsentrasi pada tiga bidang utama, yaitu keterampilan kewirausahaan petani dan kondisi untuk pengembangan keterampilan kewirausahaan; interaksi dan pengembangan keterampilan-keterampilan dalam kelembagaan; dan bagaimana keterampilan-keterampilan kewirausahaan petani dapat kegiatan pertanian. Studi ini meneliti kemampuan kewirausahaan petani dan kondisi untuk perkembangan mereka dengan menekankan pada petani dan faktor spesifik pertanian (pendidikan, usia, jenis kelamin, lokasi tanah pertanian) bersama-sama dengan faktor-faktor relasional (hubungan sosial, politik, budaya, kelembagaan, dan kondisi komersial). Hasil penelitian menggambarkan berbagai keterampilan di kalangan petani menggambarkan interaksi yang kompleks antara karakteristik pribadi, jenis usaha, sosial ekonomi lokal, dan kondisi kelembagaan. Karakter interaktif keterampilan kewirausahaan petani terlihat begitu jelas, analisis yang dilakukan menghasilkan berbagai karakteristik petani dan kombinasi keterampilan dengan faktor-faktor lain menjelaskan perkembangan usaha pertanian.

Kewirausahaan pada Petani

(31)

Gambar 1 Pengaruh kecenderungan kewirausahaan pada kinerja dan ekspektasi kinerja petani

Sumber:Verheeset al (2008)

Selain perubahan dalam lingkungan bisnis di era globalisasi saat ini, perubahan di bidang pertanian juga berdampak pada kewirausahaan. Perubahan drastis dalam pertanian Belanda telah membuat kewirausahaan di bidang pertanian semakin kompleks. Penelitian yang dilakukan oleh Lauwere et al. (2002) bertujuan untuk memberikan gambaran sebenarnya keadaan kewirausahaan pertanian Belanda. Penelitian difokuskan pada karakteristik pribadi pengusaha, pada berbagai strategi yang mereka gunakan untuk menghadapi perubahan radikal dalam pertanian, pengetahuan penggunaan infrastruktur dan akibatnya, serta penggunaan jaringan sosial dan inovasi. Selain itu, dianalisis juga sejauh mana petani berorientasi pada produk, proses, sistem, rantai dan masyarakat, karena ini memberikan gambaran tahap pengembangan dari pertanian. Survei dilakukan pada 1 500 pengusaha pertanian, dilengkapi dengan informasi kualitatif yang lebih rinci dari 45 petani dengan cara wawancara. Hasil awal menggambarkan bagaimana fitur pertanian, seperti cara pertanian, faktor lingkungan seperti daerah, dan fitur pribadi seperti usia, dapat mempengaruhi kewirausahaan. Satu temuan yang menarik adalah bahwa petani dari bagian barat Belanda tampak lebih berorientasi sosial dan proaktif daripada petani di daerah lainnya, sementara petani dari utara kurang begitu berorientasi sosial dan proaktif dibandingkan petani lain di Belanda. Hal ini dikarenakan petani di barat hidup dalam persaingan dengan urbanisasi, sementara petani di utara yang tinggal di daerah semi pertanian.

(32)

kelembagaan, sosial ekonomi, dan kondisi budaya yang berbeda. Perbedaan antara Model Tuscan dan Welsh Agri-Food Strategy mencerminkan perbedaan jaringan budaya, persepsi, dan realisasi peluang. Oleh karena itu, fitur penting dari kerangka keterampilan wirausaha yang diterapkan pada individu petani, yaitu orientasi strategi, sikap untuk jaringan dan kapasitas untuk mewujudkan peluang, tercermin dalam karakter kerangka kebijakan dan kelembagaan.

Model Tuscan menggambarkan satu set hubungan yang dalam antar petani, sebuah kesadaran dan apresiasi dari hubungan antara produksi pangan, kualitas pangan, dan lansekap. Selain itu juga satu satu set dari lembaga-lembaga yang berhubungan erat yang difokuskan pada mempertahankan dan mengatur mereka. Petani sampel menunjukkan simpati dengan model, beberapa dari petani menunjukkan dengan lebih jelas dibandingkan yang lainnya, namun pengembangan yang tidak bersambungan satu sama lain oleh lembaga-lembaga lokal mempengaruhi cara petani mengidentifikasi perannya dan strategi bisnis. Efek ini dibuktikan dengan keterampilan wirausaha dan jalur pembangunan pertanian mereka. Model Welsh muncul dari kebutuhan kontemporer untuk kembali mengarahkan dan mengatur hubungan komersial dan hubungan antara sektor pertanian dan konteks sosial ekonomi lokalnya. Strategi pemerintah untuk pertanian Welsh berdasarkan kelangsungan hidup keluarga petani dan kontribusi mereka untuk ekonomi pedesaan yang berkelanjutan.

Pengaruh Kewirausahaan terhadap Kinerja

Model hubungan kewirausahaan dengan kinerja digambarkan oleh Delmar (1996). Model ini terdiri dari empat komponen utama, yaitu individu, lingkungan, kewirausahaan, dan kinerja. Kewirausahaan dibentuk oleh individu dan lingkungan. Individu mencakup kemampuan dan motivasi, sedangkan komponen lingkungan meliputi lingkungan internal dan eksternal. Individu juga dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan juga memiliki pengaruh langsung pada kinerja. Kinerja perusahaan bergantung pada lingkungan karena bisnis akan berjalan, jika terdapat permintaan akan barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan. Berdasarkan model pada Gambar 2, kinerja terbentuk dari kewirausahaan dan lingkungan usaha. Kewirausahaan yang dimaksud adalah tindakan-tindakan yang dilakukan wirausaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Gambar 2 Model kewirausahaan dengan kinerja Sumber: Delmar (1996)

Individu

Kinerja Kewirausahaan

(33)

Kewirausahaan memiliki peranan yang penting dalam perekonomian, termasuk pembangunan pertanian di dalamnya. Beberapa kajian telah menunjukkan peran kewirausahaan dalam menggerakkan perekonomian. Selain itu, kewirausahaan juga berpengaruh pada kinerja usaha. Priyanto (2005), Sadjudi (2009), Bayu (2007), Karim (2007), dan Priyanto (2009) melakukan kajian mengenai pengaruh kewirausahaan terhadap kinerja usaha. Karim (2007) menganalisis pengaruh kewirausahaan terhadap kinerja perusahaan pada pabrik pengolahan crumb rubber di Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan dasar pentingnya kewirausahaan korporasi dan penelitian mengenai kewirausahaan korporasi masih terbatas dan belum banyak dilakukan. Terlebih lagi, jumlah pabrik pengolahan crumb rubber di Palembang semakin meningkat maka perusahaan harus mampu bersaing untuk memperoleh laba. Hal ini dapat dicapai dengan berperannya fungsi kewirausahaan di perusahaan tersebut. Objek penelitian yang diteliti adalah pabrik pengolahan crumb rubber di Palembang dengan pengambilan sampel secara sensus. Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 13.0 for Windows diperoleh hasil bahwa dimensi proaktif kewirausahaan korporasi berhubungan positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan, sedangkan dimensi inovasi dan kesediaan mengambil risiko hubungannya adalah negatif dan tidak signifikan. Aspek perusahaan atau korporasi akan mempengaruhi hubungan antara orientasi kewirausahaan dengan kinerja perusahaan. Faktor dominan yang mempengaruhi kewirausahaan korporasi terhadap kinerja perusahaan adalah dimensi proaktif. Dimensi inovasi dan dimensi kesediaan mengambil risiko tidak menjadi faktor dominan, namun tetap berpengaruh pada kinerja di mana kedua dimensi tersebut tercermin di dalam dimensi proaktif.

(34)

keahlian. Faktor eksternal yang paling dominan dalam mempengaruhi jiwa kewirausahaan petani adalah karakteristik individu.

Gambar 3 Hasil konstruksi model kewirausahaan Sumber: Priyanto (2009)

Senada dengan Priyanto (2005), Sadjudi (2009) juga menganalisis pengaruh kewirausahaan terhadap kinerja usahatani tembakau di Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten. Peneliti mencoba menganalisis secara mendalam dan menyeluruh mengenai hubungan antara jiwa kewirausahaan terhadap performansi usahatani, faktor dan variabel yang membentuknya, dan pengaruh dari masing-masing variabel tersebut terhadap performansi usahatani. Penelitiannya bertujuan untuk menguji model multilevel dengan menggunakan faktor lingkungan, karakter individu, dan untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi jiwa kewirausahaan petani terhadap performansi usahatani petani. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pola hubungan pengaruh lingkungan ekonomi, lingkungan fisik, aspek individu serta kewirausahaan terhadap kinerja usahatani tembakau akan lebih bermanfaat bila mendasarkan pada model analisis regresi berganda, serta adanya pengaruh moderasi variabel perilaku kewirausahaan. Keberanian petani tembakau dalam memutuskan untuk menanggung risiko kegagalan dalam menemukan teknis dan teknologis baru dimoderasi oleh perilaku individunya. Kebijakan yang tepat dan menguntungkan dalam menentukan harga, sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, kemudahan mendapatkan dana atau permodalan, persaingan usaha yang sehat, didukung kebijakan cukai, nikotin, dan dukungan industri rokok.

Kewirausahaan juga memiliki pengaruh pada kinerja usaha koperasi. Kinerja usaha koperasi yang unggul dapat terwujud jika manajer memiliki sifat wirausaha yang positif, tingkat partisipasi yang aktif, dan strategi pemasaran yang dapat diimplementasikan dengan baik. Topik ini diteliti oleh Kartib Bayu. Bayu (2007) menganalisis pengaruh wirausaha manajer dan partisipasi anggota terhadap implementasi strategi pemasaran produk dan implikasinya terhadap kinerja usaha koperasi. Penelitian bertujuan untuk memperoleh kejelasan mengenai sikap wirausaha manajer, partisipasi anggota, implementasi strategi pemasaran, dan profil kinerja usaha koperasi. Selain itu, penelitiannya juga bertujuan untuk memperoleh kejelasan hubungan sikap wirausaha manajer dan partisipasi anggota

Karakter

Individu Lingkungan Fisik

Kinerja Usaha Kewirausahaan

Lingkungan Ekonomi Lingkungan

(35)

dan pengaruhnya terhadap implementasi strategi pemasaran dan implikasinya terhadap kinerja usaha koperasi. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode descriptive research dan verificative research dengan unit analisis Koperasi Unit Desa (KUD). Peneliti menggunakan statistik multivariat dengan alat analisis Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap wirausaha manajer KUD di Jawa Barat memiliki kecenderungan positif dan sikap wirausaha manajer mempunyai hubungan yang erat dengan partisipasi anggota. Sikap wirausaha manajer dan partisipasi anggota baik secara parsial maupun secara simultan berpengaruh terhadap implementasi strategi pemasaran. Sikap wirausaha manajer dan partisipasi anggota baik secara parsial maupun secara simultan berpengaruh terhadap kinerja usaha koperasi. Implementasi strategi pemasaran berpengaruh terhadap kinerja usaha koperasi.

(36)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kewirausahaan

Kata entrepreneur berasal dari bahasa Perancis yang telah diadopsi ke dalam bahasa Inggris. Istilah ini dikenalkan oleh ekonom Perancis, Jean Baptista Say (1767-1832), yang memiliki arti sebagai suatu usaha yang memindahkan sumberdaya ekonomi ke wilayah yang lebih produktif dengan penghasilan besar. Wirausaha membutuhkan wawasan dan pengalaman serta keterampilan teknis dan manajemen yang memadai. Wirausaha tidak hanya menghasilkan barang yang baru tetapi juga dapat berupa sistem, metode, strategi, dan aspek-aspek lain dalam usaha sehingga dapat mewujudkan efisiensi dan efektivitas kerja. Oleh karena itu, definisi wirausahawan adalah orang yang memahami peluang bisnis yang ditindaklanjuti dengan pembentukan organisasi bisnis untuk mewujudkan peluang tersebut menjadi kenyataan (Widodo 2005).

Definisi lain dari entrepreneur dikemukakan oleh Boone dan Kurtz (2002), yaitu orang yang mencari peluang yang menguntungkan dan mengambil risiko seperlunya untuk merencanakan dan mengelola suatu bisnis. Definisi ini senada dengan Zimmerer dan Scarborough (2002) yang menyatakan bahwa wirausahawan adalah orang yang menciptakan usaha baru di tengah risiko dan ketidakpastian untuk mendapatkan keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan mengelola sumber daya yang ada. Pengusaha berbeda dengan manajer. Manajer adalah karyawan yang mengarahkan bawahannya untuk mencapai sasaran perusahaan. Manajer menggunakan sumber daya perusahaan seperti karyawan, uang, peralatan, dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Pengusaha memiliki sasaran yang ditetapkan sendiri dan harus mencari serta mengelola sumber daya yang dibutuhkan dalam bisnisnya. Centre for Entrepreneurial Leadership dari State University of New York di Buffalo dalam Zimmerer dan Scarborough (2002) mengklasifikasikan wirausaha ke dalam tiga golongan, yaitu pengusaha klasik, intrapreneurship, dan agen perubahan.

1. Pengusaha klasik (classic entrepreneur)

Pengusaha klasik adalah pengusaha yang mengidentifikasi berbagai peluang bisnis dan mengalokasikan sumberdaya untuk memasuki pasar tersebut. 2. Intrapreneurs

Intrapreneurs adalah orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mencoba mengembangkan produk baru, ide, dan usaha komersial di dalam perusahaan besar.

3. Agen perubahan (change agent)

Agen perubahan adalah para manajer yang berusaha merevitalisasi perusahaan yang telah berjalan agar tetap kompetitif di pasar modern.

(37)

dan bahkan semakin besar risiko kerugian yang akan dihadapi maka semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama wirausahawan tersebut melakukan usaha dengan penuh perhitungan dan keberanian. Kegiatan wirausaha dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

1. Memiliki modal sekaligus menjadi pengelola

Pengusaha mengeluarkan modal sendiri untuk memulai usaha dan pengelolaan usahanya juga dilakukan oleh pengusaha itu sendiri. Jenis pengusaha seperti ini menjadi pemilik tunggal sekaligus pengelola.

2. Menyetor modal sekaligus menjadi pengelola

Pada jenis ini, wirausahawan menyetor sejumlah modal pada pihak mitra. Modal tersebut akan dikonversikan ke dalam sejumlah saham sebagai bukti kepemilikan. Manajemen usaha dilakukan oleh pihak lain.

3. Hanya menyerahkan tenaga namun dikonversikan ke dalam bentuk saham sebagai bukti kepemilikan usaha

Pada jenis kegiatan ini, pengusaha hanya menyumbangkan tenaga sebagai modal. Tenaga dan keahlian mengelola usaha ini nantinya akan dikonversikan ke dalam sejumlah saham. Pada kasus ini kepemilikan usaha terbagi menjadi dua, yaitu pemilik yang memiliki uang dan pemilik yang memiliki keahlian. Usaha jenis ini dapat dijalankan oleh lebih dari dua orang.

Entrepreneur dapat berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, kondisi keluarga, dan pengalaman kerja. Wirausaha potensial dapat berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Walaupun sudah banyak aspek dari latar belakang pengusaha yang telah dieksplorasi, hanya sedikit yang membedakan pengusaha dari masyarakat umum atau manajer. Latar belakang wirausahawan yang dieksplorasi meliputi lingkungan keluarga masa anak-anak, pendidikan, nilai pribadi, dan pengalaman kerja. Wirausahawan dapat ditemukan pada semua jenis pekerjaan antara lain pendidikan, kesehatan, penelitian, hukum, arsitektur, keteknikan, pekerja sosial, dan distribusi (Hisrich dan Peters 1992). Hubeis (2009) merangkum definisi kewirausahaan yang telah banyak dikemukakan oleh para pakar, diantaranya mendefinisikan sebagai suatu proses penciptaan suatu hal yang baru (kreativitas) dan membuat sesuatu yang berbeda (inovasi) dari yang sudah ada, untuk kesejahteraan individu dan dapat memberikan nilai tambah kepada masyarakat dengan kekuatan yang ada pada dirinya. Orang yang melakukan proses penciptaan (kreatif) kekayaan dan nilai tambah melalui gagasan, mengombinasikan sumber daya dan mewujudkan gagasan menjadi kenyataan yang melibatkan aspek peluang dan risiko. Pada prakteknya, wirausahawan dapat digolongkan menjadi entrepreneur (wirausahawan sebagai pemilik bisnis), intrapreneur (wirausaha di dalam perusahaan), ecopreneur, ultrapreneur, collective entrepreneur, academic entrepreneur, dan beberapa jenis wirausahawan yang lain.

(38)

Barang dan jasa yang dihasilkan dapat merupakan sesuatu yang baru atau unik ataupun yang sudah ada namun ada nilai yang dimasukkan oleh wirausahawan dengan cara menerima dan mengalokasikan kemampuan dan sumber daya yang diperlukan. Beberapa definisi kewirausahaan memiliki sedikit perbedaan tetapi mengandung gagasan yang sama, yaitu kebaruan, pengorganisasian, penciptaan, pendapatan, dan pengambilan risiko. Walaupun begitu, setiap definisi memiliki batasan.

Kewirausahaan dan Pertumbuhan Ekonomi

Wirausahawan berperan dalam pembangunan ekonomi di negara tersebut. Peran mereka dalam perekonomian lebih dari peningkatan output per kapita dan pendapatan, mereka memulai perubahan dalam struktur bisnis dan masyarakat. Perubahan ini diikuti oleh pertumbuhan dan peningkatan output yang memungkinkan dimiliki oleh banyak orang. Salah satu teori pertumbuhan ekonomi menggambarkan inovasi sebagai kunci, tidak hanya dalam mengembangkan produk baru (atau jasa) untuk pasar tetapi juga merangsang minat investasi di usaha baru. Investasi baru ini bekerja pada kedua sisi permintaan dan pasokan dari persamaan pertumbuhan. Pada sisi penawaran modal baru dibuat untuk memperluas kapasitas pertumbuhan dan di sisi permintaan pengeluaran menghasilkan kapasitas dan output baru (Hisrich dan Peters 1992). Teori pembangunan ekonomi yang menjabarkan hubungan antara wirausaha dengan pertumbuhan ekonomi telah dikemukakan sejak lama oleh Joseph Schumpeter. Menurut Schumpeter (1934) diacu dalam Priyanto (2009), wirausaha menjadi agen perubahan yang dapat mendorong perekonomian suatu bangsa. Perkembangan kewirausahaan akan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang belum dieksploitasi, menghasilkan wirausaha, dan ekonomi mandiri. Wirausaha dapat melihat peluang dan merubahnya menjadi suatu yang bernilai baik berupa produk baru, proses produksi yang baru, pasar baru, sumber daya yang baru atau sistem manajemen yang baru. Wirausaha menciptakan lapangan kerja dan jika usahanya berhasil akan memunculkan imitasi yang luas. Oleh karena itu, wirausaha memiliki peran yang besar dalam perekonomian.

Karakter Wirausaha

Kegiatan berwirausaha tidak selalu memberikan hasil yang sesuai harapan. Wirausahawan juga menghadapi risiko kerugian dan tidak jarang yang pada akhirnya mengalami bangkrut. Wirausaha yang sukses memiliki karakter yang umumnya juga dimiliki oleh orang lain. Selain mempunyai motivasi yang mirip, wirausaha biasanya memiliki ciri-ciri pribadi dan latar belakang keluarga tertentu. Beberapa karakter wirausahawan yang menjadi syarat penting bagi seseorang yang ingin sukses sebagai wirausahawan, antara lain (Boone dan Kurtz 2002): 1. Keinginan untuk berhasil

(39)

2. Rasa percaya diri dan optimis

Wirausahawan percaya pada kemampuannya untuk berhasil, dan mereka membangkitkan optimisme untuk orang lain.

3. Toleransi terhadap kegagalan

Wirausahawan menyadari bahwa kemunduran dan kegagalan dalam usaha merupakan faktor pembelajaran. Seseorang dengan jiwa wirausaha tidak mudah kecewa dan putus asa ketika terjadi hal-hal yang tidak direncanakan. 4. Kreativitas (inovatif)

Salah satu karakteristik wirausaha adalah mengeluarkan ide-ide baru untuk berbagai produk dan jasa. Mereka juga mempunyai cara-cara yang inovatif untuk mengatasi masalah dan situasi yang sulit.

5. Toleransi terhadap ketidakpastian

Wirausahawan menghadapi berbagai ketidakpastian dalam perjalanan usahanya. Pelajaran terbesar yang harus dipahami oleh setiap wirausahawan adalah harus selalu siap dengan keadaan yang tidak diharapkan karena berhadapan dengan ketidakpastian merupakan hal umum bagi wirausahawan. 6. Pengendalian internal yang baik

Wirausahawan percaya bahwa nasibnya ditentukan oleh mereka sendiri sehingga disebut memiliki pengendalian internal yang baik.

Kegiatan wirausaha juga menentukan tingkat keberhasilan (laba). Hal ini berkaitan dengan kemampuan dan bakat serta ciri-ciri wirausahawan yang memiliki cara berpikir, sifat inovatif dan strategik, sehingga dapat mengatasi masalah eksternal. Wirausahawan dicirikan dari kemampuan memanfaatkan, mengatur, mengarahkan sumber daya, tenaga kerja, alat produksi yang selanjutnya akan ditukar atau dijual untuk mendapatkan sumber penghasilan. Saat ini pengusaha Indonesia tumbuh secara turun temurun, bukan melalui pendidikan formal. Oleh karena itu, pengembangan wirausahawan sebagai bagian dari pembinaan SDM perlu dilakukan dengan seimbang, diantaranya peningkatan kemampuan teknis dan manajerial agar dapat maju dan mandiri, baik yang sudah maupun akan memulai hal baru (Hubeis 2009).

Gambar

Tabel 1  Volume dan nilai ekspor impor tembakau Indonesia tahun 2000-2011
Gambar 3  Hasil konstruksi model kewirausahaan
Tabel 2  Definisi kinerja menurut beberapa ahli
Gambar 4  Kerangka pemikiran teoritis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam untuk mengetahui perilaku kewirausahaan petani anggrek, serta melihat pengaruhnya terhadap kinerja

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa

Based on the result of the study, it can be concluded that village midwife perfor- mance is affected by democratic leadership, level of education, knowledge, self efficacy

4. Sementara itu, kontribusi industri tembakau olahan dalam struktur permintaan, output, nilai tambah bruto, ekspor-impor, ataupun tenaga kerja cenderung kecil. 2)

Using the factor analysis and OLS regression, this study finds that entrepreneurship orientation is a key variable in improving innovation success, human capital

The effect of original LG revenue, balancing fund, and capital expenditure on LG financial performance in regencies in East Java Province Firmansyah Thalib*, Diah Ekaningtias STIE

The data used is secondary data in the form of education level data, economic growth and the percentage of poverty, this data includes 38 districts / cities in East Java, education data

Effect of Credit and Socio-Economic Conditions on Food Security Based on the research results obtained in table 3 that Pseudo R2 is equal to 0.333, which means that the variable