• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasar Kredit

Secara umum pasar kredit menurut Rachmina (2009) terbagi menjadi dua, yaitu pasar kredit formal dan non formal. Kredit formal sendiri bersumber dari lembaga keuangan bank maupun non bank. Kredit formal sendiri dapat dibedakan menjadi kredit komersial dan kredit program. Kredit komersial yaitu kredit yang terjadi melalui mekanisme pasar, sedangkan kredit program yaitu kredit yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan tertentu. Sementara kredit non formal adalah lembaga yang menjalankan fungsi lembaga keuangan namun tidak berlandaskan kekuatan hukum. Di Indonesia lembaga-lembaga ini terutama beroperasi di pedesaan atau masyarakat kelompok bawah. Umumnya prosedur dan perjanjian pinjaman amat cepat, sederhana dan berdasarkan perjanjian lisan atau tulisan sederhana. Pasar kredit merupakan pasar yang sangat dinamis, dimana didalamnya terdapat dua kekuatan yang saling berinteraksi, yaitu adanya penawaran dan permintaan akan kredit. Interaksi kedua kekuatan tersebut tentunya memerlukan proses dan waktu, ini terkait dengan keberadaan informasi diantara kedua belah pihak. Ketika informasi yang tersedia bagi para pelaku pasar adalah sempurna maka proses penyesuaian akan berjalan cepat menuju keseimbangan, akan tetapi jika informasi yang terjadi tidak sempurna (asymetry)

proses penyesuaian akan sangat lambat dan dapat terjadi ketidak keseimbangan, ataupun keseimbangan yang terjadi diikuti dengan penjatahan kualitas kredit (credit rationing equilibrium).

Penawaran akan kredit diwakili okeh pemberi pinjaman (lenders),

sedangkan permintaan akan kredit diwakili oleh para peminjam (borrowers).

Dalam teori moneter penawaran uang merupakan jumlah uang yang beredar. Jumlah uang yang beredar dimasyarakat ditentukan oleh pemerintah, bank sentral, bank-bank umum dan masyarakat (Nopirin 1990). Sementara menurut Keynes, penawaran uang kepada masyarakat sepenuhnya ditentukan oleh bank sentral. Bank sentral memiliki tiga alat untuk mengendalikan penawaran uang, yaitu (1) perubahan rasio cadangan minimum, (2) perubahan tingkat diskonto (tingkat bunga yang dibayar bank anggota ketika mereka meminjam kepada bank sentral), (3) terlibat dalam operasi pasar terbuka (membeli dan menjual surat berharga pemerintah yang sudah ada). Untuk meningkatkan penawaran uanga bank sentral bisa menciptakan cadangan tambahan dengan menurunkan diskonto, membeli surat berharga pemerintah, atau bank sentral bisa meningkatkan jumlah simpanan yang bisa diciptakan dari kuantitas cadangan tertentu dengan menurunkan rasio cadangan minimum. Untuk menurunkan penawaran uang bank sentral bisa mengurangi cadangan dengan meningkatkan tingkat diskonto atau menjual surat berharga pemerintah atau bank sentral bisa meningkatkan rasio cadangan minimum. Jika penawaran uang tidak dipengaruhi oleh tingkat bunga, maka kurva penawaran uang dalam jangka pendek adalah berbentuk vertikal (Case dan Fair 2007).

Sumber: Case E dan Fair C (2007)

Gambar 1 Penawaran uang dan tingkat bunga

Sementara itu permintaan uang menurut Keynes, dilihat dari motif memegang uang terbagi menjadi tiga, yaitu: berjaga-jaga, transaksi, dan spekulasi. Permintaan uang untuk spekulasi dan berjaga-jaga dipengaruhi oleh tingkat bunga, dimana semakin turun tingkat bunga maka permintaan uang untuk tujuan spekulasi akan semakin tinggi, karena masyarakat kurang tertarik untuk menempatkan dananya diperbankan dan akan memilih investasi di sektor lain seperti investasi pada saham atau lainnya. Sementara bagi dunia usaha, penurunan tingkat bunga akan menurunkan biaya kredit, sehingga akan meningkatkan permintaan kredit. Keseimbangan antara demand dan supply ditentukan oleh perpotongan antara kuantitas dan harga. Dalam pasar kredit keseimbangan antara permintaan dan penawaran kredit ditentukan harga dari kredit yaitu tingkat bunga. Bagi debitur, semakin tinggi tingkat bunga kredit akan meningkatkan biaya modal baginya, sehingga akan mengurangi jumlah permintaan kredit. Sebaliknya jika terjadi penurunan tingkat bunga kredit menyebabkan turunnya biaya modal sehingga debitur akan meningkatkan permintaan terhadap kredit. Oleh karena itu, dengan asumsi faktor lainnya tetap, hubungan antara tingkat bunga kredit dengan permintaan kredit adalah berhubungan negatif. Sementara itu, penawaran kredit selain dipengaruhi oleh tingkat bunga kredit, juga ditentukan oleh faktor-faktor lainnya yaitu kondisi internal para pemberi pinjaman (perbankan) seperti likuiditas perbankan, tingkat kredit macet, serta effisiensi perbankan. Kenaikan tingkat bunga kredit akan meningkakan pendapatan pemberi pinjaman, dengan asumsi faktor lainnya tetap, sehingga para pemberi pinjaman akan meningkatkan penyaluran kredit. Antara tingkat bunga kredit dengan penawaran kredit adalah berhubungan positif. Kurva pasar kredit (permintaan dan penawaran kredit) akibat pengaruh tingkat bunga dari bank sentral dapat dilihat pada Gambar 2.

tingkat bunga

Kuantitas uang

ro r1

Sumber: Case E dan Fair C (2007)

Gambar 2 Kurva pasar kredit (penawaran dan permintaan kredit) akibat pengaruh tingkat bunga dari bank sentral

Pada Gambar 2, menunjukkan keseimbangan awal permintaan dan penawaran kredit berada pada titik A, dengan tingkat suku bunga kredit yang berlaku sebesar r0 dan jumlah kredit yang disalurkan L1. Jika terjadi perubahan faktor diluar tingkat bunga, seperti terjadinya perbaikan perekonomian maka akan mendorong naiknya jumlah kredit yang diminta. Jika penawaran kredit diasumsikan tidak berubah, maka peningkatan permintaan kredit akan menyebabkan bergesernya kurva permintaan menjadi D2 akibatnya terjadi

kenaikan harga kredit yaitu tingkat bunga meningkat dan keseimbangan pasar kredit berada pada titik keseimbangan baru yaitu dititik B. Bank sentral berusaha mendorong perekonomian dengan menaikkan penawaran kredit dan tingkat bunga tidak akan berubah, karena bank sentral akan menetapkan bunga tetap meskipun permintaan kredit meningkat.

Pengaruh Kredit terhadap Pendapatan Usahatani

Modal merupakan salah satu syarat mutlak berlangsungnya suatu usaha, demikian pula dengan usaha budidaya pembesaran ikan patin. Keterbatasan modal masih menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh petani budidaya ikan patin, dan kebutuhan modal usaha budidaya ikan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya harga input seperti pakan ikan, obat-obatan, pupuk dan benih. Sumber permodalan usaha budidaya pembesaran ikan patin dapat berasal dari dua sumber, yaitu dari modal sendiri dan modal dari luar dalam bentuk pinjaman atau kredit. Kredit yang diberikan kepada petani merupakan salah satu faktor pelancar pembangunan pertanian, untuk meningkatkan hasil produksi petani membutuhkan modal yang besar supaya dapat menggunakan teknologi secara optimal. Namun, untuk mengadopsi teknologi tersebut petani kecil belum mampu karena pada umumnya teknologi tersebut relatif mahal sehingga petani tidak mampu mebiayainya. Akibatnya pemanfaatan teknologi untuk usahatani

Tingkat bunga r0 0 Kuantitas uang D0 D1 S1 L1 L2 A B S2

masih sangat rendah. Oleh sebab itu dengan adanya pemberian kredit bagi petani di daerah pedesaan diharapkan akan mempercepat produksi dan produktivitas sehingga akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani (Mosher 1987).

Kredit sebagai modal usaha secara tidak langsung mencerminkan bahwa kredit terpaut dalam kegiatan produksi, yaitu berperan dalam pengadaan faktor- faktor produksi, sehingga hasil dari pertambahan input (X) akan meningkatkan output (Y). Sebelum menggunakan kredit kemampuan petani dalam mendapatkan input hanya sebesar X1 dan menghasilkan output sebesay Y1. Hal ini menunjukan

input hanya sebesar X1dapat menghasilkan Y1, petani mampu mencapai otput

yang maksimum karena penggunaan input masih dapat ditingkatkan. Adanya kredit mengakibatkan kemampuan petani menggunakan input bertambah menjadi X2dan menghasilkan output sebesar Y2. Jika pemberian kredit disertai dengan

pendampingan (program kredit), maka kredit tidak hanya berperan sebagai penambah modal melainkan juga berperan sebagai teknologi yaitu teknologi kelembagaan. Oleh karena itu, adanya kredit dengan pendampingan dapat memperbaharui cara berusahatani kearah yang lebih baik yang akhirnya dapat meningkatkan pencapaian profit yang maksimum (Mubyarto 1989).

Modal merupakan input tidak langsung yang digunakan dalam produksi, dalam budidaya patin maka modal digunakan untuk membeli input yang digunakan dalam produksi. Upaya peningkatan fungsi produksi dapat memberikan hasil yang maksimal sehingga penggunaan input tertentu dapat menghasilkan output yang maksimal. Kredit dipandang sebagai input dapat menyebabkan produksi marginal bergeser kekanan atas. Hal ini ditunjukan dengan pergeseran kurva produksi dari MPP1 menjadi MPP2. Pergeseran kurva Marginal Physical Product (MPP1 ke MPP2) menyebabkan pergeseran kurva Marginal Value Product dari MVP1 menjadi MVP2. Penggunaan kredit disertai dengan

pendampingan akan meningkatkan produktivitas dimana Total Physical Product

(TPP) akan bergeser ke titik B yaitu petani menggunakan sejumlah input (X3)

untuk menghasilkan output sebesar Y3. Hal ini berarti penggunaan input produksi

tertentu akan menghasilkan output yang maksimal (efisien). Pergeseran kurva

Total Physical Productdan Marginal Product akibat perubahan teknologi dapat

Gambar 3 Pengaruh kredit terhadap produksi Sumber : Debertin (1986)

Keuntungan maksimum yang dicapai petani yaitu pada saat rasio harga input (Px) terhadap harga output (Py) sama dengan produk marginalnya (Debertin 1986). Teori produksi menunjukkan jika faktor produksi lain dimasukkan maka kurva produksi akan bergeser ke kanan atas. Penggunaan kredit diharapkan dapat menggeser kurva produksi yang mengakibtkan produktivitasnya mencapai nilai positif. Petani yang belum menggunakan kredit (petanin non penerima kredit PKBL) belum menghasilkan tambahan produk yang meningkat yang mengakibatkan penggunaan input menghasilkan tambahan output yang semakin berkurang. Namun petani yang menggunakan kredit dapat mencapai keuntungan maksimal sebesar daerah CPxE.

Pengukuran Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono dalam Sutrisno 2011). Menurut Mulyadi (2007),

Y (0utput) TPP1 X TPP2 A* A B X (Input) Px 0 X1 X2 X3 MVP1 MVP2 E F C D Y1 Y2 Y3

kinerja adalah keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berprilaku dalam melaksanakan tugas berarti menjalankan suatu peran.

Kinerja merupakan sebuah istilah yang mempunyai banyak arti, kinerja bisa berfokus pada input (uang, staf/karyawan, wewenang yang legal), berfokus pada aktivitas atau proses yang mengubah input menjadi output dan kemudian menjadi outcome (kesesuaian program atau aktivitas dengan hukum, peraturan dan pedoman yang berlaku, atau standar proses yang ditetapkan). Saat sekarang, dalam upaya mengembangkan manajemen yang berdasarkan kinerja, kinerja sering kali difokuskan pada kualitas jasa dan outcome sebagai hasil yang dicapai

oleh individu, organisasi, atau populasi di luar organisasi yang menjadi sasaran program atau kegiatan. Kinerja sering kali berfokus pada intermediate outcomes

seperti kepuasan klien atau perubahan individu dalam jangka pendek (Ulum 2012).

Pada beberapa literatur untuk menilai prestasi manajer, unit organisasi dan program pemerintah yang dibuat maka diperlukanlah pengukuran kinerja (Ulum 2012, Wibisnono 2011, Rai 2010). Pengukuran kinerja sendiri merupakan proses pencatatat dan mengukur pencapain pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian visi dan misi organisasi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Pengukuran kinerja juga membantu dalam formulasi dan revisi strategi organisasi (Ulum 2012). Konsep pengukuran kinerja ini dimulai dari pengukuran terhadap tingkat kehematan, tingkat kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dalam kegiatan pemerolehan (procurement) input,

dilanjutkan dengan pengukuran dalam proses pengolahan input menjadi output dan dan diakhiri dengan pengukuran tingkat efektivitas output terhadap program/kegiatan. Aspek dari pengukuran kinerja organisasi, program atau kegiatan meliputi hal-hal berikut:

1) Input (masukan) adalah sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menghasilkan output, seperti sumber daya manusia (SDM), dana, material, waktu, teknologi dan sebagainya.

2) Proses adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengolah input menjadi output

3) Output (keluaran) adalah barang atau jasa yang dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan kegiatan berdasarkan input yang digunakan

4) Outcome (hasil) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

output atau efek langsung dari output pada jangka menengah.

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

Salah satu penyaluran dana untuk membantu usaha mikro yang namun jarang digunakan di Indonesia adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). PKBL di mulai tahun 1994, dana PKBL adalah dana yang didapat dari penyisihan 1-2 persen laba badan usaha milik negara (BUMN). Dana ini kemudian dibagi lagi kedalam dua jenis, yaitu: pinjaman dan pembinaan. Menurut Ichsanudin (2006) di dalam pengolahan dana PKBL terdapat masalah-masalah yang ada di dalam penyalurannya banyak disalah gunakan oleh mereka yang ingin

mencari dana dengan persyaratan yang relatif mudah. Beberapa permasalahan yang ada, yaitu: sumber daya manusia, baik dalam masalah jumlah dan keahlian, biasanya pegawai BUMN yang ditetapkan di PKBL bukanlah orang perbankan yang memang keahliannya menganalisa prospek bisnis dan resiko pinjaman. Lebih jauh dengan tidak adanya peraturan yang jelas mengenai kepada siapa dana harus disalurkan maka yang terjadi adalah penyaluran pinjaman diberikan untuk berbagai bidang, padahal memberi pinjaman kepada sebuah sektor memiliki perlakuan yang berbeda dengan sektor lainnya.

Selain itu kelebihan dari PKBL sendiri adalah memberikan kredit dengan persyaratan yang mudah, memberikan pembinaan artinya setiap usaha yang meminjam dana ke PKBL dapat mengajukan permohonan pelatihan bila dirasa perlu untuk meningkatkan usahanya. Pinjaman yang diberikan berkisar dari 10 juta hingga 100 juta, bahkan ada beberapa BUMN besar yang memberikan hingga 200 juta. Rata-rata pinjaman adalah dua tahun dengan tingkat bunga 6 persen pertahun. Sebetulnya bunga ini sering disebut oleh para staff PKBL sebagai fee

karena nilainya yang sebetulnya sangat rendah.

Konsep Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan ushatani meliputi pendapatan kotor (penerimaan total) dan pendapatan bersih ( Rahim dan Hastuti 2007). Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total usahatani dalam

jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran dan disimpan atau digudang pada akhir tahun. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani ialah nilai produksi (value of production) atau penerimaan kotor usahatani (gross return),

sedangkanpendapatan bersih (net farm income) adalah selisih antara pendapatan

kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani.

Pengeluaran total usaha tani (total farm expenses) merupakan sebagai nilai

masukkan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga petani. Apabila usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran. Penyusutan ini merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan (Soekartawi 1986). Pendapatan bersih menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari pendapatan bersih usahatani untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam usahatani. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.

Besarnya pendapatan yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung oleh beberapa faktor yaitu: 1) luas lahan meliputi area pertanaman luas tanaman, luas tanaman rata-rata, 2) tingkat produksi yang dapat diukur lewat produktivitas/Ha dan indeks pertanaman, 3) identitas pengusaha, 4) pilihan dan

kolaborasi beberapa tanaman dalam satu lahan, 5) efisiensi penggunaan tenaga kerja (Hernanto 1994). Menurut Suratiyah (2006) faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangatlah kompleks, namun demikian faktor tersebut dapat dibagi kedalam 3 faktor, yaitu: faktor internal, faktor eksternal dan faktor manajemen.

Faktor internal yang mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani adalah umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan dan modal. Ditinjau umur, semakin tua semakin berpengalaman sehingga semakin baik dalam mengelola usahataninya. Namun, disisi lain semakin tua semakin menurun kemampuan fisiknya sehingga semakin memerlukan bantuan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga. Pendidikan, terutama pendidikan non formal (kursus, penyuluhan dan studi banding) akan membuka cakrawala petani, menambah keterampilan dan pengalaman petani dalam mengelola usahataninya. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) akan berpengaruh langsung pada biaya. Semakin banyak menggunakan TKDK maka akan sedikit biaya yg dikeluarkan. Faktor internal yang terakhir adalah modal. Modal yang tersedia berhubungan langsung dengan peran petani sebagai manajer dan juru tani dalam mengelola usahataninya. Demikian pula seberapa besar tingkat penggunaan faktor produksi tergantung pada modal yang tersedia. Sebagai juru tani harus tahu persis banyaknya masing- masing faktor produksi yang diperlukan, oleh karena biasanya petani sebagai manajer tidak dapat menyediakan dana maka terpaksa penggunaan faktor produksi tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Akibatnya, produktivitas rendah dan pendapatan juga rendah.

Faktor eksternal dari segi faktor produksi (input) terbagi dalam dua hal, yaitu ketersedian dan harga. Lain halnya dengan faktor internal yang pada umumnya dapat diatasi petani. Faktor ketersedian dan harga faktor produksi benar-benar tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu berapapun dana tersedia. Namun, jika faktor produksi berupa pupuk tidak tersedia atau langka di pasaran maka petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi. Demikian pula jika harga pupuk sangat tinggi bahkan tidak terjangkau. Semuanya itu pasti berpengaruh pada biaya, produktivitas dan pendapatan dari usahatani. Faktor eksternal dari segi produksi (output). Jika permintaan akan produksi tinggi maka harga di tingkat petani tinggi pula sehingga dengan biaya yang sama petani akan memperoleh pendapatan yang tinggi pula. Sebaliknya, jika petani telah berhasil meningkatkan produksi, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan turun pula.

Disamping faktor internal dan faktor eksternal makan manjemen juga sangat menentukan, dengan faktor internal tertentu maka petani harus dapat mengantisipasi faktor eksternal yang selalu berubah-ubah dan tidak sepenuhnya dapat dikuasai. Petani sebagai manajer harus dapat mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang optimal. Petani sebagai juru tani harus dapat melaksanakan usahataninya dengan sebaik-baiknya, yaitu penggunaan faktor produksi dan tenaga kerja secara efisien sehingga akan diperoleh manfaat yang setinggi- tingginya, dalam pelaksanaanya sangat diperlukan berbagai informasi tentang kombinasi faktor produksi dan informasi harga baik harga faktor produksi

maupun produk. Berbekal informasi tersebut petani dapat segera mengantisipasi perubahan yang ada agar tidak salah pilih dan merugi.

Kerangka Pemikiran Operasional

Ikan patin merupakan komoditas unggulan pada sub sektor perikanan budidaya di Indonesia. Peluang pasar ekspor maupun dalam negeri yang meningkat membuat pemerintah membaca suatu peluang untuk memperbaiki perekonomian melalui subsektor budidaya perikanan, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia dengan cara mengembangkan perikanan budidaya ikan patin dengan skema blue economy yang terdiri dari empat prinsip

yakni: zero waste, social inclusiveness, multi product serta inovasi dan adaptasi.

Prinsip–prinsip tersebut diimplementasikan dalam bentuk penggunaan benih unggul, pakan berkualitas dengan harga terjangkau, serta pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan aplikasi skema blue economy ini, fokus dalam

meningkatkan nilai tambah suatu produk layak ekspor diharapkan akan tercapai (Kementerian Perdagangan 2013).

Akan tetapi persoalan yang dihadapi oleh petani perikanan budidaya ikan patin adalah keterbatasan teknologi, modal, lemahnya manajemen dalam usahanya dan produk perikanan yang memiliki faktor pembatas, seperti musim dan penyakit maupun hama yang menyerang ikan sehingga jarang ada pembiayaan perbankan maupun non perbankan yang mau mendanai petani perikanan budidaya. Sehingga dengan adanya pembiayaan program program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) PTPN V diharapkan memudahkan para petani budidaya ikan patin ini mendapatkan penambahan modal usaha dalam meningkatkan produktivitas budidaya ikan patin sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Untuk itu dalam penelitian akan dianalisi kinerja program kredit PKBL melalui aspek kinerja yaitu input, proses, output dan outcome. Analisis pengukuran kinerja

dilakukan dengan metode skoring menggunakan beberapa indikator untuk setiap aspek. Skema program yang berhasil tentunya akan memberikan dampak positif terhadap penerima kredit yaitu peningkatan pendapatan petani budidaya ikan patin sesuai dengan sasaran dan tujuan dari program tersebut. Hasil analisis dan etimasi dari metode analisis ini nantinya diharapkan mampu menjawab tujuan penelitian, yaitu melihat seberapa efektif kredit program PKBL dan melihat seberapa besar peranan program PKBL dalam peningkatan pendapatan petani budidaya ikan patin, serta memberikan masukan dalam keputusan kebijakan dalam pengembangan program PKBL untuk pengusaha kecil dan koperasi. Gambar 2 menunjukkan kerangka pemikiran operasional penelitian

Hipotesis Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah:

1. Kinerja dari program kemitraan kredit PKBL PTPNV dilihat dari aspek kinerja input, proses, output dan outcome efektif meningkatkan produksi,

2. Pendapatan petani pembesaran ikan patin di Kecamatan Kampar diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, pendidikan, pengalaman, tenaga kerja dalam keluarga, luas kolam, jumlah kredit yang diterima, dan

dummy teknologi (mesin pelet).

3. Faktor yang diduga berpengaruh secara positif adalah pendidikan, pengalaman, tenaga kerja dalam keluarga, luas kolam, jumlah nilai kredit, dan dummy teknologi (mesin pelet). Faktor lain yang berpengaruh negatif

yaitu umur petani. Pendapatan petani budidaya pembesaran ikan patin penerima kredit PKBL PTPNV diduga lebih besar dibandingkan pendapatan petani yang tidak menerima kredit.

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian

Kebijakan pengembangan perikanan budidaya ikan patin dengan skema blue economy yang terdiri dari empat prinsip, yakni: zero waste, social inclusiveness, multi product serta inovasi dan adaptasi. Prinsip – prinsip

tersebut diimplementasikan dalam bentuk penggunaan benih unggul, pakan berkualitas dengan harga terjangkau, serta pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan Program PKBL PTPN V Pengukuran Kinerja Program Kredit PKBL PTPN V Aspek Pengukuran Kinerja: 1. Input 2. Proses 3. Output 4. Outcome Perbedaan tingkat pendapatan penerima dan pendapatan non penerima PKBL

Dokumen terkait