• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.3. Kerangka Pemikiran

Pembangunan pertanian sangat terkait dengan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air. Upaya peningkatan produktivitas hasil pertanian melalui pola usaha tani konvensional dengan menggunakan input pupuk kimia dan pestisida secara intensif telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, produksi tidak meningkat secara proporsional, bahkan cenderung menurun. Hal ini diperkirakan karena banyak tanah sawah yang kekurangan unsur hara akibat terkurasnya bahan organik tanah dan unsur-unsur mikro (Abdurahman, 2001 dalam Ella, 2001). Pada sisi lain, terjadi peningkatan harga sarana produksi sementara kemampuan petani membeli pupuk kimia dan pestisida semakin rendah, sehingga petani melakukan pemupukan semampunya. Penurunan produksi berakibat menurunnya pendapatan petani yang dalam jangka panjang berdampak meningkatnya kemiskinan. Terdapat hubungan timbal balik antara kemiskinan dan kerusakan lingkungan, dimana kerusakan lingkungan mengakibatkan kemiskinan dan sebaliknya peningkatan kemiskinan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Salah satu terobosan upaya peningkatan produksi melalui pembangunan pertanian berkelanjutan yang mampu melestarikan lingkungan serta mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk kimia dan pestisida dengan biaya relatif murah adalah sistem pertanian pola padi-ternak terpadu atau dikenal dengan nama Crop-Livestock System

(CLS). Pembangunan pertanian berkelanjutan pola CLS adalah integrasi usaha tani yang memadukan antara usaha tani tanaman pangan dengan ternak. Dalam penelitian ini pola CLS yang dimaksud adalah usaha tani pola padi sawah – penggemukan ternak sapi potong secara terpadu.

Di samping dapat memperbaiki kerusakan lingkungan, usaha tani pola CLS juga mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani, sehingga pola CLS ini dapat memutus mata rantai kemiskinan. Secara skematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Produksi Usahatani Kualitas Lingkungan Usahatani Pola CLS Kemiskinan -/+ -/+ pendapatan -/+ -/+ - + +/- Usahatani Pola Konvensional + Gamba r 1. Kerangka Pemikiran Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Pola CLS

Upaya-upaya peningkatan produksi pangan dan pengentasan kemiskinan ini sejalan dengan komitmen internasional pada dalam pertemuan World Food Summit (WFS) 2002 yang dikenal Millenium Development Goals sebagai tekad komitmen global sebagai tidank lanjut dari Deklarasi Roma 1996. Pada WFS tersebut menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap orang dan menghapuskan penduduk yang kelaparan di seluruh negara dengan meningkatkan sasaran pengurangan penduduk rawan pangan sejak tahun 2002 menjadi rata-rata sekitar 22 juta jiwa per tahun. Deklarasi Roma 2002 menegaskan pentingnya pembangunan pertanian dan perdesaan dalam mengurangi kelaparan dan kemiskinan.

Pembangunan pertanian dan perdesaan mempunyai peran kunci dalam pemantapan ketahanan pangan, karena 70 persen penduduk miskin dunia hidup di perdesaan dan mengandalkan sumber penghidupannya dari sektor pertanian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada puncak krisis ekonomi tahun 1998, jumlah penduduk miskin hampir mencapai 50 juta jiwa dan sekitar 64,4 persen tinggal di perdesaan. Pada tahun 1999, saat ekonomi menuju pemulihan, jumlah penduduk miskin turun menjadi sekitar 37 juta jiwa dan sekitar 66,8 persen tinggal di perdesaan. Sesuai Renstra

Pembangunan Pertanian tahun 2005-2009, dimana sasaran penduduk miskin di perdesaan menurun dari 18,90% pada tahun menjadi 15,02% pada tahun 2009 (Deptan, 2005). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pengentasan kemiskinan hanya dapat dilakukan melalui pembangunan pertanian dan perdesaan yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian, produksi pangan dan daya beli masyarakat.

Munasinghe (1993) mengembangkan konsep Diamond Triangle yang menghubungkan antara aspek ekonomi, sosial dan ekologi dalam kerangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi aspek, yaitu: secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Keterkaitan tiga aspek tersebut seperti disajikan pada Gambar 2, dimana hubungan antara sosial-ekonomi didekati dengan ukuran seperti pemerataan dan kesempatan kerja, hubungan ekonomi-ekologi didekati dengan penilaian lingkungan, valuasi ekonomi dan internalisasi biaya eksternal, serta hubungan sosial-ekologi didekati dengan tingkat partisipasi, pluralisme dan lainnya. Valuasi ekonomi sumber daya alam pada dasarnya berlandaskan tujuan umum agar sumber daya alam dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat

(economic welfare). Ekonomi kemakmuran berusaha mencari kriteria mengenai alokasi faktor produksi antara berbagai penggunaan dan distribusi hasil antar individu, yang mendasarkan pada analisis manfaat/ kepuasan.

Di samping teori Munasinghe yang mengembangkan pembangunan berkelanjutan dilihat dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi, OECD (1993) juga menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan pada prinsipnya menyangkut dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya yang didalamnya termasuk dimensi kelembagaan. Beberapa literatur lain menambahkan dimensi teknologi dan dimensi hukum, namun dalam pembahasan selanjutnya penulis menggunakan dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya untuk menilai status keberlanjutan dengan pertimbangan bahwa bukan sekedar pengelompokan dimensi besar tersebut yang penting tetapi atribut atau kriteria pada setiap dimensi tersebut yang lebih penting, sehingga mencakup kriteria yang lebih luas untuk menilai status keberlanjutan usaha tani pola CLS.

Gambar 2. Hubungan-hubungan Diamond Triangle Pembangunan Berkelanjutan (Munasinghe, 1993)

Dalam penelitian ini sebelum dilakukan analisis status keberlanjutan usaha tani pola CLS, terlebih dahulu dilakukan analisis model fungsi produksi usaha tani padi pola CLS, analisis finansial dan ekonomi, serta analisis sosial budaya dengan fokus pada peran kelembagaan petani. Pendugaan model fungsi produksi dan kelayakan finansial dan ekonomi usaha tani padi pola CLS penting dilakukan untuk menganalisis pengaruh usaha tani pola CLS terhadap produksi padi dan pendapatan petani.

Guna menilai status keberlanjutan dari usaha tani pola CLS secara cepat (rapid appraisal) digunakan metode multi variabel non-parametrik yang disebut multidimensional scaling (MDS). Metode ini belum pernah dilakukan untuk mengevaluasi pembangunan pertanian berkelanjutan pola CLS. Metode serupa pernah digunakan untuk mengevaluasi pembangunan perikanan yang dikenal dengan nama RAPFISH (The Rapid Appraisal of the Status of Fisheries) dan pernah dimodifikasi untuk melihat status keberlanjutan pada sistem budidaya sapi potong. Metode multidimensional scaling akan digunakan untuk menghitung indeks sustainabilitas pengembangan pertanian pola CLS dan selanjutnya disebut sebagai Rap-CLS (Rapid Appraisal Corps-Livestock System).

Pemerataan Tenaga Kerja Target Asistensi Partisipasi Pluralisme Konsultasi Tujuan Ekonomi:

Pertumbuhan dan Efisiensi

Tujuan Ekologi: Pelestarian SDAL dan Berkelanjutan. Tujuan Sosial: Kesejahteraan, Persamaan Hak Penilaian LH Valuasi Internalisasi

Pada tahapan selanjutnya, hasil penilaian status keberlanjutan usaha tani pola CLS ini digunakan untuk menganalisis keterkaitan dan ketergantungan antar faktor, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang dominan sebagai dasar menyusun strategi pengembangan usaha tani pola CLS dan merumuskan kebijakan pengembangan dimasa mendatang dengan menggunakan analisis prospektif.

Dengan demikian, diharapkan dapat dirumuskan kebijakan dan strategi pengembangan pertanian berkelanjutan pola CLS dalam rangka peningkatan produksi pangan dan pengentasan kemiskinan menunjang Millenium Development Goals.