• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Namun, apabila penanganan dan pengelolaannya tidak baik dan benar maka makanan tersebut tidak terjamin dalam hal aspek gizi dan keamanan pangannya. Makanan tersebut jika dikonsumsi manusia dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi dan kesehatan seseorang.

Sebagian besar anak sekolah mengkonsumsi makanan jajanan yang dijajakan di lingkungan sekolah, yaitu di kantin sekolah atau penjaja pangan jajanan di sekitar sekolah. Namun, banyak terdapat permasalahan mengenai praktek keamanan pangan yang meliputi kurangnya higiene dari penjual atau penyaji, penanganan dan penyimpanan makanan serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan. Permasalahan keamanan pangan disebabkan kurangnya perhatian dari pihak sekolah dalam membuat kebijakan mengenai keamanan pangan untuk pengelola kantin dan penjaja PJAS.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS. Faktor pertama merupakan faktor internal, yaitu karakteristik pengelola kantin dan penjaja PJAS. Yang kedua adalah faktor eksternal, diantaranya adalah karakteristik sekolah, sikap kepala sekolah dan penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah. Penerapan kebijakan yang dibuat oleh pihak sekolah mengenai keamanan pangan yang ditujukan kepada pengelola keamanan pangan jajanan anak sekolah. Kebijakan sekolah dapat mempengaruhi perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS.

Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS, perlu diketahui melalui penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan saran yang mendukung dalam peningkatan perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS.

Perilaku gizi dan keamanan pangan

: Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran penerapan kebijakan keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di sekolah

Perilaku gizi dan keamanan pangan Pengetahuan Persepsi Praktek :  Higiene  Penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman

 Sarana dan prasarana  Pengendalian hama,

sanitasi tempat dan peralatan Karakteristik sekolah  Status sekolah  Mutu sekolah  Sarana dan prasarana Penerapan kebijakan keamanan pangan Karakteristik contoh  Pendidikan  Jenis kelamin Sikap kepala sekolah

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji penerapan kebijakan keamanan pangan dan hubungannya dengan perilaku pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. Data penelitian ini merupakan sebagian dari data Survei “Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008”, yang dilakukan oleh SEAFAST Center, LPPM IPB. Analisis data penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah pengelola kantin dan penjaja PJAS di wilayah Jakarta dan Bogor yang ditetapkan secara purposive, dengan kriteria sebagai berikut : 1) Mendapatkan rekomendasi dari Kantor Depdiknas setempat; 2) Pihak sekolah bersedia untuk dijadikan tempat penelitian. Berdasarkan persyaratan tersebut diambil 52 SD di wilayah Jakarta dan 30 SD di wilayah Bogor. Dalam penelitian ini diambil 123 contoh yang terdiri dari 33 pengelola kantin di Jakarta dan delapan pengelola kantin di Bogor serta 52 penjaja PJAS di Jakarta dan 30 penjaja PJAS di Bogor.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui data Survei “Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008”. Data tersebut meliputi karakteristik contoh (jenis kelamin dan pendidikan), karakteristik sekolah (status sekolah, mutu sekolah serta sarana dan prasarana). Data tentang sikap kepala sekolah berupa sepuluh pertanyaan tingkat kesetujuan, data tentang penerapan kebijakan keamanan pangan terdiri dari enam pertanyaan yang terdiri dari peraturan, sanksi, pengawasan dan pembinaan/penyuluhan. Data tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan terdiri dari 14 pertanyaan yang dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test). Data tentang persepsi contoh terdiri dari tiga pertanyaan meliputi makanan yang dijual

bergizi, aman dan tidak menyebabkan sakit, serta menjaga kebersihan di lingkungan sekitar penjualan. Data tentang praktek contoh dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test) yang meliputi higiene penjual/penyaji, penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman, sarana dan prasarana, serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dientri dengan menggunakan Microsoft Exel For Windows. Proses pengolahan data yaitu editing dan analisis data. Data dianalisis secara deskriptif statistik dan inferensial dengan program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 16.0 forwindows.

Data karakteristik contoh (jenis kelamin dan pendidikan) serta karakteristik sekolah (status sekolah, mutu sekolah serta sarana dan prasarana) disajikan secara deskriptif. Data sikap kepala sekolah, penerapan kebijakan keamanan pangan, pengetahuan serta praktek keamanan pangan dihitung dengan cara menjumlahkan skor yang dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu baik apabila skor >80%, sedang apabila skor 60-80% dan kurang apabila <60% (Khomsan 2000).

Hubungan antara variabel dianalisis dengan menggunakan chi square. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik contoh, karakteristik sekolah, sikap kepala sekolah dan penerapan kebijakan keamanan pangan dengan perilaku keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. Uji independent sampel t-test digunakan untuk menguji perbedaan variabel berdasarkan wilayah. Secara lebih jelas, pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori variabel penelitian

No Variabel Kategori

1 Karakteristik contoh

 Jenis kelamin Laki-laki  Perempuan  Pendidikan Tidak sekolah

 SD  SMP  SMA

 Perguruan Tinggi 2 Karakteristik sekolah

 Status sekolah Negeri  Swasta  Mutu sekolah A  B  C  Belum terakreditasi  Sarana dan prasarana  Baik (>80%)  Sedang (60-80%)  Kurang (<60%) 3 Sikap kepala sekolah Baik (>80%)

 Sedang (60-80%)  Kurang (<60%) 4 Penerapan kebijakan keamanan pangan  Baik (>80%)  Sedang (60-80%)  Kurang (<60%) 5 Perilaku  Pengetahuan gizi dan keamanan pangan  Baik (>80%)  Sedang (60-80%)  Kurang (<60%) (Khomsan 2000)  Praktek keamanan pangan  Baik (>80%)  Sedang (60-80%)  Kurang (<60%)

Definisi Operasional

Pengelola kantin adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung mengelola kantin dan berhubungan langsung dengan makanan dan peralatan makanan mulai dari persiapan bahan pangan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian

Pengelola PJAS adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan PJAS dan peralatan makanan mulai dari persiapan bahan pangan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian

Praktek keamanan pangan adalah tanggapan pihak pengelola kantin dan penjaja PJAS untuk mencegah pangan dari bahaya, yaitu meliputi higiene, penanganan dan penyimpanan, sarana dan prasarana serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan.

Pengetahuan keamanan pangan adalah informasi yang disimpan dalam bentuk ingatan mengenai keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS.

Sikap adalah perasaan, keyakinan dan kecendrungan untuk bertindak pada pihak sekolah terhadap keamanan pangan.

Persepsiadalah anggapan seseorang tentang keamanan pangan yang menyatakan ya atau tidak

Higiene adalah upaya kesehatan dan cara memelihara dan melindungi kebersihan diri.

Penyimpanan adalah cara menyimpan bahan pangan, makanan setengah jadi dan makanan matang di suatu tempat atau wadah dalam upaya memelihara keamanan pangan.

Sarana dan fasilitas adalah sarana yang dimiliki oleh pengelola kantin dan penjaja PJAS yang digunakan untuk praktek keamanan pangan

Pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan adalah upaya kesehatan dan cara memelihara dan melindungi kebersihan yang meliputi pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan

Kebijakan adalah peraturan, sanksi, pengawasan dan pembinaan tentang keamanan pangan.

Penerapan kebijakan adalah diberlakukannya peraturan, sanksi, pengawasan dan pembinaan tentang keamanan pangan yang telah ditetapkan oleh pihak- pihak terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Dasar

Sekolah Dasar (SD) yang dianalisis berjumlah 82 SD dengan rincian 52 SD di Jakarta dan 30 SD di Bogor. Pada analisis ini, sekolah dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu berdasarkan wilayah, status sekolah, mutu sekolah (akreditasi) serta sarana dan prasarana sekolah. Sebaran SD berdasarkan kategori- kategori tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran SD berdasarkan status, mutu serta sarana dan prasarana sekolah di Jakarta dan Bogor

Kategori SD Wilayah Total (n=82) Jakarta (n=52) Bogor (n=30) n % n % n % Status Negeri 29 55.8 20 66.7 49 59.8 Swasta 23 44.2 10 33.3 33 40.2 Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0 Mutu (akreditasi) A 24 46.2 10 33.3 34 41.5 B 25 48.1 14 46.7 39 47.6 C 2 3.8 5 16.7 7 8.5 Belum terakreditasi 1 1.9 1 3.3 2 2.4 Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0

Sarana dan prasarana

Baik 49 94.2 10 33.3 59 72.0

Sedang 3 5.8 17 56.7 20 24.4

Kurang 0 0.0 3 10.0 3 3.7

Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar SD yang menjadi tempat penelitian di wilayah Jakarta maupun Bogor berstatus negeri dan berakreditasi B. Jika dilihat berdasarkan sarana dan prasarana sekolah, SD di wilayah Jakarta memiliki sarana dan prasarana yang lebih baik daripada SD di wilayah Bogor. Hal ini dapat dilihat pada SD yang memiliki sarana dan prasarana yang berkategori baik di wilayah Jakarta sebanyak 94.2% sedangkan di Bogor hanya 33.3%.

SD dengan sarana dan prasarana yang baik akan menunjang proses belajar mengajar siswa di sekolah. Selain itu juga dapat mendukung perilaku pengelola kantin dan penjaja PJAS. Sarana dan prasarana yang terdiri dari tempat sampah di kelas, tempat sampah di lingkungan sekolah, tempat penampungan sampah

sementara, bentuk penampungan sampah sementara di sekolah, keberadaan air, keberadaan WC dan kualitas air.merupakan faktor pendukung dalam keamanan pangan di lingkungan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari Sebaran SD berdasarkan kondisi sarana dan prasarana di Jakarta dan Bogor disajikan pada Tabel 3

Tabel 3 Sebaran SD berdasarkan kondisi sarana dan prasarana di Jakarta dan Bogor

No Sarana dan Prasarana

Wilayah

Total Jakarta Bogor

n % n % n %

1 Keberadaan tempat sampah di kelas 49 94.2 16 53.3 65 79.3 2 Keberadaan tempat sampah sekolah 50 96.2 27 90.0 77 93.9 3 Tempat penampungan sampah

sementara di sekolah

38 73.1 21 70.0 59 72.0

4 penampungan sampah sementara yang tertutup di sekolah

16 30.8 2 6.7 18 22.0

5 Ketersediaan air 51 98.1 28 93.3 79 96.3

6 Sumber air dari PAM 27 51.9 20 66.7 47 57.3

7 Kualitas air bersih 50 96.2 28 93.3 78 95.1

8 Tempat cuci tangan 43 82.7 3 10.0 46 56.1

9 Ketersediaan listrik 52 100.0 29 96.7 81 98.8

10 Ketersediaan WC 50 96.2 28 93.3 78 95.1

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa penampungan sampah sementara yang tetutup di Jakarta (30.8%) dan Bogor (6.7%) sangat sedikit. Keberadaan tempat cuci tangan di wilayah Bogor (10.0%) juga masih sangat kurang. Andarwulan et al (2008) menyatakan bahwa fasilitas sekolah yang memadai diperlukan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Indonesia. Kenyamanan belajar dan keberhasilan proses belajar mengajar suatu sekolah sangat tergantung dari peraturan sekolah yang diterapkan dan keberadaan fasilitas sekolah.

Sekolah yang berada di wilayah Jakarta umumnya memiliki fasilitas yang lebih baik daripada Bogor. Hal ini mungkin karena wilayah Jakarta yang memiliki sekolah dengan mutu (akreditasi) A lebih banyak dan Jakarta merupakan wilayah metropolitan, sehingga akses untuk sarana dan prasarana yang tersedia lebih memadai.

Karakteristik Contoh

Contoh dalam penelitian ini berjumlah 123 orang, yang terdiri dari 41 orang pengelola kantin yang berjualan di kantin atau warung sekolah dan 82 orang penjaja

PJAS yang berjualan di sekitar atau luar sekolah. Contoh tersebut berasal dari 82 SD dengan rincian 52 SD di Jakarta dan 30 SD di Bogor. Jumlah pengelola kantin di Jakarta sebanyak 33 orang dan Bogor 8 orang, sedangkan penjaja PJAS di Jakarta sebanyak 52 orang dan Bogor 30 orang.

Pendidikan Contoh

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh oleh contoh. Pendidikan gizi merupakan salah satu upaya penanggulangan masalah gizi. Dengan pendidikan gizi, diharapkan terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik dalam hal mengkonsumsi makanan dan status gizi. Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran informasi (Madanijah 2004). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak akan semakin besar (Engelet al1994 diacu dalam Lusiana 2008).

Tingkat pendidikan contoh tersebar dari tidak sekolah hingga perguruan tinggi. Secara umum, pendidikan pengelola kantin lebih baik daripada penjaja PJAS. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4, dimana sebagian besar pendidikan pengelola kantin adalah SMA/sederajat (41.5%) sedangkan penjaja PJAS adalah SD/sederajat (62.2%). Sebaran contoh berdasarkan pendidikan di Jakarta dan Bogor disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan di Jakarta dan Bogor

Pendidikan

Pengelola kantin Penjaja PJAS

Jakarta Bogor Total Jakarta Bogor Total

n % n % n % n % n % n % Tidak sekolah 1 3.0 0 0.0 1 2.4 0 0.0 0 0.0 0 0.0 SD/sederajat 6 18.2 0 0.0 6 14.6 35 67.3 16 53.3 51 62.2 SMP/sederajat 7 21.2 3 37.5 10 24.4 11 21.2 9 30.0 20 24.4 SMA/sederajat 14 42.4 2 25.0 17 41.5 5 9.6 5 16.7 10 12.2 Perguruan tinggi 5 15.2 3 37.5 7 17.1 1 1.9 0 0.0 1 1.2 Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0 Jenis Kelamin Contoh

Secara umum, sebagian besar jenis kelamin pengelola kantin dan penjaja PJAS adalah laki-laki. Laki-laki sebagai kepala rumah tangga atau orang yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga perlu

memiliki pekerjaan. Pada Tabel 5 dapat dilihat sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin di Jakarta dan Bogor

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin di Jakarta dan Bogor

Jenis kelamin

Pengelola kantin Penjaja PJAS

Jakarta Bogor Total Jakarta Bogor Total

n % n % n % n % n % n %

Laki-laki 22 66.7 5 62.5 27 65.9 43 82.7 26 86.7 69 84.1 Perempuan 11 33.3 3 37.5 14 34.1 9 17.3 4 13.3 13 15.9 Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0

Sikap Kepala Sekolah

Sikap adalah suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan berfikir (neural) yang disiapkan untuk memberikan tanggapan suatu objek yang diorganisasikan melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktek atau tindakan. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan dari tindakan tertutup. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Menurut Notoatmodjo 2003, sikap merupakan reaksi atau respon terhadap suatu stimulus atau menggambarkan suka atau tidaknya terhadap suatu objek dan belum menunjukkan tindakan atau aktivitas. Sikap kepala sekolah tentang keamanan pangan dinilai berdasarkan hasil jawaban 10 pertanyaan. Pada Tabel 6 dapat dilihat sebaran sikap kepala sekolah di Jakarta dan Bogor tentang keamanan pangan.

Sikap kepala sekolah yang baik adalah kepala sekolah yang menjaga kebersihan sekolah dengan baik, senantiasa melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penjual, peduli akan kesehatan dan kebersihan, sering memberikan nasehat perihal keamanan yang baik terhadap siswa, selalu menginstruksikan kepada guru untuk memberikan bimbingan atau penyuluhan kepada siswa tentang bahaya mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, melakukan pembinaan kepada para penjual serta adanya upaya untuk memperbaiki kantin sekolah.

Tabel 6 Sebaran kepala sekolah berdasarkan sikap di Jakarta dan Bogor

Sikap Kepala Sekolah Jakarta Bogor Total Uji Beda

n % n % n % Baik 6 11.5 8 26.7 14 17.1 P=0.215 Sedang 41 78.8 19 63.3 60 73.2 Kurang 5 9.6 3 10.0 8 9.8 Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0 Rata-rata skor 70.1 75.8 72.7

Secara umum, sebagian besar kepala sekolah di wilayah Jakarta dan Bogor memiliki sikap tentang keamanan pangan dengan kategori sedang. Jika dilihat dari skor rata-rata, kepala sekolah yang memiliki sikap tentang keamanan pangan di wilayah Bogor (75.8) lebih tinggi dari pada Jakarta (70.1). Berdasarkan hasil ujit-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sikap kepala sekolah berdasarkan wilayah (p=0.215).

Penerapan Kebijakan Keamanan Pangan

Peraturan sekolah harus disosialisasikan kepada penjaja makanan yaitu pada pengelola kantin dan penjaja PJAS dan kemudian harus dipatuhi. Menurut Notoatmodjo (2003), dengan adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi maka akan dapat membantu dalam perubahan perilaku seseorang. Penerapan kebijakan keamanan pangan di SD dinilai berdasarkan hasil jawaban enam pertanyaan. Pertanyaan tentang kebijakan keamanan mencakup tentang peraturan tentang pengelola kantin dan penjaja PJAS, bentuk sanksi yang diberikan kepada pengelola kantin dan penjaja PJAS jika mereka melanggar peraturan, pengawasan serta pembinaan/penyuluhan.

Pada Tabel 7 dapat dilihat sebaran sekolah berdasarkan penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah. Pada umumnya, sebagian besar sekolah memiliki penerapan kebijakan keamanan pangan dengan kategori baik yaitu sebesar 50.0%. Jika dilihat dari skor rata-rata penerapan kebijakan keamanan sekolah, wilayah Bogor (80.0) lebih tinggi daripada Jakarta (77.4). Hal ini sejalan dengan sikap kepala sekolah, dimana skor sikap kepala sekolah tentang keamanan pangan yang tinggi, juga diikuti dengan penerapan kebijakan keamanan pangan di sekolah juga cenderung tinggi. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak ada perbedaan penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah berdasarkan wilayah (p=0.931).

Tabel 7 Sebaran sekolah berdasarkan penerapan kebijakan keamanan pangan di Jakarta dan Bogor

Penerapan kebijakan keamanan pangan

Jakarta Bogor Total Uji Beda

n % n % n % Baik 26 53.8 13 43.3 41 50.0 Sedang 9 17.3 12 40.0 21 25.6 p=0.931 Kurang 15 28.8 5 16.7 20 24.4 Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0 Rata-rata skor 77.4 80.0 78.4

Sebaran sekolah berdasarkan penerapan kebijakan keamanan pangan di Jakarta dan Bogor dapat dilihat pada Tabel 8. Secara umum, sebagian besar sekolah yang dijadikan contoh penelitian telah memiliki peraturan mengenai penjaja makanan. Berdasarkan hasil jawaban dari pihak sekolah, peraturan lebih banyak dikeluarkan oleh pihak sekolah itu sendiri (97.6%) dan sebagian lainnya dikeluarkan oleh pihak Sudin Kecamatan (12.2%), Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (9.6%), Dinas Pendidikan Provinsi (6.1%), Depdiknas Pusat (2.4%) dan lainnya (1.2%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian PJAS dalam skala nasional oleh SEAFAST Center, LPPM IPB (2008) dimana peraturan sekolah dikeluarkan oleh berbagai sektor antara lain kepala sekolah (95.0%), Dinas Pusat (1.7%), Dinas Provinsi (1.7%), Dinas Kabupaten/Kota (8.5%), dan Sudin Kecamatan (7.4%). Umumnya pihak sekolah memberikan sanksi jika melanggar peraturan yaitu tidak diizinkan lagi berjualan di sekitar sekolah (64.6%) dan tidak boleh berjualan pada selang waktu tertentu (26.8%). Namun, sebanyak 8.5% sekolah tidak memberikan sanksi apapun kepada penjaja makanan jika melanggar peraturan.

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar sekolah telah menerapkan pengawasan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS, yang dilakukan oleh guru UKS (41.5%), guru piket (39.0%), petugas kantin (12.2%) dan lainnya (2.4%). Berdasarkan wilayah, pengawasan di Jakarta sebagian besar dilakukan oleh guru UKS (50.0%) dan di Bogor dilakukan oleh guru piket (53.3%). Sebaiknya yang dijadikan sebagai tim pengawas adalah orang yang memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan, mengetahui cara pengolahan pangan yang baik, sanitasi dan higiene. Lebih baik lagi jika pengelola kantin dan penjaja PJAS pernah mengikuti pelatihan pengawasan.

Tabel 8 Sebaran sekolah berdasarkan penerapan kebijakan keamanan pangan di Jakarta dan Bogor

No Penerapan kebijakan

Wilayah

Jumlah Jakarta Bogor

n % n % n %

1 Adanya peraturan/tata tertib yang diberlakukan oleh sekolah

Ada 39 75.0 21 70.0 60 73.2

Tidak 13 25.0 9 30.0 22 26.8

2 Yang mengeluarkan peraturan

Sekolah 51 98.1 29 96.7 80 97.6

Sudin Kecamatan 7 13.5 3 10.0 10 12.2

Dinas Pendidikan Kab/kota 5 9.6 3 10.0 8 9.6

Dinas Pendidikan Provinsi 4 7.7 1 3.3 5 6.1

Depdiknas Pusat 1 1.9 1 3.3 2 2.4

Lainnya 0 0.0 1 3.3 1 1.2

3 Yang diatur dalam peraturan keamanan pangan

Kantin sekolah 38 73.0 13 43.3 51 62.2

Penjaja makanan di sekitar sekolah 34 65.4 24 80.0 58 70.7

Siswa 36 69.2 21 70.0 57 69.5

Orangtua siswa 20 38.5 9 30.0 20 24.4

Guru 22 42.3 12 40.0 34 41.5

Penggunaan fasilitas untuk penjaja kantin dan penjaja PJAS

24 46.2 11 36.7 35 42.7

Lainnya 1 1.9 2 6.7 3 3.6

4 Bentuk sanksi yang diberikan jika melanggar peraturan

Tidak boleh berjualan pada selang waktu tertentu

16 30.8 6 20.0 22 26.8 Tidak diizinkan lagi berjualan 30 57.7 23 76.7 53 64.6

Tidak ada sanksi 6 11.5 1 3.3 7 8.5

5 Yang mengawasi penjaja di sekolah

Guru UKS 26 50.0 8 30.0 34 41.5 Guru piket 16 30.8 16 53.3 32 39.0 Petugas kantin 9 17.3 1 3.3 10 12.2 Lainnya 0 0.0 2 6.7 2 2.4 Tidak ada 9 17.3 4 13.3 13 15.9 6 Pembinaan/penyuluhan Pernah 32 61.5 20 66.7 52 63.4 Tidak pernah 20 38.5 10 33.3 30 36.6

Penerapan kebijakan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam hal pembinaan/penyuluhan kepada pihak penjaja makanan pada umumnya sudah dilaksanakan yaitu sebanyak 61.5%% di Jakarta dan 66.7% di Bogor. Pembinaan/penyuluhan keamanan pangan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan atau mengubah perilaku penjaja PJAS dan pengelola kantin yang terkait dengan gizi dan keamanan pangan. Diharapkan dengan adanya

pembinaan/penyuluhan tersebut, pengetahuan dan praktek gizi dan keamanan dapat menjadi lebih baik.

Perilaku Pengelola Kantin dan Penjaja PJAS Pengetahuan Pengelola Kantin dan Penjaja PJAS

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan adalah aspek kognitif yang menunjukkan pemahaman contoh tentang gizi dan keamanan pangan. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan seseorang berpengaruh terhadap praktek dan pemilihan pangan, pengolahan dan penyimpanan pangan (Andarwulan et al 2008). Pengetahuan gizi dan keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS dinilai berdasarkan hasil jawaban 14 pertanyaan. Pengetahuan gizi dan keamanan pangan dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, sedang dan kurang. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan disajikan pada Lampiran 1.

Pada Lampiran 1 dapat dilihat contoh pertanyaan mengenai 4 sehat 5 sempurna, akibat mengkonsumsi pangan jajanan yang tidak sehat dan bersih, kebiasaan mencuci tangan yang baik dan es sirup yang terasa manis, namun agak pahit jika ditelan, sebagian besar mampu dijawab oleh pengelola kantin dan penjaja PJAS. Namun pertanyaan mengenai definisi jajanan dan pangan jajanan yang menyebabkan sakit, kurang mampu dijawab oleh pengelola kantin dan penjaja PJAS. Hal ini berarti masih kurangnya pengetahuan contoh tentang gizi dan keamanan pangan. Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak sekolah dan pihak- pihak terkait untuk dapat memberikan pembinaan atau penyuluhan yang rutin terhadap pengelola kantin dan penjaja PJAS tentang gizi khususnya tentang keamanan pangan.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peranan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan contoh berpengaruh terhadap praktek dalam pemilihan pangan yang dijual, dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang baik, diharapkan contoh dapat menjual makanan yang

aman dan bergizi. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan di Jakarta dan Bogor dapat dilihat pada Tabel 9

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan di Jakarta dan Bogor Kategori

Pengetahuan

Pengelola kantin Penjaja PJAS

Jakarta Bogor Total Uji beda Jakarta Bogor Total Uji beda

n % n % n % n % n % n % Baik 6 18.2 1 12.5 7 17.1 p=0.841 5 9.6 3 10.0 8 9.8 p=0.993 Sedang 15 45.5 5 62.5 20 48.8 23 44.2 13 43.3 36 43.9 Kurang 12 36.4 2 25.0 14 34.1 24 46.2 14 46.7 38 46.3 Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0 Rata-rata skor 66.2 66.9 66.4 62.1 60.5 61.5

Secara umum, pengetahuan pengelola kantin lebih baik daripada penjaja PJAS. Hal ini dapat dilihat dari total pengetahuan pengelola kantin yang berkategori baik sebanyak 17.1% sedangkan penjaja PJAS hanya 9.8% dan rata-rata skor pengetahuan pengelola kantin (66.4) dan penjaja PJAS (61.5). Sedangkan berdasarkan wilayah, pengelola kantin di Jakarta maupun di Bogor memiliki pengetahuan dengan kategori sedang, dan pada penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjitarsa (1992) yang mengatakan bahwa rendahnya pendidikan berakibat pada

Dokumen terkait