• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Kemitraan

Kemitraan antara perusahaan pertanian dan petani kecil dinilai sebagai salah satu pendekatan yang paling prospektif dalam mengangkat ekonomi petani. Kemitraan diharapkan agar petani mendapatkan nilai tambah dari kegiatan usahataninya.

Menurut Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena kemitraan adalah suatu strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Menurut Saptana et al. (2009), kata “disusun” dalam pasal ini berarti perlu peran aktif pemerintah mewujudkan amanat tersebut. Salah satunya adalah dengan mewujudkan asas kekeluargaan dan kebersamaan dalam membangun perekonomian nasional, yang salah satunya dapat diwujudkan dengan hubungan kemitraan usaha.

Berdasarkan Undang–Undang (UU) No.9 Tahun 1995 kemitraan usaha adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997, kemitraan merupakan sebuah kerjasama antara usaha kecil dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Dalam bidang pertanian berdasarkan pasal 1 Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang dimaksud dengan kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha

pertanian. Sedangkan artiu kemitraan usaha agribisnis adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu atau kelompok orang atau badan hukum dimana masing–masing pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan dan keterpaduan yang dilandasi saling menguntungkan, memerlukan dan saling melaksanakan etika bisnis (Suwandi 1995, dalam Saptana et al. 2009).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan dengan cara membangun jalinan kerjasama yang saling menguntungkan dan saling memperkuat serta dibangun dengan dasar saling memerlukan diantara kedua belah pihak. 

3.1.2 Pola Kemitraan

Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995 pasal 27, pola kemitraan dapat dilaksanakan dalam enam pola, yaitu :

1. Inti-plasma

Pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma. Pihak inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.

2 Subkontrak

Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya.

3. Dagang Umum

Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.

4. Waralaba

Pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.

5. Keagenan

Pola keagenan adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya.

6. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kerjasama operasional agribisnis adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya/modal atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.

3.1.3 Kepuasan

Kepuasan merupakan fungsi dari kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan berarti pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan berarti pelanggan amat puas atau senang (Kotler 1997, dalam Rangkuti 2008). Konsep kepuasan konsumen dapat dilihat pada Gambar. 1.

Gambar 1. Diagram Konsep Kepuasan Konsumen

Sumber : Rangkuti (2008) Tujuan Perusahaan

Produk Nilai Produk Bagi

Konsumen Tingkat Kepuasan Konsumen Harapan Konsumen terhadap Produk Kebutuhan dan Keinginan Konsumen

3.1.4 Konsep Kualitas Layanan Jasa

Service atau layanan merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketidakberwujudan (intangibility) yang berhubungan dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan (Griselda et al. 2007).

Menurut Tjiptono dan Chandra (2007), pengertian kualitas layanan merupakan evaluasi konsumen tentang kesempurnaan kinerja layanan. Kualitas layanan dapat diartikan kepedulian perusahaan terhadap pelanggan. Kualitas layanan bersifat dinamis, yaitu berubah menurut tuntutan pelanggan. Kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

3.1.5 Dimensi Kualitas Pelayanan

Parasuraman et al. (1985) dalam Tjiptono dan Chandra (2007) mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas jasa yaitu bukti fisik/langsung (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), kompetensi (competence), akses (approachability), kesopanan (courtesy), komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), dan kemampuan memahami pelanggan (understanding the customer).

Dalam riset selanjutnya, Parasuraman et al. (1988) dalam Tjiptono dan Chandra (2007) menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi di atas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kredibilitas dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance), sedangkan akses, komunikasi dan kemampuan memahami pelanggan diintegrasikan menjadi empati (empathy).

Menurut Parasuman et al. (1998) dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006) kelima dimensi kualitas layanan jasa tersebut dijabarkan dalam penjelasan di bawah ini:

1. Wujud Fisik (tangible)

Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik

perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata yang dapat diberikan oleh pemberi jasa.

2. Kehandalan (reliability)

Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

3. Daya Tanggap (responsiveness)

Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) serta tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu merupakan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

4. Jaminan dan Kepastian (assurance)

Pengetahuan terhadap produk secara tepat, kesopan santunan karyawan dalam memberi pelayanan, keterampilan dalam memberi informasi serta kemampuan dalam memberi keamanan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan, keyakinan pelanggan terhadap perusahaan.

5. Empati (empathy)

Memberikan sikap yang tulus dan bersifat individual atau pribadi kepada pelanggan. Dimensi empati ini adalah dimensi kelima dari kualitas pelayanan, dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

3.1.6 Penilaian Tingkat Kepuasan

Menurut Supranto (2006) ada beberapa teknik mengukur kepuasan konsumen yaitu indeks kepuasan, analisis kesenjangan, Importance Performance Analysis, benchmarking, analisis diskriminan, analisis klaster, structural equation modeling dan lain-lain. Pengukuran kepuasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan.

a. Indeks Kepuasan

Cara paling sederhana untuk mewakili skor kepuasan pelanggan atau konsumen terhadap suatu produk adalah dengan merata-ratakan semua skor kinerja tiap atribut produk tersebut. Kelemahan rata-rata ini adalah bahwa setiap atribut kinerja dianggap memiliki nilai atau bobot (tingkat kepentingan)

yang sama. Keunggulan dari indeks kepuasan adalah perusahaan dapat mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan dari atribut-atribut suatu produk. Interpretasi nilai indeks kepuasan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI)

No Nilai CSI Kriteria CSI

1. 0,81 – 1,00 Sangat puas

2. 0,66 – 0,80 Puas

3. 0,51 – 0,65 Cukup Puas

4. 0,35 – 0,50 Kurang Puas

5. 0,00 – 0,34 Tidak Puas

Sumber : Ihsani dalam Oktaviani dan Suryana (2006)

Kelemahan indeks kepuasan adalah nilai indeks kepuasan hanya dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan dari kinerja suatu produk. Perusahaan tidak dapat membuat perumusan strategi yang tepat hanya dari nilai indeks kepuasan.

b. Analisis Gap (Kesenjangan)

Analisis kesenjangan dilakukan dengan membandingkan nilai kepentingan dan kinerja tiap atribut sehingga diperoleh nilai selisih (kesenjangan). Jika nilai kinerja lebih kecil daripada nilai kepentingan berarti perusahaan tidak dapat memuaskan konsumennya dan sebaliknya. Semakin besar nilai kesenjangan menandakan konsumen semakin tidak puas.

Keunggulan dari analisis kesenjangan adalah analisis ini relatif mudah diaplikasikan dan hasil analisisnya dapat digunakan untuk melengkapi hasil analisis IPA. Kelemahan analisis kesenjangan adalah tidak dapat mengetahui atribut apa saja yang perlu dipertahankan dan atribut apa yang kinerjanya dianggap berlebihan oleh konsumen.

c. Importance Performance Analysis

Analisis Importance-Performance adalah analisis yang membandingkan antara tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut suatu produk menggunakan gambar yang terdiri dari empat kuadran. Keunggulan dari Importance-Performance Analysis adalah dari hasil IPA perusahaan dapat

membuat perumusan strategi yang tepat untuk memperbaiki kinerja produknya.

d. Alat Analisis Lain yang Dapat Digunakan

Alat analisis lain yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen antara lain analisis diskriminan, benchmarking, analisis klaster, structural equation modeling dan lain-lain.

Kegunaan pengukuran kepuasan antara lain untuk mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan pesaing dan pengguna akhir. Kemampuan memahami kepuasan pelanggan dan memenuhi harapan pelanggan dapat meningkatkan penjualan sehingga dapat meningkatkan loyalitas pelanggan (Rangkuti 2008).