• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN

LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

OKTIARACHMI BUDININGRUM. Evaluasi Kemitraan Petani Padi dengan

Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Republika Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM)

Pembangunan pertanian memberikan sumbangan yang besar terhadap pendapatan nasional. Hal ini menjadikan pertanian sebagai sebuah potensi yang besar untuk dikembangkan. Beberapa program pembangunan pertanian telah dilaksanakan oleh pemerintah, salah satunya adalah program ketahanan pangan. Dengan adanya program tersebut, hampir seluruh komoditi pangan mengalami kenaikan produksi salah satunya adalah padi. Namun, kenaikan produksi ini tidak sejalan dengan kesejahteraan para petani sebagai produsen komoditi pertanian. Petani di Indonesia bahkan masih tergolong dalam kategori miskin. Hal ini disebabkan petani di Indonesia mengalami banyak permasalahan baik di bidang usahatani hingga ke pemasaran. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani pedesaan yaitu dengan kemitraan. Kemitraan ini bermaksud agar petani pedesaan dapat berintegrasi dengan sektor yang lebih modern sehingga permasalahan-permasalahan baik di bidang usahatani maupun pemasaran dapat diatasi.

Salah satu bentuk kemitraan di Kabupaten Bogor adalah kemitraan antara petani padi sehat Desa Ciburuy dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa (LPS-DDR). Kemitraan yang terjalin berupa kemitraan dalam pengadaan beras SAE (Sehat, Aman dan Enak) yang merupakan beras semi organik. Pihak petani sebagai produsen yang menyediakan kebutuhan beras SAE LPS-DDR dengan kualitas dan kuantitas yang ditentukan, sedangkan pihak LPS-DDR sebagai pihak yang memasarkan serta mendampingi dalam proses pengadaan beras mulai dari input hingga pemasaran. Semua kegiatan kemitraan dikelola dengan baik oleh pihak LPS-DDR dan petani melalui sebuah wadah yakni Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari dan Gapoktan Silih Asih, yang merupakan wadah bagi petani untuk mendapatkan pelayanan dari kegiatan kemitraan. Namun dalam pelaksanaan kemitraan tersebut ditemui berbagai macam permasalahan diantaranya pihak petani belum mampu menyediakan beras SAE sesuai standar kualitas dan kuantitas yang ditentukan, pihak LPS-DDR juga sering melakukan keterlambatan pembayaran beras SAE kepada pihak koperasi. Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan sebuah evaluasi terhadap pelaksanaan kemitraan antara petani padi sehat desa Ciburuy dengan LPS-DDR.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara petani padi sehat Desa Ciburuy dengan LPS-DDR; (2) Mengukur tingkat kepuasan petani terhadap pelaksanaan kemitraan; (3) Merumuskan upaya perbaikan kinerja kemitraan antara petani padi Desa Ciburuy dengan LPS-DDR.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel petani dilakukan dengan metode sensus yakni sebanyak 50 orang. Metode analisis yang digunakan untuk mengevaluasi adalah dengan analisis deskriptif. Analisis tingkat

(3)

kepuasan petani terhadap pelayanan kemitraan menggunakan metode Importance Performance Analysis dan Customer Satisfaction Index (CSI).

Pelaksanaan kegiatan kemitraan ini mencakup keseluruhan kegiatan mulai dari penyediaan input hingga pemasaran. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan hak dan kewajiban, kemitraan belum sepenuhnya sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Masih ada beberapa ketidaksesuaian pelaksanaan baik dari pihak petani, gapoktan, koperasi, maupun pihak LPS-DDR. Dari pihak petani, ketidaksesuaian pelaksanaan hak dan kewajibannya meliputi: (1) masih kurangnya partisipasi petani terhadap kegiatan kemitraan, terutama pada kegiatan pelatihan, penyuluhan dan pembinaan; (2) petani masih ada yang menjual seluruh hasil panenya ke tengkulak. Dari pihak gapoktan/koperasi ketidaksesuaian pelaksanaan hak dan kewajiban meliputi: (1) distribusi beras SAE, belum mampu memenuhi permintaan yang sudah disepakati; (2) kualitas beras SAE yang dihasilkan, terkadang masih belum memenuhi kriteria sesuai yang disepakati. Ketidaksesuaian pelaksanaan hak dan kewajiban yang dilakukan pihak LPS-DDR yaitu: (1) LPS-DDR sering terlambat dalam melakukan pembayaran beras SAE; (2) lahan yang disewakan untuk petani luasannya tidak sama, tidak sesuai dengan kesepakatan awal, kondisi tanah yang didapatkan petani berbeda-beda sehingga akan berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan petani; (3) respon LPS-DDR terhadap keluhan petani kurang; (4) pendamping yang tidak setiap hari berada di lokasi. Kendala dalam kemitraan yaitu ketidaksesuaian pelaksanaan hak dan kewajiban, pelaksanaan yang cenderung top down dan ketiadaan penjaminan risiko produksi. Namun secara keseluruhan kemitraan telah berlangsung dengan cukup baik yaitu sebesar 61,5 persen hak dan kewajiban sudah sesuai dengan kesepakatan.

Berdasarkan hasil perhitungan CSI diperoleh hasil CSI untuk keseluruhan atribut pelayanan kemitraan adalah sebesar 77,55 persen. Nilai tersebut mengidentifikasikan bahwa secara umum petani mitra terdapat dalam kategori puas. Atribut yang harus diperbaiki adalah atribut pada kuadran 1 yaitu penyediaan lahan sewa dan respon terhadap segala keluhan. Upaya yang dapat dilakukan oleh LPS-DDR dan koperasi serta gapoktan untuk memperbaiki kinerja kemitraan, yaitu : (1) mencari lahan pengganti untuk disewakan; (2) memberikan bantuan biaya garap yang lebih tinggi kepada petani yang mendapatkan lahan dengan kondisi lahan yang kurang bagus agar bantuan tersebut dapat dialokasikan untuk biaya tambahan menggarap sawahnya, apabila mencari lahan pengganti tidak memungkinkan untuk dilakukan; (3) memperbaiki kualitas pendamping dengan memilih pendamping dengan kompetensi yang tepat sebagai kriteria pendamping; (4) bekerjasama dengan ketua-ketua kelompok tani untuk menampung segala keluhan dari para petani yang nantinya akan langsung disampaikan pada pihak LPS-DDR, mengingat keterbatasan peran pendamping dan LPS-DDR.

(4)

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN

LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Evaluasi Kemitraan Petani Padi dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Republika Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Oktiarachmi Budiningrum H34070027

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Oktiarachmi Budiningrum, dilahirkan di Kulon Progo, Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1989. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Joko Maryanto dan Ibunda Rr. Sri Kusmirah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN PU04 Semarang pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SMPN 2 Semarang. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 3 Semarang diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

Selama mengikuti pendidikan, penulis merupakan anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Komisi Sosial Lingkungan dan Pengabdian Masyarakat periode tahun 2009-2010.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Kemitraan Petani Padi dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Republika Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.

Penelitian ini bertujuan mengkaji evaluasi pelaksanaan kemitraan serta menganalisis tingkat kepuasan petani terhadap pelayanan kemitraan sehingga diperoleh upaya untuk memperbaiki kinerja pelayanan kemitraan.

Sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2011

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr.Ir. Rr. Henny Kuswanti Suwarsinah, MEc dan Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribuss selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Eva Yolynda Aviny, SP, MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.

4. Orangtua dan keluarga untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan terbaik.

5. Keluarga besar Gapoktan Silih Asih dan KKT Lisung Kiwari atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

6. Pendamping P3S LPS-DDR dan Direktur Pemberdayaan LPS-DDR yang telah membantu penulis dalam memperoleh informasi dan data untuk penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan (Tanoto Foundation scholar IPB, Dewan Garuda DPM FEM IPB, PKM-K Patinosh, Tim Gladikarya Cigombong, satu bimbingan akademik dan skripsi) dan teman-teman Agribisnis angkatan 44, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Juni 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Perkembangan Kemitraan di Indonesia ... 11

2.2 Kendala-Kendala Kemitraan di Indonesia ... 13

2.3 Evaluasi Kemitraan ... 14

2.4 Kepuasan Pelayanan Kemitraan ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1 Konsep Kemitraan ... 18

3.1.2 Pola Kemitraan ... 19

3.1.3 Kepuasan ... 20

3.1.4 Konsep Kualitas Layanan Jasa ... 21

3.1.5 Dimensi Kualitas Pelayanan ... 21

3.1.6 Penilaian Tingkat Kepuasan ... 22

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 24

IV. METODE PENELITIAN ... 28

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.2 Metode Penentuan Sampel ... 28

4.3 Desain Penelitian ... 28

4.4 Data dan Instrumentasi ... 29

4.5 Metode Pengumpulan Data ... 29

4.6 Metode Pengolahan Data ... 31

4.6.1 Analisis Deskriptif ... 32

4.6.2 Penilaian Tingkat Kepuasan ... 32

4.6.2.1 Importance Performance Analysis (IPA) ... 32

4.6.2.2.Customer Index Satisfaction (CSI)... 35

(10)

V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 38

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38

5.1.1 Letak Geografis dan Kependudukan ... 38

5.2 Gambaran Umum Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika (LPS-DDR) ... 39

5.2.1 Sejarah LPS-DDR ... 39

5.2.2 Struktur Organisasi... 40

5.3 Gambaran Umum Kelembagaan Koperasi dan Kelompok Tani Desa Ciburuy ... 41

5.3.1 Kelembagaan Koperasi ... 41

5.3.2 Kelembagaan Kelompok Tani ... 43

5.4 Karakteristik Responden ... 45

5.4.1 Umur ... 45

5.4.2 Lama Berusahatani Responden ... 46

5.4.3 Luas Garapan Petani Responden ... 46

5.4.4 Pekerjaan di Luar Usahatani Padi Petani Responden 47 5.4.5 Alasan Mengikuti Kemitraan ... 48

VI. KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA ... 49

6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan ... 49

6.2 Pelaksanaan Kemitraan ... 52

6.2.1 Pelaksanaan Kemitraan LPS-DDR dengan Gapoktan Silih Asih ... 54

6.2.2 Pelaksanaan Kemitraan LPS-DDR dengan KKT Lisung Kiwari ... 54

6.2.3 Pelaksanaan Kemitraan LPS-DDR dengan Petani Padi Desa Ciburuy ... 55

6.2.4 Pelaksanaan Kemitraan Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari dengan Petani Padi Desa Ciburuy ... 56

6.2.5 Pelaksanaan Kemitraan Gapoktan Silih Asih dengan Petani Padi Desa Ciburuy ... 57

6.3 Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan ... 57

6.3.1 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara LPS-DDR dengan KKT Lisung Kiwari ... 58

6.3.2 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara LPS-DDR dengan Gapoktan Silih Asih ... 58

6.3.3 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara LPS-DDR dengan Petani Padi Desa Ciburuy ... 59

6.3.4 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara Gapoktan Silih Asih dengan Petani Padi Desa Ciburuy 61 6.3.5 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara KKT Lisung Kiwari dengan Petani Padi Desa Ciburuy 61 6.3.6 Pelaksanaan Hak dan Kewajiban ... 65

(11)

VII. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETANI ... 70

7.1 Analisis Tingkat Kepuasan Petani ... 70

7.1.1 Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pelayanan LPS-DDR dalam Kemitraan ... 70

7.1.1.1 Importance Performance Analysis ... 71

7.1.1.5 Customer Satisfaction Index ... 79

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 81

8.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga

Konstan Menurut lapangan Usaha Tahun 2009 ... 1

2 Luas Panen, Produksi, Produktivitas Tanaman Padi Tahun 2005–2009 ... 2

3 Deskripsi Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy ... 6

4 Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) ... 23

5 Atribut Pelayanan Kemitraan ... 31

6 Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kinerja Petani Mitra ... 33

7 Distribusi Penduduk Desa Ciburuy Berdasarkan Mata Pencaharian ... 38

8 Distribusi Kelompok Umur Petani Responden ... 45

9 Lama Berusahatani Petani Responden ... 46

10 Luas Lahan Garapan Responden ... 47

11 Pekerjaan di Luar Usahatani Padi ... 48

12 Frekuensi kedatangan Pendamping ... 60

13 Distribusi Lahan Sewa Petani Mitra ... 62

14 Distribusi Pemahaman Petani tentang Aturan Kemitraan... 64

15 Importance Performance Analysis ... 72

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Diagram Konsep Kepuasan Konsumen ... 20

2 Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

3 Diagram Kartesius untuk Pengambilan Kebijakan ... 35

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Standar kualitas Beras ... 87 2 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas ... 88 3 Atribut dan Indikator Kinerja Pelayanan kemitraan ... 89 4 Matriks Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Pelaku Kemitraan ... 91 5 Penjualan Beras SAE ( Sehat, Aman dan Enak ) ke LPS-DDR

Tahun 2008-2010 ... 95 6 Produksi Beras SAE Gapoktan Silih Asih Tahun 2008-2010.... 96 7 Struktur Organisasi LPS-DDR ... 97

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembangunan nasional, seperti dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa dan penurunan kemiskinan. Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1 pada tahun 2009 sektor pertanian (mencakup pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan) berada di peringkat ketiga atas kontribusinya terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran .

Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

No Lapangan Usaha I II III IV 2009** Jumlah

1. Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 73.859 76.285 81.876

64.349 296.369 2. Pertambangan dan Penggalian 43.516 44.219 46.332 45.908 179.975 3. Industri Pengolahan 138.750 140.788 144.813 145.201 569.551 4. Listrik, Gas & Air Bersih 3.984 4.309 4.376

4.391 17.060 5. Konstruksi 33.455 34.192 35.826

36.711 140.184 6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 87.706 90.098 94.343 95.811 367.959 7. Pengangkutan dan Komunikasi 45.272 47.118 49.357 49.928 191.674 8. Keuangan, Real Estate &

Jasa Perusahaan 51.499 51.791 52.534 53.008 208.832 9. Jasa-jasa 50.027 51.563 51.545 52.237 205.372

**Angka Sangat Sementara Sumber: BPS (2009)

Dalam RJPM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Nasional 2010-2014, pemerintah melakukan tiga program pembangunan di sektor pertanian: (1) pengembangan agribisnis yang bertujuan untuk mengembangkan agribisnis yang mampu menghasilkan produk pertanian yang berdaya saing; (2) peningkatan ketahanan pangan adalah dengan meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan tanaman pangan dan distribusinya, serta menjamin

(16)

ketersediaan pangan dan gizi yang baik bagi masyarakat; (3) peningkatan kesejahteraan petani. Berhasil tidaknya pembangunan pertanian akan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan hidup petani dan masyarakat pedesaan yang berarti pula meningkatkan taraf hidup sebagian golongan masyarakat Indonesia.

Salah satu program pembangunan di sektor pertanian yang cukup berhasil adalah program ketahanan pangan, dengan adanya program tersebut hampir seluruh komoditi pertanian khususnya tanaman pangan mengalami kenaikan. Tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia adalah padi. Berdasarkan Tabel 2, produksi padi meningkat dari 54,45 juta ton pada tahun 2006 menjadi 66,41 juta ton pada tahun 2010 dengan peningkatan sekitar 4,39 persen pertahun. Namun ironisnya masih banyak petani yang taraf hidupnya di bawah garis kemiskinan. Hal ini sangat berlawanan dengan produksi hasil pertanian kita yang akhir-akhir ini mengalami peningkatan produktivitas. Berdasarkan data dari Laporan Perekonomian Indonesia oleh Bank Indonesia jumlah anggota rumah tangga petani yang masih hidup dalam kemiskinan pada tahun 2007 dari 37,17 juta jumlah penduduk miskin, 63,30 persen hidup di perdesaan dan sebagian besar mengandalkan sumber kehidupannya dari sektor pertanian1. Hingga Maret 2010, sekitar 64,23 persen penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pedesaan, yang rata-rata dari mereka bekerja di sektor pertanian2.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Tanaman Padi Tahun 2006–2010

No Komoditi 2006 2007 2008 2009 2010*

1. Padi

- Luas Panen ( juta ha) - Produksi ( juta ton ) - Produktivitas ( ton/ha ) 11,77 54,45 4,62 12,15 54,16 4,71 12,33 60,33 4,69 12,67 62,56 4,94 13,24 66,41 5,01 *Angka Sementara Sumber : Deptan (2011)

Dalam program pembangunan pertanian tidak hanya dengan peningkatan produktivitas untuk mencapai ketahanan pangan saja, melainkan perlu upaya       

1www.bi.go.id “Data Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Tahun 2007” [2 Desember 2010] 2http://www.bps.go.id/brs_file/Penjelasan_Data_Kemiskinan.pdf. [12 April 2011]

(17)

untuk meningkatkan kesejahteraan petani pedesaan khususnya. Berbagai permasalahan penyebab masih rendahnya kesejahteraan masyarakat pedesaan khususnya petani menjadi permasalahan utama dalam pembangunan pertanian.

Berbagai permasalahan yang dihadapi petani pedesaan, yaitu: (1) kepemilikan dan pengusahaan lahan pertanian yang relatif sempit dan

tempatnya terpencar; (2) kurangnya modal untuk membeli sarana produksi. Permodalan menjadi permasalahan bagi petani Indonesia.; (3) kedudukan petani dalam pemasaran sangat lemah; (4) sumberdaya manusia petani Indonesia masih tergolong rendah. Keempat permasalahan tersebut menyebabkan tingkat ekonomi pedesaan selalu berada di titik yang terendah (Hakim 1988, dalam Pranaka et al. 1996).

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan–permasalahan tersebut diperlukan sebuah integrasi petani ke dalam sektor yang dianggap lebih modern. Pengintegrasian ini bertujuan untuk mengubah mindset petani dari petani yang konvensional menjadi petani modern dengan mengembangkan pertanian berbasiskan agribisnis.  Dalam rangka pembangunan pertanian berbasiskan agribisnis, pemerintah mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang kemudian dijabarkan pada PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan. Aturan tersebut antara lain ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah keterbatasan modal dan teknologi bagi petani kecil, peningkatan mutu SDM dan produk serta masalah pemasaran (Departemen Pertanian 2003 dalam Purnaningsih et al. 2006).

Konsep tentang kajian kemitraan bukan sesuatu yang baru dalam pengembangan agribisnis. Di Kabupaten Bogor misalnya, beberapa perusahaan yang bergerak di sektor agribisnis menerapkan konsep kemitraan dengan petani, mengingat Kabupaten Bogor merupakan kawasan yang potensial untuk mengembangkan sektor pertanian. Hingga kini jumlah kemitraan dengan petani khususnya di Kabupaten Bogor meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perusahaan agribisnis di Kabupaten Bogor (Purnaningsih 2007). Dengan adanya kemitraan ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani dan memberikan manfaat, baik bagi petani maupun perusahaan.

Idealnya suatu kemitraan bertujuan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan peranan petani sehingga diharapkan kesejahteraan petani meningkat

(18)

dengan adanya konsep kemitraan ini. Namun kenyataanya sering dijumpai kemitraan tersebut belum dapat memenuhi harapan. Sering terjadi kegagalan dan berbagai hambatan dan permasalahan dalam kegiatan kemitraan. Kendala yang sering terjadi diantaranya masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kurangnya komitmen dalam pelaksanaan mekanisme kemitraan usaha, baik oleh petani maupun oleh perusahaan mitra (Hafsah 2000).

Kendala juga ditemukan pada sejumlah kemitraan yang berlangsung diantaranya kemitraan antara nelayan di Pulau Saparua dengan PT. Sarana Maluku Ventura contohnya, kemitraan yang berlangsung menemui berbagai kendala salah satunya adalah kegiatan kemitraan yang cenderung top down sehingga keterlibatan nelayan dalam kemitraan kurang (Lopulalan 2003). Kendala kemitraan juga ditemukan pada kemitraan antara peternak ayam di Cibinong dengan CV. Tunas Mekar Farm, dalam hal ini kendala berasal dari pihak peternak melakukan berbagai kecurangan yang berpengaruh pada mutu ternak (Fibridinia 2010). Kendala lain dalam kemitraan juga ditemukan pada kemitraan petani cabai di Boyolali dengan PT. ABC, dalam kemitraan mengalami kendala seperti belum terpenuhinya kewajiban petani dalam hal kualitas cabai, penetapan harga kontrak dan kualitas benih yang disediakan oleh perusahaan mitra, selain itu kegagalan dari pihak petani juga berpengaruh terhadap kemitraan ini (Saptana et al. 2009).

Dengan adanya kendala-kendala dalam kemitraan, maka perlu dikaji tentang pelaksanaan kemitraan, yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kemitraan yang terjadi antara petani dengan perusahaan mitra serta untuk mengetahui tingkat kepuasan petani terhadap pelayanan kemitraan yang diterima petani, sehingga nantinya diperoleh cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada petani agar petani puas. Namun dalam hal ini perlu diketahui bahwa untuk bermitra, pihak petani harus memiliki kelembagaan kelompok yang dibentuk secara resmi atau kelompok berbadan hukum, dengan kata lain dan yang lebih tepat, petani harus bergabung dalam wadah gapoktan/koperasi (Karwan 1997 dalam Supadi 2004). Petani akan menjadi subjek atau pelaku kemitraan yang diwadahi dalam lembaga-lembaga pertanian pedesaan yaitu gapoktan/koperasi,

(19)

dimana pelaku ini mendapatkan pelayanan yang berkaitan dengan kontribusinya dalam kemitraan agribisnis.

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu bentuk kemitraan yang sudah sejak lama berlangsung di Kabupaten Bogor adalah kemitraan antara petani padi sehat Desa Ciburuy dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika (LPS-DDR) yang berlangsung sejak tahun 2002. LPS-DDR adalah suatu lembaga yang berfokus pada pertanian keberlanjutan dan ramah lingkungan yang bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mensejahterakan petani. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga yang mengembangkan bisnis usaha beras organik dari hulu sampai hilir.

Petani padi sehat Desa Ciburuy merupakan sekumpulan petani padi yang mengusahakan padi sehat di Desa Ciburuy dan bergabung membentuk suatu gabungan kelompok tani yang bernama Gapoktan Silih Asih. Gapoktan Silih Asih adalah gabungan kelompok tani yang ada di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Gabungan kelompok tani ini berdiri sejak tahun 2002, yang terdiri dari 11 kelompok tani dengan 6 kelompok tani bergerak di bidang tanaman pangan yaitu kelompok tani Silih Asih I, Silih Asih II, Manunggal Jaya, Saung Kuring, Tunas Inti dan Lisung Kiwari. Komoditi unggulan gabungan kelompok tani ini adalah beras. Hampir 51,56 persen lahan subur di daerah Ciburuy berupa sawah, dengan 90 persen ditanami padi (Gapoktan Silih Asih 2011). Menurut data Tabel 3 yang menunjukkan deskripsi sederhana enam kelompok tani yang menghasilkan padi sehat di Desa Ciburuy, total lahan yang ditanami padi adalah seluas 79 ha, dengan rata- rata hasil padi dari enam kelompok tani pengelola tanaman pangan mencapai 4 sampai 7 ton per hektar. Padi yang dihasilkan berupa padi sehat atau yang sering disebut dengan istilah semi organik.

(20)

Tabel 3. Deskripsi Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy

Nama Jumlah Anggota

( orang )

Luas Lahan ( ha )

Rata – rata produksi ( ton/tahun GKP ) Silih Asih I 18 11,7 204,3 Silih Asih II 38 15,9 262,3 Lisung Kiwari 39 14,0 168,0 Manunggal Jaya 34 13,5 230,8 Saung Kuring 32 7,1 106,5 Tunas Inti 27 16,8 282,2 Total 188 79,0 1254,1

Sumber : Gapoktan Silih Asih 2009

Sebelum menjalin kemitraan dengan LPS-DDR, petani yang berada di Desa Ciburuy melakukan usahatani padi secara tradisional atau sederhana. Petani sering kali dihadapkan pada permasalahan–permasalahan di bidang pertanian seperti penerapan teknologi, permodalan, pasca panen, manajemen pemasaran dan administrasi. Selain itu, sebelum bekerjasama dengan lembaga ini, petani anggota Gapoktan Silih Asih menanam padi konvensional atau masih menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia sintetis. Pada tahun 2002 seiring dengan terbentuknya Gapoktan Silih Asih, petani yang tergabung di dalamnya bekerjasama dengan LPS-DDR mulai megusahakan padi sehat, yaitu usahatani padi yang mengarah ke pertanian organik.

Dalam hubungan kemitraanya dengan petani padi sehat Desa Ciburuy, LPS-DDR berperan sebagai penyedia bahan pertama serta distributor. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah dan bahan penolong. LPS-DDR memberikan bahan mentah berupa bibit yang merupakan hasil penelitian dari lembaga penelitian, memberikan bahan baku berupa alat-alat pertanian seperti cangkul, arit dan lain-lain. LPS-DDR juga memberikan bahan penolong berupa pupuk organik, pestisida ramah lingkungan dan penyuluhan-penyuluhan serta pembinaan bagi petani mitra agar produksi beras yang dihasilkan dapat maksimal, selain itu juga LPS-DDR menetapkan standar mutu beras SAE (Sehat Aman dan Enak) yang merupakan beras semi organik dimana standarisasi mutunya berdasarkan pedoman Standar Nasional Indonesia (SNI).

(21)

Sebagai distributor, LPS-DDR berperan dalam pendistribusian beras SAE, sehingga beras SAE dapat disalurkan ke pelanggan.

Petani padi sehat melalui Gapoktan Silih Asih pada awalnya, merupakan wadah bagi petani untuk mendapatkan pembinaan pelatihan, pemasaran hasil, pemenuhan kebutuhan sarana produksi serta mewadahi petani untuk melakukan kemitraan salah satunya dengan LPS-DDR. Namun setelah terbentuknya Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari, dimana KKT ini sebagai bentuk transformasi gapoktan yang merupakan lembaga sosial menjadi lembaga sosial ekonomi dalam bentuk koperasi, beberapa fungsi gapoktan seperti pemenuhan sarana produksi dan pemasaran hasil dikelola oleh KKT Lisung Kiwari. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kemitraan dengan petani padi sehat Desa Ciburuy, LPS-DDR berhubungan dengan kedua lembaga pertanian pedesaan tersebut. gapoktan akan mengelola kegiatan pelatihan dan pembinaan, sedangkan koperasi akan mengelola pemasaran hasil, serta kebutuhan input petani seperti modal, lahan dan sarana produksi.

Dengan adanya kegiatan kemitraan dengan LPS-DDR, petani padi sehat Desa Ciburuy tidak hanya dapat memproduksi beras dengan label beras SAE tetapi dengan adanya kemitraan ini ada beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh petani mitra diantaranya adalah adanya jaminan input, pemasaran output dan menambah pengetahuan. Dalam hal jaminan input, dengan adanya kemitraan ini petani mitra diberikan kemudahan dalam mendapatkan input produksi seperti sarana produksi (benih, pupuk, pestisida nabati), modal dan sewa lahan karena pihak LPS-DDR memfasilitasi petani dalam hal pengadaan input-input produksi tersebut. Dengan mengikuti kemitraan petani mitra tidak perlu khawatir produksinya akan terbuang karena pihak LPS-DDR memberikan jaminan pasar bagi petani mitra untuk menjual hasil panennya dengan ketentuan memenuhi standar mutu yang ditetapkan dalam kesepakatan. Selain itu, dengan adanya kegiatan kemitraan ini petani mitra secara otomatis akan mendapatkan penyuluhan dan pembinaan dalam budidaya hingga pasca panen beras SAE, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani mitra. Seluruh kegiatan kemitraan yang dilakukan LPS-DDR melalui Gapoktan Silih Asih dan KKT Lisung Kiwari.

(22)

Namun pada kenyataannya, kegiatan kemitraan yang terjalin belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada kesepakatan tertulis berupa MOU, LPS-DDR memesan beras SAE per bulan sebanyak 8–10 ton untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Adapun pihak petani padi sehat melalui KKT Lisung Kiwari harus menyediakan beras SAE sejumlah yang disepakati di MOU. Dalam hal ini LPS-DDR menjamin pasar untuk beras SAE dengan melakukan penyaluran beras SAE ke agen-agen yang menjadi mitra LPS-DDR yang berada di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur, sedangkan petani padi sehat Desa Ciburuy melalui KKT Lisung Kiwari menjamin ketersediaan beras SAE. Pada praktiknya KKT Lisung Kiwari hanya dapat memenuhi target pesanan sebanyak 4–6 ton. Seharusnya, target pesanan sebesar 8–10 ton per bulan dapat dicapai mengingat rata-rata hasil padi sehat di Gapoktan Silih Asih ini mencapai 4 sampai dengan 7 ton per hektar per tahun, dengan luas lahan 79 hektar (Lampiran 5). Tidak tercapainya target pesanan ini dikarenakan faktor alam yang berupa cuaca, bencana alam dan faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi beras SAE. Menurut ketua Gapoktan Silih Asih Bapak H. Ahmad Zakaria, pihak LPS-DDR juga sering terlambat dalam melakukan pembayaran, menurut beliau pihak KKT Lisung Kiwari harus menunggu beras yang didistribusikan oleh pihak LPS-DDR terjual kepada konsumen, karena cepat atau lambatnya pembayaran tergantung dari penerimaan pembayaran di tingkat konsumen. Pada awalnya kesepakatan yang tercantum di MoU adalah pihak LPS-DDR melakukan pembayaran maksimal dalam waktu satu minggu setelah proses pengambilan beras, tetapi yang terjadi adalah pihak LPS-DDR baru melakukan pembayaran di luar batas kesepakatan pembayaran.

Selain dua hal tersebut masalah kualitas juga menjadi permasalahan dalam kegiatan kemitraan yang telah berlangsung. Pihak petani padi sehat Desa Ciburuy terkadang kurang menjamin kualitas beras yang dijual, sehingga beras yang sudah di packing terkadang banyak kutu. Spesifikasi dan standar mutu beras SAE dapat dilihat pada Lampiran 1. Kurang terjaminnya mutu beras SAE terkait dengan lokasi pengemasan yang kurang terjamin kebersihannya. Hal tersebut menyebabkan pihak LPS-DDR sering mendapat keluhan dari konsumen terkait dengan kondisi ini dan beras terpaksa harus diretur (dikembalikan) kepada pihak

(23)

KKT Lisung Kiwari. Kondisi ini menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak baik dari biaya, waktu dan melemahkan komitmen serta kepercayaan antara pihak LPS-DDR, petani padi sehat Desa Ciburuy maupun konsumen. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan timbulnya kendala menjalankan kegiatan kemitraan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kajian tentang evaluasi kemitraan.

Evaluasi kemitraan dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja dalam kemitraan. Kinerja kemitraan tidak hanya melibatkan pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pelaku kemitraann saja, melainkan juga mutu pelayanan yang diberikan perusahaan kepada petani mitra. Dengan memahami kepuasan petani terhadap pelayanan kemitraan, diharapkan kinerja dalam kemitraan khususnya perusahaan sebagai pihak yang memberikan pelayanan kemitraan dapat meningkat. Dalam hal ini, perusahaan akan memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan petani, sehingga menumbuhkan kepercayaan petani mitra kepada perusahaan yang pada akhirnya akan menciptakan loyalitas petani terhadap kegiatan kemitraan.

Kemitraan dinilai berhasil jika dalam pelaksanaannya masing-masing pihak sudah menjalankan peranannya masing masing dan adanya kepuasan petani mitra terhadap mutu pelayanan yang diberikan perusahaan. Berdasarkan pengetahuan sejauh mana gambaran pelaksanaan kemitraan dan kepuasan petani terhadap pelayanan kemitraan, maka perusahaan dapat mengambil tindakan korektif agar kegiatan kemitraan dapat terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan antara petani padi Desa Ciburuy melalui lembaga-lembaga pertanian pedesaan dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika?

2. Sejauh mana tingkat kepuasan petani terhadap kegiatan kemitraan tersebut? 3. Bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan untuk

meningkatkan kepuasan petani terhadap kegiatan kemitaan yang berlangsung?

(24)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menggambarkan pelaksanaan kegiatan kemitraan antara petani padi sehat

Desa Ciburuy dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika. 2. Menganalisis tingkat kepuasan petani dengan adanya kegiatan kemitraan. 3. Merumuskan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kemitraan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak yang berkepntingan, yaitu :

1. Gapoktan Silih Asih dan Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari, sebagai bahan evaluasi untuk mengukur pelaksanaan kemitraan yang terjalin selama ini baik dengan pihak LPS-DDR maupun petani anggota sehingga nantinya dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, baik kepada pihak LPS-DDR maupun kepada petani anggota.

2. Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika, sebagai bahan evaluasi untuk mengukur pelaksanaan kemitraan yang terjalin selama ini baik dengan lembaga pertanian pedesaan maupun langsung kepada petani mitra sehingga nantinya dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan dari kegiatan kemitraan.

3. Penulis, berguna untuk melatih kemampuan dalam menganalisis masalah, yang terkait dengan kemitraan.

4. Masyarakat pembaca, sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya mengenai kajian pelaksanaan kemitraan.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Kemitraan di Indonesia

Jauh sebelum masyarakat Indonesia mengenal sistem kemitraan pertanian seperti sekarang, pada awalnya sistem kemitraan ini lebih dikenal dengan sistem contract farming. Penerapan sistem pertanian kontrak secara formal untuk pertama kali adalah pada masa pelaksanaan sistem cultuur stelsel atau sistem tanam paksa pada abad ke-19, dimana pada masa itu para petani dipaksa untuk mengalokasikan sebagian lahannya untuk menanam tanaman komersial (cash crops) yang ditentukan oleh pemerintah kolonial Belanda, antara lain teh, kopi dan tebudan kemudian menjual hasil panen mereka kepada pihak pemerintah kolonial pada harga yang telah ditentukan (Widjaja 2010).

Walaupun cultuur stelsel telah lama berakhir, tetapi praktik pertanian kontrak ala cultuur stelsel ini masih berlanjut hingga saat ini. Perbedaannya, hanyalah berupa perubahan status petani yang tidak lagi sebagai pekerja yang digaji tetapi petani yang diberikan lahan untuk diolah berdasarkan kontrak yang mengikat (Rustiani et al. 1997). Sistem seperti ini terjadi dalam kemitraan pola PIR-Trans (Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi), yang terjadi pada bentuk hubungan kemitraan dalam perkebunan kelapa sawit (Widyastuti 2006).

Dalam perkembangannya kemitraan tidak hanya dilakukan pada sektor perkebunan saja. Berbagai bentuk konsep pemberdayaan masyarakat pertanian yang berbasiskan kemitraan banyak ditawarkan oleh investor baik pemerintah maupun swasta (Sumardjo et al. 2004). Pada sektor yang lain seperti pertanian tanaman pangan, perikanan, hingga sektor peternakan praktik kemitraan juga dilakukan. Proses kemitraan yang dilakukan biasanya antara petani kecil dengan perusahaan pertanian.

Indrayani (2008) dalam penelitianya yang berjudul “Analisis Pola Kemitraan dalam Pengadaan Beras Pandan Wangi Bersertifikat” menyebutkan bahwa salah satu contoh kegiatan kemitraan agribisnis di bidang pertanian khususnya tanaman pangan adalah antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV. Quasindo. Kemitraan yang terjalin merupakan kemitraan dalam pengadaan beras pandan wangi bersertifikat. Kemitraan ini terjalin sejak April 2007, dengan

(26)

melibatkan tiga pelaku utama yaitu gapoktan, CV. Quasindo serta Lembaga Sertifikasi Beras.

Di sektor peternakan konsep kemitraan pun sudah sering diterapkan. Menurut Febridinia (2010), kemitraan yang dilakukan CV. Tunas Mekar Farm dengan peternak ayam broiler di Cibinong sudah berjalan selama 6 tahun dengan kerjasama yang lebih menekankan pada penjualan dan bimbingan teknis. Pola kemitraan yang digunakan adalah pola kemitraan inti plasma, dimana dalam kegiatan kemitraan ini pihak perusahaan berperan dalam memberikan bantuan berupa pengadaan bibit (DOC), pakan, vaksin, vitamin, obat-obatan dan pelayanan pembinaan. Peternak mitra berkewajiban untuk menjual hasil panennya kepada pihak perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku pada kontrak perjanjian.

Bentuk kerjasama usaha atau kemitraan antara agribisnis besar dan agribisnis kecil di sektor perikanan yaitu antara PT. XYZ dengan nelayan di Muara Angke. Tampubolon (2004) menyebutkan bahwa kemitraan yang terjalin karena masing-masing pihak, baik perusahaan maupun nelayan menginginkan adanya efisiensi dan keuntungan, serta dukungan pemerintah dalam memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi. Pada kemitraan ini, nelayan berperan sebagai penangkap ikan dan PT. XYZ berperan sebagai pembimbing dan pemasaran hasil. Perusahaan akan memberikan bimbingan teknik dan manajerial serta bantuan finansial bagi nelayan mitra.

Kemitraan yang terjadi antara Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika dengan Petani Padi Sehat Desa Ciburuy merupakan kemitraan yang terjadi pada komoditi tanaman pangan yaitu dalam pengadaan beras SAE (Sehat, Aman dan Enak). Baik petani maupun LPS-DDR mendapatkan manfaat dari kemitraan ini, petani mendapatkan bantuan modal, sewa lahan, sarana produksi, serta berbagai kegiatan pembinaan dan penyuluhan serta jaminan pasar bagi produknya, sedangkan bagi pihak LPS-DDR mendapatkan beras SAE untuk memenuhi permintaan konsumennya.

(27)

2.2 Kendala dalam Kemitraan Agribisnis di Indonesia

Meskipun kemitraan usaha agribisnis dipercaya sebagai salah satu alternatif untuk memberdayakan pelaku agribisnis kecil, tetapi pada kenyataannya sulit untuk direalisasikan dengan baik. Banyak kendala- kendala yang terjadi pada pelaksanaan kemitraan agribisnis.

Permasalahan ataupun kendala yang muncul dalam kegiatan kemitraan dapat bersumber dari adanya ketidakadilan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban. Berbeda yang terjadi di Muara Angke, berdasarkan hasil penelitian Lopulalan (2003), kemitraan di bidang perikanan juga terdapat di Pulau Saparua. Kemitraan yang terbentuk merupakan kerjasama antara nelayan kecil di Pulau Saparua dengan PT. Sarana Maluku Ventura. Dalam hal ini perusahaan membangun pola kemitraan dengan sistem bagi hasil, dimana perusahaan memberikan bantuan modal usaha dalam bentuk mesin Yanmar TF 115 dan kakso long boat. Pola kemitraan yang terbentuk adalah kemitraan modal ventura. Namun ternyata kemitraan yang terjadi belum memuaskan karena pelaksanaan kemitraan yang cenderung top down. Keterlibatan nelayan dalam kemitraan masih didominasi oleh ketua kelompok, aspek pembinaan masih kurang bahkan koordinasi yang dikembangkan perusahaan bersifat integrasi vertikal, sehingga setiap keputusan harus melalui proses yang bertahap-tahap serta kurang sesuai dengan kondisi di lapang. Selain itu, pemasaran hasil tangkapan belum sesuai dengan kontrak perjanjian, nelayan mitra masih memasarkan ikan–ikan mereka kepada tengkulak ataupun langsung ke konsumen akhir.

Permasalahan yang sama juga ditemukan Febridinia (2010), walaupun kemitraan yang dilaksanakan memberikan dampak positif bagi peternak tetapi masih banyak ditemukan permasalahan di lapang. Sesuai dengan kontrak perjanjian CV. Tunas Mekar Farm memberikan bantuan pinjaman modal berupa DOC, pakan dan obat-obatan, sedangkan peternak mitra diharapkan menjual hasil panen mereka kepada CV. Tunas Mekar Farm. Namun pada praktiknya peternak melakukan beberapa kecurangan seperti pakan yang seharusnya diberikan untuk ternak, ternyata oleh petani mitra pakan tersebut dijual dan ternaknya diberi pakan dengan pakan yang lebih murah harganya, sehingga mutu pakan yang diberikan peternak lebih rendah. Hal ini akan berpengaruh terhadap mutu ternak itu sendiri.

(28)

Selain dalam hal ketidakadilan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban, kendala dalam kemitraan juga terjadi karena tidak adanya pembagian risiko. Hal ini dikemukakan pula oleh Echánove dan Steffen (2005) yang menemukan bahwa perusahaan tidak terikat apapun dalam perjanjian pembagian risiko budidaya akibat cuaca buruk ataupun serangan hama pengganggu. Oleh karena itu, petani harus membayar sendiri biaya asuransi tanamannya. Permasalahan serupa juga ditemukan Febridinia (2010), dimana peternak tidak bisa membayar pinjamannya kepada pihak perusahaan dikarenakan gagal panen akibat penyakit maupun kelalaian peternak sendiri. Peternak dianggap berhutang sehingga peternak yang terlibat dalam permasalahan ini tidak mendapatkan pinjaman lagi pada periode selanjutnya.

Dalam pelaksanaan kemitraan antara LPS-DDR dan petani padi sehat Desa Ciburuy juga menghadapi berbegai macam kendala seperti dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban yang sepenuhnya belum sesuai dengan kesepakan yang sudah ditentukan di awal kegiatan kemitraan berlangsung.

2.3 Evaluasi Kemitraan

Indikator evaluasi pelaksanaan kemitraan sebenarnya dapat dilihat dari pelaksanaan hak dan kewajiban pihak–pihak yang bermitra. Hal ini dikarenakan perjanjian yang di dalamnya mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak secara rinci dapat menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan bagi pihak–pihak yang bermitra (Indrayani 2008). Penggunaan hak dan kewajiban sebagai dasar evaluasi pelaksanaan kemitraan juga dilakukan oleh Widyastuti (2006) dengan penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan PIR pada PT. Indosawit Subur di Pabrik Minyak Kelapa Sawit Buatan, Kabupaten Pelalawan, Riau” dan Rahman (2008) dengan penelitian berjudul “Evaluasi Kemitraan PTI dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Usahatani di Kelurahan Sukatani, Kecamatan Cimanggis, Depok”. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Indrayani (2008) yang menilai pelaksanaan kemitraan antara CV. Quasindo dan Gapoktan Citra Sawargi telah berjalan dengan baik dimana masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajiban yang tertulis dalam perjanjian formal kemitraan yang mengikat secara hukum, Widyastuti (2006) menilai pelaksanaan antara PT.IIS dan petani plasma berlangsung dengan baik, begitu juga dengan penilaian pelaksanaan kemitraan

(29)

yang dilakukan oleh Rahman (2008). Rahman (2008) menilai kemitraan yang terjalin antara petani sayuran dengan PTI berlangsung baik, hak dan kewajiban yang ada di dalam perjanjian hampir semuanya terealisasi dengan baik.

Dalam mengevaluasi pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara LPS-DDR dengan petani padi sehat desa Ciburuy dilakukan dengan melihat tanggapan masing-masing pelaku terhadap pelaksanaan kemitraan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kemitraan, selain itu dilakukan evaluasi melalui pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pelaku kemitraan.

2.4 Kepuasan Pelayanan Kemitraan

Kusumah (2008), Rahman (2008), Rochmatika (2006) menggunakan Important Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) untuk menganalisis kepuasan petani mitra. Dengan metode tersebut Kusumah (2008) menilai beberapa atribut yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan peternak, diantaranya yang sudah sesuai dengan keinginan peternak adalah penetapan harga kontrak DOC, kualitas pakan, kualitas obat dan vaksin , serta bimbingan teknis yang diberikan perusahaan. Sedangkan atribut yang menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan kinerjanya adalah kualitas DOC. Kualitas DOC yang diinginkan oleh peternak adalah DOC yang memiliki kualitas baik serta lebih tahan terhadap penyakit dan stress. Kemudian keluhan dari peternak tidak mendapat tindak lanjut dari perusahaan. Peternak juga merasa kurang puas dengan mengeluhkan kurangnya kompensasi jika terjadi kematian ayam dalam jumlah besar. Nilai Indeks Kepuasan peternak diperoleh nilai 60 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa peternak mitra cukup puas dengan pelayanan Tunas Mekar Farm.

Rahman (2008), dalam penelitianya berdasarkan analisis Importance Performance Analysis, atribut yang masuk pada prioritas utama untuk ditingkatkan kinerjanya adalah atribut sistem pengairan. Atribut yang perlu dipertahankan perusahaan dalam memberikan pelayanan yaitu atribut harga sarana produksi yang dijual, bantuan biaya garap, ketepatan waktu pemberian biaya garap, lahan yang digarap dan atribut respon terhadap segala keluhan. Atribut yang memiliki tingkat kepuasan rendah mencakup atribut keragaman penyediaan

(30)

sarana produksi, pembagian penguasaan lahan dan sistem bagi hasil. Atribut yang dirasakan berlebihan terdapat atribut kualitas benih yang diberikan dan pola pemasaran jual sendiri. Secara keseluruhan, berdasarkan analisis indeks kepuasan konsumen, pelaksanaan kemitraan PTI telah memuaskan petani dengan nilai indeks kepuasan sebesar 72,4 persen.

Rochmatika (2006), meneliti tentang tingkat kepuasan petani tebu terhadap pelaksanaan kemitraan pabrik gula XYZ. Petani mitra dibagi tiga berdasarkan lahan skala usaha. Petani mitra skala kecil menilai atribut yang paling mempengaruhi kepuasan adalah bantuan biaya angkut, sedangkan atribut yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah adalah bantuan biaya garap. Petani mitra skala menengah menilai atribut bantuan biaya angkut merupakan yang paling mempengaruhi kepuasan, sedangkan atribut penentuan kualitas memiliki tingkat kesesuaian paling rendah. Petani mitra skala besar menilai atribut yang memberikan tingkat kepuasan paling tinggi adalah kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan. Atribut yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah adalah waktu pembayaran hasil panen. Indeks Kepuasan Pelanggan petani mitra skala kecil, skala menengah dan skala besar masing–masing adalah sebesar 63,21 persen; 61,46 persen dan 60,25 persen. Nilai indeks menunjukkan bahwa petani mitra cukup puas terhadap kemitraan yang dijalankan.

Prastiwi (2010), Widyastuti (2006) dan Rahmita (2003) hanya menggunakan Important Performance Analysis (IPA) untuk menganalisis kepuasan petani mitra. Prastiwi (2010) dengan penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Kuningan dan Ubi Jalar Jepang, Studi Kasus Kemitraan PT. Galih Estetika dan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan” menemukan bahwa atribut yang harus ditingkatkan kinerjanya adalah atribut terhadap segala keluhan dan harga ubi jalar yang diberikan (responden ubi jalar Kuningan) dan harga ubi jalar yang diberikan (responden ubu jalar Jepang). Widyastuti (2006) mengidentifikasi bahwa atribut yang termasuk dalam prioritas utama yang harus ditingkatkan kinerjanya pada penelitianya adalah harga beli TBS, harga sarana produksi, serta ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani. Rahmita (2003) dengan penelitiannya yang berjudul “Kajian Kemitraan Petani dengan PT. Riau Andalan Pulp and Paper”

(31)

menemukan bahwa atribut yang berada pada prioritas utama adalah kemudahan mendapat sarana produksi peternakan baik di wilayah sekitar hutan maupun di sekitar pabrik, serta kemudahan pemasaran di sekitar wilayah hutan.

Sama halnya dengan penelitian terdahulu, kemitraan dalam pengadaan beras SAE antara petani padi Desa Ciburuy dengan LPS-DDR dalam menganalisis tingkat kepuasan juga menggunakan metode IPA dan CSI, dimana dengan menggunakan metode tersebut dapat mengetahui tingkat kepuasan petani mitra terhadap pelayanan dalam kemitraan serta mengetahui tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing atribut, sehingga nantinya diperoleh atribut yang menjadi prioritas untuk memperbaiki kinerja kemitraan. Adapun atribut yang akan dinilai tingkat kepuasannya yaitu kemudahan dalam mendapatkan sarana produksi, harga sarana produksi, bantuan biaya garap, ketepatan waktu pemberian biaya garap, penyediaan sewa lahan, frekuensi pembinaan, pelayanan dan materi pembinaan, kemampuan pendamping untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan petani, pendamping mudah ditemukan dan dihubungi untuk berkonsultasi, pengetahuan dan kecakapan pendamping dalam memberikan pelayanan terhadap petani, respon terhadap segala keluhan, harga beli gabah, ketepatan pembayaran hasil penjualan gabah ke petani. Atribut-atribut tersebut disusun berdasarkan pelaksanaan kemitraan, perjanjian kontrak kemitraan serta teori servqual.

(32)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Kemitraan

Kemitraan antara perusahaan pertanian dan petani kecil dinilai sebagai salah satu pendekatan yang paling prospektif dalam mengangkat ekonomi petani. Kemitraan diharapkan agar petani mendapatkan nilai tambah dari kegiatan usahataninya.

Menurut Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena kemitraan adalah suatu strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Menurut Saptana et al. (2009), kata “disusun” dalam pasal ini berarti perlu peran aktif pemerintah mewujudkan amanat tersebut. Salah satunya adalah dengan mewujudkan asas kekeluargaan dan kebersamaan dalam membangun perekonomian nasional, yang salah satunya dapat diwujudkan dengan hubungan kemitraan usaha.

Berdasarkan Undang–Undang (UU) No.9 Tahun 1995 kemitraan usaha adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997, kemitraan merupakan sebuah kerjasama antara usaha kecil dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Dalam bidang pertanian berdasarkan pasal 1 Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang dimaksud dengan kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha

(33)

pertanian. Sedangkan artiu kemitraan usaha agribisnis adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu atau kelompok orang atau badan hukum dimana masing–masing pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan dan keterpaduan yang dilandasi saling menguntungkan, memerlukan dan saling melaksanakan etika bisnis (Suwandi 1995, dalam Saptana et al. 2009).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan dengan cara membangun jalinan kerjasama yang saling menguntungkan dan saling memperkuat serta dibangun dengan dasar saling memerlukan diantara kedua belah pihak. 

3.1.2 Pola Kemitraan

Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995 pasal 27, pola kemitraan dapat dilaksanakan dalam enam pola, yaitu :

1. Inti-plasma

Pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma. Pihak inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.

2 Subkontrak

Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya.

3. Dagang Umum

Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.

(34)

4. Waralaba

Pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.

5. Keagenan

Pola keagenan adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya.

6. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kerjasama operasional agribisnis adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya/modal atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.

3.1.3 Kepuasan

Kepuasan merupakan fungsi dari kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan berarti pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan berarti pelanggan amat puas atau senang (Kotler 1997, dalam Rangkuti 2008). Konsep kepuasan konsumen dapat dilihat pada Gambar. 1.

Gambar 1. Diagram Konsep Kepuasan Konsumen

Sumber : Rangkuti (2008) Tujuan Perusahaan

Produk Nilai Produk Bagi

Konsumen Tingkat Kepuasan Konsumen Harapan Konsumen terhadap Produk Kebutuhan dan Keinginan Konsumen

(35)

3.1.4 Konsep Kualitas Layanan Jasa

Service atau layanan merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketidakberwujudan (intangibility) yang berhubungan dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan (Griselda et al. 2007).

Menurut Tjiptono dan Chandra (2007), pengertian kualitas layanan merupakan evaluasi konsumen tentang kesempurnaan kinerja layanan. Kualitas layanan dapat diartikan kepedulian perusahaan terhadap pelanggan. Kualitas layanan bersifat dinamis, yaitu berubah menurut tuntutan pelanggan. Kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

3.1.5 Dimensi Kualitas Pelayanan

Parasuraman et al. (1985) dalam Tjiptono dan Chandra (2007) mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas jasa yaitu bukti fisik/langsung (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), kompetensi (competence), akses (approachability), kesopanan (courtesy), komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), dan kemampuan memahami pelanggan (understanding the customer).

Dalam riset selanjutnya, Parasuraman et al. (1988) dalam Tjiptono dan Chandra (2007) menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi di atas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kredibilitas dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance), sedangkan akses, komunikasi dan kemampuan memahami pelanggan diintegrasikan menjadi empati (empathy).

Menurut Parasuman et al. (1998) dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006) kelima dimensi kualitas layanan jasa tersebut dijabarkan dalam penjelasan di bawah ini:

1. Wujud Fisik (tangible)

Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik

(36)

perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata yang dapat diberikan oleh pemberi jasa.

2. Kehandalan (reliability)

Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

3. Daya Tanggap (responsiveness)

Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) serta tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu merupakan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

4. Jaminan dan Kepastian (assurance)

Pengetahuan terhadap produk secara tepat, kesopan santunan karyawan dalam memberi pelayanan, keterampilan dalam memberi informasi serta kemampuan dalam memberi keamanan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan, keyakinan pelanggan terhadap perusahaan.

5. Empati (empathy)

Memberikan sikap yang tulus dan bersifat individual atau pribadi kepada pelanggan. Dimensi empati ini adalah dimensi kelima dari kualitas pelayanan, dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

3.1.6 Penilaian Tingkat Kepuasan

Menurut Supranto (2006) ada beberapa teknik mengukur kepuasan konsumen yaitu indeks kepuasan, analisis kesenjangan, Importance Performance Analysis, benchmarking, analisis diskriminan, analisis klaster, structural equation modeling dan lain-lain. Pengukuran kepuasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan.

a. Indeks Kepuasan

Cara paling sederhana untuk mewakili skor kepuasan pelanggan atau konsumen terhadap suatu produk adalah dengan merata-ratakan semua skor kinerja tiap atribut produk tersebut. Kelemahan rata-rata ini adalah bahwa setiap atribut kinerja dianggap memiliki nilai atau bobot (tingkat kepentingan)

(37)

yang sama. Keunggulan dari indeks kepuasan adalah perusahaan dapat mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan dari atribut-atribut suatu produk. Interpretasi nilai indeks kepuasan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI)

No Nilai CSI Kriteria CSI

1. 0,81 – 1,00 Sangat puas

2. 0,66 – 0,80 Puas

3. 0,51 – 0,65 Cukup Puas

4. 0,35 – 0,50 Kurang Puas

5. 0,00 – 0,34 Tidak Puas

Sumber : Ihsani dalam Oktaviani dan Suryana (2006)

Kelemahan indeks kepuasan adalah nilai indeks kepuasan hanya dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan dari kinerja suatu produk. Perusahaan tidak dapat membuat perumusan strategi yang tepat hanya dari nilai indeks kepuasan.

b. Analisis Gap (Kesenjangan)

Analisis kesenjangan dilakukan dengan membandingkan nilai kepentingan dan kinerja tiap atribut sehingga diperoleh nilai selisih (kesenjangan). Jika nilai kinerja lebih kecil daripada nilai kepentingan berarti perusahaan tidak dapat memuaskan konsumennya dan sebaliknya. Semakin besar nilai kesenjangan menandakan konsumen semakin tidak puas.

Keunggulan dari analisis kesenjangan adalah analisis ini relatif mudah diaplikasikan dan hasil analisisnya dapat digunakan untuk melengkapi hasil analisis IPA. Kelemahan analisis kesenjangan adalah tidak dapat mengetahui atribut apa saja yang perlu dipertahankan dan atribut apa yang kinerjanya dianggap berlebihan oleh konsumen.

c. Importance Performance Analysis

Analisis Importance-Performance adalah analisis yang membandingkan antara tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut suatu produk menggunakan gambar yang terdiri dari empat kuadran. Keunggulan dari Importance-Performance Analysis adalah dari hasil IPA perusahaan dapat

(38)

membuat perumusan strategi yang tepat untuk memperbaiki kinerja produknya.

d. Alat Analisis Lain yang Dapat Digunakan

Alat analisis lain yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen antara lain analisis diskriminan, benchmarking, analisis klaster, structural equation modeling dan lain-lain.

Kegunaan pengukuran kepuasan antara lain untuk mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan pesaing dan pengguna akhir. Kemampuan memahami kepuasan pelanggan dan memenuhi harapan pelanggan dapat meningkatkan penjualan sehingga dapat meningkatkan loyalitas pelanggan (Rangkuti 2008).

3.2 Kerangka Pemikiran Oprasional Penelitian

Salah satu kegiatan kemitraan yang dilakukan di Kabupaten Bogor adalah kegiatan kemitraan yang dilakukan petani padi sehat Desa Ciburuy dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika. Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2002. Kegiatan kemitraan yang berlangsung merupakan kegiatan dalam pengadaan produk berbasiskan pertanian sehat, yaitu beras SAE (Sehat, Aman dan Enak).

Namun dalam pelaksanaannya, masih dijumpai kendala-kendala yang diakibatkan karena masing-masing pihak belum memenuhi hak dan kewajibannya. Pada kesepakatan tertulis berupa MOU, LPS-DDR memesan beras SAE per bulan sebanyak 8–10 ton untuk memenuhi kebutuhan konsumennya, tetapi pihak petani padi sehat Desa Ciburuy melalui kelembagaan Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari kadang tidak dapat menyediakan beras SAE sejumlah yang disepakati di MOU, pihak LPS-DDR juga sering terlambat dalam melakukan pembayaran, selain itu pihak KKT Lisung Kiwari terkadang belum memenuhi kesepakatan dalam standarisasi kualitas beras.

Dengan adanya kendala-kendala tersebut akan berpengaruh terhadap kegiatan kemitraan yang berlangsung. Oleh kerena itu, diperlukan evaluasi mengenai kegiatan kemitraan antara petani padi sehat Desa Ciburuy dengan LPS-DDR. Evaluasi kegiatan kemitraan dan analisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kegiatan kemitraan perlu dilakukan. Hal ini untuk mengetahui seberapa

(39)

jauh masing-masing pihak yang bermitra melakukan perannya sesuai hak dan kewajibanya, mengetahui apa saja yang menjadi kendala dalam kegiatan kemitraan, serta menganalisis sejauh mana kemitraan yang dilakukan memberikan kepuasan terhadap petani mitra. Melalui evaluasi dan analisis kepuasan tersebut masing-masing pihak diharapkan dapat menilai dan mengkoreksi kegiatan kemitraan yang telah terjalin yang nantinya digunakan untuk meningkatkan kinerja dari kemitraan dan lembaga-lembaga yang terkait dengan kemitraan tersebut.

Untuk melakukan evaluasi pelaksanaan kemitraan dimulai dengan mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan antara petani, kelembagaan sebagai wadah petani dan perusahaan mitra. Melalui analisis terhadap aspek pelaksanaan kemitraan maka akan diketahui bagaimana pelaksanaan kemitraan yang dilakukan pihak petani dengan LPS-DDR, petani dengan Gapoktan Silih Asih, petani dengan KKT Lisung Kiwari, serta pelaksanaan kemitraan antara kedua lembaga gapoktan dan koperasi dengan LPS-DDR, pelaksanaan hak dan kewajiban oleh masing– masing pelaku kemitraan serta kendala–kendala dalam pelaksanaan kegiatan kemitraan.

Selanjutnya, dilakukan penilaian kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan kepada petani mitra. Kualitas pelayanan ini diukur melalui pengukuran tingkat kepuasan petani terhadap pelaksanaan kegiatan kemitraan. Berdasarkan pelaksanaan kemitraan di lapangan dan perjanjian kontrak kemitraan yang ada, dapat diketahui atribut-atribut yang berpengaruh terhadap kegiatan kemitraan. Dalam pelaksanaanya masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kerjasama ini, apakah merupakan bentuk kegiatan pemberdayaan seperti yang diakui oleh LPS-DDR ataukah hal ini merupakan kegiatan kemitraan yang berorientasi bisnis seperti yang dikemukakan oleh pihak petani mitra. Pengukuran untuk atribut kepuasan diukur menggunakan atribut kemitraan. Atribut-atribut yang perlu dikaji adalah kemudahan dalam mendapatkan sarana produksi, harga sarana produksi, bantuan biaya garap, penyediaan sewa lahan, frekuensi pembinaan, pelayanan dan materi pembinaan, kemampuan pendamping untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan petani, pendamping mudah ditemukan dan dihubungi untuk berkonsultasi, pengetahuan dan kecakapan

(40)

pendamping dalam memberikan pelayanan terhadap petani, respon terhadap segala keluhan, harga beli gabah, ketepatan dalam memberikan bantuan biaya garap, dan ketepatan membayar hasil penjualan gabah kepada petani.

Kajian mengenai evaluasi kemitraan ini akan menggambarkan mengenai kegiatan kemitraan yang berlangsung, pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pelaku, kendala-kendala yang dialami dalam pelaksanaan kemitraan, serta kepuasan petani yang dapat diukur menggunakan Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode IPA digunakan untuk menunjukkan tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing atribut yang berhubungan langsung dengan pelayanan kegiatan kemitraan. Dengan metode ini, dapat ditentukan prioritas masing-masing atribut, yang nantinya digunakan untuk meningkatkan kinerja masing-masing atribut dari pelayanan kemitraan. Metode CSI dapat mengukur secara keseluruhan kepuasan petani terhadap pelayanan kegiatan kemitraan yang berlangsung.

Tingkat kepuasan petani merupakan salah satu indikator keberhasilan dari kegiatan kemitraan. Kajian tentang kemitraan ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap kemitraan yang telah dilaksanakan selama ini, serta dapat membantu pihak–pihak yang terlibat dalam melakukan evaluasi dan tindakan korektif yang harus diambil. Kerangka pemikiran oprasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(41)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Upaya Peningkatan Kualitas Kemitraan

Wadah Petani 1. Gapoktan Silih Asih

• Mengelola pembinaan

2. Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari

• Mengelola penyediaan input • Pemasaran hasil

Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa

Replubika

1. Menyediakan input 2. Menampung hasil 3. Pembinaan 4. Pendampingan

Analisis Deskriptif IPA dan CSI

Petani Padi Desa Ciburuy 1. Produsen padi bebas pestisida 2. Menjual hasil panen Evaluasi Kemitraan Pelaksanaan kemitraan : 1. Realisasi Hak dan Kewajiban 2. Kendala-Kendala

 

Evaluasi atribut kepuasan petani :

1. Kemudahan dalam mendapatkan sarana produksi 2. Harga sarana produksi

3. Bantuan biaya garap

4. Ketepatan waktu pemberian bantuan biaya garap 5. Penyediaan lahan sewa

6. Frekuensi pembinaan

7. Pelayanan dan materi pembinaan

8. Kemampuan pendamping untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan petani

9. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi

10. Pengetahuan dan kemamuan komunikasi pendamping 11. Respon terhadap keluhan

12. Harga beli gabah

13. Ketepatan pembayaran hasil penjualan gabah kepada petani.

Permasalahan:

1. Pemasaran tidak sesuai MoU 2. Keterlambatan pembayaran

(42)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor dengan responden petani padi sehat di Desa Ciburuy yang menjalin kerjasama dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa petani padi sehat di Desa Ciburuy telah berhasil dalam mengembangkan pertanian sehat di Kabupaten Bogor, sedangkan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika merupakan salah satu mitra dari yang melakukan kegiatan kemitraan dengan memberdayakan petani di Desa Ciburuy dan menjadikan kemitraan dengan petani padi sebagai pilot project-nya. Penelitian lapang dilakukan selama dua bulan (Maret - April 2011) untuk pengumpulan dan analisis data.

4.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi penelitian ini adalah para petani padi anggota Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang tergabung dalam kemitraan dengan LPS-DDR. Data populasi diperoleh dari administrasi Gapoktan Silih Asih .

Tidak seluruh petani padi sehat di Desa Ciburuy yang merupakan anggota kemitraan dengan LPS-DDR, ada 50 petani saja yang tergabung dalam kemitraan ini. Pemilihan petani responden dilakukan dengan metode sensus, yaitu menganalisis seluruh populasi (petani mitra) yang dimiliki untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

4.3 Desain Penelitian

Prosedur dan teknik penelitian menggunakan metode kasus. Metode ini merupakan suatu pendekatan penelitian yang bersifat kasus sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara rinci tentang kemitraan yang terjadi antara petani padi sehat Desa Ciburuy dengan LPS-DDR. Cara kerja metode ini memungkinkan peneliti memiliki kebebasan melakukan penelitian eksplorasi yang sangat mendalam sehingga akan diketahui sebab dan akibat dari proses yang ada hingga

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan  Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)
Gambar 1. Diagram Konsep Kepuasan Konsumen
Tabel 4. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gaya hidup konsumtif para pelaku foto OOTD (Outfit of The Day) berangkat dari kesenangan dan kecintaan pada fashion dan hobi berfoto yang kemudian menimbulkan

Hasil penelitian ini m enunjukkan bahw a kew ajiban jilbâb yang sudah sangat jelas ( ṣ arîh ) t ert uang dalam surah al-A ḥ zâb ayat 59, dimaknai berbeda oleh

Tujuan penelitian ini adalah memperediksi pangsa pasar produk deterjen merek Rinso pada masa yang akan datang, mengukur nilai ekuitas merek deterjen Rinso dan menentukan

halnya mikroorganisme lain, diduga eksudat yang dikeluarkan oleh akar tanaman akan mempengaruhi pula populasi dan keragaman mikroorganisme pelarut fosfat di tanah

Setelah diperoleh model regresi linear (16), dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah luas lahan panen, curah hujan, kelembaban, suhu, lama penyinaran, atau

Hasil analisis MLR, diperoleh exp (ß)=1,439 dan 95%CI:0,571<OR<3,630 dan nilai p=0,440, dengan demikian variabel merokok sambil berkendara tidak mempunyai hubungan yang

dilaksanakan untuk menjamin kelangsungan fungsional suatu mesin atau sistem produksi supaya dapat beroperasi secara maksimal (Ginting, 2009). PT.Hartono Istana Teknologi

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh berdasarkan wawancara secara langsung