• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Kerangka Pemikiran

Sumatera utara merupakan salah satu sentra produksi kakao di Indonesia, komoditi kakao menjadi salah satu dari 4 komoditi unggulan perkebunan Sumatera Utara. Selama ini biji kakao Sumatera Utara di ekspor ke berbagai negara. Semakin besar volume ekspor, maka semakin sejahtera suatu daerah.

Karena ekspor berkontribusi besar terhadap pendapatan suatu daerah.

Ekspor biji kakao dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu produksi, pendapatan negara pengimpir, nilai tukar nominal, harga kakao domestik, harga kakao internasional dan kebijakan bea keluar. Faktor-faktor tersebut diduga menyebabkan naik turunnya volume dan nilai ekspor kakao.

Penelitian ini memfokuskan untuk menganalisis berapa besar kontribusi ekspor kakao terhadap PDRB sektor perkebunan Sumatera Utara dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor kakao.

Keterangan :

: Menyatakan Kontribusi : Menyatakan Pengaruh

Gambar.1 Skema Kerangka Pemikiran 2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan landasan teori, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Ekspor kakao memberikan kontribusi positif terhadap PDRB sektor perkebunan di Sumatera Utara.

2. Produksi kakao, nilai tukar, dan bea keluar secara serempak berpengaruh signifikan terhadap ekspor kakao dan secara parsial produksi kakao, nilai tukar, dan bea keluar berpengruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao di

Ekspor Kakao

PDRB Sektor Perkebunan Sumtera Utara Nilai tukar nominal

(kurs nominal) Produksi Kakao

Bea Keluar

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangakan bahwa Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi perkebunan kakao yang potensial di Indonesia.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang dikumpulkan adalah data time series dengan range tahun 2008-2015 dengan bentuk kuartal, sehingga diperoleh 32 data untuk tiap variabel, atau 96 data secara keseluruhan. Untuk mengubah data tahunan menjadi data kuartal ataupun sebaliknya, digunakan software eviews sebagai aplikasi memudahkan pengubahan data tersebut. Kemudian data yang diperoleh tersebut akan dianalisis dengan menggunakan alat bantu berupa software SPSS.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, International Cocoa Organization (ICCO), dan sumber-sumber lain seperti perpustakaan, jurnal penelitian dan media elektronik lainnya.

Tabel.8 Matriks Penelitian

No Tujuan Penelitian Sumber Data yang akan

dikumpulkan 1 Untuk mnegetahui kontribusi

ekspor kakao terhadap PDRB sektor perkebunan di Sumatera Utara 2 Untuk menganalisis

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor kakao di Sumatera Utara

Untuk menguji hipotesis penelitian (1) diselesaikan dengan membandingkan nilai ekspor kakao Sumatera Utara dengan PDRB sektor perkebunan, yaitu menggunakan rumus/ perhitungan secara matematis di bawah ini:

Kontribusi Ekspor Kakao Tahun_t (%) =

Untuk menguji hipotesis penelitian (2) diselesaikan dengan Model Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regression), dengan model persamaannya sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3bd + μ Keterangan:

Y = Nilai Ekspor Komoditi Kakao Sumatera Utara (US$/Ton) α = Konstanta Intersep

β1–β3 = Koefisien variabel regresi

30

X2 = Kurs (nilai tukar Rupiah terhadap Ringgit) bd = Bea keluar (%) (Dummy)

μ = Random error

Kriteria pengambilan keputusan : Secara serempak :

Jika Fhitung ≤ Ftabel, terima H1 ; tolak HO pada taraf kepercayaan 95%.

Jika Fhitung > Ftabel, terima HO ; tolak H1 pada taraf kepercayaan 95%.

Secara Parsial :

Jika Thitung ≤ Ttabel, terima H1 ; tolak HO pada taraf kepercayaan 95%.

Jika Thitung > Ttabel, terima HO ; tolak H1 pada taraf kepercayaan 95%.

3.4. Uji Asumsi Regresi Linear Berganda 3.4.1. Uji Linearitas

Uji linieritas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variabel bebas x terhadap variabe terikat y. Uji linieritas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun mempunyai hubungan yang linier atau tidak.

3.4.2. Uji Multikolineritas

Uji asumsi multikolinearitas ini dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan yang linear antara variabel bebas (independen) satu dengan variabel bebas (independen) yang lainnya. Dalam analisis regresi linear berganda, maka akan terdapat dua atau lebih variabel bebas atau variabel independen yang diduga akan mempengaruhi variabel tergantungnya. Pendugaan tersebut akan dapat dipertanggungjawabkan apabila tidak terjadi adanya hubungan

yang linear (multikolineritas) di antara variabel-variabel independennya (Sudarmanto, 2005).

Menurut Gujarati (1995) dalam Aulia (2012), multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa metode, antara lain :

1. Jika nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10.

2. Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.

3. Jika nilai F-hitung melebihi F-tabel dari regresi antar variabel bebas.

3.4.3. Uji Autokorelasi

Korelasi dapat dimaknai menjadi (i) korelasi antar variabel dan (ii) korelasi antar periode waktu. Jika terjadi korelasi yang kuat antar variabel dapat mengakibatkan terjadinya masalah multikolonieritas. Sedangkan jika terjadi korelasi yang kuat antar periode waktu dapat menyebabkan terjadinya autokorelasi (Wahyudi dan Setyo, 2016).

Berdasarkan konsep tersebut, maka uji asumsi tentang autokorelasi sangat penting untuk dilakukan tidak hanya pada data yang bersifat time series saja, akan tetapi semua data (independen variabel) yang diperoleh perlu diuji terlebih dahulu autokorelasinya apabila akan dianalisis dengan regresi linear berganda.

Metode perhitungan autokorelasi secara statistik dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut salah satunya :

Statistik Durbin Watson (DW test) digunakan untuk melakukan pengujian autokorelasi, sering disebut dengan uji Durbin Watson.

32

Tabel.9 Kriteria Pengambilan Keputusan Autokorelasi

Hipotesis Nilai d Keputusan

Tidak ada autokorelasi positif Sumber : Wahyudi dan Setyo, 2016

3.5. Pengujian Hipotesis

Menurut Koutsoyiannis (1997) dalam Siregar dkk (2008), terdapat tiga kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model ekonometrika yaitu : (1) kriteria ekonomi, (2) kriteria statistik, dan (3) kriteria ekonometrika. Berdasarkan kriteria ekonomi model evaluasi dengan melihat apakah tanda dan besarnya parameter dugaan peubah-peubah penjelas dalam persamaan sesuai dengan hipotesis.

Berdasarkan kriteria statistik, akan dilihat besarnya nilai koefisien determinasi (R2), nilai uji F dan uji t.

3.5.1. Pengujian Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independent atau predictornya. Range nilai dari R2 adalah 0-1. 0 ≤ R2 ≤ 1. Semakin mendekati nol berarti model tidak baik atau variasi model dalam menjelaskan amat terbatas, sebaliknya semakin mendekati satu model semakin baik.

3.5.2. Pengujian Secara Serempak (Uji F)

Uji signifikansi simultan atau uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

serentak terhadap variabel dependen. Di dalam uji F digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : β1 = β2 = β3 = 0, artinya semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis alternatifnya adalah H1 :

H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Jika nilai F-hitung < F-tabel maka H0 diterima atau H1 ditolak, sedangkan jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jika tingkat signifikansi di bawah 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3.5.3. Pengujian Secara Parsial (Uji t)

Uji parsial atau uji t yaitu untuk menguji bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya. Di dalam uji t digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0

Dimana H0 menunjukkan hipotesis nol, sedangkan H1 menunjukkan hipotesis alternatif, βi menunjukkan koefisien variabel independen ke-I. Di dalam hipotesis nol, besarnya koefisien regresi dinyatakan nol artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen ke-I dengan variabel dependennya.

Nilai thitung dicari dengan terlebih dahulu mencari nilai derajat bebes (db) atau degree of freedom (df). Derajat bebas ditentukan dengan rumus n - k.

34

t-hitung > t-tabel, dan tingkat nilai signifikansi di bawah 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3.6. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.6.1. Definisi

1. PDRB sektor perkebunan Sumatera Utara adalah total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah Sumatera Utara dalam waktu tertentu (satu tahun) dan diperoleh melalui sektor perkebunan ADHK tahun 2000 dan 2010.

2. Ekspor kakao Sumatera Utara adalah kakao di ekspor dalam bentuk biji kakao dengan satuan ton.

3. Produksi kakao Sumatera Utara adalah volume produksi kakao yang dihasilkan di Proinsi Sumatera Utara dalam satuan Ton.

4. Bea keluar adalah tarif yang diberlakukan pemerintah untuk komoditi kakao yang akan di ekspor.

5. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara, yaitu nilai tukar nominal/kurs rupiah terhadap Ringgit Malaysia.

3.6.2. Batasan Operasional

1. Data yang diambil adalah data dalam kurung waktu tahun 1995-2015 meliputi data PDRB sektor perkebunan Sumatera Utara

2. Data volume dan nilai ekspor kakao, data nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (kurs nominal), data produksi kakao, dan bea keluar terhadap ekspor kakao di Sumatera Utara meliputi tahun 2008-2015 dalam bentuk kuartal.

3. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2017.

4. Data jenis ekspor kakao yaitu biji kakao.

36

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Keadaan Geografis

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak jaman penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini antara lain kelapa sawit, karet, kopi, coklat dan tembakau.

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian Barat Indonesia, terletak pada garis 10 – 40 Lintang Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur. Sumatera Utara tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi Sumatera Utara, karena letak provinsi Sumatera Utara sangatlah strategis. Provinsi ini berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lain yaitu sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Provinsi Aceh

- Sebelah Timur : Negara Malaysia di selat malaka - Sebelah Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat - Seblah Barat : Samudera Hindia

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23 km2 , sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau Batu dan beberapa pulau-pulau kecil lainnya, Baik di bagian Barat ataupun bagian Timur pantai Pulau Sumatera. Dengan luasan tersebut Sumatera Utara sangat potensial dalam membantu dan berkontribusi besar terhadap pendapatan negara.

4.2. Kondisi Iklim dan Topografi

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerah datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 330C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai , beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 150C.

Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Januari sampai dengan Juli dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember, di antara kedua musim itu terdapat musim pancaroba.

4.3. Kondisi Demografi

Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk berjumlah 10,26 juta jiwa, kemudian dari hasil sensus (SP) 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Selanjutnya dari hasil sensus 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982.204 jiwa.

Laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 2000-2010menjadi 1,22 persen per tahun.

38

Pada tahun 2015 penduduk Sumatera Utara berjumlah 13.937.797 jiwa yang terdiri dari 6.954.552 jiwa penduduk laki-laki dan 6.983.245 jiwa perempuan atau dengan rasio jenis kelamin/sex rasio sebesar 99,59.

4.4. Perkembangan Komoditi Kakao di Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi kakao di Indonesia.

Produksi kakao Sumatera Utara sebagian diolah dalam negeri dan sebagian lagi di ekspor ke luar negeri. Pada tahun 2005 luas areal tanaman kakao cukup luas yaitu 73.258 Ha dan peningkatan luas areal tanamterus meningkat hingga tahun 2010 mencapai 92.930 Ha. Namun seteah tahun 2010, luas areal perkebunan kakao semakin menurun, sesuai pada Tabel.8 dapat kita lihat luas areal perkebunan kakao hanya 64.875 Ha, dan angka ini cukup jauh dari luas areal pada tahun 2010.

Tabel.10 Total Luas Lahan dan Produksi Kakao Sumatera Utara

Sumber : Badan Pusat Statistik 2005-2015 (di olah)

Penurunan luas lahan yang terjadi tentu saja menyebabkan produksi kakao Sumatera Utara juga menurun. Sementara kebutuhan ekspor dan kebutuhn dalam negeri terus meningkat.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kontribusi Ekspor Kakao terhadap PDRB Sektor Perkebunan dan Perkembangan kakao di Sumatera Utara

5.1.1. Kontribusi Ekspor Kakao terhadap PDRB Sektor Perkebunan di Sumatera Utara

Tabel.11 Kontribusi Ekspor Kakao terhadap PDRB Sektor Perkebunan di Sumatera Utara

*FOB dalam bentuk Dollar, diubah ke Rupiah dengan dikali Rp 10000 Sumber : Badan Pusat Statistik 1995-2015

40

Komoditi kakao memang memberika kontribusi positif namun ternya kontribusinya hanya sedikit terhadap PDRB sektor perkebunan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari Tabel.9, dimana kontibusi terbesar hanya mendekati angka 15% dari total PDRB sektor perkebunan di Sumatera Utara.

Nilai ekspor kakao pada tahun 1995 adalah sebesar Rp 462.10 dan PDRB sektor perkebunan sebesar Rp 4957.80 atau ekspor kakao berkontribusi sebesar 9,32%

terhadap PDRB sektor perkebunan di Sumatera Utara. Kemudian kontribusi ekspor kakao terus stabil hingga pada tahun 1998 terjadi penurunan yang cukup tajam, diduga akibat gejolak pemerintahan yang terjadi pada saat itu. Kontribusi ekspor yang awalnya 8,60% turun menjadi 4,51% pada tahun 1999 dan 2,74%

pada tahun 2000 padahal beberapa komoditi pertanian lain justru mengalami peningkatan ekspor. Setelah tahun 2000 barulah kontribusi ekspor mulai bergerak meningkat hingga mencapai 14,28% pada tahun 2010, dengan nilai ekspor sebesar Rp 1639.08 dan PDRB sektor pekebunan sebesar Rp 11475.71. Setelah tahun 2010, kontribusi ekspor kakao terhadap PDRB terus menurun bahkan hampir tidak ada karena persentasi kontribusinya hanya 0,26%.

Karena ekspor menurun maka wajar jika kostribusi ekspor terhadap PDRB menurun, namun kini sedang ditingkatkan lagi pengolahan dalam negeri dan diharapkan mampu berkontribusi kepada masyarakat sebagai penyedia lapangan pekerjaan yang besar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Seperti berita yang dimuat pada harian kompas terbitan 26 November 2016, kini industri hilir pengolahan biji kakao dalam negeri sudah semakin berkembang, berdasarkan pernyataan Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia Soetanto (2016)

ada sekitar 30 industri pengolah kakao saat ini dengan kapasitas mencapai

Sumber : Badan Pusat Statistik 1995-2015

Berdasarkan data yang diperoleh, volume ekspor kakao di Sumatera Utara berfluktuasi. Dari tahun 1995 hingga tahun 1998, volume ekspor kakao cenderung meningkat, namun setelah tahun 1998 ekspor kakao menurun hingga tahun 2002 hanya 28 053 ton, kemudian turun 24% pada tahun 2003 dari tahun sebelumnya.

Dan volume ekspor cenderung terus meningkat hingga tahun 2009 mencapai

42

semenjak tahun 2009, volume ekspor terus mengalami penurunan dan sangat anjlok volumenya terutama tahun 2014 hingga saat ini.

Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, saat ini ekspor kakao Sumatera Utara sedang karam, dahulu ada pabrik coklat yang berada di Medan, namun kini sudah tutup, pabrik kakao hanya ada sedikit saat ini, kebanyakan pegelolanya adalah orang asing, dan mereka saat ini lebih tertarik berinvestasi pada komoditi perkebunan lain seperti kelapa sawit dan kopi. Sebelumnya ekspor kakao Sumatera Utara menembus negara-negara Eropa, namun kini hanya mencapai negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Padahal jika kakao tetap kita kembangkan, melihat harga kakao biji kering yang tergolong mahal, maka pasti akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daerah pengelola kakao itu sendiri.

5.1.2. Perkembangan Kakao di Sumtera Utara 5.1.2.1. Produksi Kakao

Propinsi penghasil kakao terbesar pada tahun 2012 adalah Sulawesi Selatan (198.682 ton), Sulawesi Tengah (168.401 ton), Sulawesi Tenggara (154.229 ton), Sulawesi Barat (101.319 ton), dan Sumatera Utara (63.597 ton). Selain itu terlihat bahwa perkebunan kakao di Indonesia ternyata sebagian besar dimiliki oleh rakyat (smallholder).

Produksi kakao kebanyakan menurun di berbagai provinsi karena petani mulai kurang tetarik terhadap usahatani kakao terutama karena pengolahan pasca panen yang agak merepotkan serta alih fungsi lahan yang dilakukan secara besar-besran terutama ke perkebunan sawit di Sumatera Utara.

Produksi kakao di Sumtera Utara berfluktuatif. Antara tahun 1995 hingga 2015 terjadi peningkatan dan penurunan produksi di tiap tahunnya. Produksi tertinggi komoditi kakao yaitu pada tahun 1995 sebesar 95.752 ton, kemudian produksi terus mengalami penurunan dan peningkatan secara bergantian setiap tahunnya, hingga diketahui produksi terendah terjadi pada tahun 2000 hanya sebesar 17.425 ton selamakurun waktu 1995-2015.

Gambar.2 Produksi Komoditi Kakao Tahun 1995-2015

Semenjak tahun 2000, produksi kakao Sumatera Utara pun mulai tumbuh kembali dan terus meningkat hingga tahun 2010 mencapai 66.466 ton, setelah itu produksi kembali turun hingga kini 2015 produksi kakao di Sumatera Utara hanya 41.117.

5.1.2.2. Kurs Mata Uang

Kurs adalah perbandingan nilai/harga antara mata uang suatu negara dengan negara lain. Perbandingan ini disebut dengan kurs (exchange rate). Perubahan pada kurs antara mata uang Indnesia dengan Malaysia atau kurs antara Rupiah dengan dolar Malaysia menunjukkan peningkatan secara perlahan setiap

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

Total Produksi (Ton)

Total Produksi (Ton)

44

Gambar.3 Perkembangan Nilai Kurs Indonesia dengan Malaysia

Selama kurun waktu 2008 hingga 2015, nilai kurs antara mata uang Indonesia dan mata uang Malaysia adala pada tahun 2014 kuartal ke 2, dan kurs mata uang Indonesia dengan mata uang Malaysia paling rendah mencapai titik Rp 2.763 pada tahun 2010 kuartal pertama.

5.1.2.3. Perkembangan kebijakan Bea Keluar terhadap ekspor kakao

Pada tahun 2010, pemerintah secara resmi menerapkan kebijakan Bea Keluar (BK) secara progresif terhadap eskpor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Barang ekspor yang dikenakan bea keluar sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini adalah rotan, kulit, kayu, kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya serta biji kakao.

Skema penetapan besarnya bea keluar untuk biji kakao seperti disajikan pada Tabel.7

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

2008.1 2008.3 2009.1 2009.3 2010.1 2010.3 2011.1 2011.3 2012.1 2012.3 2013.1 2013.3 2014.1 2014.3 2015.1 2015.3

Kurs Jual

Kurs Jual

Tabel.7 Skema Penetapan Bea Keluar Biji Kakao

No Harga Referensi (US $) Besarnya Bea Keluar (%)

1. < 2.000 0

2. 2.000 – 2.750 5

3. 2.750 – 3.500 10

4. > 3.500 15

Secara umum kebijakan ini bertujuan untuk menjamin pasokan bahan baku biji kakao bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri serta mendorong berkembangnya industri pengolahan kakao di Indonesia. Pengenaan bea keluar atas biji kakao juga dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao di Indonesia yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai tambah ekspor kakao.

5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kakao di Sumtera Utara

5.2.1. Hasil Asumsi Regresi Linier Berganda 5.2.1.1. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel dependen dan variabel independen mempunyai hubungan yang linier. Kriteria penilaian adalah jika F-Hitung>F-Tabel adalah signifikan, yaitu 530.042>2.95 sehingga dapat diperoleh persamaan yang digunakan adalah linier.

Selain berdasarkan nilai F, linieritas juga dilihat dari nilai signifikansi. Nilai sig 0.00 < 0.05 sehingga disimpulkan ada hubungan yang linier antara produksi, kurs, dan bea keluar dengan ekspor kakao.

46

5.2.1.2. Uji Multikolonieritas

Menurut Gujarati (1995) dalam Aulia (2012), multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa metode, antara lain :

1. Jika nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10.

2. Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.

3. Jika nilai F-hitung melebihi F-tabel dari regresi antar variabel bebas.

Nilai tersebut dapat kita lihat coefficients hasil uji SPSS pada Tabel.13 sebagai berikut.

Tabel.13. Coefficients

Model T Sig. Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1. (Constant) -6.082 .000

Produksi 18.167 .000 .240 4.174

Kurs 3.045 .005 .252 3.972

Bd -11.369 .000 .765 1.307

Untuk mengetahui apakah terjadi multikolonieritas pada model persamaan, maka dapat dietahui dengan melihat nilai VIF dan Tolerance.

Dari Tabel.13 Coefficients di atas dapat kita lihat bahwa seluruh nilai VIF < 10, yang artinya tidak terjadi Multikolonieritas. Dan seluruh nilai tolerance dari masing-masing variabel > 0,10, yang artinya tidak terjadi multikolonieritas.

5.2.1.3. Uji Autokorelasi

Metode perhitungan autokorelasi secara statistik dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya ialah berikut :

Statistik Durbin Watson (DW test) digunakan untuk melakukan pengujian autokorelasi, sering juga disebut dengan uji Durbin Watson. Dan nilai Durbin Watson dapat kita lihat pada Model Summary hasil uji SPSS pada Tabel.14.

Tabel.14 Model Summary a. Predictors: (Constant), bd, Kurs, Produksi

b. Dependent Variable: Ekspor

Dengan melihat pada Tabel.14 Model Summary, maka diketahui nilai Durbin-Watson nya yaitu 1.232. Dengan menggunakan nilai n=32 k=3 maka nilai Dl dan DF diketahui sehigga diperoleh nilai dL (1.1805) < d (1.232) < dU (1.6503), atau dL < d < dU. Sehingga jika melihat Tabel.9kriteria pengambilan keputusan, dapat di ambil kesimpilan bahwa tidak ada autokorelasi positif pada persamaan.

Tabel.9 Kriteria Pengambilan Keputusan Autokorelasi

Hipotesis Nilai d Keputusan

Tidak ada autokorelasi positif

terdapat tiga kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model ekonometrika yaitu : (1) kriteria ekonomi, (2) kriteria statistik, dan (3) kriteria ekonometrika.

Berdasarkan kriteria ekonomi model evaluasi dengan melihat apakah tanda dan besarnya parameter dugaan peubah-peubah penjelas dalam persamaan sesuai

48

dengan hipotesis. Berdasarkan kriteria statistik, akan dilihat besarnya nilai kouffefisien determinasi (R2), nilai uji F dan uji t.

5.2.2.1. Pengujian Koefisien Determionasi (R2)

Untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel-variabel independen menerangkan variabel dependen pada model secara bersama-sama. Nilai R2 dapat dilihat pada Tabel 14. Semakin besar nilai R2, maka semakin besar pula kemampuan variabel-variabel independen menerangkan variabel dependen. Untuk lebih akuratnya prediksi pengaruh kita dapat berpatokan pada nilai Adjusted R Square. a. Predictors: (Constant), bd, Kurs, Produksi

b. Dependent Variable: Ekspor

Tabel. 14 Model Summary di atas menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.98. Artinya 98% variabel independen mampu menerangkan variabel ekspor kakao, sisanya 2% dipengaruhi oleh faktor lain atau variabel bebas lain di luar persamaan.

5.2.2.2 Pengujian Secara Serempak (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara serentak terhadap variabel dependen. Di dalam uji F digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : β1 = β2 = β3 =0, artinya semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis

H0 : β1 = β2 = β3 =0, artinya semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis