BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.2. Perkembangan Kakao di
5.1.2.3. Perkembangan Kebijakan Bea Keluar terhadap Ekspor
Pada tahun 2010, pemerintah secara resmi menerapkan kebijakan Bea Keluar (BK) secara progresif terhadap eskpor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Barang ekspor yang dikenakan bea keluar sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini adalah rotan, kulit, kayu, kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya serta biji kakao.
Skema penetapan besarnya bea keluar untuk biji kakao seperti disajikan pada Tabel.7
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
2008.1 2008.3 2009.1 2009.3 2010.1 2010.3 2011.1 2011.3 2012.1 2012.3 2013.1 2013.3 2014.1 2014.3 2015.1 2015.3
Kurs Jual
Kurs Jual
Tabel.7 Skema Penetapan Bea Keluar Biji Kakao
No Harga Referensi (US $) Besarnya Bea Keluar (%)
1. < 2.000 0
2. 2.000 – 2.750 5
3. 2.750 – 3.500 10
4. > 3.500 15
Secara umum kebijakan ini bertujuan untuk menjamin pasokan bahan baku biji kakao bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri serta mendorong berkembangnya industri pengolahan kakao di Indonesia. Pengenaan bea keluar atas biji kakao juga dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao di Indonesia yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai tambah ekspor kakao.
5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kakao di Sumtera Utara
5.2.1. Hasil Asumsi Regresi Linier Berganda 5.2.1.1. Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel dependen dan variabel independen mempunyai hubungan yang linier. Kriteria penilaian adalah jika F-Hitung>F-Tabel adalah signifikan, yaitu 530.042>2.95 sehingga dapat diperoleh persamaan yang digunakan adalah linier.
Selain berdasarkan nilai F, linieritas juga dilihat dari nilai signifikansi. Nilai sig 0.00 < 0.05 sehingga disimpulkan ada hubungan yang linier antara produksi, kurs, dan bea keluar dengan ekspor kakao.
46
5.2.1.2. Uji Multikolonieritas
Menurut Gujarati (1995) dalam Aulia (2012), multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa metode, antara lain :
1. Jika nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10.
2. Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.
3. Jika nilai F-hitung melebihi F-tabel dari regresi antar variabel bebas.
Nilai tersebut dapat kita lihat coefficients hasil uji SPSS pada Tabel.13 sebagai berikut.
Tabel.13. Coefficients
Model T Sig. Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1. (Constant) -6.082 .000
Produksi 18.167 .000 .240 4.174
Kurs 3.045 .005 .252 3.972
Bd -11.369 .000 .765 1.307
Untuk mengetahui apakah terjadi multikolonieritas pada model persamaan, maka dapat dietahui dengan melihat nilai VIF dan Tolerance.
Dari Tabel.13 Coefficients di atas dapat kita lihat bahwa seluruh nilai VIF < 10, yang artinya tidak terjadi Multikolonieritas. Dan seluruh nilai tolerance dari masing-masing variabel > 0,10, yang artinya tidak terjadi multikolonieritas.
5.2.1.3. Uji Autokorelasi
Metode perhitungan autokorelasi secara statistik dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya ialah berikut :
Statistik Durbin Watson (DW test) digunakan untuk melakukan pengujian autokorelasi, sering juga disebut dengan uji Durbin Watson. Dan nilai Durbin Watson dapat kita lihat pada Model Summary hasil uji SPSS pada Tabel.14.
Tabel.14 Model Summary a. Predictors: (Constant), bd, Kurs, Produksi
b. Dependent Variable: Ekspor
Dengan melihat pada Tabel.14 Model Summary, maka diketahui nilai Durbin-Watson nya yaitu 1.232. Dengan menggunakan nilai n=32 k=3 maka nilai Dl dan DF diketahui sehigga diperoleh nilai dL (1.1805) < d (1.232) < dU (1.6503), atau dL < d < dU. Sehingga jika melihat Tabel.9kriteria pengambilan keputusan, dapat di ambil kesimpilan bahwa tidak ada autokorelasi positif pada persamaan.
Tabel.9 Kriteria Pengambilan Keputusan Autokorelasi
Hipotesis Nilai d Keputusan
Tidak ada autokorelasi positif
terdapat tiga kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model ekonometrika yaitu : (1) kriteria ekonomi, (2) kriteria statistik, dan (3) kriteria ekonometrika.
Berdasarkan kriteria ekonomi model evaluasi dengan melihat apakah tanda dan besarnya parameter dugaan peubah-peubah penjelas dalam persamaan sesuai
48
dengan hipotesis. Berdasarkan kriteria statistik, akan dilihat besarnya nilai kouffefisien determinasi (R2), nilai uji F dan uji t.
5.2.2.1. Pengujian Koefisien Determionasi (R2)
Untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel-variabel independen menerangkan variabel dependen pada model secara bersama-sama. Nilai R2 dapat dilihat pada Tabel 14. Semakin besar nilai R2, maka semakin besar pula kemampuan variabel-variabel independen menerangkan variabel dependen. Untuk lebih akuratnya prediksi pengaruh kita dapat berpatokan pada nilai Adjusted R Square. a. Predictors: (Constant), bd, Kurs, Produksi
b. Dependent Variable: Ekspor
Tabel. 14 Model Summary di atas menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.98. Artinya 98% variabel independen mampu menerangkan variabel ekspor kakao, sisanya 2% dipengaruhi oleh faktor lain atau variabel bebas lain di luar persamaan.
5.2.2.2 Pengujian Secara Serempak (Uji F)
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara serentak terhadap variabel dependen. Di dalam uji F digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : β1 = β2 = β3 =0, artinya semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis alternatifnya adalah H1 :
H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Dan berikut ini untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara serentak terhadap varibel dependen.
Tabel. 15 ANNOVA Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 6.359E8 3 2.120E8 530.042 .000a
Residual 1.120E7 28 399890.820
Total 6.471E8 31
a. Predictors: (Constant), bd, Kurs, Produksi b. Dependent Variable: Ekspor
Nilai F-tabel di diperoleh dari Tabel Statistik F dengan cara melihat degree of freedom (df) untuk pembilang atau dikenal dengan df1 dan degree of freedom (df)
untuk penyebut atau dikenal dengan df2. Nilai df1 diperoleh dari rumus k - 1, dimana k adalah jumlah variabel (variabel terikat ditambah variabel bebas) sedangkan nilai df2 diperoleh dari rumus n - k, dimana n adalah jumlah observasi/sampel pembentuk regresi. Maka dapat ditentukan df1 = 4 - 1 = 3 dan df2 = 32 - 4 = 28. Pengujian dilakukan pada α = 5% maka nilai F-tabelnya adalah 2.95.
50
Tabel.15 di atas menunjukkan nilai F hitung yaitu 530.042 dengan tingkat signifikansi 0.000 sedangkan F tabel pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) adalah 2.95. oleh karena diperoleh hasil Fhitung (530.042) > Ftabel (2.95) dan tingkat signifikansi (0.000) < 0.05, artinya Ho ditolak atau H1 diterima. Artinya variabel Produksi, Kurs, dan kebijakan pemerintah berupa Bea Keluar secara serempak berpengaruh nyata terhadap ekspor kakao.
5.2.2.3. Pengujian Secara Parsial (Uji t)
Nila t-tabel diperoleh dari Tabel Statistik t dengan melihat nilai pada degree of freedom (df) dan probabilita (tingkat/taraf signifikansi). Nilai tersebut dapat kita
lihat pada coefficients uji SPSS pada Tabel.13 Sebagai berikut.
Tabel. 13 Coefficients observasi/sampel sedangkan k adalah banyaknya variabel (bebas dan terikat).
Sedangkan nilai probabilita didapat dengan melihat dua nilai taraf yang tertera.
Nilai yang lebih kecil menunjukkan probabilita satu arah sedangkan nilai yang lebih besar menunjukkan probabilita dua arah. Maka dapat ditentukan nilai df = 32 – 4 = 28. Probabilita dilihat pada kolom dengan nilai pada judul kolom
angka yang lebih besar, yaitu 0,05 karena pengujian dilakukan pada α = 5%.
Dengan demikian diperoleh nilai t-tabel adalah 1,70113.
Berdasarkan Tabel.12 dapat kita lihat bahwa variabel produksi dan Kurs secara parsial masing-masing berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap ekspor kakao. Dan kebijakan ekspor kakao berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap ekspor kakao.
5.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kakao di Sumatera Utara
Dalam penelitian ini dijelaskan tentang variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor kakao di Sumatera Utara. Dari hasil uji dapat diinterpretasikan pengaruh variabel produksi biji kakao (X1), kurs mata uang Indonesia dengan Malaysia (X2), dan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar (bd) terhadap ekspor biji kakao.
Berdasarkan hasil uji t maka rumus persamaan regresinya adalah : Ŷ = -21544.179 + 1.802X1 + 2.221X2 – 3231.993bd
Konstanta bernilai (-21544). Ini berarti jika semua variabel bebas memiliki nilai nol (0) maka nilai variabel terikat (Y) sebesar –21544 satuan.
5.3.1. Pengaruh Produksi (X1) terhadap Ekspor Kakao di Sumatera Utara Variabel produksi kakao (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah ekspor kakao dengan nilai koefisien sebesar 1.802. Koefisien regresi tersebut berarti jika terjadi peningkatan produksi biji kakao domestik sebesar satu ton maka akan meningkatkan ekspor kakao Sumatera Utara sebesar 1.802 ton.
52
Berdasarkan Variabel produksi biji kakao (X1) secara parsial menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah ekspor kakao yaitu pada taraf kepercayaan 95%. Dimana t-hitung (18.167) > t-tabel (2,04841), dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05.
Hipotesis menyatakan bahwa variabel kakao berpengaruh positif terhadap ekspor kakao di Sumatera Utara. Dari dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel produksi kakao berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao di Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar produksi kakao yang dihasilkan di Sumatera Utara akan meningkatkan ekspor kakao Sumatera Utara.
Peningkatan produksi kakao berpengaruh langsung secara positif terhadap ekspor kakao. Apabila produksi meningkat maka ketersediaan produk kakao juga meningkat sehingga kebutuhan biji kakao untuk industri dalam negeri dan juga permintaan kakao ekspor juga meningkat. Dan apabila terjadi penurunan produksi maka jangankan penawaran ekspor kakao, kebutuhan dalam negeri saja masih kekurangan.
Produksi sangat berpengaruh terhadap ekspor, sehingga apabila produksi meningkat maka penawaran ekspor kakao juga meningkat. Namun hasil produksi kakao Sumatera Utara masih di bawah standard, diduga karena pengolahan pasca panen yang kurang baik atau tidak di lakukan permentasi. Sehingga diperlukan peningkatan kualitas produksi kakao.
Peningkatan kualitas hasil produksi biji kakao ditandai dengan adanya peningkatan standar mutu biji kakao sesuai dengan syarat mutu biji kakao untuk diekspor. Hal tersebut dilakukan dengan cara memperhatikan mutu cita rasa yang
berasal dari proses fermentasi secara benar. Beberapa negara pengimpor biji kakao yang berasal dari Indonesia sangat mempertimbangkan beberapa hal, antara lain keamanan produk untuk dikonsumsi, produk yang ramah lingkungan dan cita rasa produk. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, produksi biji kakao Sumatera Utara yang sesuai dengan syarat mutu akan mampu meningkatkan ekspor biji kakao ke luar negeri.
Pada penelitian terdahulu,hasil pada penelitian Chairul (2016) menunjukkan bahwa variabel produksi kakao menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia. Dan pada penelitian Dmanik (2014) menunjukkan produksi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap ekspor kakao.
5.3.2. Pengaruh Nilai Kurs (X2) terhadap Ekspor Kakao di Sumatera Utara Variabel Kurs (X2) memiliki pengaruh yang sgnifikan terhadap jumlah ekspor kakao dengan nilai koefisien sebesar 2.221. Koefisien regresi tersebut berarti jika terjadi peningkatan nilai kurs mata uang Indonesia dengan Malaysia sebesar satu satuan maka akan meningkatkan ekspor kakao Sumatera Utara sebesar 2.221 ton.
Variabel nilai kurs terhadap ekspor kakao (X2) secara parsial menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ekspor biji kakao yaitu pada taraf kepercayaan 95%. Dimana t-hitung (3.045) > t-tabel (2,04841) dan tingkat signifikansi 0,005 < 0,05.
Apabila kurs valuta kita baik, maka harga barang-barang kita ikut naik dan secara relatif harga barang-barang di luar negeri menjadi murah, hal demikian akan
54
lebih baik, apabila memang ekspornya sendiri tidak menjadi terhambat sama sekali oleh kenaikan kurs tersebut (Amalia, 2007).
Hipotesis pada penelitian ini menyatakan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (Malaysia) berpengaruh positif terhadap ekspor kakao di Sumatera Utara. Dari penelitian ini kita ketahui bahwa variabel kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao di Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi apresiasi terhadap nilai tukar rupiah terhadap mata uang Malaysia, maka ekspor kakao akan meningkat.
Pada penelitian Anggraini (2016) diperoleh hasil penelitian bahwa produksi mempunyai hubungan positif dan tidak signifikan terhadap ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia dengan koefisien sebesar 0.034318. Harga pesaing mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia dengan koefisien sebesar 0.981934. Nilai tukar mempunyai hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia dengan koefisien sebesar -1.863939.
Untuk produksi dan nilai tukar, penelitian lain mempunyai perbedaan hasil dengan penelitian saat ini, hal ini mungkin disebabkan oleh hal lain diluar penelitian.
5.3.3. Pengaruh Bea Keluar (bd) terhadap Ekspor Kakao di Sumatera Utara Variabel kebijakan bea keluar kakao (bd) memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekspor kakao dengan nilai koefisien sebesar -3231.993. Koefisien regresi tersebut berarti jika terjadi peningkatan pada bea keluar ekspor kakao maka akan menurunkan ekspor biji kakao Sumatera Utara sebesar 3231.993 ton.
Variabel kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap ekspor kakao (bd) secara parsial menunjukkan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor biji kakao yaitu pada taraf kepercayaan 95%. Dimana t-hitung (-3,480) < t-tabel (0,04841) dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05.
Hail penetian ini sesuai dengan penelitian lain yaitu pada penelitian Chairul (2016) yang enyatakan hasil penelitiannya bahwa penerapan bea keluar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor kakao.
Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah untuk meningkatkan nilai komoditas kakao dan pendapatan dari ekspor komoditas kakao. Dari sektor hulu selama ini telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi seperti pemberdayaan petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT), Sistem Kebersamaan Ekonomi (SKE) serta penerapan teknologi pengendalian dengan metoda PSPSP (pemangkasan, sanitasi, panen sering dan pemupukan) untuk pengendalian PBK dan VSD serta penyediaan benih unggul.
Kebijakan-kebijakan di sektor hulu yang telah dilakukan masih parsial dalam skala kecil. Untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang ada secara terpadu sejak tahun 2009 pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao). Gernas kakao terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu:
peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki kondisi kebun yang tanamannya sudah tua, rusak, tidak produktif, dan terserang berat oleh hama dan penyakit.
Kakao merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di Indonesia.
56
10% dari harga untuk setiap biji kakao yang dibeli pabrik dalam negeri.
Sebaliknya, apabila petani mengekspor produknya ke luar negeri, PPN itu tidak dikenakan. Hal ini menyebabkan petani lebih suka melakukan ekspor. PPN sebesar 10% ini sendiri muncul sebagai akibat desakan Dana Moneter Internasional (IMF) pada tahun 2001. Setelah itu, sejumlah perusahaan kakao dunia masuk ke Indonesia dan bahkan mereka mengumpulkan biji kakao secara langsung dari petani. Akibatnya sekitar 156 perusahaan lokal perdagangan antar pulau yang bergerak dalam bidang perdagangan domestik banyak yang gulung tikar. Pabrik pengolahan kakao dalam negeri banyak pula yang kelabakan. Dari sekitar 14 pabrik pengolahan kakao yang ada di Indonesia saat itu, hanya tinggal beberapa yang masih bertahan (KPPU, 2009).
KPPU (2009) juga menemukan bahwa penghapusan PPN terhadap perdagangan biji kakao yang ditetapkan Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mampu mendongkrak kinerja industri pengolahan kakao di dalam negeri. Peningkatan ini terjadi karena selama ini para pelaku industri pengolahan kakao dalam negeri selalu kesulitan mendapatkan biji kakao dari petani dimana petani lebih menyukai untuk mengekspor biji kakao daripada memenuhi kebutuhan domestik. Dengan penghapusan PPN tersebut, industri menjadi lebih mudah mendapatkan bahan baku.
Tapi kebijakan tersebut masih belum sepenuhnya memperbaiki iklim industri pengolahan kakao dalam negeri sehingga pada tahun 2010 pemerintah secara
resmi menerapkan kebijakan Bea Keluar (BK) secara progresif terhadap eskpor biji kakao memalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Hasil kajian Kementerian Keuangan (2013) menyatakan bahwa pasca pemberlakuan kebijakan bea keluar biji kakao, tampak jelas adanya kebangkitan industri pengolahan kakao di Indonesia baik industri domestik maupun investasi baru dari perusahaan pengolahan kakao multinasional. Industri domestik kapasitas produksinya meningkat dari 130.000 ton pada tahun 2009 menjadi 280.000 ton tahun 2011. Tambahan investasi baru yang diperkirakan mulai beroperasi pada tahun 2013 dapat meningkatkan kapasitas produksi industri pengolahan kakao hingga mencapai 400.000 ton pada tahun 2014 sesuai proyeksi pemerintah.
Selanjutnya Kementerian Keuangan (2003) juga menyatakan bahwa kebijakan bea keluar Indonesia juga dimaksudkan untuk mengkompensasi perlakuan diskriminatif tarif bea masuk Uni Eropa terhadap impor kakao dari Indonesia, dimana atas impor biji kakao Indonesia dikenakan bea masuk 0% sementara atas impor kakao olahan dikenakan 7% - 9%.
Bea keluar atas biji kakao diharapkan mampu menghambat ekspor bahan mentah dan mendorong ekspor kakao olahan. Dengan struktur bea keluar yang berlaku sekarang, pada tingkat tarif 15% ekspor biji kakao tidak lagi menguntungkan dibanding ekspor kakao olahan.
58
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengujian dengan metode regresi linier berganda diperoleh kesimpulan dari penelitian sebagai berkut :
1. Ekspor kakao memberikan kontribusi positif terhadap PDRB sektor perkebunan di Sumatera Utara. Hal ini sesuai pada hipotesis, namun saat ini kontribusi ekspor telah menurun karena pemerintah berusaha menetapkan kebijakan untuk memajukan industri dalam negeri.
2. Produksi kakao, nilai tukar rupiah, dan bea keluar secara serempak berpengaruh sigifikan terhadap ekspor kakao di Sumatera Utara. Secara parsial, produksi kakao dan nilai tukar masing-masing berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao di Sumatera Utara, dan secara parsial bea keluar ekspor kakao berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor kakao di Sumatera Utara.
6.2. Saran
Saran kepada petani
Produksi kakao sebaiknya di tingkatkan agar kebutuhan industri dan kebutuhan ekspor terpenuhi. Harganya yang mahal akan mendorong kesejahteraan petani nantinya.
Saran Kepada Pemerintah
Dengan kebijaan bea keluar yang memiliki pengaruh menurunkan ekspor, namun industri kini mulai berkembang, sehingga diperlukan perhatian lebih dari pemerintah pada sektor indstri.
Saran Kepada Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti kembali pada salah satu faktor yaitu nilai tukar, karena tedapat perbedaan pengaruh nilai tukar tehadap ekspor antara penelitian ini dengan penelitian lain.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, L. 2007. Ekonomi Internasional. Graha Ilmu. Yogyakarta Amir, M.S. 1991. Ekspor Impor Teori dan Penerapannya. PPM. Jakarta
Anggraini, I. 2016. Analisis Pengaruh Produksi, Harga Pesaing Dan Nilai Tukar Tehadap Volume Ekspor Biji Kakao Indonesia Ke Malaysia Periode 2000-2014. Skripsi. Universitas Pasundan. Bandung
Arsyad, Bonar dan Syarifuddin. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Pajak Ekspor Dan Subsidi Harga Pupuk Terhadap Produksi Dan Ekspor Kakao Indonesia Pasca Putaran Uruguay. Jurnal. Universitas Hasanuddin.
Makassar
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2000-2015. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka 2000-2016. BPS SUMUT. Medan
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2016. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri 2005-2015. BPS Sumut. Medan
Barata, K. 2014. Panduan Praktis Ekspor Impor. Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup). Jakarta
Chairul. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan
Damanik, E. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Kakao Sumatera Utara Oleh Amerika Serikat. Tesis. MEP USU. Medan
Direktorat Jendral Pekebunan 2014-2016. Statistik erkabunan Indonesia (Kakao).
Dirjen Perkebunan. Jakarta
Ginting, L. 2013. Pengaruh Pemberlakuan Pajak Ekspor Terhadap Harga Domestik Biji Kering Kakao Sumatera Utara. Skripsi. FP USU. Medan Hasnudi dan Iskandar S. 2005. Rencaan Strategis Pembangunan Perkebunan di
Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2012. Lecture Papers. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Irwanto, E. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Komoditas Kakao Indonesia Ke Kawasan Uni Eropa. Skripsi. IPB.Bogor
Junardi dkk. 2014. Optimalisasi Areal Pertanian Kakao. Universitas Hasanuddin.
Makassar
Karmawati dkk. 2010. Budidaya Dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor
Kementian Keuangan 2003-2013 KPPU. 2009
Marjoko. 2017. Analisis Kinerja Ekspor 5 Komoditas Perkebunan Unggulan Indonesia Tahun 2012-2016. Skripsi.Universitas Sebelas Maret. Fakultas Pertanian. Yogyakarta
Mongdong dkk. 2013. Pengaruh Kurs Dan Gdp Amerika Serikat Terhadap Volume Ekspor Biji Kakao Pulau Sulawesi Ke Amerika Serikat.
Jurnal. Universitas Sam Ratulangi. Manado
Pambudi. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia Ke Malaysia Dan Singapura. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Semarang
Publikasi Statistik Indonesia 2002-2015
Rahmawati, D. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Praktik Perataan Laba. Skripsi. FE-UNDIP. Skripsi. Semarang
Rhesyawan, K. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia Ke China. UPN. Skripsi. Surabaya
Rukmana dan Herdi. 2016. Untung Selangit Dari Agribisbis Kakao. Lili Pubisher.
Yogyakarta
Sari, Y. 2016. Ekspor. di akses dari situs www.academia.edu/10241025/Faktor-Faktor_Yang _Mempengaruhi_Perkembangan_Ekspor
Sedyaningrum, dkk. 2016. Pengaruh Jumlah Nilai Ekspor, Impor Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar Dan Daya Beli M asyarakat Di Indonesia. Universitas Brawijaya. Malang
Setiawan. 1995.Produksi Benih .BumiAksara. Jakarta
Shinta dkk. 2008. Bangkitnya Perekenomian ASIA Timur Satu Dekade Setelah Krisis. Alex Media Komputindo. Jakarta
Siregar dkk. 2008. Produksi, Konsumsi, Harga dan Ekspor Kopi Indonsia Ke Negara tujuan Ekspor Utama Di Asia, Amerika, Dan Eropa. Skripsi.
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Petanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Sudarmanto. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Sukirno dan Sadono. 2002. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi ke 2. Rajawali Pers. Jakarta
Sunanto, H. 1992. Cokelat Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonomisnya. Konisius.
Yogyakarta
Suwarto dkk. 2014. Top 15 Tanaman Perkebunan. Penebar Swadaya. Jakarta Soetanto. 2016. pada harian kompas terbitan 26 November 2016
Veno, A. 2015. Analisis Daya Saing Ekspor Komoditas Kakao Indonesia. Skripsi.
Universitas Muhammadiah. Surakarta
Wahyudi dan Setyo. 2016. Konsep Dan Penerapan Ekonometrika Menggunakan E-views. Rajawali Pers. Jakarta
Zuhri dkk. 2015. Analisis Pengaruh Luas Kebun, Produksi dan Harga Ekspor Cengkeh terhadap Volume Eksor Cengkeh Jawa Tengah. Jurnal. Polteknik Negeri semarang. Semarang
Lampiran.1 Volume dan Nilai Ekspor Kakao Sumatera Utara
No Tahun Berat
(Ton) FOB (US$)
1 1995 37.525 46.210
2 1996 31.674 41.904
3 1997 38.468 51.795
4 1998 38.299 53.700
5 1999 31.090 29.639
6 2000 28.426 18.705
7 2001 28.053 22.616
8 2002 34.014 41.585
9 2003 25.797 36.937
10 2004 34.417 43.762
11 2005 34.417 43.762
12 2006 39.523 47.060
13 2007 49.594 70.244
14 2008 47.820 102.567
15 2009 58.051 126.680
16 2010 51.515 163.908
17 2011 32.608 94.980
18 2012 29.504 67.519
19 2013 30.023 69.434
20 2014 9.796 29.747
21 2015 5.308 15.497
Sumber :Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 1995-2015
Lampiran.2 Produksi Kakao di Sumatera Utara
No Tahun Produksi
1 1995 95752
2 1996 46650
3 1997 68879
4 1998 36805
5 1999 55280
6 2000 17425
7 2001 20197
8 2002 20321
9 2003 21215
10 2004 23923
11 2005 58594
12 2006 61085
13 2007 61791
14 2008 60252
15 2009 65052
16 2010 66466
17 2011 60676
18 2012 55680
19 2013 56550
20 2014 41618
21 2015 41117
Sumber :Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 1995 2015 Dinas Perkebunan Sumatera Utara 1995-2015
Lampiran 3. Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kakao
Sumber : Badan Pust Statistik 2008-2015
Lampiran 4. PDRB Sektor Perkebunan Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan
No Tahun PDRB (Juta)
1 1995 4957.80
2 1996 5357.80
3 1997 5718.22
4 1998 6243.58
4 1999 6577.50
6 2000 6815.38
7 2001 7072.58
8 2002 7247.58
9 2003 7392.71
10 2004 8097.00
11 2005 8574.74
12 2006 9099.53
13 2007 9561.65
14 2008 10235.55
15 2009 10813.82
16 2010 11475.71
17 2011 46711.17
18 2012 50177.61
19 2013 53339.09
20 2014 56633.73
21 2015 59648.23
Sumber : Badan Pusat Statistik 1995-2015
Lampiran 5. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kakao di Sumatera
Sumber : Badan Pusat Statistik 1995-2015
Lampiran 6. Kontribusi Ekspor Kakao terhadap PDRB Sektor Perkebunan
*FOB dalam bentuk Dollar,diubah ke Rupiah dengan dikali Rp 10000 Sumber : Badan Pusat Statistik 1995-2015
Lampiran 7. Hasil Uji Menggunakan Spss dengan Metode Enter
Lampiran 7. Hasil Uji Menggunakan Spss dengan Metode Enter