• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEOR

G. Kerangka Pikir

Dalam konteks pendidikan untuk semua (Education For All) dan

peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia yang dilandasi oleh prinsip pedidikan sepanjang hayat, pendidikan keaksaraan memiliki fungsi strategis untuk memenuhi hak pendidikan dasar bagi warga Negara. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar amandemen ke-IV juga telah dijelaskan bahwa salah satu tujuan Negara juga adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan oleh karena itu setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang merata dan bermutu sesuai minat dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik tanpa memandang status sosial, etnis dan gender. Dengan kata lain pemerintah melalui UUD 1945 dan amandemennya memiliki kewajiban untuk memberikan dan menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi masyarakat Indonesia, agar setiap warga negara Indonesia dapat menikmati pendidikan yang berkualitas sebagai salah satu usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional.

Pendidikan merupakan suatu dasar bagi sebuah Negara untuk dapat berkembang. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 3 mengenai pendidikan nonformal menyatakan; pendidikan nonformal merupakan pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangakan kemampuan peserta didik. Pendidikan nonformal adalah salah satu jalur pendidikan nasional yang turut bertugas dan bertanggungjawab untuk mengantar bangsa agar siap menghadapi perkembangan jaman dan mampu meningkatkan kualitas hidup bangsa dimasa mendatang. Pendidikan nonformal diprioritaskan ke dalam beberapa progam sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Keaksaraan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara, sebagaimana disebutkan dalam strategi peningkatan mutu pendidikan keaksaraan dasar: “Pengembangan dan penetapan standar kompetensi keaksaraan (SKK) dan standar isi (SI) pendidikan keaksaraan mulai dari keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan dan keaksaraan mandiri. Kemudian Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar menjadi acuan dan penjaminan mutu

dalam menyelenggarakan pendidikan keakasaraan dasar. Dalam penelitian ini penulis memutuskan untuk menyoroti tentang kebijakan pendidikan keaksaraan dasar. Karena penulis merasa bahwa kebijakan ini berhubungan dengan masyarakat golongan bawah dan jika kebijakan ini berhasil diimplementasikan maka dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Saleh Marzuki (2012:118) teori ekonomi mendukung keaksaraan fungsional dengan penelitian yang dilakukan oleh Philips (1964) dengan dasar rancangan expost facto, analisis sistem ekonomi yang menunjukkan adanya pertumbuhan produktivitas sebagai dampak pendidikan. Studi ini menunjukan bahwa sebagian besar dar pertumbuhan dibidang produksi di Negara berkembang sebagian besar berasal dari kemajuan teknis dan kualitas sumber daya manusia, yang keduanya merupakan peran pendidikan. Adapun dampak dari pendidikan keaksaraan terhadap produktivitas tergambar dalam penelitian Stanislav Strumlin (1965) yang menunjukan bahwa seorang pekerja yang berpendidikan setahun di sekolah dasar memiliki pertubuhan peoduktivitas sebesar 30%, sedangkan pekerja buta aksara yang dimagangkan di industri selama satu tahun hanya memiliki petambahan produktivitas sebesar 12%. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pendidikan keaksaraan memberikan sumbangan besar terhadap pembangunan ekonomi. Penelitian tersebut adalah salah satu bukti bahwa pendidikan keaksaraan dasar dapat meningkatkan produktivitas seseorang dan secara tidak langsung akan

memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik. Keaksaraan dasar merupakan suatu langkah awal dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas maka tujuan pambangunan nasional dapat tercapai.

Namun pada kenyataannya kondisi dan karakteristik geografi, ekonomi, serta sosial budaya Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan yang luas dan multikultural merupakan tantangan untuk terciptanya layanan pendidikan yang merata dan bermutu, salah satu dampaknya adalah terjadi permasalahan buta akasara. Mengacu pada data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai dengan tahun 2015 masih terdapat sekitar 3,56% atau sebanyak 5,7 juta jiwa dari keseluruhan penduduk Indonesia buta aksara. Mayoritas penyandang buta aksara tersebut adalah kaum perempuan dari keluarga miskin yang berdomisili diwilayah pedesaan yang mayoritas berusia diantara 15-59 tahun. Dengan adanya kondisi tersebut maka pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan dan peningkatan mutu pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal, guna untuk menekan angka buta aksara.

Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai bagaimana implementasi dari kebijakan keaksaraan dasar yang diselenggarakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Persada yang berada di Pendowo Harjo, kecamatan Sewon, Kab. Bantul, Yogyakarta, sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal yang

mengimplementasikan kebijakan pendidikan keaksaraan dasar yang menjadi salah satu program pendidikan nonformal yang diselenggarakan. PKBM Persada sendiri dipilih sebagai tempat penelitian berdasarkan rekomendasi dari Seksi Kesetaran Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga propinsi DIY. Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk lebih melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan keaksaraan dasar yang ada di PKBM Persada, peneliti menggunakan teori Edward dimana dalam keberhasilan Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu 1) Komunikasi: dimana implementor suatu kebijakan harus paham dengan apa yang dia kerjakan; 2) Disposisi: adalah komitmen dari orang yang mengimplementasikan suatu kebijakan; 3) Sumber Daya, yaitu sumber yang mendukung dalam implementasi suatu kebijakan; 4) Struktur Birokrasi, struktur dimana tugas dan tanggung jawab para implementor diatur. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar. Langkah-langkah ini dipilih sebagai salah satu upaya peneliti untuk melihat sejauh mana keberhasilan implementasi kebijakan keaksaraan dasar yang ada di PKBM Persada, Bantul, Yogyakarta.

Bagan 1. Kerangka Pikir

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006

Tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

dan Pemberantasan Buta Aksara

Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Di PKBM Persada Faktor

Pendukung

Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pendidikan Keakasaraan Dasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86

Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan

Dasar

Aspek yang dilihat dalam implementasi kebijakan:  Komunikasi  Disposisi  Sumber Daya  Struktur Birokrasi

Dokumen terkait