• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL."

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: Alfrendy Tatto NIM 12110241026

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

Orang yang tidak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah mecoba hal baru.

- Albert Einstein

Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul

dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Puji dan Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan kasihnya yang telah memberikan berkat dan tuntunan sehingga karya ini dapat selesai, karya ini saya persembahkan untuk:

1. Orang tua saya tercinta, Alm. Ayahanda Yusuf Amin dan Ibunda Marselina Embong Bulan, yang selalu mengajarkan kesabaran, memberikan dukungan, kasih sayang dan do’a, sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis ini.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.

(7)

vii

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL

Oleh Alfrendy Tatto NIM 12110241026

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada Bantul. Deskripsi tersebut terkait dengan Pendidikan Keaksaraan Dasar antara lain perencanaan, langkah dan evaluasi, serta faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, subjek dalam penelitian ini adalah ketua PKBM Persada, tutor keaksaraan dasar dan warga belajar pendidikan keaksaraan dasar, dengan objek penelitian implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada Bantul. Metode pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan model interaktif Miles dan Huberman meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, verifikasi/penarikan kesimpulan. Adapun validasi data yang menggunakan trianggulasi sumber, trianggulasi teknik dan trianggulasi waktu.

(8)

viii

yang menunjang dalam pembelajaran seperti meja belajar, kursi dan rak buku dan kesibukan dari warga belajar yang sering bertabrakan dengan jadwal pembelajaran keaksaraan dasar.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan kasihnya yang besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berisi tentang “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL” dengan baik dan lancar. Penulis menyadari keberhasilan yang diraih dalam penyusunan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak, maka penulis menyampaikan ucapan trimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya bisa berjalan dengan lancar.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasitlitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta dan Dosen Pembimbing Akademik.

4. Dr. Arif Rohman, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta menyetujui skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu

(10)

x

6. Ketua dan Tutor PKBM Persada yang telah memberikan izin dan kemudahan selama proses penelitian.

7. Warga belajar dari PKBM Persada yang ikut berpartisipasi selama proses penelitian.

8. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang, semangat dan doa demi keberhasilan dalam studi.

9. Kakak saya tercinta Dermiati Tatto dan Novianti Tatto yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa.

10.Fitri Ramadhani yang memberikan semangat dan dukungan selama masa studi.

11.Rekan-rekan mahasiswa Prodi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan dukungan, masukan dan saran selama penyusunan skripsi dan masa studi. 12.Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah

memberikan dukungan selama penulisan skripsi ini.

Akhir kata semoga penulisan ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

(11)

xi A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Batasan Masalah ... 6

B.Proses Perumusan Kebijakan ... 14

C.Kajian Implementasi ... 18

D.Kajian Keaksaraan Dasar ... 27

E.Kajian PKBM... ... 32

F. Penelitian Yang Relevan ... 36

G.Kerangka Pikir ... 39

H.Pertanyaan Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 47

B.Setting Penelitian ... 48

(12)

xii

D.Instrument Penelitian ... 49

E.Metode Pengumpulan Data ... 49

F. Teknik Analisis Data ... 52

G.Teknik Uji Validitas Data ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi PKBM Persada...57

1. Profil PKBM Persada... ... 57

2. Pengalaman Lembaga Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan 5 Tahun Terakhir... ... 58

3. Prestasi Yang Pernah Diperoleh... ...59

4. Mitra PKBM... ...60

5. Struktur Organisasi PKBM Persada... ...61

6. Uraian Tugas Pengelola/Penyelenggara PKBM... ... 62

7. Sejarah PKBM Persada... ...63

8. Visi dan Misi... ... 64

9. Personalia Tenaga Pendidik Keaksaraan Dasar... ...65

10. Sarana dan Prasarana PKBM Persada... ...66

B. Hasil Penelitian... ...67

1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... ...67

2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... ....98

3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Perdada... ...100

C. Pembahasan... ...102

1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... 102

2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... .... 121

(13)

xiii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... ...123

B. Saran... . ...128

DAFTAR PUSTAKA.... ... 131

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

(15)

xv

DAFTAR BAGAN

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Tampak Depan Tempat Pembelajaran Keaksaraan Dasar.. ... 172

Gambar 2. Tampak Bagian Dalam Tempat Pembelajaran.. ... 172

Gambar 3. Pembelajaran Keaksaraan Dasar.... ... 173

Gambar 4. Pembelajaran Keaksaraan Dasar. ... 173

Gambar 5. Wawancara Tutor Keaksaraan Dasar... ... 174

Gambar 6. Wawancara Tutor Keaksaraan Dasar.. ... 174

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Catatan Lapangan... ... 135

Lampiran 2. Pedoman Wawancara. ... 141

Lampiran 3. Transkrip Wawancara Yang Telah Direduksi... ... 146

Lampiran 4. Daftar Gambar... ... 172

Lampiran 5. Surat Penetapan Akreditasi PKBM Persada... 176

Lampiran 6. Pengesahan Pendirian Badan Hukum. ... 180

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Dari BAPPEDA Bantul... ... 182

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian Dari FIP... ... 183

(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran sangat penting dalam proses

pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena

sejatinya tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi

pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani

dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung

jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai

amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 telah memiliki kewajiban untuk

memberikan dan menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi

masyarakat Indonesia, agar setiap warga negara Indonesia dapat

menikmati pendidikan yang berkualitas sebagai salah satu usaha untuk

menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mewujudkan

pembangunan nasional.

Selain berkewajiban untuk memberikan pendidikan yang bermutu,

pemerintah juga berkewajiban untuk memberikan pendidikan yang merata

bagi masyarakat. Mengingat kesenjangan pendidikan di Indonesia masih

terbilang tinggi, seperti pendidikan masih belum bisa diakses oleh semua

(19)

tinggi dan perlu ada upaya dari pemerintah untuk melakukan pemerataan

pendidikan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) dan pasal 11 ayat (1) berbunyi:

“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ( pasal 5 ayat 1)”.

“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (pasal 11, ayat 1)”.

Undang-undang ini menjadi landasan dalam memutuskan

Permendiknas Nomor 35 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan

Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Sasaran

GNP-PBA adalah: 1) Penduduk buta aksaran usia 15 tahun keatas,

dengan prioritas penduduk buta aksara usia 15-44 tahun; 2) Penduduk

buta aksara parsial atau penduduk yang hanya bisa membaca dan

menulis selain huruf latin. Dalam Petunjuk Teknis Program

Pendidikan Keaksaraan Dasar Tahun 2016 Pendidikan Keaksaraan

Dasar diartikan sebagai Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan

pendidikan bagi warga masyarakat buta aksara latin usia 15-59 tahun,

prioritas 45 tahun ke atas agar memiliki sikap, pengetahuan,

keterampilan dalam menggunakan Bahasa Indonesia, membaca,

menulis, dan berhitung, untuk mendukung aktivitas sehari-hari dalam

kehidupan keluarga dan masyarakat. Biaya Operasional Keaksaraan

(20)

lembaga/organisasi untuk menyelenggarakan program pendidikan

keaksaraan dasar bagi penduduk dewasa dengan kemampuan melek

aksara parsial yang cenderung buta aksara, agar memiliki

kemampuan membaca, menulis, berhitung, mendengarkan dan

berbicara untuk mengkomunikasikan teks lisan dan tulis dengan

menggunakan aksara dan angka dalam bahasa Indonesia.

Dalam implementasi kebijakan pendidikan keaksaraan dasar,

telah disusun suatu pedoman untuk penyelenggaraan pendidikan

keaksaraan dasar yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2004 tentang

pedoman penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar, dengan tujuan:

1) menjamin penyelenggaran pendidikan keaksaraan dasar; 2) mendorong

pengembangan budaya mutu pendidikan keaksaraan dasar; 3) mendorong

percepatan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan keaksaraan

dasar; 4) melindungi warga Negara dari praktik pendidikan keaksaraan

dasar yang tidak terstandar; dan 5) menuntaskan target pemberantasan

buta aksara. Materi yang dikembangkan dalam pedoman penyelenggaraan

pendidikan keaksaraan dasar ini berlandaskan pada 8 (delapan) standar

nasional pendidikan yang meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi,

standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidika, standar sarana

dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiyayaan, dan standar

(21)

Di daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri angka buta aksara

menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka buta aksara di DIY

bagi penduduk berusia diatas 45 tahun masih 19,6 % dari total jumlah

penduduk usia diatas 45 tahun. Berdasarkan data dari pra observasi yang

dilaksanakan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa

Yogyakarta mengenai jumlah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)

dan PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) yang aktif di Propinsi DIY

diketahui di Kota Yogyakarta terdapat 7 PKBM yang akan menangani 350

orang, dan PKK yang akan menangani 50 orang, sehingga total terdapat

400 orang buta aksara yang akan diberantas di Kota Yogyakarta. Di

Kabupaten Bantul, terdapat 33 PKBM yang akan menangani 2450 orang,

dan PKK Bantul yang akan menangani 100 orang, sehingga total terdapat

2550 orang buta aksara yang akan diberantas di Kabuapaten Bantul. Di

Kabupaten Kulonprogo, terdapat 11 PKBM yang akan menangani 550

orang, dan PKK yang akan menangani 150 orang, sehingga total terdapat

700 orang buta aksara yang akan diberantas di Kulonprogo. di Sleman,

terdapat 18 PKBM yang akan menangani 2150 orang buta aksara, dan

sejumlah itulah angka buta aksara yang akan dihapus di Sleman. Terakhir,

terdapat 37 PKBM di Gunungkidul yang akan menangani 2900 orang buta

aksara, ditambah PKK Gunungkidul yang akan menangani 1300 orang

buta aksara, sehingga total terdapat 4200 orang buta aksara yang akan

(22)

dijumlah maka akan terdapat sepuluh ribu orang buta aksara yang akan

diberantas di DIY.

Dengan kondisi tingginya angka orang buta aksara tersebut maka

pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Dinas Pendidikan

Pemuda dan Olahraga Propinsi DIY, mengupayakan pemberantasan buta

aksara melalui pendidikan keaksaraan dasar. Pendidikan keaksaraan dasar

merupakan bentuk layanan bentuk Pendidikan Non Formal untuk

membelajarkan warga masyarakat buta aksara, agar memiliki kemampuan

menulis, membaca, berhitung dan menganalisa, yang berorientasi pada

kehidupan sehari – hari dengan memanfaatkan potensi yang ada

dilingkungan sekitarnya, sehingga warga belajar dan masyarakat dapat

meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. Pelaksanaan pendidikan

keaksaraan dasar dilaksanakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat) yang aktif di berbagai wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

yang diharapkan dapat menekan angka buta aksara di Yogyakarta.

Tema penelitian ini dipilih dengan alasan untuk mengetahui

implementasi dari kebijakan keaksaraan dasar seperti proses belajar

mengajar, strategi pembelajaran, materi yang dikembangkan, rekrutmen

peserta didik, pencapaian hasil belajar, dan komponen penyelenggaraan

pendidikan keaksaraan. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah

(23)

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka

identifikasi masalah dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melek aksara

2. Masih kurang meratanya pendidikan dan pengembangan mutu

pendidikan keaksaraan dasar diberbagai daerah.

3. Pemerintah masih perlu menggencarkan pendidikan keaksaraan

dasar agar dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas.

4. Perlunya dukungan dari semua pihak demi terselenggarakannya

pendidikan keaksaraan dasar yang bermutu demi peningkatan taraf

hidup masyarakat.

C. Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan masalah yang akan diteliti maka, dalam

penelitian ini, peneliti membatasi hanya pada Implementasi Kebijakan

Keaksaraan Dasar di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)

(24)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah,

dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di

PKBM Persada?

2. Faktor apakah yang menjadi pendukung dalam Implementasi

Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar?

3. Faktor apakah yang menjadi penghambat dalam implementasi

kebijakan pendidikan keaksaraan dasar?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM

Persada.

2. Faktor pendukung dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan

Keaksaran Dasar.

3. Faktor penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan

(25)

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan paparan diatas, maka paling tidak terdapat dua

manfaat yang diinginkan dari hasil penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan

manfaat praktis.

A. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memperluas keilmuan terutama bagi

pengembangan Studi Kebijakan Pendidikan, yang pada akhirnya dapat

memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang berkaitan dengan pendidikan keaksaraan dasar.

B. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM) mengenai implementasi kebijakan keaksaraan dasar.

b. Memberikan informasi bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya seksi kesetaraan

dalam membuat dan menerapkan kebijakan keaksaraan dasar dan

pemerataan pendidikan.

c. Memberikan wawasan bagi penelitian bagi penelitian berikutnya

dan dapat dijadikan salah satu referensi untuk penelitian bidang

(26)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan merupakan suatu rangkaian konsep dan landasan

yang menjadi dasar atau pedoman dalam melaksanakan suatu

pekerjaan, kegiatan, dan program. Kebijakan (policy) secara etimologi

berasal dari bahasa Yunani, yaitu Polis yang memiliki arti kota.

Munculnya suatu kebijakan dilatar belakangi oleh suatu masalah yang

terjadi, sehingga kebijakan dirumuskan agar dapat menjadi solusi

dalam penyelesaian masalah yang terjadi.

Sudiyono (2007:3) menyebutkan, munculnya suatu

permasalahan pasti akan diselesaikan dengan suatu kebijakan, inilah

yang melatar belakangi adanya suatu kebijakan, salah satunya adalah

kebijakan pendidikan. Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa

Indonesia cukup 5 masalah yaitu 1) Pemerataan pendidikan; 2) Daya

tampung pendidikan; 3) Relevansi pendidikan; 4) Kualitas pendidikan;

5) Efisiensi dan efetifitas pendidikan.

Terdapat berbagai kajian mengenai pengertian dari kebijakan

yang telah dirumuskan oleh para ahli, berikut adalah

pengertian-pengertian dari kebijakan menurut para ahli.

Menurut Syafaruddin dalam bukunya Efektifitas Kebijakan

(27)

Kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan kegiatankegiatan berulang dan rutin yang terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan. Definisi lain dijelaskan oleh Gemage dan Pang, kebijakan adalah terdiri dari persyaratan tentang sasaran dan satu atau lebih pedoman yang luas untuk mencapai sasaran tersebut sehingga dapat dicapai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan program (Syafaruddin, 2008:76).

Pendapat lain dikemukakan oleh Carl J. Frendrick, seperti

dikutip dalam Sudiyono sebagai berikut:

Kebijakan dimaknai sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan oleh perorangan, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan memberikan gambaran tentang hambatan dan kesempatan dalam pelakasanaanya untuk mencapai tujuan. Artinya, kebijakan dapat berasal dari perorangan, kelompok maupun pemerintah. Tentu saja hal ini sangat tergantug pada sistem politik dan budaya suatu Negara (Sudiyono, 2007:3-7).

Rumusan mengenai kebijakan menurut Perserikatan Bangsa

Bangsa (PBB) dalam Arif Rohman adalah sebagai berikut:

(28)

2. Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan adalah suatu hasil dari kajian mengenai

berbagai permasalahan dalam pendidikan, dalam upaya untuk

mendapatkan suatu solusi dalam mengatasi pemasalahan pendidikan.

Kebijakan pendidikan juga merupakan landasan dalam melaksanakan

praktek pendidikan. Berbagai macam kebijakan pendidikan telah

dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menjadi

pedoman dan peraturan dalam dunia pendidikan. Dengan adanya

kebijakan yang mengatur pendidikan diharapkan

permasalahan-permasalahan pendidikan dapat diminimalisir seminimal mungkin.

Berikut adalah pengertian (definisi) dari kebijakan pendidikan

menurut para ahli:

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan dari proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi-misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008: 140).

Arif Rohman dalam bukunya Memahami Pendidikan dan Ilmu

Pendidikan, mengungkapkan:

(29)

program serta rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan (Arif Rohman 2009:107).

Suatu kebijakan mempunyai makna intensional, oleh karena itu

kebijakan mengatur tingkah laku seseorang atau organisasi dan

kebijakan meliputi pelaksanaan serta evaluasi akan menentukan bobot

serta validitas dari kebijakan tersebut. Aspek-aspek yang tercakup

dalam kebijakan pendidikan dalam H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho

(2008:141-154) antara lain: 1) Kebijakan pendidikan merupakan suatu

keseluruhan deliberasi mengenai hakikat manusia sebagai makhluk

yang menjadi manusia dalam lingkungan kemanusiaan; 2) Kebijakan

pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis yaitu

kesatuan antara teori dan praktik pendidikan; 3) Kebijakan pendidikan

haruslah mempunyai validitas dalam dalam mengembangkan pribadi

serta masyarakat yang memiliki pendidikan bagi perkembangan

individu; 4) Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan

pengembangan. Suatu kebijakan pendidikan merupakan pilihan dari

berbagai alternatif kebijakan sehingga perlu output dari kebijakan

tersebut dalam praktek; 5) Kebijakan pendidikan berkaitan dengan

penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan tertentu. Setiap

kebijakan pendidikan haruslah ditopang oleh riset dan pengembangan

agar dalam kesamaan arah yang ditentukan oleh stretch goals; 6)

Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan tetapi

kepada kebutuhan peserta didik. Menyadari hal itu, sebaiknya

(30)

kekuasaan untuk memfasilitasi dalam pengembangan peserta didik; 7)

Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat.

Kebijakan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan

peserta didik; 8) Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan

kebutuhan peserta didik. Titik tolak dari segala kebijakan pendidikan

adalah untuk kepentingan peserta didik.

Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa, kebijakan

pendidikan merupakan suatu upaya dalam memfasilitasi suatu

penyelesaian permasalahan dalam pendidikan. Kebijakan pendidikan

merupakan suatu landasan dan pedoman yang mengatur pelaksanaan

pendidikan agar pendidikan yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai

dengan target.

Dalam perumusan suatu kebijakan pendidikan dibutuhkan

suatu riset untuk mengetahui keefektifan dari kebijakan yang akan

dirumuskan. Kebijakan pendidikan yang akan dirumsukan harus

berdasarkan fakta dan bukti empirik di lapangan untuk mengetahui

input dari kebutuhan masyarakat, hasil riset yang benar dan

berdasarkan kebutuhan di lapangan akan menghasilkan suatu

kebijakan pendidikan yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat,

dengan kata lain kebijakan pendidikan yang diterapkan tersebut

efektif. Untuk selanjutnya kebijakan pendidikan yang telah

(31)

selanjutnya kebijakan pendidikan yang telah diterapkan dievaluasi

untuk mengetahui tingkat keberhasilannya maupun kekurangannya.

Penelitian kebijakan pendidikan yang berdasarkan riset yang benar

inilah yang sangat dibutuhkan oleh lembaga pendidikan maupun

instansi pemerintahan yang bertanggung jawab dalam pendidikan,

agar dapat menghasilkan suatu kebijakan pendidikan yang efektif dan

mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

3. Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar

Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan pendidikan adalah

berupa pedoman yang disusun untuk menjadi landasan dalam praktek

pendidikan. Menurut H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho:

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan dari proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi-misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008: 140).

Setelah mengetahui apa itu kebijakan pendidikan maka diperlukan

kajian mengenai keaksaraan dasar, dalam Petunjuk Teknis Keaksaraan

Dasar tahun 2015, menyebutkan:

(32)

Dalam Panduan Penyelenggaraan dan Pembelajaran

Pendidikan Keaksaraan Dasar Tahun 2015, Menyebutkan:

Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan pendidikan bagi penduduk buta aksara agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia, dan menganalisa sehingga memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri (Kemendikbud 2015:3).

Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa

kebijakan pendidikan keaksaran dasar perumusan

langkah-langkah strategis pendidikan yang dirumuskan berdasarkan visi

dan misi pendidikan, dengan tujuan sebagai pedoman untuk

menyelenggarakan layanan pendidikan untuk warga masyarakat

yang buta aksara agar dapat memiliki kemampuan membaca,

menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia.

4. Landasan Hukum Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Pendidikan keaksaraan dasar adalah salah satu upaya

pemerintah dalam pemberantasan buta aksara. Dalam Instruksi

Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan

Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara, menginstruksikan

(33)

a. Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan

Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan

Pemberantasan Buta Aksara;

b. Melaksanakan, mengendalikan, memantau dan mengevaluasi

Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta

Aksara.

Selanjutnya instruksi presiden menjadi acuan dalam menyusun

Permendiknas Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 tentang

Pedoman Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

Peraturan tersebut menyebutkan mengenai strategi pelaksanaan

GNP-PBA untuk pemberantasan buta aksara dengan sasaran yaitu:

1. Penduduk buta aksara usia 15 tahun keatas, dengan prioritas

penduduk buta aksara usia 15-44 tahun.

2. Penduduk buta aksara parsial atau penduduk yang hanya bisa

membaca dan menulis selain huruf latin.

Dalam strategi pelaksanaan GNP-PBA peningkatan mutu pendidikan

keaksaraan dilakukan dengan pengembangan dan penetapan Standar

Kompetensi Keaksaraan (SKK) dan Standar Isi (SI) pendidikan

keaksaraan mulai dari keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan dan

(34)

Untuk menjaga kualitas proses dan pencapaian tujuan

pendidikan keaksaraan dasar maka Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan Menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 86 Tahun 2014 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar, yang bertujuan

untuk:

1. Menjamin penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar.

2. Mendorong pengembagan budaya mutu pendidikan keaksaraan dasar.

3. Mendorong percepatan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan keaksaraan dasar.

4. Melinungi warga negara dari praktik pendidikan keaksaraan dasar yang tidak terstandar.

5. Menuntaskan target pemberantasan buta aksara.

Peraturan menteri pendidikan dan instruksi presiden diatas menjadi

landasan hukum bagi Kemendikbud untuk menyusun Panduan

Penyelenggaraan dan Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan Dasar

Tahun 2015 yang merupakan bentuk dukungan terhadap penerapan

Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 84 Tahun 2014 tersebut agar

lebih aplikatif dan implementatif, untuk mendorong terciptanya

pendidikan keaksaraan dasar yang mampu berkontribusi terhadap

penurunan jumlah penduduk buta aksara, peningkatan minat baca,

(35)

B. Proses Perumusan Kebijakan

1. Teori Perumusan Kebijakan Pendidikan

Perumusan kebijakan adalah proses dimana kebijakan tersebut

dibuat berdasarkan pertimbangan dan kajian-kajian yang dilakukan

berdasarkan pengalaman empirik dan riset yang telah dilakukan,

untuk selanjutnya dijadikan landasan dalam perumusan kebijakan.

Terdapat berbagai teori perumusan kebijakan menurut para

ahli yang menjadi landasan dalam pembuatan kebijakan pendidikan,

salah satunya adalah teori perumusan kebijakan pendidikan menurut

Hudson dalam Arif Rohman (2014:125-128) sebagai berikut: 1)

Teori radikal, Teori ini menekankan kebebasan lembaga lokal dalam

menyusun sebuah kebijakan pendidikan. Semua kebijakan

pendidikan yang menyangkut penyelenggaraan dan perbaikan

penyelenggaraan pendidikan ditingkat daerah diserahkan kepada

daerah; 2) Teori advokasi (advocacy theory) agak berbeda dengan

teori radikal diatas. Teori advokasi ini tidak menghiraukan

perbedaan-perbedaan seperti karakteristik lembaga, lingkugan sosial

dan kultural, lingkungan geografis, serta kondisi lokal lainnya.

Sebaliknya teori advokasi ini lebih mendasarkan pada argumentasi

yang rasional, logis dan bernilai; 3) Teori transaktif (transactive

theory) ini menekankan bahwa perumusan kebijakan sangat perlu

didiskusikan secara bersama dulu dengan semua pihak. Hasil dari

(36)

dahulu secara perlahan-lahan. Pada dasarnya teori transaktif ini

sangat menekankan harkat individu serta menjunjung tinggi

kepentingan masing-masing pribadi; 4) Teori sinoptik (synoptic

theory) lebih menekankan bahwa dalam menyusun sebuah kebijakan

supaya menggunakan metode berfikir sistem. Obyek yang dirancang

dan terkena kebijakan, dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat

dengan tujan yang sering disebut dengan ‘misi’; 5) Teori Inkremental

(inchremental theory) ini adalah teori yang menekankan pada

perumusan kebijakan pendidikan yang berjangka pendek serta

berusaha menghindari perencanaan kebijakan yang berjangka

panjang. Penekanan semacam ini diambil disebabkan karena

masalah-masalah yang dihadapi serta performa dari para personalia

pelaksana kebijakan dan kelompok yang terkena kebijakan sulit

diprediksi.

2. Proses Perumusan Kebijakan Pendidikan

Proses pembuatan kebijakan adalah proses mengkaji masalah

dan konsep. Dalam pembuatan kebijakan terdapat banyak aspek,

proses dan variabel yang perlu untuk dikaji secara intensif. Untuk

mengkaji kebijakan publik ke dalam kebijakan pendidikan proses

penyusunan kebijakan dibagi dalam berbagai tahap dan fase. Berikut

adalah fase-fase penyusunan dalam pembuatan kebijakan menurut

(37)

1. Fase penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

2. Fase formulasi kebijakan

Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan meihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.

3. Fase adopsi kebijakan

Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.

4. Fase implementasi kebijakan

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.

5. Fase penilaian kebijakan

Unit-unit pemeriksaan dan akutansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif dan peradilan memenuhi persaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan (William N. Dunn 1999:24).

Adapun tahap-tahap prosedur pembuatan kebijakan menurut

William Dunn (1999:26-29) sebagai berikut: 1) Perumusan masalah,

yaitu tahap yang dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari

definisi masalah dan memesuki proses pembuatan kebijakan melaui

perumusan agenda (agenda setting); 2) Peramalan adalah tahap

menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang

(38)

alternatif. Dalam tahap formulasi kebijakan peramalan dapat menguji

masa depan yang plausibel, potensial, dan secara normatif bernilai,

mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau diusulkan,

mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam

pencapaian tujuan. mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan

oposisisi) dari berbagai pilihan; 3) Rekomendasi adalah suatu tahap

membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan-kebijakan

tentang manfaat atau biyaya dari berbagai alternatif. Rekomendasi

membantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian,

mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam

pembatan pilihan, dan menentukan pertanggung jawaban

administratif bagi implementasi kebijakan; 4) Pemantauan

(Monitoring) adalah tahap dimana kebijakan dipantau untuk

mengetahui keberhasilan dari kebijakan yang dibuat. Pemantauan

(monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya.

Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan

akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program,

mengidentifikasi hambatan dan rintangan imlementasi; 5) Evaluasi

membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang

ketidak sesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan

(39)

kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan

kebijakan.

C. Kajian Implementasi

1. Pengertian Implementasi

Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari

sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. kata

implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau

mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti

bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan

yang terencana dan dilakukan berdasarkan acuan norma tertentu untuk

mencapai tujuan kegiatan.

Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks

Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya

mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :

“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”(Usman, 2002:70).

Pengertian implementasi yang dikemukakan di dalam buku

Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, dapat dikatakan bahwa

implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan

yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan

(40)

implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek

berikutnya.

Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi

Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya

mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut:

Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif (Setiawan, 2004:39).

Charles O. Jones dalam Arif Rohman menyatakan:

Implementasi adalah suatu aktifitas yang dimaksudkan untuk mengoperasikan program tersebut adalah: 1). Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumber daya unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan; 2). Interpretasi, yaitu aktifitas menafsirkan agar program menjadi pengarahan yang dapat diterima serta dapat dilaksanakan; 3). Aplikasi berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Implementasi kebijakan pendidikan merupakan proses yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan adminsitratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada kelompok sasaran (target group)

melainkan juga menyangkut faktor hukum, politik, ekonomi sosial, yang langsung terlibat dalam program (Arif Rohman 2014:135).

Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat

dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk

melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan

harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam

tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai

(41)

implementasi merupakan suatu tindakan melaksanakan semua

program kebijakan yang telah ditentukan, dengan memperhatikan

segala tugas, menaati peraturan, dan mengitegrasikan program pada

berbagai faktor agar sesuai dengan tujuan dari kebijakan atau program

yang telah dibuat.

2. Pengertian Implementasi Kebijakan

Seperti yang kita ketahui implementasi adalah sebuah

pelaksanaan dari perencanaan yang sudah disusun dan direncanakan

secara terperinci. Implementasi selalu berkaitan dengan kebijakan,

karena kebijakan sendiri memerlukan implementasi agar program

tersebut dapat diterapkan.

Implementasi merupakan tahap yang penting dalam proses

kebijakan pendidikan, suatu program atau kebijakan harus

diimplementasikan untuk diketahui dampak dan hasil dari kebijakan

tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan pendidikan

merupakan proses yang kompleks dan memiliki tahap dari

pendefinisian masalah hingga evaluasi dampak kebijakan, hal ini

berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan salah satu variabel

penting yang berpengaruh terhadap suatu keberhasilan kebijakan

terhadap persoalan-persoalan dalam dunia pendidikan.

Proses implementasi kebijakan pendidikan melibatkan

(42)

mencapai suksesnya implementasi kebijakan pendidikan tersebut.

Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Arif Rohman (2014:134)

implementasi kebijakan adalah keseluruhan tindakan dan upaya yang

dilakukan individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah dan

swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah

ditentukan terlebih dahulu. Yakni tindakan-tindakan yang merupakan

usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan kedalam istilah

operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai

perubahan-perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh

keputusan-keputusan kebijakan.

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh

beberapa variabel dan faktor yang berkaitan satu sama lain, terdapat

beberapa teori variabel yang mempengaruhi implementasi dari

beberapa ahli antara lain:

Edward implementasi kebijakan dipengaruhi oleh variabel

sebagai berikut:

a. Komunikasi, agar implementasi menjadi efektif,maka mereka yang bertanggungjawab untuk mengimplementasikan suatu keputusan harus paham dengan yang seharusnya mereka kerjakan.

b. Sumberdaya, jika personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebijakan kurang sumberdaya untuk melakukan pekerjaan efektif, maka implementasi tidak akan efektif pula.

(43)

karena kekurangan dalam struktur birokraasi (Edward 2003: 12-13).

Sedangkan menurut Grindle implementasi kebijakan

dipengaruhi oleh dua variabel yaitu:

a. Variabel isi kebijakan, mencakup: kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, (siapa) pelaksana program dan sumber daya yang dikerahkan.

b. Variabel lingkungan kebijakan, mencakup: seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi dan rejim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsibilitas kelompok sasaran (Subarsono, 2005:93).

Berikutnya dalam pandangan Weimer dan Vining ada tiga

kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi

suatu kebijakan, yaitu:

a. Logika kebijakan, suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan mendapat dukungan teoritis.

b. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan mempengaruhi keberhasilan implemetasi suatu kebijakan. c. Kemampuan implementasi kebijakan, keberhasilan suatu

kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan (Subarsono, 2005:103).

Suatu implementasi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

berpengaruh dalam keberhasilan implementasi, berikut adalah teori

para ahli mengenai faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan

implementasi.

Meter dan Horn menyatakan bahwa model implementasi

(44)

a. Standar dan sasaran kebijakan yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.

b. Sumberdaya kebijakan berupa dana pendukung implementasi. c. Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran

digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.

d. Karakteristik pelaksanaan, yaitu karakteristik organisasi yang merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program.

e. Kondisi sosial, ekonomi politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan.

f. Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan (Tangkilisan, 2003:20).

Dari kajian-kajian diatas dapat disimpulkan bahwa

implementasi kebijakan adalah tahap dimana kebijakan yang telah

dirumuskan ditransformasikan kedalam bentuk tindakan untuk

mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini teori

yang dipilih untuk menganalisa implementasi dari kebijaian

pendidikan keaksaraan dasaar adalah teori Edward, dimana

keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan dilihat dari

beberapa aspek yaitu: Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan

Struktur Birokrasi.

D. Kajian Keaksaraan Dasar 1. Pendidikan Non-Formal

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar

pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan

berjenjang. Program pendidikan nonformal melalui proses penilaian

(45)

daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Proses

belajar pendidikan nonformal sendiri diorganisaikan diluar sistem

persekolahan atau pendidikan formal, baik dilaksanakan terpisah

maupun merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih

besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu, seperti

warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang

berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan

formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Berikut adalah beberapa konsep dasar dari pendidikan

nonformal yang merupakan kerangka umum menganalisis

fenomena-fenomena yang terjadi dimasyarakat menurut Saleh Marzuki

(2012:136-140) sebagai berikut:

1. Konsep dasar pertama adalah pendidikan dipandang sebagai proses

belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan

upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama

dia hidup.

2. Konsep dasar yang kedua adalah kebutuhan belajar minimum yang

esensial (minimum essential learning needs). Yang dimaksud

dengan kebutuhan belajar disini adalah sesuatu yang harus

diketahui dan dapat dikerjakan oleh anak-anak, baik laki-laki

maupun perempuan, sebelum mereka mereka bertanggung jawab

(46)

3. Proses pertumbuhan dalam masyarakat transisi memerlukan

layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara

efektif.

4. Konsep dasar keempat terkait dengan peran pendidikan dalam

pengembangan pedesaan. Para pakar telah banyak menulis tentang

pembangunan nasional menyeluruh terutama tentang pertumbuhan

ekonomi. Dalam peran pendidikan dalam pengembangan

pedesaan, pendidikan hendaknya dipandangn sebagai salah satu

input yang diperlukan bagi pembagunan pedesaan.

Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

non formal adalah layanan pendidikan yang dilaksanakan diluar

pendidikan formal (Sekolah), dengan tujuan agar dapat memberikan

masyarakat layanan pendidikan yang berkualitas dengan proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh

pemerintah. Adapun konsep yang digunakan dalam penyelenggaraan

pendidikan non-formal adalah, pendidikan dipandang sebagai proses

belajar sepanjang hayat dan memiliki tujuan untuk pengembangan

(47)

2. Keaksaraan Dasar

Buta aksara adalah salah satu permasalahan yang terjadi di

Indonesia, belum meratanya pendidikan dan kurang sadarnya

masyarakat tentang pentingnya pendidikan merupakan salah satu

penyebab adanya sebagian masyarakat yang masih belum melek

aksara.

Pemerintah Indonesia melalui kebijakan pendidikan

keaksaraan dasar berupaya agar meningkatkan angka melek aksara di

Indonesia, sehingga dengan adanya kebijakan ini diharapkan

pemerintah dapat menekan dan mengurangi anga buta aksara di

Indonesia. Adapun tujuan dari kebijakan pendidikan keaksaraan dasar

adalah upaya pemberian kemampuan keaksaraan bagi penduduk buta

aksara usia 15-59 tahun agar memiliki kemampuan membaca,

menulis, berhitung, mendengarkan dan berbicara untuk

mengkomunikasikan teks lisan dan tulisan dengan menggunakan

aksara dan angka dalam bahasa Indonesia. Dalam panduan

penyelenggaraan dan pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar,

dijelaskan bahwa:

Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan pendidikan bagi penduduk buta aksara agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia, dan menganalisa sehingga memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri (Kemendikbud 2015:3).

Dengan demikian dapat disimpulkan keaksaraan dasar adalah

(48)

berbicara untuk mengomunikasikan teks lisan dan tulis sederhana

dengan menggunakan aksara dan angka dalam Bahasa Indonesia.

3. Tujuan Pendidikan Keaksaraan Dasar

Setiap program pendidikan tentunya memiliki tujuan yang

hendak dicapai, begitupun dengan pendidikan keaksaraan dasar. Ditjen

PAUD dan DIKMAS dan Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat

(2015:4) menyebutkan tiga tujuan pendidikan keaksaraan dasar, yaitu:

1. Memberikan layanan pendidikan kepada warga masyarakat usia

15-59 tahun yang belum dapat membaca, menulis dan berhitung

dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

2. Memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung dan

berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, serta pengetahuan dasar

kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Memperepat penuntasan penduduk buta aksara di Indonesia

Adapun hasil yang diharapkan dari lulusan pendidikan

keaksaraan dasar diharapkan:

1. Memiliki perilaku dan etika yang mencerminkan sikap orang

beriman dan bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan

lingkungan keluarga, masyarakat dan alam dalam kehidupan

(49)

2. Menguasai pengetahuan faktual tentang cara berkomunikasi

melalui bahasa Indonesia dan berhitung untuk melakukan aktivitas

sehari-hari dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat.

3. Mampu menggunakan bahasa Indonesia dan keterampilan

berhitung untuk melakukan aktivitas sehari-hari dalam kehidupan

berkeluarga dan bermasyarakat (Ditjen PAUD dan DIKMAS dan

Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan).

Kesimpulan dari beberapa kajian di atas adalah, pendidikan

keaksaraan dasar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

dalam membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan keaksaraan juga

bertujuan untuk memberikan contoh sikap, kemampuan dan

keterampilan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan

benar untuk dimanfaatkan dan digunakan dalam kehidupan

sehari-hari.

E. Kajian PKBM

1. Pengertian PKBM

PKBM atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan

prakarsa pembelajaran masyarakat yang didirikan dari, oleh dan

untuk masyarakat, dimana PKBM menjadi wadah dimana seluruh

kegiatan belajar masyarakat dalam rangka peningkatan pengetahuan,

keterampilan/keahlian, hobi, atau bakatnya yang dikelola dan

(50)

dalam proses pendidikan dalam proses pendidikan secara tidak

langsung akan memberikan ruang gerak yang lebih luas sehingga

masyarakat akan semakin dewasa dan semakin mandiri dalam

menentukan masa depannnya. Landasan yang menjadi dasar

pemikiran PKBM menurut DR. Umberto Sihombing (1999:102,104)

adalah kesadaran terhadap pentingnya kedudukan masyarakat dalam

proses pembangunan pendidikan, merupakan tongkak sejarah yang

penting dalam menghadapi era globalisasi. Bentuk konkrit dari

lahirnya kesadaran bahwa masyarakat merupakan suatu potensi besar

yang akan lebih mampu membangun dirinya sendiri, diwujudkan

dalam pendekatan baru yang diharapkan dapat ditangkap oleh

masyarakat sebagai pilihan terbaik guna membangkitkan semangat

masyarakat yang selama ini tertutupi oleh asumsi yang salah, yakni

bahwa masyarakat itu merupakan obyek semata.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan salah satu

alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan

masyarakat. Hal ini selaras dengan pemikiran bahwa dengan

melembagakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, akan banyak

potensi yang selama ini tidak tergali akan dapat digali. Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat diharapkan dapat dapat menjadi sentra

seluruh kegiatan pembelajaran masyarakat, kemandirian dan

(51)

Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa PKBM

adalah sebuah lembaga pendidikan yang dikembangkan dan dikelola

oleh masyarakat serta diselenggarakan di luar sistem pendidikan

formal baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan tujuan untuk

memberikan kesempatan belajar kepada seluruh lapisan masyarakat

agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itulah PKBM berperan

sebagai tempat pembelajaran masyarakat terhadap berbagai

pengetahuan atau keterampilan dengan memanfaatkan sarana,

prasarana dan potensi yang ada di sekitar lingkungannya, agar

masyarakat memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan taraf hidup.

2. Fungsi PKBM

PKBM sebagai lembaga pendidikan yang dibentuk dari, oleh

dan untuk masyarakat, secara kelembagaan padanya melekat

beberapa fungsi yang secara hakiki sulit dipisahkan, menurut DR.

Umberto Sihombing (1999:110-112) fungsi-fungsi PKBM adalah

sebagai berikut:

a. Sebagai wadah pembelajaran, artinya tempat warga masyarakat

dapat menimba ilmu dan memperoleh berbagai jenis

keterampilan dan pengetahuan fungsional dapat digunakan

(52)

b. Sebagai tempat pusaran semua potensi masyarakat, artinya

PKBM sebagai tempat pertukaran berbagai potensi yang ada dan

berkembang dimasyarakat, sehingga menjadi suatu sinergi yang

dinamis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

c. Sebagai pusat dan sumber informasi, artinya tempat masyarakat

menannyakan berbagai informasi tentang berbagai jenis kegiatan

pembelajaran dan keterampilan fungsional yang dibutuhkan

masyarakat.

d. Sebagai ajang tukar menukar keterampilan dan pengalaman,

artinya tempat berbagai jenis keterampilan dan pengalaman yang

dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan dengan prinsip

saling belajar dan membelajarkan melalui diskusi mengenai

permasalahan yang diahadapi.

e. Sebagai sentra pertemuan antar pengelola dan sumber balajar,

artinya tempat diadakannya berbagai pergtemuan para pengelola

dan sumber belajar baik secara intern maupun dengan PKBM di

sekitarnya.

f. Sebagai loka belajar yang tidak pernah kering, artinya sebagai

tempat yang secara terus menerus digunakan untuk kegiatan

berbagai masyarakat dalam bentuknya.

g. Sebagai tempat pembelajaran yang dapat digunakan oleh

berbagai departemen dan lembaga-lembaga pemerintah serta

(53)

tentang tugas dan tanggung jawabnya dalam melayani

masyarakat.

Dari beberapa fungsi yang telah dipaparkan diatas dapat

disimpulkan bahwa fungsi PKBM adalah sebagai tempat

pembelajaran dan pengembangan potensi masyarakat, sumber

informasi dan sebagai penghubung masyarakat dengan lembaga

pemerintah atau swasta yang memiliki tugas dan tanggung jawab

dalam melayani pendidikan masyarakat.

F. Penelitian Yang Relevan

Penelitian relevan yang berkaitan dengan pembelajaran

keaksaraan dilakukan oleh Ani Irmawati (2015) dengan judul

“Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Pekerja Buruh Gendong di Pasar

Giwangan”, dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil program

pembelajaran keaksaraan fungsional yang didapat oleh warga belajar

yang dulunya belum pernah mengenyam pendidikan memberikan

manfaat yang positif bagi buruh gendong yang mengikuti pembelajaran,

setelah mengikuti pembelajaran tersebut mereka dapat membaca dan

menulis serta dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Salah satu contoh manfaat positif dari program pembelajaran keaksaraan

fungsional adalah setelah mereka bisa membaca dan menulis, mereka

sudah tidak kesulitan lagi untuk menulis namanya sendiri dan alamat

(54)

keaksaraan fungsional antara lain semangat dan motivasi diri warga

belajar, sarana dan prasarana yang memadai, faktor dari orang-orang

terdekat warga belajar, adanya tutor dan relawan yang mau mengajar,

adanya lembaga yang menaungi program keaksaraan fungsional dipasar

giwangan. Selain faktor pendukung terdapat juga faktor penghambat

antara lain, dana yang minim, kuriulum yang belum sesuai dengan

standar program keaksaraan fungsional pada umumnya, faktor usia yang

sudah tidak muda lagi, kurangnya tenaga/jumlah tutor, terbenturnya

waktu belajar dengan waktu bekerja buruh gendong, dan adanya

pekerjaan lain yang mendadak yang menghambat para warga didik untuk

mengikuti pembelajaran keaksaraan fungsional.

a. Persamaan

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas

mengenai pendidikan keaksaraan yang dilaksanakan di masyarakat,

sebagai upaya untuk menuntaskan buta huruf.

b. Perbedaan

Perbedaannya adalah penelitian ini lebih menekankan proses

pembelajaran keaksaraan daripada proses implementasi kebijakan

secara keeluruhan, dan perbedaan lainnya adalah pendidikan

keaksaraan dalam penelitian di atas lebih menspesifikasikan target

warga belajar pendidikan keaksaraan kepada buruh gendong di pasar

(55)

Penelitian yang relevan yang kedua yang berkaitan dengan

keaksaraan dasar dilakukan oleh Riski Yuliani (2016) dengan judul

“Implementasi Akselerasi Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM

Ngundi Makmur Pengasih Kulon Progo Tahun 2015”, dari hasil

penelitian yang dilakukan adalah bertambahnya lulusan sejumlah 40

peserta yang bertambah kemampuannya dalam membaca, menulis,

berhitung, mendengar, dan berbicara. Hal ini didukung dengan nilai yang

diperoleh yaitu kisaran 70-95 dan rata-rata keseluruhan 79,99. Sedangkan

rata-rata perkemampuan yaitu mendengar 82,87; berbicara 77,3; menulis

78,45; dan berhitung 82,22. Faktor pendukung program terdiri dari faktor

eksternal dan fisik berupa fasilitas yang lengkap dan memadai, faktor

internal non fisik berupa semangat peserta didik mengikuti KBM, dan

faktor eksternal nonfisik berupa kemampuan dan tanggungjawab tutor

dalam mengajar dan mengelola program. Faktor-faktor penghambatnya

meliputi faktor internal nonfisik berupa motivasi belajar yang rendah dari

beberapa peserta, faktor eksternal fisik berupa keadaan cuaca yang tidak

stabil dan tutor yang kaang terlambat hadir membaca. Faktor internal

fisik berupa keadaan penglihatan dan pendengaran peserta menurun, dan

faktor eksternal nonfisik berupa kesibukan lain seperti pekerjaan dan

keluarga peserta didik.

a. Persamaan

Persamaan dengan penelitian ini adalah membahas mengenai

(56)

b. Perbedaan

Perbedaannya adalah penelitian ini lebih membahas akselerasi

pendidikan keaksaraan dasar, daripada membahas implementasi

kebijakan pendidikan keaksaraan dasar secara keseluruhan.

G. Kerangka Pikir

Dalam konteks pendidikan untuk semua (Education For All) dan

peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia yang dilandasi oleh prinsip

pedidikan sepanjang hayat, pendidikan keaksaraan memiliki fungsi

strategis untuk memenuhi hak pendidikan dasar bagi warga Negara.

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar amandemen ke-IV juga telah

dijelaskan bahwa salah satu tujuan Negara juga adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan oleh karena itu setiap warga Negara Indonesia

berhak memperoleh pendidikan yang merata dan bermutu sesuai minat

dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik tanpa memandang status

sosial, etnis dan gender. Dengan kata lain pemerintah melalui UUD 1945

dan amandemennya memiliki kewajiban untuk memberikan dan

menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi masyarakat

Indonesia, agar setiap warga negara Indonesia dapat menikmati

pendidikan yang berkualitas sebagai salah satu usaha untuk menciptakan

sumber daya manusia yang berkualitas dalam upaya mewujudkan

(57)

Pendidikan merupakan suatu dasar bagi sebuah Negara untuk

dapat berkembang. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 3 mengenai pendidikan nonformal

menyatakan; pendidikan nonformal merupakan pendidikan kecakapan

hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan

pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan

keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan

lain yang ditujukan untuk mengembangakan kemampuan peserta didik.

Pendidikan nonformal adalah salah satu jalur pendidikan nasional yang

turut bertugas dan bertanggungjawab untuk mengantar bangsa agar siap

menghadapi perkembangan jaman dan mampu meningkatkan kualitas

hidup bangsa dimasa mendatang. Pendidikan nonformal diprioritaskan ke

dalam beberapa progam sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar

Pendidikan Keaksaraan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta

Aksara, sebagaimana disebutkan dalam strategi peningkatan mutu

pendidikan keaksaraan dasar: “Pengembangan dan penetapan standar

kompetensi keaksaraan (SKK) dan standar isi (SI) pendidikan keaksaraan

mulai dari keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan dan keaksaraan mandiri.

Kemudian Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 86 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan

(58)

dalam menyelenggarakan pendidikan keakasaraan dasar. Dalam

penelitian ini penulis memutuskan untuk menyoroti tentang kebijakan

pendidikan keaksaraan dasar. Karena penulis merasa bahwa kebijakan ini

berhubungan dengan masyarakat golongan bawah dan jika kebijakan ini

berhasil diimplementasikan maka dapat meningkatkan taraf hidup

masyarakat.

Saleh Marzuki (2012:118) teori ekonomi mendukung keaksaraan

fungsional dengan penelitian yang dilakukan oleh Philips (1964) dengan

dasar rancangan expost facto, analisis sistem ekonomi yang menunjukkan

adanya pertumbuhan produktivitas sebagai dampak pendidikan. Studi ini

menunjukan bahwa sebagian besar dar pertumbuhan dibidang produksi di

Negara berkembang sebagian besar berasal dari kemajuan teknis dan

kualitas sumber daya manusia, yang keduanya merupakan peran

pendidikan. Adapun dampak dari pendidikan keaksaraan terhadap

produktivitas tergambar dalam penelitian Stanislav Strumlin (1965) yang

menunjukan bahwa seorang pekerja yang berpendidikan setahun di

sekolah dasar memiliki pertubuhan peoduktivitas sebesar 30%,

sedangkan pekerja buta aksara yang dimagangkan di industri selama satu

tahun hanya memiliki petambahan produktivitas sebesar 12%. Dengan

demikian dapatlah dikatakan bahwa pendidikan keaksaraan memberikan

sumbangan besar terhadap pembangunan ekonomi. Penelitian tersebut

adalah salah satu bukti bahwa pendidikan keaksaraan dasar dapat

(59)

memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik. Keaksaraan dasar

merupakan suatu langkah awal dalam menciptakan sumber daya manusia

yang berkualitas, dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas

maka tujuan pambangunan nasional dapat tercapai.

Namun pada kenyataannya kondisi dan karakteristik geografi,

ekonomi, serta sosial budaya Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan

yang luas dan multikultural merupakan tantangan untuk terciptanya

layanan pendidikan yang merata dan bermutu, salah satu dampaknya

adalah terjadi permasalahan buta akasara. Mengacu pada data Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan, sampai dengan tahun 2015 masih terdapat

sekitar 3,56% atau sebanyak 5,7 juta jiwa dari keseluruhan penduduk

Indonesia buta aksara. Mayoritas penyandang buta aksara tersebut adalah

kaum perempuan dari keluarga miskin yang berdomisili diwilayah

pedesaan yang mayoritas berusia diantara 15-59 tahun. Dengan adanya

kondisi tersebut maka pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan dan peningkatan mutu

pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal, guna untuk menekan

angka buta aksara.

Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai

bagaimana implementasi dari kebijakan keaksaraan dasar yang

diselenggarakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Persada

yang berada di Pendowo Harjo, kecamatan Sewon, Kab. Bantul,

(60)

mengimplementasikan kebijakan pendidikan keaksaraan dasar yang

menjadi salah satu program pendidikan nonformal yang diselenggarakan.

PKBM Persada sendiri dipilih sebagai tempat penelitian berdasarkan

rekomendasi dari Seksi Kesetaran Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olahraga propinsi DIY. Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk

lebih melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan keaksaraan dasar yang

ada di PKBM Persada, peneliti menggunakan teori Edward dimana dalam

keberhasilan Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh beberapa

variabel yaitu 1) Komunikasi: dimana implementor suatu kebijakan harus

paham dengan apa yang dia kerjakan; 2) Disposisi: adalah komitmen dari

orang yang mengimplementasikan suatu kebijakan; 3) Sumber Daya,

yaitu sumber yang mendukung dalam implementasi suatu kebijakan; 4)

Struktur Birokrasi, struktur dimana tugas dan tanggung jawab para

implementor diatur. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apa saja

yang menjadi pendukung dan penghambat dalam Implementasi

Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar. Langkah-langkah ini dipilih

sebagai salah satu upaya peneliti untuk melihat sejauh mana keberhasilan

implementasi kebijakan keaksaraan dasar yang ada di PKBM Persada,

(61)

Bagan 1. Kerangka Pikir

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006

Tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

dan Pemberantasan Buta Aksara

Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Di PKBM Persada

Faktor Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86

Gambar

Tabel 1. Personalia Tenaga Pendidik
Tabel 2. Sarana dan Prasarana
Gambar 1. Tampak depan tempat pembelajaran keaksaraan dasar.
Gambar 3. Pembelajaran Keaksaraan Dasar
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menemukan bahwa Implementasi kebijakan anggaran pendidikan dilakukan melalui aspek standar dan tujuan kebijakan, sumber – sumber kebijakan, komunikasi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KEAKSARAAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Di kelompok belajar keaksaraan

Hasil dari penelitian ini menunjukkaan bahwa implementasi program keaksaraan usaha mandiri ini ditunjang oleh adanya kelembagan, tutor, dan dana, untuk memberdayakan warga

Dampak Implementasi Kebijakan Alokasi Anggaran Pendidikan tahun 2012 padaprioritas Alokasi Anggaran Pendidikan Dasar di kota Palembang dengan sasaran pertama yaitu

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa implementasi kebijakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis kondisi faktual implementasi kebijakan pendidikan inklusif di Sekolah Dasar Kota Surakarta; 2) Menganalisis

Pelaksanaan implementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal SPM dengan menerapkan langkah-langkah implementasi kebijakan seluruhnya yang meliputi komunikasi, sumber daya, disposisi,

Hasil penelitian menunjukan 1 Implementasi kebijakan peningkatan mutu dengan penetapan nilai KKM, penetapan jadwal kegiatan siswa, adanya perubahan nilai UAS, tujuan peningkatan hasil