i
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Alfrendy Tatto NIM 12110241026
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v MOTTO
Orang yang tidak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah mecoba hal baru.
- Albert Einstein
Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul
dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.
vi
PERSEMBAHAN
Puji dan Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan kasihnya yang telah memberikan berkat dan tuntunan sehingga karya ini dapat selesai, karya ini saya persembahkan untuk:
1. Orang tua saya tercinta, Alm. Ayahanda Yusuf Amin dan Ibunda Marselina Embong Bulan, yang selalu mengajarkan kesabaran, memberikan dukungan, kasih sayang dan do’a, sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis ini.
2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.
vii
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL
Oleh Alfrendy Tatto NIM 12110241026
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada Bantul. Deskripsi tersebut terkait dengan Pendidikan Keaksaraan Dasar antara lain perencanaan, langkah dan evaluasi, serta faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, subjek dalam penelitian ini adalah ketua PKBM Persada, tutor keaksaraan dasar dan warga belajar pendidikan keaksaraan dasar, dengan objek penelitian implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada Bantul. Metode pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan model interaktif Miles dan Huberman meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, verifikasi/penarikan kesimpulan. Adapun validasi data yang menggunakan trianggulasi sumber, trianggulasi teknik dan trianggulasi waktu.
viii
yang menunjang dalam pembelajaran seperti meja belajar, kursi dan rak buku dan kesibukan dari warga belajar yang sering bertabrakan dengan jadwal pembelajaran keaksaraan dasar.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan kasihnya yang besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berisi tentang “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL” dengan baik dan lancar. Penulis menyadari keberhasilan yang diraih dalam penyusunan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak, maka penulis menyampaikan ucapan trimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya bisa berjalan dengan lancar.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasitlitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.
3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta dan Dosen Pembimbing Akademik.
4. Dr. Arif Rohman, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta menyetujui skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu
x
6. Ketua dan Tutor PKBM Persada yang telah memberikan izin dan kemudahan selama proses penelitian.
7. Warga belajar dari PKBM Persada yang ikut berpartisipasi selama proses penelitian.
8. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang, semangat dan doa demi keberhasilan dalam studi.
9. Kakak saya tercinta Dermiati Tatto dan Novianti Tatto yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa.
10.Fitri Ramadhani yang memberikan semangat dan dukungan selama masa studi.
11.Rekan-rekan mahasiswa Prodi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan dukungan, masukan dan saran selama penyusunan skripsi dan masa studi. 12.Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan selama penulisan skripsi ini.
Akhir kata semoga penulisan ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.
xi A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 6
C.Batasan Masalah ... 6
B.Proses Perumusan Kebijakan ... 14
C.Kajian Implementasi ... 18
D.Kajian Keaksaraan Dasar ... 27
E.Kajian PKBM... ... 32
F. Penelitian Yang Relevan ... 36
G.Kerangka Pikir ... 39
H.Pertanyaan Penelitian ... 45
BAB III METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 47
B.Setting Penelitian ... 48
xii
D.Instrument Penelitian ... 49
E.Metode Pengumpulan Data ... 49
F. Teknik Analisis Data ... 52
G.Teknik Uji Validitas Data ... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi PKBM Persada...57
1. Profil PKBM Persada... ... 57
2. Pengalaman Lembaga Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan 5 Tahun Terakhir... ... 58
3. Prestasi Yang Pernah Diperoleh... ...59
4. Mitra PKBM... ...60
5. Struktur Organisasi PKBM Persada... ...61
6. Uraian Tugas Pengelola/Penyelenggara PKBM... ... 62
7. Sejarah PKBM Persada... ...63
8. Visi dan Misi... ... 64
9. Personalia Tenaga Pendidik Keaksaraan Dasar... ...65
10. Sarana dan Prasarana PKBM Persada... ...66
B. Hasil Penelitian... ...67
1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... ...67
2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... ....98
3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Perdada... ...100
C. Pembahasan... ...102
1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... 102
2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... .... 121
xiii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... ...123
B. Saran... . ...128
DAFTAR PUSTAKA.... ... 131
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR BAGAN
xvi
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Tampak Depan Tempat Pembelajaran Keaksaraan Dasar.. ... 172
Gambar 2. Tampak Bagian Dalam Tempat Pembelajaran.. ... 172
Gambar 3. Pembelajaran Keaksaraan Dasar.... ... 173
Gambar 4. Pembelajaran Keaksaraan Dasar. ... 173
Gambar 5. Wawancara Tutor Keaksaraan Dasar... ... 174
Gambar 6. Wawancara Tutor Keaksaraan Dasar.. ... 174
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Catatan Lapangan... ... 135
Lampiran 2. Pedoman Wawancara. ... 141
Lampiran 3. Transkrip Wawancara Yang Telah Direduksi... ... 146
Lampiran 4. Daftar Gambar... ... 172
Lampiran 5. Surat Penetapan Akreditasi PKBM Persada... 176
Lampiran 6. Pengesahan Pendirian Badan Hukum. ... 180
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Dari BAPPEDA Bantul... ... 182
Lampiran 8. Surat Izin Penelitian Dari FIP... ... 183
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran sangat penting dalam proses
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena
sejatinya tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai
amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 telah memiliki kewajiban untuk
memberikan dan menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi
masyarakat Indonesia, agar setiap warga negara Indonesia dapat
menikmati pendidikan yang berkualitas sebagai salah satu usaha untuk
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mewujudkan
pembangunan nasional.
Selain berkewajiban untuk memberikan pendidikan yang bermutu,
pemerintah juga berkewajiban untuk memberikan pendidikan yang merata
bagi masyarakat. Mengingat kesenjangan pendidikan di Indonesia masih
terbilang tinggi, seperti pendidikan masih belum bisa diakses oleh semua
tinggi dan perlu ada upaya dari pemerintah untuk melakukan pemerataan
pendidikan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) dan pasal 11 ayat (1) berbunyi:
“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ( pasal 5 ayat 1)”.
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (pasal 11, ayat 1)”.
Undang-undang ini menjadi landasan dalam memutuskan
Permendiknas Nomor 35 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Sasaran
GNP-PBA adalah: 1) Penduduk buta aksaran usia 15 tahun keatas,
dengan prioritas penduduk buta aksara usia 15-44 tahun; 2) Penduduk
buta aksara parsial atau penduduk yang hanya bisa membaca dan
menulis selain huruf latin. Dalam Petunjuk Teknis Program
Pendidikan Keaksaraan Dasar Tahun 2016 Pendidikan Keaksaraan
Dasar diartikan sebagai Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan
pendidikan bagi warga masyarakat buta aksara latin usia 15-59 tahun,
prioritas 45 tahun ke atas agar memiliki sikap, pengetahuan,
keterampilan dalam menggunakan Bahasa Indonesia, membaca,
menulis, dan berhitung, untuk mendukung aktivitas sehari-hari dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat. Biaya Operasional Keaksaraan
lembaga/organisasi untuk menyelenggarakan program pendidikan
keaksaraan dasar bagi penduduk dewasa dengan kemampuan melek
aksara parsial yang cenderung buta aksara, agar memiliki
kemampuan membaca, menulis, berhitung, mendengarkan dan
berbicara untuk mengkomunikasikan teks lisan dan tulis dengan
menggunakan aksara dan angka dalam bahasa Indonesia.
Dalam implementasi kebijakan pendidikan keaksaraan dasar,
telah disusun suatu pedoman untuk penyelenggaraan pendidikan
keaksaraan dasar yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2004 tentang
pedoman penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar, dengan tujuan:
1) menjamin penyelenggaran pendidikan keaksaraan dasar; 2) mendorong
pengembangan budaya mutu pendidikan keaksaraan dasar; 3) mendorong
percepatan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan keaksaraan
dasar; 4) melindungi warga Negara dari praktik pendidikan keaksaraan
dasar yang tidak terstandar; dan 5) menuntaskan target pemberantasan
buta aksara. Materi yang dikembangkan dalam pedoman penyelenggaraan
pendidikan keaksaraan dasar ini berlandaskan pada 8 (delapan) standar
nasional pendidikan yang meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi,
standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidika, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiyayaan, dan standar
Di daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri angka buta aksara
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka buta aksara di DIY
bagi penduduk berusia diatas 45 tahun masih 19,6 % dari total jumlah
penduduk usia diatas 45 tahun. Berdasarkan data dari pra observasi yang
dilaksanakan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa
Yogyakarta mengenai jumlah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
dan PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) yang aktif di Propinsi DIY
diketahui di Kota Yogyakarta terdapat 7 PKBM yang akan menangani 350
orang, dan PKK yang akan menangani 50 orang, sehingga total terdapat
400 orang buta aksara yang akan diberantas di Kota Yogyakarta. Di
Kabupaten Bantul, terdapat 33 PKBM yang akan menangani 2450 orang,
dan PKK Bantul yang akan menangani 100 orang, sehingga total terdapat
2550 orang buta aksara yang akan diberantas di Kabuapaten Bantul. Di
Kabupaten Kulonprogo, terdapat 11 PKBM yang akan menangani 550
orang, dan PKK yang akan menangani 150 orang, sehingga total terdapat
700 orang buta aksara yang akan diberantas di Kulonprogo. di Sleman,
terdapat 18 PKBM yang akan menangani 2150 orang buta aksara, dan
sejumlah itulah angka buta aksara yang akan dihapus di Sleman. Terakhir,
terdapat 37 PKBM di Gunungkidul yang akan menangani 2900 orang buta
aksara, ditambah PKK Gunungkidul yang akan menangani 1300 orang
buta aksara, sehingga total terdapat 4200 orang buta aksara yang akan
dijumlah maka akan terdapat sepuluh ribu orang buta aksara yang akan
diberantas di DIY.
Dengan kondisi tingginya angka orang buta aksara tersebut maka
pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Propinsi DIY, mengupayakan pemberantasan buta
aksara melalui pendidikan keaksaraan dasar. Pendidikan keaksaraan dasar
merupakan bentuk layanan bentuk Pendidikan Non Formal untuk
membelajarkan warga masyarakat buta aksara, agar memiliki kemampuan
menulis, membaca, berhitung dan menganalisa, yang berorientasi pada
kehidupan sehari – hari dengan memanfaatkan potensi yang ada
dilingkungan sekitarnya, sehingga warga belajar dan masyarakat dapat
meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. Pelaksanaan pendidikan
keaksaraan dasar dilaksanakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat) yang aktif di berbagai wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
yang diharapkan dapat menekan angka buta aksara di Yogyakarta.
Tema penelitian ini dipilih dengan alasan untuk mengetahui
implementasi dari kebijakan keaksaraan dasar seperti proses belajar
mengajar, strategi pembelajaran, materi yang dikembangkan, rekrutmen
peserta didik, pencapaian hasil belajar, dan komponen penyelenggaraan
pendidikan keaksaraan. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka
identifikasi masalah dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melek aksara
2. Masih kurang meratanya pendidikan dan pengembangan mutu
pendidikan keaksaraan dasar diberbagai daerah.
3. Pemerintah masih perlu menggencarkan pendidikan keaksaraan
dasar agar dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas.
4. Perlunya dukungan dari semua pihak demi terselenggarakannya
pendidikan keaksaraan dasar yang bermutu demi peningkatan taraf
hidup masyarakat.
C. Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan masalah yang akan diteliti maka, dalam
penelitian ini, peneliti membatasi hanya pada Implementasi Kebijakan
Keaksaraan Dasar di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah,
dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di
PKBM Persada?
2. Faktor apakah yang menjadi pendukung dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar?
3. Faktor apakah yang menjadi penghambat dalam implementasi
kebijakan pendidikan keaksaraan dasar?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM
Persada.
2. Faktor pendukung dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Keaksaran Dasar.
3. Faktor penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan paparan diatas, maka paling tidak terdapat dua
manfaat yang diinginkan dari hasil penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis.
A. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memperluas keilmuan terutama bagi
pengembangan Studi Kebijakan Pendidikan, yang pada akhirnya dapat
memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkaitan dengan pendidikan keaksaraan dasar.
B. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) mengenai implementasi kebijakan keaksaraan dasar.
b. Memberikan informasi bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya seksi kesetaraan
dalam membuat dan menerapkan kebijakan keaksaraan dasar dan
pemerataan pendidikan.
c. Memberikan wawasan bagi penelitian bagi penelitian berikutnya
dan dapat dijadikan salah satu referensi untuk penelitian bidang
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Kebijakan
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan merupakan suatu rangkaian konsep dan landasan
yang menjadi dasar atau pedoman dalam melaksanakan suatu
pekerjaan, kegiatan, dan program. Kebijakan (policy) secara etimologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu Polis yang memiliki arti kota.
Munculnya suatu kebijakan dilatar belakangi oleh suatu masalah yang
terjadi, sehingga kebijakan dirumuskan agar dapat menjadi solusi
dalam penyelesaian masalah yang terjadi.
Sudiyono (2007:3) menyebutkan, munculnya suatu
permasalahan pasti akan diselesaikan dengan suatu kebijakan, inilah
yang melatar belakangi adanya suatu kebijakan, salah satunya adalah
kebijakan pendidikan. Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa
Indonesia cukup 5 masalah yaitu 1) Pemerataan pendidikan; 2) Daya
tampung pendidikan; 3) Relevansi pendidikan; 4) Kualitas pendidikan;
5) Efisiensi dan efetifitas pendidikan.
Terdapat berbagai kajian mengenai pengertian dari kebijakan
yang telah dirumuskan oleh para ahli, berikut adalah
pengertian-pengertian dari kebijakan menurut para ahli.
Menurut Syafaruddin dalam bukunya Efektifitas Kebijakan
Kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan kegiatankegiatan berulang dan rutin yang terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan. Definisi lain dijelaskan oleh Gemage dan Pang, kebijakan adalah terdiri dari persyaratan tentang sasaran dan satu atau lebih pedoman yang luas untuk mencapai sasaran tersebut sehingga dapat dicapai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan program (Syafaruddin, 2008:76).
Pendapat lain dikemukakan oleh Carl J. Frendrick, seperti
dikutip dalam Sudiyono sebagai berikut:
Kebijakan dimaknai sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan oleh perorangan, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan memberikan gambaran tentang hambatan dan kesempatan dalam pelakasanaanya untuk mencapai tujuan. Artinya, kebijakan dapat berasal dari perorangan, kelompok maupun pemerintah. Tentu saja hal ini sangat tergantug pada sistem politik dan budaya suatu Negara (Sudiyono, 2007:3-7).
Rumusan mengenai kebijakan menurut Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) dalam Arif Rohman adalah sebagai berikut:
2. Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan adalah suatu hasil dari kajian mengenai
berbagai permasalahan dalam pendidikan, dalam upaya untuk
mendapatkan suatu solusi dalam mengatasi pemasalahan pendidikan.
Kebijakan pendidikan juga merupakan landasan dalam melaksanakan
praktek pendidikan. Berbagai macam kebijakan pendidikan telah
dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menjadi
pedoman dan peraturan dalam dunia pendidikan. Dengan adanya
kebijakan yang mengatur pendidikan diharapkan
permasalahan-permasalahan pendidikan dapat diminimalisir seminimal mungkin.
Berikut adalah pengertian (definisi) dari kebijakan pendidikan
menurut para ahli:
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan dari proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi-misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008: 140).
Arif Rohman dalam bukunya Memahami Pendidikan dan Ilmu
Pendidikan, mengungkapkan:
program serta rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan (Arif Rohman 2009:107).
Suatu kebijakan mempunyai makna intensional, oleh karena itu
kebijakan mengatur tingkah laku seseorang atau organisasi dan
kebijakan meliputi pelaksanaan serta evaluasi akan menentukan bobot
serta validitas dari kebijakan tersebut. Aspek-aspek yang tercakup
dalam kebijakan pendidikan dalam H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho
(2008:141-154) antara lain: 1) Kebijakan pendidikan merupakan suatu
keseluruhan deliberasi mengenai hakikat manusia sebagai makhluk
yang menjadi manusia dalam lingkungan kemanusiaan; 2) Kebijakan
pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis yaitu
kesatuan antara teori dan praktik pendidikan; 3) Kebijakan pendidikan
haruslah mempunyai validitas dalam dalam mengembangkan pribadi
serta masyarakat yang memiliki pendidikan bagi perkembangan
individu; 4) Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan
pengembangan. Suatu kebijakan pendidikan merupakan pilihan dari
berbagai alternatif kebijakan sehingga perlu output dari kebijakan
tersebut dalam praktek; 5) Kebijakan pendidikan berkaitan dengan
penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan tertentu. Setiap
kebijakan pendidikan haruslah ditopang oleh riset dan pengembangan
agar dalam kesamaan arah yang ditentukan oleh stretch goals; 6)
Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan tetapi
kepada kebutuhan peserta didik. Menyadari hal itu, sebaiknya
kekuasaan untuk memfasilitasi dalam pengembangan peserta didik; 7)
Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat.
Kebijakan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan
peserta didik; 8) Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan
kebutuhan peserta didik. Titik tolak dari segala kebijakan pendidikan
adalah untuk kepentingan peserta didik.
Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa, kebijakan
pendidikan merupakan suatu upaya dalam memfasilitasi suatu
penyelesaian permasalahan dalam pendidikan. Kebijakan pendidikan
merupakan suatu landasan dan pedoman yang mengatur pelaksanaan
pendidikan agar pendidikan yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai
dengan target.
Dalam perumusan suatu kebijakan pendidikan dibutuhkan
suatu riset untuk mengetahui keefektifan dari kebijakan yang akan
dirumuskan. Kebijakan pendidikan yang akan dirumsukan harus
berdasarkan fakta dan bukti empirik di lapangan untuk mengetahui
input dari kebutuhan masyarakat, hasil riset yang benar dan
berdasarkan kebutuhan di lapangan akan menghasilkan suatu
kebijakan pendidikan yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat,
dengan kata lain kebijakan pendidikan yang diterapkan tersebut
efektif. Untuk selanjutnya kebijakan pendidikan yang telah
selanjutnya kebijakan pendidikan yang telah diterapkan dievaluasi
untuk mengetahui tingkat keberhasilannya maupun kekurangannya.
Penelitian kebijakan pendidikan yang berdasarkan riset yang benar
inilah yang sangat dibutuhkan oleh lembaga pendidikan maupun
instansi pemerintahan yang bertanggung jawab dalam pendidikan,
agar dapat menghasilkan suatu kebijakan pendidikan yang efektif dan
mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
3. Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar
Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan pendidikan adalah
berupa pedoman yang disusun untuk menjadi landasan dalam praktek
pendidikan. Menurut H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho:
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan dari proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi-misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008: 140).
Setelah mengetahui apa itu kebijakan pendidikan maka diperlukan
kajian mengenai keaksaraan dasar, dalam Petunjuk Teknis Keaksaraan
Dasar tahun 2015, menyebutkan:
Dalam Panduan Penyelenggaraan dan Pembelajaran
Pendidikan Keaksaraan Dasar Tahun 2015, Menyebutkan:
Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan pendidikan bagi penduduk buta aksara agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia, dan menganalisa sehingga memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri (Kemendikbud 2015:3).
Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan pendidikan keaksaran dasar perumusan
langkah-langkah strategis pendidikan yang dirumuskan berdasarkan visi
dan misi pendidikan, dengan tujuan sebagai pedoman untuk
menyelenggarakan layanan pendidikan untuk warga masyarakat
yang buta aksara agar dapat memiliki kemampuan membaca,
menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia.
4. Landasan Hukum Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Pendidikan keaksaraan dasar adalah salah satu upaya
pemerintah dalam pemberantasan buta aksara. Dalam Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan
Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara, menginstruksikan
a. Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan
Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan
Pemberantasan Buta Aksara;
b. Melaksanakan, mengendalikan, memantau dan mengevaluasi
Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta
Aksara.
Selanjutnya instruksi presiden menjadi acuan dalam menyusun
Permendiknas Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 tentang
Pedoman Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
Peraturan tersebut menyebutkan mengenai strategi pelaksanaan
GNP-PBA untuk pemberantasan buta aksara dengan sasaran yaitu:
1. Penduduk buta aksara usia 15 tahun keatas, dengan prioritas
penduduk buta aksara usia 15-44 tahun.
2. Penduduk buta aksara parsial atau penduduk yang hanya bisa
membaca dan menulis selain huruf latin.
Dalam strategi pelaksanaan GNP-PBA peningkatan mutu pendidikan
keaksaraan dilakukan dengan pengembangan dan penetapan Standar
Kompetensi Keaksaraan (SKK) dan Standar Isi (SI) pendidikan
keaksaraan mulai dari keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan dan
Untuk menjaga kualitas proses dan pencapaian tujuan
pendidikan keaksaraan dasar maka Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 86 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar, yang bertujuan
untuk:
1. Menjamin penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar.
2. Mendorong pengembagan budaya mutu pendidikan keaksaraan dasar.
3. Mendorong percepatan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan keaksaraan dasar.
4. Melinungi warga negara dari praktik pendidikan keaksaraan dasar yang tidak terstandar.
5. Menuntaskan target pemberantasan buta aksara.
Peraturan menteri pendidikan dan instruksi presiden diatas menjadi
landasan hukum bagi Kemendikbud untuk menyusun Panduan
Penyelenggaraan dan Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan Dasar
Tahun 2015 yang merupakan bentuk dukungan terhadap penerapan
Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 84 Tahun 2014 tersebut agar
lebih aplikatif dan implementatif, untuk mendorong terciptanya
pendidikan keaksaraan dasar yang mampu berkontribusi terhadap
penurunan jumlah penduduk buta aksara, peningkatan minat baca,
B. Proses Perumusan Kebijakan
1. Teori Perumusan Kebijakan Pendidikan
Perumusan kebijakan adalah proses dimana kebijakan tersebut
dibuat berdasarkan pertimbangan dan kajian-kajian yang dilakukan
berdasarkan pengalaman empirik dan riset yang telah dilakukan,
untuk selanjutnya dijadikan landasan dalam perumusan kebijakan.
Terdapat berbagai teori perumusan kebijakan menurut para
ahli yang menjadi landasan dalam pembuatan kebijakan pendidikan,
salah satunya adalah teori perumusan kebijakan pendidikan menurut
Hudson dalam Arif Rohman (2014:125-128) sebagai berikut: 1)
Teori radikal, Teori ini menekankan kebebasan lembaga lokal dalam
menyusun sebuah kebijakan pendidikan. Semua kebijakan
pendidikan yang menyangkut penyelenggaraan dan perbaikan
penyelenggaraan pendidikan ditingkat daerah diserahkan kepada
daerah; 2) Teori advokasi (advocacy theory) agak berbeda dengan
teori radikal diatas. Teori advokasi ini tidak menghiraukan
perbedaan-perbedaan seperti karakteristik lembaga, lingkugan sosial
dan kultural, lingkungan geografis, serta kondisi lokal lainnya.
Sebaliknya teori advokasi ini lebih mendasarkan pada argumentasi
yang rasional, logis dan bernilai; 3) Teori transaktif (transactive
theory) ini menekankan bahwa perumusan kebijakan sangat perlu
didiskusikan secara bersama dulu dengan semua pihak. Hasil dari
dahulu secara perlahan-lahan. Pada dasarnya teori transaktif ini
sangat menekankan harkat individu serta menjunjung tinggi
kepentingan masing-masing pribadi; 4) Teori sinoptik (synoptic
theory) lebih menekankan bahwa dalam menyusun sebuah kebijakan
supaya menggunakan metode berfikir sistem. Obyek yang dirancang
dan terkena kebijakan, dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat
dengan tujan yang sering disebut dengan ‘misi’; 5) Teori Inkremental
(inchremental theory) ini adalah teori yang menekankan pada
perumusan kebijakan pendidikan yang berjangka pendek serta
berusaha menghindari perencanaan kebijakan yang berjangka
panjang. Penekanan semacam ini diambil disebabkan karena
masalah-masalah yang dihadapi serta performa dari para personalia
pelaksana kebijakan dan kelompok yang terkena kebijakan sulit
diprediksi.
2. Proses Perumusan Kebijakan Pendidikan
Proses pembuatan kebijakan adalah proses mengkaji masalah
dan konsep. Dalam pembuatan kebijakan terdapat banyak aspek,
proses dan variabel yang perlu untuk dikaji secara intensif. Untuk
mengkaji kebijakan publik ke dalam kebijakan pendidikan proses
penyusunan kebijakan dibagi dalam berbagai tahap dan fase. Berikut
adalah fase-fase penyusunan dalam pembuatan kebijakan menurut
1. Fase penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
2. Fase formulasi kebijakan
Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan meihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.
3. Fase adopsi kebijakan
Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.
4. Fase implementasi kebijakan
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.
5. Fase penilaian kebijakan
Unit-unit pemeriksaan dan akutansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif dan peradilan memenuhi persaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan (William N. Dunn 1999:24).
Adapun tahap-tahap prosedur pembuatan kebijakan menurut
William Dunn (1999:26-29) sebagai berikut: 1) Perumusan masalah,
yaitu tahap yang dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari
definisi masalah dan memesuki proses pembuatan kebijakan melaui
perumusan agenda (agenda setting); 2) Peramalan adalah tahap
menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang
alternatif. Dalam tahap formulasi kebijakan peramalan dapat menguji
masa depan yang plausibel, potensial, dan secara normatif bernilai,
mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau diusulkan,
mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam
pencapaian tujuan. mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan
oposisisi) dari berbagai pilihan; 3) Rekomendasi adalah suatu tahap
membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan-kebijakan
tentang manfaat atau biyaya dari berbagai alternatif. Rekomendasi
membantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian,
mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam
pembatan pilihan, dan menentukan pertanggung jawaban
administratif bagi implementasi kebijakan; 4) Pemantauan
(Monitoring) adalah tahap dimana kebijakan dipantau untuk
mengetahui keberhasilan dari kebijakan yang dibuat. Pemantauan
(monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya.
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan
akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program,
mengidentifikasi hambatan dan rintangan imlementasi; 5) Evaluasi
membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang
ketidak sesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan
kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan
kebijakan.
C. Kajian Implementasi
1. Pengertian Implementasi
Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari
sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. kata
implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau
mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti
bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan
yang terencana dan dilakukan berdasarkan acuan norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan.
Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks
Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya
mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :
“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”(Usman, 2002:70).
Pengertian implementasi yang dikemukakan di dalam buku
Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, dapat dikatakan bahwa
implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan
yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan
implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek
berikutnya.
Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi
Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya
mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut:
Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif (Setiawan, 2004:39).
Charles O. Jones dalam Arif Rohman menyatakan:
Implementasi adalah suatu aktifitas yang dimaksudkan untuk mengoperasikan program tersebut adalah: 1). Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumber daya unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan; 2). Interpretasi, yaitu aktifitas menafsirkan agar program menjadi pengarahan yang dapat diterima serta dapat dilaksanakan; 3). Aplikasi berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Implementasi kebijakan pendidikan merupakan proses yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan adminsitratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada kelompok sasaran (target group)
melainkan juga menyangkut faktor hukum, politik, ekonomi sosial, yang langsung terlibat dalam program (Arif Rohman 2014:135).
Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat
dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk
melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan
harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam
tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai
implementasi merupakan suatu tindakan melaksanakan semua
program kebijakan yang telah ditentukan, dengan memperhatikan
segala tugas, menaati peraturan, dan mengitegrasikan program pada
berbagai faktor agar sesuai dengan tujuan dari kebijakan atau program
yang telah dibuat.
2. Pengertian Implementasi Kebijakan
Seperti yang kita ketahui implementasi adalah sebuah
pelaksanaan dari perencanaan yang sudah disusun dan direncanakan
secara terperinci. Implementasi selalu berkaitan dengan kebijakan,
karena kebijakan sendiri memerlukan implementasi agar program
tersebut dapat diterapkan.
Implementasi merupakan tahap yang penting dalam proses
kebijakan pendidikan, suatu program atau kebijakan harus
diimplementasikan untuk diketahui dampak dan hasil dari kebijakan
tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan pendidikan
merupakan proses yang kompleks dan memiliki tahap dari
pendefinisian masalah hingga evaluasi dampak kebijakan, hal ini
berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan salah satu variabel
penting yang berpengaruh terhadap suatu keberhasilan kebijakan
terhadap persoalan-persoalan dalam dunia pendidikan.
Proses implementasi kebijakan pendidikan melibatkan
mencapai suksesnya implementasi kebijakan pendidikan tersebut.
Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Arif Rohman (2014:134)
implementasi kebijakan adalah keseluruhan tindakan dan upaya yang
dilakukan individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah dan
swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Yakni tindakan-tindakan yang merupakan
usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan kedalam istilah
operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai
perubahan-perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh
keputusan-keputusan kebijakan.
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh
beberapa variabel dan faktor yang berkaitan satu sama lain, terdapat
beberapa teori variabel yang mempengaruhi implementasi dari
beberapa ahli antara lain:
Edward implementasi kebijakan dipengaruhi oleh variabel
sebagai berikut:
a. Komunikasi, agar implementasi menjadi efektif,maka mereka yang bertanggungjawab untuk mengimplementasikan suatu keputusan harus paham dengan yang seharusnya mereka kerjakan.
b. Sumberdaya, jika personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebijakan kurang sumberdaya untuk melakukan pekerjaan efektif, maka implementasi tidak akan efektif pula.
karena kekurangan dalam struktur birokraasi (Edward 2003: 12-13).
Sedangkan menurut Grindle implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh dua variabel yaitu:
a. Variabel isi kebijakan, mencakup: kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, (siapa) pelaksana program dan sumber daya yang dikerahkan.
b. Variabel lingkungan kebijakan, mencakup: seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi dan rejim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsibilitas kelompok sasaran (Subarsono, 2005:93).
Berikutnya dalam pandangan Weimer dan Vining ada tiga
kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
suatu kebijakan, yaitu:
a. Logika kebijakan, suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan mendapat dukungan teoritis.
b. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan mempengaruhi keberhasilan implemetasi suatu kebijakan. c. Kemampuan implementasi kebijakan, keberhasilan suatu
kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan (Subarsono, 2005:103).
Suatu implementasi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
berpengaruh dalam keberhasilan implementasi, berikut adalah teori
para ahli mengenai faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan
implementasi.
Meter dan Horn menyatakan bahwa model implementasi
a. Standar dan sasaran kebijakan yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.
b. Sumberdaya kebijakan berupa dana pendukung implementasi. c. Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran
digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.
d. Karakteristik pelaksanaan, yaitu karakteristik organisasi yang merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program.
e. Kondisi sosial, ekonomi politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan.
f. Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan (Tangkilisan, 2003:20).
Dari kajian-kajian diatas dapat disimpulkan bahwa
implementasi kebijakan adalah tahap dimana kebijakan yang telah
dirumuskan ditransformasikan kedalam bentuk tindakan untuk
mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini teori
yang dipilih untuk menganalisa implementasi dari kebijaian
pendidikan keaksaraan dasaar adalah teori Edward, dimana
keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan dilihat dari
beberapa aspek yaitu: Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan
Struktur Birokrasi.
D. Kajian Keaksaraan Dasar 1. Pendidikan Non-Formal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Program pendidikan nonformal melalui proses penilaian
daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Proses
belajar pendidikan nonformal sendiri diorganisaikan diluar sistem
persekolahan atau pendidikan formal, baik dilaksanakan terpisah
maupun merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih
besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu, seperti
warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Berikut adalah beberapa konsep dasar dari pendidikan
nonformal yang merupakan kerangka umum menganalisis
fenomena-fenomena yang terjadi dimasyarakat menurut Saleh Marzuki
(2012:136-140) sebagai berikut:
1. Konsep dasar pertama adalah pendidikan dipandang sebagai proses
belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan
upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama
dia hidup.
2. Konsep dasar yang kedua adalah kebutuhan belajar minimum yang
esensial (minimum essential learning needs). Yang dimaksud
dengan kebutuhan belajar disini adalah sesuatu yang harus
diketahui dan dapat dikerjakan oleh anak-anak, baik laki-laki
maupun perempuan, sebelum mereka mereka bertanggung jawab
3. Proses pertumbuhan dalam masyarakat transisi memerlukan
layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara
efektif.
4. Konsep dasar keempat terkait dengan peran pendidikan dalam
pengembangan pedesaan. Para pakar telah banyak menulis tentang
pembangunan nasional menyeluruh terutama tentang pertumbuhan
ekonomi. Dalam peran pendidikan dalam pengembangan
pedesaan, pendidikan hendaknya dipandangn sebagai salah satu
input yang diperlukan bagi pembagunan pedesaan.
Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
non formal adalah layanan pendidikan yang dilaksanakan diluar
pendidikan formal (Sekolah), dengan tujuan agar dapat memberikan
masyarakat layanan pendidikan yang berkualitas dengan proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh
pemerintah. Adapun konsep yang digunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan non-formal adalah, pendidikan dipandang sebagai proses
belajar sepanjang hayat dan memiliki tujuan untuk pengembangan
2. Keaksaraan Dasar
Buta aksara adalah salah satu permasalahan yang terjadi di
Indonesia, belum meratanya pendidikan dan kurang sadarnya
masyarakat tentang pentingnya pendidikan merupakan salah satu
penyebab adanya sebagian masyarakat yang masih belum melek
aksara.
Pemerintah Indonesia melalui kebijakan pendidikan
keaksaraan dasar berupaya agar meningkatkan angka melek aksara di
Indonesia, sehingga dengan adanya kebijakan ini diharapkan
pemerintah dapat menekan dan mengurangi anga buta aksara di
Indonesia. Adapun tujuan dari kebijakan pendidikan keaksaraan dasar
adalah upaya pemberian kemampuan keaksaraan bagi penduduk buta
aksara usia 15-59 tahun agar memiliki kemampuan membaca,
menulis, berhitung, mendengarkan dan berbicara untuk
mengkomunikasikan teks lisan dan tulisan dengan menggunakan
aksara dan angka dalam bahasa Indonesia. Dalam panduan
penyelenggaraan dan pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar,
dijelaskan bahwa:
Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan pendidikan bagi penduduk buta aksara agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia, dan menganalisa sehingga memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri (Kemendikbud 2015:3).
Dengan demikian dapat disimpulkan keaksaraan dasar adalah
berbicara untuk mengomunikasikan teks lisan dan tulis sederhana
dengan menggunakan aksara dan angka dalam Bahasa Indonesia.
3. Tujuan Pendidikan Keaksaraan Dasar
Setiap program pendidikan tentunya memiliki tujuan yang
hendak dicapai, begitupun dengan pendidikan keaksaraan dasar. Ditjen
PAUD dan DIKMAS dan Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat
(2015:4) menyebutkan tiga tujuan pendidikan keaksaraan dasar, yaitu:
1. Memberikan layanan pendidikan kepada warga masyarakat usia
15-59 tahun yang belum dapat membaca, menulis dan berhitung
dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
2. Memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung dan
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, serta pengetahuan dasar
kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Memperepat penuntasan penduduk buta aksara di Indonesia
Adapun hasil yang diharapkan dari lulusan pendidikan
keaksaraan dasar diharapkan:
1. Memiliki perilaku dan etika yang mencerminkan sikap orang
beriman dan bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan
lingkungan keluarga, masyarakat dan alam dalam kehidupan
2. Menguasai pengetahuan faktual tentang cara berkomunikasi
melalui bahasa Indonesia dan berhitung untuk melakukan aktivitas
sehari-hari dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat.
3. Mampu menggunakan bahasa Indonesia dan keterampilan
berhitung untuk melakukan aktivitas sehari-hari dalam kehidupan
berkeluarga dan bermasyarakat (Ditjen PAUD dan DIKMAS dan
Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan).
Kesimpulan dari beberapa kajian di atas adalah, pendidikan
keaksaraan dasar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan keaksaraan juga
bertujuan untuk memberikan contoh sikap, kemampuan dan
keterampilan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan
benar untuk dimanfaatkan dan digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
E. Kajian PKBM
1. Pengertian PKBM
PKBM atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan
prakarsa pembelajaran masyarakat yang didirikan dari, oleh dan
untuk masyarakat, dimana PKBM menjadi wadah dimana seluruh
kegiatan belajar masyarakat dalam rangka peningkatan pengetahuan,
keterampilan/keahlian, hobi, atau bakatnya yang dikelola dan
dalam proses pendidikan dalam proses pendidikan secara tidak
langsung akan memberikan ruang gerak yang lebih luas sehingga
masyarakat akan semakin dewasa dan semakin mandiri dalam
menentukan masa depannnya. Landasan yang menjadi dasar
pemikiran PKBM menurut DR. Umberto Sihombing (1999:102,104)
adalah kesadaran terhadap pentingnya kedudukan masyarakat dalam
proses pembangunan pendidikan, merupakan tongkak sejarah yang
penting dalam menghadapi era globalisasi. Bentuk konkrit dari
lahirnya kesadaran bahwa masyarakat merupakan suatu potensi besar
yang akan lebih mampu membangun dirinya sendiri, diwujudkan
dalam pendekatan baru yang diharapkan dapat ditangkap oleh
masyarakat sebagai pilihan terbaik guna membangkitkan semangat
masyarakat yang selama ini tertutupi oleh asumsi yang salah, yakni
bahwa masyarakat itu merupakan obyek semata.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan salah satu
alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan
masyarakat. Hal ini selaras dengan pemikiran bahwa dengan
melembagakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, akan banyak
potensi yang selama ini tidak tergali akan dapat digali. Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat diharapkan dapat dapat menjadi sentra
seluruh kegiatan pembelajaran masyarakat, kemandirian dan
Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa PKBM
adalah sebuah lembaga pendidikan yang dikembangkan dan dikelola
oleh masyarakat serta diselenggarakan di luar sistem pendidikan
formal baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan belajar kepada seluruh lapisan masyarakat
agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itulah PKBM berperan
sebagai tempat pembelajaran masyarakat terhadap berbagai
pengetahuan atau keterampilan dengan memanfaatkan sarana,
prasarana dan potensi yang ada di sekitar lingkungannya, agar
masyarakat memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan taraf hidup.
2. Fungsi PKBM
PKBM sebagai lembaga pendidikan yang dibentuk dari, oleh
dan untuk masyarakat, secara kelembagaan padanya melekat
beberapa fungsi yang secara hakiki sulit dipisahkan, menurut DR.
Umberto Sihombing (1999:110-112) fungsi-fungsi PKBM adalah
sebagai berikut:
a. Sebagai wadah pembelajaran, artinya tempat warga masyarakat
dapat menimba ilmu dan memperoleh berbagai jenis
keterampilan dan pengetahuan fungsional dapat digunakan
b. Sebagai tempat pusaran semua potensi masyarakat, artinya
PKBM sebagai tempat pertukaran berbagai potensi yang ada dan
berkembang dimasyarakat, sehingga menjadi suatu sinergi yang
dinamis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
c. Sebagai pusat dan sumber informasi, artinya tempat masyarakat
menannyakan berbagai informasi tentang berbagai jenis kegiatan
pembelajaran dan keterampilan fungsional yang dibutuhkan
masyarakat.
d. Sebagai ajang tukar menukar keterampilan dan pengalaman,
artinya tempat berbagai jenis keterampilan dan pengalaman yang
dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan dengan prinsip
saling belajar dan membelajarkan melalui diskusi mengenai
permasalahan yang diahadapi.
e. Sebagai sentra pertemuan antar pengelola dan sumber balajar,
artinya tempat diadakannya berbagai pergtemuan para pengelola
dan sumber belajar baik secara intern maupun dengan PKBM di
sekitarnya.
f. Sebagai loka belajar yang tidak pernah kering, artinya sebagai
tempat yang secara terus menerus digunakan untuk kegiatan
berbagai masyarakat dalam bentuknya.
g. Sebagai tempat pembelajaran yang dapat digunakan oleh
berbagai departemen dan lembaga-lembaga pemerintah serta
tentang tugas dan tanggung jawabnya dalam melayani
masyarakat.
Dari beberapa fungsi yang telah dipaparkan diatas dapat
disimpulkan bahwa fungsi PKBM adalah sebagai tempat
pembelajaran dan pengembangan potensi masyarakat, sumber
informasi dan sebagai penghubung masyarakat dengan lembaga
pemerintah atau swasta yang memiliki tugas dan tanggung jawab
dalam melayani pendidikan masyarakat.
F. Penelitian Yang Relevan
Penelitian relevan yang berkaitan dengan pembelajaran
keaksaraan dilakukan oleh Ani Irmawati (2015) dengan judul
“Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Pekerja Buruh Gendong di Pasar
Giwangan”, dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil program
pembelajaran keaksaraan fungsional yang didapat oleh warga belajar
yang dulunya belum pernah mengenyam pendidikan memberikan
manfaat yang positif bagi buruh gendong yang mengikuti pembelajaran,
setelah mengikuti pembelajaran tersebut mereka dapat membaca dan
menulis serta dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Salah satu contoh manfaat positif dari program pembelajaran keaksaraan
fungsional adalah setelah mereka bisa membaca dan menulis, mereka
sudah tidak kesulitan lagi untuk menulis namanya sendiri dan alamat
keaksaraan fungsional antara lain semangat dan motivasi diri warga
belajar, sarana dan prasarana yang memadai, faktor dari orang-orang
terdekat warga belajar, adanya tutor dan relawan yang mau mengajar,
adanya lembaga yang menaungi program keaksaraan fungsional dipasar
giwangan. Selain faktor pendukung terdapat juga faktor penghambat
antara lain, dana yang minim, kuriulum yang belum sesuai dengan
standar program keaksaraan fungsional pada umumnya, faktor usia yang
sudah tidak muda lagi, kurangnya tenaga/jumlah tutor, terbenturnya
waktu belajar dengan waktu bekerja buruh gendong, dan adanya
pekerjaan lain yang mendadak yang menghambat para warga didik untuk
mengikuti pembelajaran keaksaraan fungsional.
a. Persamaan
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas
mengenai pendidikan keaksaraan yang dilaksanakan di masyarakat,
sebagai upaya untuk menuntaskan buta huruf.
b. Perbedaan
Perbedaannya adalah penelitian ini lebih menekankan proses
pembelajaran keaksaraan daripada proses implementasi kebijakan
secara keeluruhan, dan perbedaan lainnya adalah pendidikan
keaksaraan dalam penelitian di atas lebih menspesifikasikan target
warga belajar pendidikan keaksaraan kepada buruh gendong di pasar
Penelitian yang relevan yang kedua yang berkaitan dengan
keaksaraan dasar dilakukan oleh Riski Yuliani (2016) dengan judul
“Implementasi Akselerasi Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM
Ngundi Makmur Pengasih Kulon Progo Tahun 2015”, dari hasil
penelitian yang dilakukan adalah bertambahnya lulusan sejumlah 40
peserta yang bertambah kemampuannya dalam membaca, menulis,
berhitung, mendengar, dan berbicara. Hal ini didukung dengan nilai yang
diperoleh yaitu kisaran 70-95 dan rata-rata keseluruhan 79,99. Sedangkan
rata-rata perkemampuan yaitu mendengar 82,87; berbicara 77,3; menulis
78,45; dan berhitung 82,22. Faktor pendukung program terdiri dari faktor
eksternal dan fisik berupa fasilitas yang lengkap dan memadai, faktor
internal non fisik berupa semangat peserta didik mengikuti KBM, dan
faktor eksternal nonfisik berupa kemampuan dan tanggungjawab tutor
dalam mengajar dan mengelola program. Faktor-faktor penghambatnya
meliputi faktor internal nonfisik berupa motivasi belajar yang rendah dari
beberapa peserta, faktor eksternal fisik berupa keadaan cuaca yang tidak
stabil dan tutor yang kaang terlambat hadir membaca. Faktor internal
fisik berupa keadaan penglihatan dan pendengaran peserta menurun, dan
faktor eksternal nonfisik berupa kesibukan lain seperti pekerjaan dan
keluarga peserta didik.
a. Persamaan
Persamaan dengan penelitian ini adalah membahas mengenai
b. Perbedaan
Perbedaannya adalah penelitian ini lebih membahas akselerasi
pendidikan keaksaraan dasar, daripada membahas implementasi
kebijakan pendidikan keaksaraan dasar secara keseluruhan.
G. Kerangka Pikir
Dalam konteks pendidikan untuk semua (Education For All) dan
peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia yang dilandasi oleh prinsip
pedidikan sepanjang hayat, pendidikan keaksaraan memiliki fungsi
strategis untuk memenuhi hak pendidikan dasar bagi warga Negara.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar amandemen ke-IV juga telah
dijelaskan bahwa salah satu tujuan Negara juga adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan oleh karena itu setiap warga Negara Indonesia
berhak memperoleh pendidikan yang merata dan bermutu sesuai minat
dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik tanpa memandang status
sosial, etnis dan gender. Dengan kata lain pemerintah melalui UUD 1945
dan amandemennya memiliki kewajiban untuk memberikan dan
menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi masyarakat
Indonesia, agar setiap warga negara Indonesia dapat menikmati
pendidikan yang berkualitas sebagai salah satu usaha untuk menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas dalam upaya mewujudkan
Pendidikan merupakan suatu dasar bagi sebuah Negara untuk
dapat berkembang. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 3 mengenai pendidikan nonformal
menyatakan; pendidikan nonformal merupakan pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan
lain yang ditujukan untuk mengembangakan kemampuan peserta didik.
Pendidikan nonformal adalah salah satu jalur pendidikan nasional yang
turut bertugas dan bertanggungjawab untuk mengantar bangsa agar siap
menghadapi perkembangan jaman dan mampu meningkatkan kualitas
hidup bangsa dimasa mendatang. Pendidikan nonformal diprioritaskan ke
dalam beberapa progam sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Keaksaraan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta
Aksara, sebagaimana disebutkan dalam strategi peningkatan mutu
pendidikan keaksaraan dasar: “Pengembangan dan penetapan standar
kompetensi keaksaraan (SKK) dan standar isi (SI) pendidikan keaksaraan
mulai dari keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan dan keaksaraan mandiri.
Kemudian Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 86 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
dalam menyelenggarakan pendidikan keakasaraan dasar. Dalam
penelitian ini penulis memutuskan untuk menyoroti tentang kebijakan
pendidikan keaksaraan dasar. Karena penulis merasa bahwa kebijakan ini
berhubungan dengan masyarakat golongan bawah dan jika kebijakan ini
berhasil diimplementasikan maka dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
Saleh Marzuki (2012:118) teori ekonomi mendukung keaksaraan
fungsional dengan penelitian yang dilakukan oleh Philips (1964) dengan
dasar rancangan expost facto, analisis sistem ekonomi yang menunjukkan
adanya pertumbuhan produktivitas sebagai dampak pendidikan. Studi ini
menunjukan bahwa sebagian besar dar pertumbuhan dibidang produksi di
Negara berkembang sebagian besar berasal dari kemajuan teknis dan
kualitas sumber daya manusia, yang keduanya merupakan peran
pendidikan. Adapun dampak dari pendidikan keaksaraan terhadap
produktivitas tergambar dalam penelitian Stanislav Strumlin (1965) yang
menunjukan bahwa seorang pekerja yang berpendidikan setahun di
sekolah dasar memiliki pertubuhan peoduktivitas sebesar 30%,
sedangkan pekerja buta aksara yang dimagangkan di industri selama satu
tahun hanya memiliki petambahan produktivitas sebesar 12%. Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa pendidikan keaksaraan memberikan
sumbangan besar terhadap pembangunan ekonomi. Penelitian tersebut
adalah salah satu bukti bahwa pendidikan keaksaraan dasar dapat
memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik. Keaksaraan dasar
merupakan suatu langkah awal dalam menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas, dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas
maka tujuan pambangunan nasional dapat tercapai.
Namun pada kenyataannya kondisi dan karakteristik geografi,
ekonomi, serta sosial budaya Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan
yang luas dan multikultural merupakan tantangan untuk terciptanya
layanan pendidikan yang merata dan bermutu, salah satu dampaknya
adalah terjadi permasalahan buta akasara. Mengacu pada data Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, sampai dengan tahun 2015 masih terdapat
sekitar 3,56% atau sebanyak 5,7 juta jiwa dari keseluruhan penduduk
Indonesia buta aksara. Mayoritas penyandang buta aksara tersebut adalah
kaum perempuan dari keluarga miskin yang berdomisili diwilayah
pedesaan yang mayoritas berusia diantara 15-59 tahun. Dengan adanya
kondisi tersebut maka pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan dan peningkatan mutu
pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal, guna untuk menekan
angka buta aksara.
Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai
bagaimana implementasi dari kebijakan keaksaraan dasar yang
diselenggarakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Persada
yang berada di Pendowo Harjo, kecamatan Sewon, Kab. Bantul,
mengimplementasikan kebijakan pendidikan keaksaraan dasar yang
menjadi salah satu program pendidikan nonformal yang diselenggarakan.
PKBM Persada sendiri dipilih sebagai tempat penelitian berdasarkan
rekomendasi dari Seksi Kesetaran Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga propinsi DIY. Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk
lebih melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan keaksaraan dasar yang
ada di PKBM Persada, peneliti menggunakan teori Edward dimana dalam
keberhasilan Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh beberapa
variabel yaitu 1) Komunikasi: dimana implementor suatu kebijakan harus
paham dengan apa yang dia kerjakan; 2) Disposisi: adalah komitmen dari
orang yang mengimplementasikan suatu kebijakan; 3) Sumber Daya,
yaitu sumber yang mendukung dalam implementasi suatu kebijakan; 4)
Struktur Birokrasi, struktur dimana tugas dan tanggung jawab para
implementor diatur. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apa saja
yang menjadi pendukung dan penghambat dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar. Langkah-langkah ini dipilih
sebagai salah satu upaya peneliti untuk melihat sejauh mana keberhasilan
implementasi kebijakan keaksaraan dasar yang ada di PKBM Persada,
Bagan 1. Kerangka Pikir
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
dan Pemberantasan Buta Aksara
Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Di PKBM Persada
Faktor Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86